Ketika Mediator dan Para Pihak Tersenyum

KISAH NYATA
KISAH SUKSES MEDIASI

Ketika Mediator
dan Para Pihak
Tersenyum Puas
Kepiawaian mediator sangat menentukan keberhasilan mediasi. Pandai
mengkomunikasikan keinginan para pihak adalah salah satu syaratnya.

H

asil akhir mediasi dapat dipastikan akan selalu melegakan dua
pihak yang bersengketa karena
mediasi bisa menyelesaikan masalah
secara win-win solution. Alternatif
penyelesaian sengketa (Alternative
Dispute Resolutioin) melalui mediasi
sesuai Peraturan Mahkamah Agung
Nomor 1 Tahun 2008 ini terbukti ampuh
menyenangkan dua pihak yang berseteru.
Ada banyak kisah sukses mediasi

di pengadilan agama, tak terkecuali
untuk perkara yang kompleks dan
membutuhkan perhatian ekstra dari
mediator. Salah satunya adalah kisah
sukses mediasi perkara harta bersama di Pengadilan Agama Painan,
Sumatera Barat, dengan nomor
perkara 156/Pd.tG/2011/PA. Pn yang
diputus tanggal 29 Maret 2012 lalu.
Perkara ini bermula dari tuntutan pembagian harta bersama yang
diajukan oleh mantan suami (Penggugat) terhadap mantan isterinya
(Tergugat) yang menguasai sebuah
rumah tinggal seluas 200 m2 beserta
segala perabotan berharga di dalamnya yang secara keseluruhan ditaksir
bernilai Rp 200.000.000,- (dua ratus
juta rupiah). Perkawinan mereka telah
berakhir dengan perceraian kurang
lebih dua tahun sebelum perkara
gugatan harta bersama itu diajukan.

Putusan berupa akta perdamaian

(acte van vergelijk) yang terdiri dari 8
(delapan) pasal tersebut secara ringkas
mengandung 5 (lima) pokok kesepakatan. Pertama, kesepakatan para pihak
untuk mengakui bahwa rumah seluas
200 m2 yang dituntut oleh pihak Penggugat adalah benar harta bersama
yang diperoleh selama dalam masa
perkawinan mereka dahulu.
Kedua, kedua belah pihak sepakat
untuk membagi rumah tersebut menjadi dua bagian, setengah bagian
untuk Penggugat dan selebihnya
untuk Tergugat.
Ketiga, Penggugat dengan Tergugat sepakat akan membaginya
dengan cara menjual rumah tersebut

dan hasil penjualannya senilai Rp
100.000.000,- (seratus juta rupiah)
akan diberikan kepada Tergugat
dan selebihnya meskipun jumlahnya
kurang dari Rp 100.000.000,- (seratus
juta rupiah) akan diberikan kepada

Penggugat.
Keempat, kedua belah pihak
menyepakati bila penjualan tidak
dapat dilakukan oleh kedua belah
pihak secara sukarela, akan membuka
peluang kepada masing-masing pihak
untuk meminta Pengadilan Agama
melaksanakan eksekusi sesuai dengan kekuatan hukum yang melekat
pada akta perdamaian sebagaimana
diatur dalam Pasal 1858 KUH Perdata
dan Pasal 154 ayat (2) dan (3) RBg.

Gedung Pengadilan Agama Painan

MAJALAH PERADILAN AGAMA Mei 2013

67

KISAH NYATA
Dan yang kelima, kedua belah

pihak menjadikan kesepakatan bersama tersebut sebagai kerangka
penyelesaian sengketa yang final dan
menyeluruh, sehingga di kemudian
hari mereka tidak akan saling menuntut dalam bentuk apapun.
Proses mediasi berhasil mencapai
kesepakatan setelah 5 (lima) kali pertemuan dalam jangka waktu 3 (tiga)
pekan. Kelima sessi mediasi tersebut
dilaksanakan secara pleno pada sessi
pertama dan terakhir, kaukus pada
sessi kedua, dan gabungan antara
kaukus dan pleno pada sessi ketiga
dan keempat.
Sessi pleno pertama dipergunakan untuk menyamakan persepsi tentang harta bersama dan akibat-akibat
hukumnya, sementara sessi pleno
terakhir untuk mendalami poin-poin
kesepakatan perdamaian yang telah
disusun oleh mediator dan menandatanganinya.
Adapun sessi-sessi kaukus dipergunakan untuk setidak-tidaknya
empat tujuan. Pertama, memastikan
kedua belah pihak, terutama mantan

isteri benar-benar setuju terhadap
pembagian harta bersama. Kedua, menelusuri kemungkinan adanya agenda
tersembunyi (hidden agenda) dan/atau
hal-hal yang tidak terungkap dalam sessi
panel. Dan ketiga, menelusuri pilihanpilihan cara pembagian yang mungkin telah dipikirkan oleh kedua belah
pihak. Dan keempat, menghindari
diskusi-diskusi yang kontraproduktif
terhadap pilihan-pilihan penyelesaian
yang masih belum final.
Meskipun
akhirnya
berhasil
sampai pada kesepakatan perdamaian, sejumlah permasalahan mewarnai
proses mediasi tersebut. Pertama,
pihak Tergugat sejak awal diliputi
oleh ketidakpercayaan, baik terhadap mediasi maupun ittikad baik
Penggugat, sehingga tidak mau bermediasi. Kedua, proses pertukaran
pilihan-pilihan penyelesaian diantara
pihak-pihak berlangsung sangat di-


68

namis. Sampai mediasi ketiga, hampir
tidak ada pilihan penyelesai-an yang
dapat disepakati oleh para pihak.
Ketiga, ketika mediasi menemukan alternatif penyelesaian yang
diperkirakan dapat disepakati oleh
para pihak, muncul masalah baru
yang membuat negosiasi menemui
jalan buntu, sehingga harus kembali
menelusuri pilihan lain. Keempat,
sessi-sessi pleno mediasi kerap berlangsung emosional, sampai-sampai
Penggugat ingin menarik diri dari
proses mediasi.
Untuk mengatasi sejumlah permasalahan tersebut, mediator menggunakan beberapa pendekatan dan
teknik. Pertama, metode reflektif
untuk memberikan wawasan dasar
kepada para pihak untuk mau duduk
bersama menyelesaikan masalah
secara mediasi. Pemahaman terhadap asal-usul dan konsepsi harta

bersama menjadi salah satu tema
dalam proses reflektif tersebut.
Kedua, oleh karena sessi-sessi pleno
cenderung emosional, mediator memaksimalkan pendekatan kaukus dengan
mengedepankan reframing sebanyakbanyaknya. Tujuannya adalah untuk
mengendalikan perilaku para pihak
dan meredam pernyataan-pernyataan
negatif untuk dikonversi menjadi pernyataan-pernyataan positif.
Ketiga, memberdayakan para
pihak untuk memikirkan solusi-solusi
alternatif secara mandiri. Masing-

MAJALAH PERADILAN AGAMA Mei 2013

masing pihak diberikan kesempatan
untuk mengusulkan model penyelesaian tanpa memaksakan harus menjadi pilihan akhir.
Keempat, mendalami pilihanpilihan penyelesaian hingga sedetail
mungkin dengan salah satu pihak
sebelum dikomunikasikan dengan
pihak lainnya. Pilihan yang tidak

matang dan masih sumir tidak dikomunikasikan kepada pihak lainnya.
Kelima, memelihara momentum
kooperatif dalam negosiasi hingga
akhir proses mediasi dengan jaminan
penyelesaian yang mutatis mutandis.
Mediator mendorong para pihak untuk
berpikiran positif, terutama ketika salah
satu pihak terlihat sudah mulai kurang
simpatik kepada pihak lainnya.
Keberhasilan
mediasi
dalam
perkara ini tergolong unik dan
mengesankan, karena selain mencapai
kesepakatan
perdamaian,
para pihak dengan ittikad baik dapat
melaksanakan hasil mediasi tersebut
tanpa kendala yang berarti. Pada
tanggal 9 Mei 2012, kedua belah pihak

dan anak-anaknya datang menghadap Panitera Pengadilan Agama
Painan untuk melaksanakan hasil
mediasi. Calon pembeli menyerahkan
bagian Tergugat di hadapan Panitera, sehingga terpenuhi semua
ketentuan-ketentuan yang telah disepakati oleh Penggugat dan Tergugat
dalam mediasi. Al-Shulhu khair.
(Mohammad Noor)