silabus dan pengembangan dan mekanisme
SILABUS DAN PENGEMBANGANNYA
Guru merupakan komponen penting yang menunjang keberhasilan program kegiatan sekolah.
Semua komponen yang ada di sekolah tidak dapat dimanfaatkan secara optimal bagi
pengembangan proses pembelajaran tanpa didukung oleh guru yang bekerja secara profesional.
Dalam pembelajaran memerlukan guru yang kreatif baik dalam menyiapkan kegiatan belajar
bagi anak, juga dalam memilih kompetensi dari berbagai mata pelajaran dan mengaturnya agar
tercapai pembelajaran seperti yang diamanatkan dalam PP No. 19 tahun 2005. Dalam pasal 19
PP No. 19 tahun 2005 dinyatakan bahwa “proses pembelajaran pada satuan pendidikan
diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta
didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas,
dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta
didik”.
Oleh karena itu guru perlu melakukan persiapan mengajar dengan baik. Silabi adalah salah satu
kelengkapan administrasi guru yang seharusnya disusun oleh guru yang bersangkutan sebelum
melaksanakan pembelajaran. Silabus disusun sebagai acuan bagi guru dalam menyusun rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP), melaksanakan pembelajaran, dan melakukan penilaian dalam
pembelajaran.
A. Prinsip Pengembangan Silabus
Prinsip-prinsip pengembangan silabus adalah:
1. Ilmiah
Keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan dalam silabus harus benar dan dapat
dipertanggungjawabkan secara keilmuan.
2. Relevan
Cakupan, kedalaman, tingkat kesukaran dan urutan penyajian materi dalam silabus sesuai dengan
tingkat perkembangan fisik, intelektual, sosial, emosional, dan spritual peserta didik.
3. Sistematis
Komponen-komponen silabus saling berhubungan secara fungsional dalam mencapai
kompetensi.
4. Konsisten
Adanya hubungan yang konsisten (ajeg, taat asas) antara kompetensi dasar, indikator, materi
pokok/ pembelajaran, kegiatan pembelajaran, sumber belajar, dan sistem penilaian.
5. Memadai
Cakupan indikator, materi pokok/ pembelajaran, kegiatan pembelajaran, sumber belajar, dan
sistem penilaian cukup untuk menunjang pencapaian kompetensi dasar.
6. Aktual dan Kontekstual
Cakupan indikator, materi pokok/ pembelajaran, kegiatan pembelajaran, sumber belajar, dan
sistem penilaian memperhatikan perkembangan ilmu, teknologi, dan seni mutakhir dalam
kehidupan nyata, dan peristiwa yang
7. Fleksibel
Keseluruhan komponen silabus dapat mengakomodasi keragaman peserta didik, pendidik, serta
dinamika perubahan yang terjadi di sekolah dan tuntutan masyarakat.
8. Menyeluruh
Komponen silabus mencakup keseluruhan ranah kompetensi (kognitif, afektif, psikomotor).
B. Komponen Silabus
Komponen silabus adalah sebagai berikut:
1. Standar Kompetensi
Sesuai dengan yang tercantum dalam Permen No. 22 tahun 2005 tentang Standar Isi
2. Kompetensi Dasar
Sesuai dengan yang tercantum dalam Permen No. 22 tahun 2005 tentang Standar Isi
3. Materi Pokok/Pembelajaran
Mengidentifikasi materi pokok mempertimbangkan:
1. potensi peserta didik;
2. relevansi dengan karakteristik daerah;
3. tingkat perkembangan fisik, intelektual, emosional, sosial, dan spritual peserta didik;
b. kebermanfaatan bagi peserta didik;
c. struktur keilmuan;
d. Aktualitas, kedalaman, dan keluasan materi pembelajaran;
1. relevansi dengan kebutuhan peserta didik dan tuntutan lingkungan; dan
f. alokasi waktu.
4. Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan pengalaman belajar yang melibatkan proses
mental dan fisik melalui interaksi antar peserta didik, peserta didik dengan guru, lingkungan, dan
sumber belajar lainnya dalam rangka pencapaian kompetensi. Pengalaman belajar dimaksud
dapat terwujud melalui pendekatan pembelajaran yang bervariasi dan berpusat pada peserta
didik. Pengalaman Belajar memuat kecakapan hidup yang perlu dikuasai peserta didik.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran adalah:
1. Memberikan bantuan guru agar dapat melaksanakan proses pembelajaran secara profesional
2. Memuat rangkaian kegiatan yang harus dilakukan peserta didik secara berurutan untuk
mencapai kompetensi dasar
3. Penentuan urutan kegiatan pembelajaran harus sesuai dengan hierarki konsep materi
pembelajaran
4. Rumusan pernyataan dalam kegiatan pembelajaran minimal mengandung dua unsur penciri
yang mencerminkan pengelolaan pengalaman belajar peserta didik, yaitu kegiatan siswa dan
materi.
5. Indikator
Indikator merupakan penanda pencapaian kompetensi dasar yang ditandai oleh perubahan
perilaku yang dapat diukur yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Indikator
dikembangkan sesuai dengan karakteristik peserta didik, satuan pendidikan, dan potensi daerah.
Indikator digunakan sebagai dasar untuk menyusun alat penilaian.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan indicator adalah:
1. Setiap KD dikembangkan menjadi beberapa indikator (lebih dari dua)
2. Indikator menggunakan kata kerja operasional yang dapat diukur dan/atau diobservasi
3. Tingkat kata kerja dalam indikator lebih rendah atau setara dengan kata kerja dalam KD
maupun SK
4. Prinsip pengembangan indikator adalah Urgensi, Kontinuitas, Relevansi dan Kontekstual
5. Keseluruhan indikator dalam satu KD merupakan tanda-tanda, prilaku, dan lain-lain untuk
pencapaian kompetensi yang merupakan kemampuan bersikap, berpikir, dan bertindak secara
konsisten.
6. Penilaian
Alat penilaian dapat berupa Tes dan Non Tes. Pada pembelajaran penilaian dilakukan untuk
mengkaji ketercapaian Kompetensi Dasar dan Indikator pada tiap-tiap mata pelajaran.
7. Alokasi Waktu
Penentuan alokasi waktu pada setiap kompetensi dasar didasarkan pada jumlah minggu efektif
dan alokasi waktu mata pelajaran per minggu dengan mempertimbangkan jumlah kompetensi
dasar, keluasan, kedalaman, tingkat kesulitan, dan tingkat kepentingan kompetensi dasar. Alokasi
waktu yang dicantumkan dalam silabus merupakan perkiraan waktu rerata untuk menguasai
kompetensi dasar yang dibutuhkan oleh peserta didik yang beragam.
8. Sumber Belajar
Sumber belajar adalah rujukan, objek dan/atau bahan yang digunakan untuk kegiatan
pembelajaran. Sumber belajar dapat berupa media cetak dan elektronik, nara sumber, serta
lingkungan fisik, alam, sosial, dan budaya. Penentuan sumber belajar didasarkan pada standar
kompetensi dan kompetensi dasar serta materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan
indikator pencapaian kompetensi.
C. Contoh Model Silabus
Contoh 1.
Nama Sekolah :
Kelas/Semester :
Mata Pelajaran :
Waktu :
Standar Kompetensi:
No
KD
Indikator
Kegiatan Pemb.
Materi Pembel
Penilaian
Sumber/Bahan
Contoh 2
Nama Sekolah:
Kelas/Semester:
Mata Pelajaran:
Waktu:
Standar Kompetensi:
Kompetensi Dasar:
Indikator:
Materi Pembelajaran:
Kegiatan Pembelajaran:
Penilaian:
Sumber/Bahan:
D. Langkah-langkah Penyusunan Silabus
Langkah-langkah penyusunan silabus adalah sebagai berikut:
1. Mengisi identitas sekolah
2. Menentukan tema yang akan disusun silabusnya
3. Menentukan alokasi waktu
4. Menuliskan SK semua mata pelajaran yang dimasukan kedalam tema
5. Menuliskan KD
6. Menuliskan indikator
7. Merumuskan kegiatan pembelajaran
8. Menuliskan indikator
9. Menentukan bentuk penilaian
10. Menentukan sumber / bahan
. PENDAHULUAN
Sekarang kita dihadapkan pada era baru dengan suatu paradigma kurikulum yang berbasis
kompetensi. Kurikulum dengan basis kompetensi dalam prakteknya di kelas banyak melibatkan
keaktifan dan juga kreatifitas baik guru maupun siswa dalam kegiatan pembelajaran. Interaksi
dalam suatu kegiatan pembelajaran diarahkan ke model interaksi multi arah, yaitu guru–siswa,
siswa–guru, siswa–siswa, dan siswa–materi (Johnson & Johnson, 1994). Tentunya kemampuan
siswa untuk mengungkapkan pengetahuan yang dimilikinya ataupun yang baru dipahaminya
menjadi sangat penting.
Pemberlakuan kurikulum baru ataupun suatu strategi pembelajaran yang berorientasi siswa aktif
(student oriented) bagi keadaan sekarang, bagaimanapun, perubahan tersebut membutuhkan
penyesuaian bagi semua pihak, terutama guru dan siswa sebagai subyek dan obyek langsung bagi
pembelajaran yang dimaksud. Ini akan memunculkan banyak kasus. Salah satu diantaranya
adalah guru dituntut untuk mampu memetakan kurikulum dalam kegiatan pembelajaran yang
direncanakan secara baik dan berkesinambungan. Perencanaan itu salah satunya diwujudkan
dalam bentuk pengembangan silabus dan sistem penilaian.
B. PENDIDIKAN BERBASIS KOMPETENSI
Undang-undang Republik Indonesia No 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pada
Bab 11 Pasal 3 dijelaskan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan
dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Standar kompetensi peserta didik dikembangkan oleh para pakar bidang studi, pakar pendidikan
bidang studi, serta pakar psikologi perkembangan, dengan mengacu pada prinsip-prinsip :
1. Peningkatan Keimanan, Budi Pekerti Luhur, dan Penghayatan Nilai-nilai Budaya
Keimanan, budi pekerti, dan nilai-nilai budaya perlu digali, dipahami, dan diamalkan untuk
mewujudkan karakter dan martabat bangsa.
2. Keseimbangan Etika, Logika, Estetika, dan Kinestetika
Pengalaman belajar dirancang dengan memperhatikan keseimbangan etika, logika, estetika, dan
kinestetika.
3. Penguatan Integritas Nasional
Penguatan integritas nasional dicapai melalui pendidikan yang menumbuh kembangkan dalam
diri peserta didik sebagai bangsa Indonesia melalui pemahaman dan penghargaan terhadap
perkembangan budaya dan peradaban bangsa Indonesia yang mampu memberikan sumbangan
terhadap peradaban dunia.
4. Perkembangan Pengetahuan dan Teknologi Informasi
Kemampuan berpikir dan belajar dengan cara mengakses, memilih, dan menilai pengetahuan
untuk mengatasi situasi yang cepat berubah dan penuh ketidakpastian serta menghadapi
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi.
5. Pengembangan Kecakapan Hidup
Kurikulum mengembangkan kecakapan hidup melalui budaya membaca, menulis, dan
kecakapan hitung; keterampilan, sikap, dan perilaku adaptif, kreatif, kooperatif, dan kompetitif;
dan kemampuan bertahan hidup.
6. Pilar Pendidikan
Kurikulum mengorganisasikan fondasi belajar ke dalam empat pilar, yaitu : (i) belajar untuk
memahami, (ii) belajar untuk berbuat kreatif, (iii) belajar untuk hidup dalam kebersamaan, dan
(iv) belajar untuk membangun dan mengekspresikan jati diri yang dilandasi ketiga pilar
sebelumnya.
7. Menyeluruh dan Berkesinambungan
Kompetensi mencakup keseluruhan dimensi kemampuan yaitu pengetahuan, ketrampilan, nilai
dan sikap, pola pikir dan perilaku yang disajikan secara berkesinambungan mulai dari usia
Taman Kanak-kanak atau Raudhatul Athfal sampai dengan pendidikan menengah.
8. Belajar Sepanjang Hayat
Pendidikan diarahkan pada proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlanjut
sepanjang hayat (life Long Education)
Paradigma pendidikan berbasis kompetensi yang mencakup kurikulum, pembelajaran, dan
penilaian, menekankan pada pencapaian hasil belajar sesuai dengan standar kompetensi.
Kurikulum berisi bahan ajar yang diberikan kepada siswa melalui proses pembelajaran. Proses
pembelajaran dilaksanakan dengan menggunakan prinsip-prinsip pengembangan pembelajaran
yang mencakup pemilihan materi, strategi, media, evaluasi, dan sumber atau bahan
pembelajaran. Tingkat keberhasilan belajar yang dicapai siswa dapat dilihat pada kemampuan
siswa dalam menyelesaikan tugas-tugas yang harus dikuasai sesuai dengan standar prosedur
tertentu.
C. PEMBELAJARAN BERBASIS KOMPETENSI
Pembelajaran berbasis kompetensi adalah program pembelajaran di mana hasil belajar atau
kompetensi yang diharapkan dicapai oleh siswa, sistem penyampaian, dan indikator pencapaian
hasil belajar dirumuskan secara tertulis sejak perencana perencanaan dimulai (McAshan, 1989).
Dalam pembelajaran berbasis kompetensi perlu ditentukan standar minimum kompetensi yang
harus dikuasai siswa. Sesuai pendapat tersebut, komponen materi pokok pembelajaran berbasis
kompetensi meliputi:
1 Kompetensi yang akan dicapai.
2 Strategi penyampaian untuk mencapai kompetensi.
3 Sistem evaluasi atau penilaian yang digunakan untuk menentukan keberhasilan siswa dalam
mencapai kompetensi.Dalam menentukan materi pembelajaran yang sesuia dengan kompetensi
dasar menjadi kunci apakah konsep yang kita pilih itu benar-benar bisa mendukung ketercapaian
dari kompetensi dasar atau tidak.
D. PRINSIP-PRINSIP PENGEMBANGAN SILABUS
Silabus merupakan penjabaran lebih lanjut dari standar kompetensi dan kemampuan dasar yang
ingin dicapai Silabus merupakan salah satu produk pengembangan kurikulum dan pembelajaran
yang berisikan garis-garis besar materi pembelajaran., Beberapa prinsip yang mendasari
pengembangan silabus antara lain: ilmiah, memperhatikan perkembangan dan kebutuhan siswa,
sistematis, relevansi, konsistensi, dan kecukupan (Depdiknas, 2004).
1. Ilmiah.
Mengingat silabus berisikan garis-garis besar isi atau materi pembelajaran yang akan dipelajari
oleh siswa, maka materi keilmuan yang disajikan dalam silabus harus benar. Untuk mencapai
kebenaran ilmiah tersebut, dalam penyusunan silabus dilibatkan para pakar di bidang keilmuan
masing-masing mata pelajaran. Hal ini dimaksudkan agar materi pelajaran yang disajikan dalam
silabus sahih (valid).
2. Perkembangan dan kebutuhan siswa.
Dalam pembuatan silabus cakupan, kedalaman, tingkat kesukaran, dan urutan penyajian materi
dalam silabus disesuaikan dengan tingkat perkembangan fisik dan psikologis siswa. Mengingat
adanya perbedaan perkembangan fisik maupun psikologis siswa, maka materi pembelajaran yang
diberikan kepada siswa kelas satu berbeda dengan materi yang diberikan kepada siswa kelas dua
maupun kelas tiga baik mengenai cakupan, kedalaman, maupun urutan penyajiannya.
3. Sistematis
Sesuai dengan konsep dan prinsip sistem, silabus dipandang sebagai suatu sistem, oleh karena itu
penyusunannya juga harus dilakukan secara sistematis. Sebagai suatu sistem, silabus merupakan
satu kesatuan yang mempunyai tujuan, terdiri dari bagian-bagian atau komponen yang satu sama
lain saling berhubungan dalam rangka mencapai tujuan. Komponen pokok silabus meliputi
standar kompetensi, kompetensi dasar, dan materi pokok/pembelajaran. Selain memandang
silabus sebagai suatu sistem, sesuai konsep dan prinsip sistem, penyusunan silabus dilakukan
secara sistematis, sejalan dengan pendekatan sistem atau langkah-langkah pemecahan masalah.
Secara garis besar langkah-langkah sistematis pemecahan masalah meliputi identifikasi masalah
atau kebutuhan, memilih alternatif pemecahan masalah, melaksanakan, mengevaluasi, dan
mengadakan revisi atau perbaikan. Sejalan dengan pendekatan sistem tersebut, langkah-langkah
sistematis penyusunan silabus secara garis besar dimulai dengan identifikasi standar kompetensi.
Setelah standar kompetensi ditentukan, langkah selanjutnya menentukan sejumlah kompetensi
dasar dan materi pembelajaran yang diperlukan untuk mencapai kompetensi dasar dan standar
kompetensi tersebut.
4. Relevansi, konsistensi, dan kecukupan
Dalam penyususnan silabus koherensi antara standar kompetensi, kompetensi dasar, materi
pokok/pembelajaran, pengalaman belajar siswa, sistem penilaian, dan sumber bahan.
Relevan berarti ada keterkaitan, misalnya standar kompetensi yang diharapkan dikuasai siswa
berupa kemampuan "Memahami struktur dan fungsi tubuh hewan sebagai pendukung aktivitas
kehidupannya". Kemampuan dasar yang relevan dengan standar kompetensi tersebut adalah: (1)
Mengidentifikasi sistem organ pada hewan Avertebrata beserta fungsinya; (2) Mengidentifikasi
sistem organ pada hewan vertebrata beserta fungsinya.
Konsisten berarti taat azas. Hubungan antara komponen-komponen silabus harus taat azas.
Sebagai contoh, hubungan antara kompetensi dasar dengan pengalaman belajar. Kita ambil
contoh dalam Bahasa Inggris. Salah satu materi pelajaran dalam Bahasa Inggris adalah Game
"Find someone who...". Pengalaman belajar yang konsisten dengan materi pembelajaran tersebut
adalah "Siswa menanyai teman sekelasnya dengan membawa angket untuk menemukan
seseorang yang dicari". Contoh lain, tentang konsistensi antara kompetensi dasar dengan soal
ujian. Misalnya kompetensi dasarnya "Siswa dapat membuktikan bahwa udara menghantarkan
suara". Soal ujian yang konsisten dengan kemampuan dasar tersebut adalah "Dengan melakukan
percobaan, buktikan bahwa udara menghantarkan suara".
Adequate berarti cukup atau memadai. Prinsip adekuasi mensyaratkan agar cakupan atau ruang
lingkup materi yang dipelajari siswa cukup memadai untuk menunjang tercapainya penguasaan
kompetensi dasar yang pada akhirnya membantu tercapainya standar kompetensi. Cukup,
mengandung makna tidak terlalu sedikit tapi juga tidak terlalu banyak. Sebagai contoh, salah
satu kompetensi dasar mata pelajaran Biologi adalah "Siswa dapat menjelaskan struktur
keilmuan Biologi ditinjau dari objek dan persoalannya yang dikaji pada berbagai tingkat
organisasi kehidupan". Materi pokok/pembelajaran yang memadai untuk mencapai standar
kompetensi tersebut meliputi: (1) objek biologi; (2) tema persoalan biologi; (3) tingkat organisasi
kehidupan; (4) Contoh objek dan persoalan biologi pada organisasi kehidupan tertentu.
E. LANGKAH-LANGKAH PENYUSUNAN SILABUS DAN SISTEM PENILAIAN
Langkah-langkah dalam penyusunan silabus dan sistem penilaian meliputi tahap-tahap:
identifikasi mata pelajaran; perumusan standar kompetensi dan kompetensi dasar; penentuan
materi pokok; pemilihan pengalaman belajar; penentuan indikator; penilaian, yang meliputi jenis
tagihan, bentuk instrumen, dan contoh instrumen; perkiraan waktu yang dibutuhkan; dan
pemilihan sumber/bahan/alat (format lihat lampiran 2 dan contoh isian silabus lampiran 3).
Untuk lebih jelasnya dapat dibaca uraian berikut.
1. Identifikasi. Pada setiap silabus perlu identifikasi yang meliputi identitas sekolah, identitas
mata pelajaran, kelas/program, dan semester.
2. Pengurutan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Standar kompetensi dan kompetensi
dasar mata pelajaran Matematika dirumuskan berdasarkan struktur keilmuan Matematika dan
tuntutan kompetensi lulusan. Selanjutnya standar kompetensi dan kompetensi dasar diurutkan
dan disebarkan secara sistematis. Sesuai dengan kewenangannya, Depdiknas telah merumuskan
standar kompetensi dan kompetensi dasar untuk setiap mata pelajaran.
3. Penentuan Materi Pokok dan Uraian Materi Pokok. Materi pokok dan uraian materi pokok
adalah butir-butir bahan pelajaran yang dibutuhkan siswa untuk mencapai suatu kompetensi
dasar. Pengurutan materi pokok dapat menggunakan pendekatan prosedural, hirarkis, konkret ke
abstrak, dan pendekatan tematik. Prinsip yang perlu diperhatikan dalam menentukan materi
pokok dan uraian materi pokok adalah: a) prinsip relevansi, yaitu adanya kesesuaian antara
materi pokok dengan kompetensi dasar yang ingin dicapai; b) prinsip konsistensi, yaitu adanya
keajegan antara materi pokok dengan kompetensi dasar dan standar kompetensi; dan c) prinsip
adekuasi, yaitu adanya kecukupan materi pelajaran yang diberikan untuk mencapai kompetensi
dasar yang telah ditentukan. Materi pokok inipun telah ditentukan oleh Depdiknas.
4. Pemilihan Pengalaman Belajar. Proses pencapaian kompetensi dasar dikembangkan melalui
pemilihan strategi pembelajaran yang meliputi pembelajaran tatap muka dan pengalaman belajar.
Pengalaman belajar merupakan kegiatan fisik maupun mental yang dilakukan siswa dalam
berinteraksi dengan bahan ajar. Pengalaman belajar dilakukan oleh siswa untuk menguasai
kompetensi dasar yang telah ditentukan. Baik pembelajaran tatap muka maupun pengalaman
belajar, dapat dilakukan di dalam maupun di luar kelas. Untuk itu, pembelajarannya dilakukan
dengan metode yang bervariasi.
Selanjutnya, pengalaman belajar hendaknya juga memuat kecakapan hidup (life skill) yang harus
dimiliki oleh siswa. Kecakapan hidup merupakan kecakapan yang dimiliki seseorang untuk
berani menghadapi problem hidup dan kehidupan dengan wajar tanpa merasa tertekan, kemudian
secara proaktif dan kreatif mencari serta menemukan solusi sehingga mampu mengatasinya.
Pembelajaran kecakapan hidup ini tidak dikemas dalam bentuk mata pelajaran baru, tidak
dikemas dalam materi tambahan yang disisipkan dalam mata pelajaran, pembelajaran di kelas
tidak memerlukan tambahan alokasi waktu, tidak memerlukan jenis buku baru, tidak
memerlukan tambahan guru baru, dan dapat diterapkan dengan menggunakan kurikulum apapun.
Pembelajaran kecakapan hidup memerlukan reorientasi pendidikan dari subject-matter oriented
menjadi life-skill oriented.
Secara umum ada dua macam life skill, yaitu general life skill dan spesific life skill . General life
skill dibagi menjadi dua, yaitu personal skill (kecakapan personal) dan social skill (kecakapan
sosial). Kecakapan personal itu sendiri terdiri dari self-awareness skill (kecakapan mengenal diri)
dan thinking skill (kecakapan berpikir). Spesific life skill juga dibagi menjadi dua, yaitu
academic skill (kecakapan akademik) dan vocational skill (kecakapan vokasional/kejuruan).
Kecakapan-kecakapan hidup di atas dapat dirinci sebagai berikut. Pertama, kecakapan mengenal
diri meliputi kesadaran sebagai makhluk Tuhan, kesadaran akan eksistensi diri, dan kesadaran
akan potensi diri. Kedua, kecakapan berpikir meliputi kecakapan menggali informasi, mengolah
informasi, mengambil keputusan, dan kecakapan memecahkan masalah. Ketiga, kecakapan
sosial meliputi kecakapan komunikasi lisan, komunikasi tertulis, dan kecakapan bekerjasama.
Keempat, kecakapan akademik meliputi kecakapan mengidentifikasi variabel, menghubungkan
variabel, merumuskan hipotesis, dan kecakapan melaksanakan penelitian. Kelima, kecakapan
vokasional sering disebut juga sebagai kecakapan kejuruan. Kecakapan ini terkait dengan bidang
pekerjaan tertentu. Dalam memilih pengalaman belajar perlu dipertimbangkan kecakapan hidup
apa yang akan dikembangkan pada setiap kompetensi dasar. Untuk itu diperlukan analisis
kecakapan hidup setiap kompetensi dasar. (Lihat table 1)
Dalam mata pelajaran Matematika di SMA kecakapan hidup (life skill) yang dikembangkan
adalah general life skill dan academic skill (kecakapan akademik). Rumusan pengalaman belajar
yang diturunkan dari kompetensi dasar hendaknya memuat kecakapan hidup di atas. Kecakapan
hidup dalam pengalaman belajar ditulis dalam tanda kurung dengan cetak miring. Misalnya;
mendiskusikan pangkat, mengaplikasikan rumus-rumus pangkat (kecakapan hidup: kesadaran
akan eksistensi diri, kesadaran akan potensi diri, menggali informasi, mengolah informasi,
mengambil keputusan, identifikasi variabel, dan memecahkan masalah).
5. Penjabaran Kompetensi Dasar menjadi Indikator. Indikator merupakan kompetensi dasar
secara spesifik yang dapat dijadikan ukuran untuk mengetahui ketercapaian hasil pembelajaran.
Indikator dirumuskan dengan kata kerja operasional yang bisa diukur dan dibuat instrumen
penilaiannya. Seperti halnya standar kompetensi dan kompetensi dasar, sebagian dari indikator
telah pula ditentukan oleh Depdiknas. Namun untuk revisi kurikulum 2004 yang direncanakan
2006 akan di keluarkan, indikator pencapaian belajara tidak lagi ditentukan oleh pusat melaikan
akan benar-benar menjadi tanggung jawab guru dalam mengolah dan menentukan indikator
pencapaian belajar.
6. Penjabaran Indikator ke dalam Instrumen Penilaian. Indikator dijabarkan lebih lanjut ke dalam
instrumen penilaian yang meliputi jenis tagihan, bentuk instrumen, dan contoh instrumen. Setiap
indikator dapat dikembangkan menjadi 3 instrumen penilaian yang meliputi ranah kognitif,
psikomotor, dan afektif.
Jenis tagihan yang dapat digunakan antara lain sebagai berikut.
a. Kuis. Bentuknya berupa isian singkat dan menanyakan hal-hal yang prinsip. Biasanya
dilakukan sebelum pelajaran dimulai, kurang lebih 5 -10 menit. Kuis dilakukan untuk
mengetahui penguasaan pelajaran oleh siswa. Tingkat berpikir yang terlibat adalah pengetahuan
dan pemahaman.
b. Pertanyaan Lisan. Materi yang ditanyakan berupa pemahaman terhadap konsep, prinsip, atau
teorema. Tingkat berpikir yang terlibat adalah pengetahuan dan pemahaman.
c. Ulangan Harian. Ulangan harian dilakukan secara periodik di akhir pembelajaran satu atau dua
kompetensi dasar. Tingkat berpikir yang terlibat sebaiknya mencakup pemahaman, aplikasi, dan
analisis.
d. Ulangan Blok. Ulangan Blok adalah ujian yang dilakukan dengan cara menggabungkan
beberapa kompetensi dasar dalam satu waktu. Tingkat berpikir yang terlibat mulai dari
pemahaman sampai dengan evaluasi.
e. Tugas Individu. Tugas individu dapat diberikan pada waktu-waktu tertentu dalam bentuk
pembuatan klipping, makalah, dan yang sejenisnya. Tingkat berpikir yang terlibat sebaiknya
aplikasi, analisis, sampai sintesis dan evaluasi.
f. Tugas Kelompok. Tugas kelompok digunakan untuk menilai kompetensi kerja kelompok.
Bentuk instrumen yang digunakan salah satunya adalah uraian bebas dengan tingkat berpikir
tinggi yaitu aplikasi sampai evaluasi.
g. Responsi atau Ujian Praktik. Bentuk ini dipakai untuk mata pelajaran yang ada kegiatan
praktikumnya. Ujian responsi bisa dilakukan di awal praktik atau setelah melakukan praktik.
Ujian yang dilakukan sebelum praktik bertujuan untuk mengetahui kesiapan peserta didik
melakukan praktik di laboratorium atau tempat lain, sedangkan ujian yang dilakukan setelah
praktik, tujuannya untuk mengetahui kompetensi dasar praktik yang telah dicapai peserta didik
dan yang belum.
h. Laporan Kerja Praktik. Bentuk ini dipakai untuk mata pelajaran yang ada kegiatan
praktikumnya. Peserta didik bisa diminta untuk mengamati suatu gejala dan melaporkannya.
Bentuk instrumen dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu tes dan nontes. Bentuk instrumen tes
meliputi: pilihan ganda, uraian objektif, uraian non-objektif, jawaban singkat, menjodohkan,
benar-salah, unjuk kerja (performans) dan portofolio, sedangkan bentuk instrumen nontes
meliputi: wawancara, inventori, dan pengamatan. Para guru diharapkan menggunakan instrumen
yang bervariasi agar diperoleh data tentang pencapaian belajar siswa yang akurat dalam semua
ranah.
Beberapa bentuk instrumen tes yang dapat digunakan, antara lain:
a. Pilihan Ganda. Bentuk ini bisa mencakup banyak materi pelajaran, penskorannya objektif, dan
bisa dikoreksi dengan mudah. Tingkat berpikir yang terlibat bisa dari tingkat pengetahuan
sampai tingkat sintesis dan analisis.
b. Uraian Objektif. Jawaban uraian objektif sudah pasti. Uraian objektif lebih tepat digunakan
untuk bidang Ilmu Alam. Agar hasil penskorannya objektif, diperlukan pedoman penskoran.
Hasil penilaian terhadap suatu lembar jawaban akan sama walaupun diperiksa oleh orang yang
berbeda. Tingkat berpikir yang diukur bisa sampai pada tingkat yang tinggi.
c. Uraian Non-objektif/Uraian Bebas. Uraian bebas dicirikan dengan adanya jawaban yang
bebas. Namun demikian, sebaiknya dibuatkan kriteria penskoran yang jelas agar penilaiannya
objektif. Tingkat berpikir yang diukur bisa tinggi.
d. Jawaban Singkat atau Isian Singkat. Bentuk ini digunakan untuk mengetahui tingkat
pengetahuan dan pemahaman siswa. Materi yang diuji bisa banyak, namun tingkat berpikir yang
diukur cenderung rendah.
e. Menjodohkan. Bentuk ini cocok untuk mengetahui pemahaman atas fakta dan konsep.
Cakupan materi bisa banyak, namun tingkat berpikir yang terlibat cenderung rendah.
f. Performans. Bentuk ini cocok untuk mengukur kompetensi siswa dalam melakukan tugas
tertentu, seperti praktik ibadah atau perilaku yang lain.
g. Portofolio. Bentuk ini cocok untuk mengetahui perkembangan unjuk kerja siswa, dengan
menilai kumpulan karya-karya dan tugas-tugas yang dikerjakan oleh siswa. Karya-karya ini
dipilih dan kemudian dinilai, sehingga dapat dilihat perkembangan kemampuan siswa.
7. Menentukan Alokasi Waktu. Alokasi waktu adalah perkiraan berapa lama siswa mempelajari
suatu materi pelajaran. Untuk menentukan alokasi waktu, prinsip yang perlu diperhatikan adalah
tingkat kesukaran materi, cakupan materi, frekuensi penggunaan materi baik di dalam maupun di
luar kelas, serta tingkat pentingnya materi yang dipelajari.
8. Sumber/Bahan/Alat. Istilah sumber yang digunakan di sini berarti buku-buku rujukan,
referensi atau literatur, baik untuk menyusun silabus maupun mengajar. Sedangkan yang
dimaksud dengan bahan dan alat adalah bahan-bahan dan alat-alat yang diperlukan dalam
praktikum atau proses pembelajaran lainnya. Bahan dan alat di sini dapat bervariasi sesuai
dengan karakteristik mata pelajarannya.
F. PENUTUP
Edisi revisi kurikulum 2004 yang direncanakan akan ditandatangani tahun 2006, hanya akan
memuat standart kompetensi dan kompetensi dasar tanpa adanya indikator pencapaian belajara
sebagai mana yang lama (Edisi 2004). Indikator belajar tidak lagi ditentukan oleh pusat melaikan
akan benar-benar menjadi tanggung jawab guru dalam mengolah dan menentukan indikator
pencapaian belajar. Hal ini dipandang penting untuk mengurangi doktrin pusat pada daerah dan
memberikan peluang seluas-luasnya pada sekolah untuk mendisian sendiri indikator hasil belajar.
Banyak macam-macam form Silabus dan Sistem penilaian, namun acuannya tak jauh dari contoh
form silabut yang ada pada lampiran makalah ini. Silabus banyak sekali yang sudah jadi dan
disebarkan melalui kegiatan semacam MGMP atau yang lainnya. Namun sebagai guru kita harus
mampu merumuskan dan mendisain ulang silabus untuk kita sesuaikan kembali dengan realita
yang ada dilapangan, dengan kekhususan yang adapa ada pada serkolah kita, agar kita bisa
melaksanakan pembelajaran yang PAKEM (Pembelajaran, Aktif, Kreatif, Efisien dan
Menyenangkan) yang pada akhirnya mampu mengantarkan anak tuntas belajar sesuai dengan
yang kita harapkan bersama.
DAFTAR PUSTAKA
Adams, Anna R. (1995). Competency Based Training. Directorate Vocational Education,
IATVEP A Project.
Abdul Gafur (1986). Disain Instruksional: Langkah Sistematis Penyusunan Pola Dasar Kegiatan
Belajar Mengajar. Sala: Tiga Serangkai.
Abdul Gafur (1985). Media Besar Media Kecil: Alat dan Teknologi Pengajaran. Semarang: IKIP
Press.
Bloom et al. (1956). Taxonomy of educational objectives: the classification of educational goals.
New York: McKay.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (2004). Silabus dan Sistem Penilaian Matematika
untuk SMA/MA. Surabaya: LPMP Jawatimur akarta
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (2003). Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan
Sistem Penilaian Matematika untuk SMA/MA. Jakarta: Dirjen Dikdasmen
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (2003). Himpunan Peraturan Perundang-Undangan
Republik Indonesia Bidang Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta: Sekjen Debdikbud.
Direktorat Pendidikan Menengah Umum (2001). Kebijakan Pendidikan Menengah Umum.
Jakarta: Direktorat Pendidikan Menengah Umum.
Edwards, H. Cliford, et.all (1988). Planning, Teaching, and Evaluating: A Competency
Approach. Chicago: Nelson-Hall.
Hall, Gene E & Jones, H.L. (1976). Competency-Based Education: A process for the
improvement of education. New Jersey: Englewood Cliffs, Inc.
Johnson, D.W. & Johnson, R.T. 1994. Learning Together and Alone: Cooperative, Competitive,
and Individualistic Learning, Fourth Edition. Massachusets: Allyn & Bacon.
Marzano RJ & Kendal JS (1996). Designing standard-based districts, schools, and classrooms.
Virginia: Association for Supervision and Curriculum Development.
McAshan, H.H. (1989). Competency-Based Education and Behavioral Objectives. New Jersey:
Educational Technology Publications, Engelwood Cliffs.
Oneil Jr., Harold F. (1989). Procedures for Instructional Systems Development. New York:
Academic Press.
Guru merupakan komponen penting yang menunjang keberhasilan program kegiatan sekolah.
Semua komponen yang ada di sekolah tidak dapat dimanfaatkan secara optimal bagi
pengembangan proses pembelajaran tanpa didukung oleh guru yang bekerja secara profesional.
Dalam pembelajaran memerlukan guru yang kreatif baik dalam menyiapkan kegiatan belajar
bagi anak, juga dalam memilih kompetensi dari berbagai mata pelajaran dan mengaturnya agar
tercapai pembelajaran seperti yang diamanatkan dalam PP No. 19 tahun 2005. Dalam pasal 19
PP No. 19 tahun 2005 dinyatakan bahwa “proses pembelajaran pada satuan pendidikan
diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta
didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas,
dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta
didik”.
Oleh karena itu guru perlu melakukan persiapan mengajar dengan baik. Silabi adalah salah satu
kelengkapan administrasi guru yang seharusnya disusun oleh guru yang bersangkutan sebelum
melaksanakan pembelajaran. Silabus disusun sebagai acuan bagi guru dalam menyusun rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP), melaksanakan pembelajaran, dan melakukan penilaian dalam
pembelajaran.
A. Prinsip Pengembangan Silabus
Prinsip-prinsip pengembangan silabus adalah:
1. Ilmiah
Keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan dalam silabus harus benar dan dapat
dipertanggungjawabkan secara keilmuan.
2. Relevan
Cakupan, kedalaman, tingkat kesukaran dan urutan penyajian materi dalam silabus sesuai dengan
tingkat perkembangan fisik, intelektual, sosial, emosional, dan spritual peserta didik.
3. Sistematis
Komponen-komponen silabus saling berhubungan secara fungsional dalam mencapai
kompetensi.
4. Konsisten
Adanya hubungan yang konsisten (ajeg, taat asas) antara kompetensi dasar, indikator, materi
pokok/ pembelajaran, kegiatan pembelajaran, sumber belajar, dan sistem penilaian.
5. Memadai
Cakupan indikator, materi pokok/ pembelajaran, kegiatan pembelajaran, sumber belajar, dan
sistem penilaian cukup untuk menunjang pencapaian kompetensi dasar.
6. Aktual dan Kontekstual
Cakupan indikator, materi pokok/ pembelajaran, kegiatan pembelajaran, sumber belajar, dan
sistem penilaian memperhatikan perkembangan ilmu, teknologi, dan seni mutakhir dalam
kehidupan nyata, dan peristiwa yang
7. Fleksibel
Keseluruhan komponen silabus dapat mengakomodasi keragaman peserta didik, pendidik, serta
dinamika perubahan yang terjadi di sekolah dan tuntutan masyarakat.
8. Menyeluruh
Komponen silabus mencakup keseluruhan ranah kompetensi (kognitif, afektif, psikomotor).
B. Komponen Silabus
Komponen silabus adalah sebagai berikut:
1. Standar Kompetensi
Sesuai dengan yang tercantum dalam Permen No. 22 tahun 2005 tentang Standar Isi
2. Kompetensi Dasar
Sesuai dengan yang tercantum dalam Permen No. 22 tahun 2005 tentang Standar Isi
3. Materi Pokok/Pembelajaran
Mengidentifikasi materi pokok mempertimbangkan:
1. potensi peserta didik;
2. relevansi dengan karakteristik daerah;
3. tingkat perkembangan fisik, intelektual, emosional, sosial, dan spritual peserta didik;
b. kebermanfaatan bagi peserta didik;
c. struktur keilmuan;
d. Aktualitas, kedalaman, dan keluasan materi pembelajaran;
1. relevansi dengan kebutuhan peserta didik dan tuntutan lingkungan; dan
f. alokasi waktu.
4. Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan pengalaman belajar yang melibatkan proses
mental dan fisik melalui interaksi antar peserta didik, peserta didik dengan guru, lingkungan, dan
sumber belajar lainnya dalam rangka pencapaian kompetensi. Pengalaman belajar dimaksud
dapat terwujud melalui pendekatan pembelajaran yang bervariasi dan berpusat pada peserta
didik. Pengalaman Belajar memuat kecakapan hidup yang perlu dikuasai peserta didik.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran adalah:
1. Memberikan bantuan guru agar dapat melaksanakan proses pembelajaran secara profesional
2. Memuat rangkaian kegiatan yang harus dilakukan peserta didik secara berurutan untuk
mencapai kompetensi dasar
3. Penentuan urutan kegiatan pembelajaran harus sesuai dengan hierarki konsep materi
pembelajaran
4. Rumusan pernyataan dalam kegiatan pembelajaran minimal mengandung dua unsur penciri
yang mencerminkan pengelolaan pengalaman belajar peserta didik, yaitu kegiatan siswa dan
materi.
5. Indikator
Indikator merupakan penanda pencapaian kompetensi dasar yang ditandai oleh perubahan
perilaku yang dapat diukur yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Indikator
dikembangkan sesuai dengan karakteristik peserta didik, satuan pendidikan, dan potensi daerah.
Indikator digunakan sebagai dasar untuk menyusun alat penilaian.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan indicator adalah:
1. Setiap KD dikembangkan menjadi beberapa indikator (lebih dari dua)
2. Indikator menggunakan kata kerja operasional yang dapat diukur dan/atau diobservasi
3. Tingkat kata kerja dalam indikator lebih rendah atau setara dengan kata kerja dalam KD
maupun SK
4. Prinsip pengembangan indikator adalah Urgensi, Kontinuitas, Relevansi dan Kontekstual
5. Keseluruhan indikator dalam satu KD merupakan tanda-tanda, prilaku, dan lain-lain untuk
pencapaian kompetensi yang merupakan kemampuan bersikap, berpikir, dan bertindak secara
konsisten.
6. Penilaian
Alat penilaian dapat berupa Tes dan Non Tes. Pada pembelajaran penilaian dilakukan untuk
mengkaji ketercapaian Kompetensi Dasar dan Indikator pada tiap-tiap mata pelajaran.
7. Alokasi Waktu
Penentuan alokasi waktu pada setiap kompetensi dasar didasarkan pada jumlah minggu efektif
dan alokasi waktu mata pelajaran per minggu dengan mempertimbangkan jumlah kompetensi
dasar, keluasan, kedalaman, tingkat kesulitan, dan tingkat kepentingan kompetensi dasar. Alokasi
waktu yang dicantumkan dalam silabus merupakan perkiraan waktu rerata untuk menguasai
kompetensi dasar yang dibutuhkan oleh peserta didik yang beragam.
8. Sumber Belajar
Sumber belajar adalah rujukan, objek dan/atau bahan yang digunakan untuk kegiatan
pembelajaran. Sumber belajar dapat berupa media cetak dan elektronik, nara sumber, serta
lingkungan fisik, alam, sosial, dan budaya. Penentuan sumber belajar didasarkan pada standar
kompetensi dan kompetensi dasar serta materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan
indikator pencapaian kompetensi.
C. Contoh Model Silabus
Contoh 1.
Nama Sekolah :
Kelas/Semester :
Mata Pelajaran :
Waktu :
Standar Kompetensi:
No
KD
Indikator
Kegiatan Pemb.
Materi Pembel
Penilaian
Sumber/Bahan
Contoh 2
Nama Sekolah:
Kelas/Semester:
Mata Pelajaran:
Waktu:
Standar Kompetensi:
Kompetensi Dasar:
Indikator:
Materi Pembelajaran:
Kegiatan Pembelajaran:
Penilaian:
Sumber/Bahan:
D. Langkah-langkah Penyusunan Silabus
Langkah-langkah penyusunan silabus adalah sebagai berikut:
1. Mengisi identitas sekolah
2. Menentukan tema yang akan disusun silabusnya
3. Menentukan alokasi waktu
4. Menuliskan SK semua mata pelajaran yang dimasukan kedalam tema
5. Menuliskan KD
6. Menuliskan indikator
7. Merumuskan kegiatan pembelajaran
8. Menuliskan indikator
9. Menentukan bentuk penilaian
10. Menentukan sumber / bahan
. PENDAHULUAN
Sekarang kita dihadapkan pada era baru dengan suatu paradigma kurikulum yang berbasis
kompetensi. Kurikulum dengan basis kompetensi dalam prakteknya di kelas banyak melibatkan
keaktifan dan juga kreatifitas baik guru maupun siswa dalam kegiatan pembelajaran. Interaksi
dalam suatu kegiatan pembelajaran diarahkan ke model interaksi multi arah, yaitu guru–siswa,
siswa–guru, siswa–siswa, dan siswa–materi (Johnson & Johnson, 1994). Tentunya kemampuan
siswa untuk mengungkapkan pengetahuan yang dimilikinya ataupun yang baru dipahaminya
menjadi sangat penting.
Pemberlakuan kurikulum baru ataupun suatu strategi pembelajaran yang berorientasi siswa aktif
(student oriented) bagi keadaan sekarang, bagaimanapun, perubahan tersebut membutuhkan
penyesuaian bagi semua pihak, terutama guru dan siswa sebagai subyek dan obyek langsung bagi
pembelajaran yang dimaksud. Ini akan memunculkan banyak kasus. Salah satu diantaranya
adalah guru dituntut untuk mampu memetakan kurikulum dalam kegiatan pembelajaran yang
direncanakan secara baik dan berkesinambungan. Perencanaan itu salah satunya diwujudkan
dalam bentuk pengembangan silabus dan sistem penilaian.
B. PENDIDIKAN BERBASIS KOMPETENSI
Undang-undang Republik Indonesia No 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pada
Bab 11 Pasal 3 dijelaskan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan
dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Standar kompetensi peserta didik dikembangkan oleh para pakar bidang studi, pakar pendidikan
bidang studi, serta pakar psikologi perkembangan, dengan mengacu pada prinsip-prinsip :
1. Peningkatan Keimanan, Budi Pekerti Luhur, dan Penghayatan Nilai-nilai Budaya
Keimanan, budi pekerti, dan nilai-nilai budaya perlu digali, dipahami, dan diamalkan untuk
mewujudkan karakter dan martabat bangsa.
2. Keseimbangan Etika, Logika, Estetika, dan Kinestetika
Pengalaman belajar dirancang dengan memperhatikan keseimbangan etika, logika, estetika, dan
kinestetika.
3. Penguatan Integritas Nasional
Penguatan integritas nasional dicapai melalui pendidikan yang menumbuh kembangkan dalam
diri peserta didik sebagai bangsa Indonesia melalui pemahaman dan penghargaan terhadap
perkembangan budaya dan peradaban bangsa Indonesia yang mampu memberikan sumbangan
terhadap peradaban dunia.
4. Perkembangan Pengetahuan dan Teknologi Informasi
Kemampuan berpikir dan belajar dengan cara mengakses, memilih, dan menilai pengetahuan
untuk mengatasi situasi yang cepat berubah dan penuh ketidakpastian serta menghadapi
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi.
5. Pengembangan Kecakapan Hidup
Kurikulum mengembangkan kecakapan hidup melalui budaya membaca, menulis, dan
kecakapan hitung; keterampilan, sikap, dan perilaku adaptif, kreatif, kooperatif, dan kompetitif;
dan kemampuan bertahan hidup.
6. Pilar Pendidikan
Kurikulum mengorganisasikan fondasi belajar ke dalam empat pilar, yaitu : (i) belajar untuk
memahami, (ii) belajar untuk berbuat kreatif, (iii) belajar untuk hidup dalam kebersamaan, dan
(iv) belajar untuk membangun dan mengekspresikan jati diri yang dilandasi ketiga pilar
sebelumnya.
7. Menyeluruh dan Berkesinambungan
Kompetensi mencakup keseluruhan dimensi kemampuan yaitu pengetahuan, ketrampilan, nilai
dan sikap, pola pikir dan perilaku yang disajikan secara berkesinambungan mulai dari usia
Taman Kanak-kanak atau Raudhatul Athfal sampai dengan pendidikan menengah.
8. Belajar Sepanjang Hayat
Pendidikan diarahkan pada proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlanjut
sepanjang hayat (life Long Education)
Paradigma pendidikan berbasis kompetensi yang mencakup kurikulum, pembelajaran, dan
penilaian, menekankan pada pencapaian hasil belajar sesuai dengan standar kompetensi.
Kurikulum berisi bahan ajar yang diberikan kepada siswa melalui proses pembelajaran. Proses
pembelajaran dilaksanakan dengan menggunakan prinsip-prinsip pengembangan pembelajaran
yang mencakup pemilihan materi, strategi, media, evaluasi, dan sumber atau bahan
pembelajaran. Tingkat keberhasilan belajar yang dicapai siswa dapat dilihat pada kemampuan
siswa dalam menyelesaikan tugas-tugas yang harus dikuasai sesuai dengan standar prosedur
tertentu.
C. PEMBELAJARAN BERBASIS KOMPETENSI
Pembelajaran berbasis kompetensi adalah program pembelajaran di mana hasil belajar atau
kompetensi yang diharapkan dicapai oleh siswa, sistem penyampaian, dan indikator pencapaian
hasil belajar dirumuskan secara tertulis sejak perencana perencanaan dimulai (McAshan, 1989).
Dalam pembelajaran berbasis kompetensi perlu ditentukan standar minimum kompetensi yang
harus dikuasai siswa. Sesuai pendapat tersebut, komponen materi pokok pembelajaran berbasis
kompetensi meliputi:
1 Kompetensi yang akan dicapai.
2 Strategi penyampaian untuk mencapai kompetensi.
3 Sistem evaluasi atau penilaian yang digunakan untuk menentukan keberhasilan siswa dalam
mencapai kompetensi.Dalam menentukan materi pembelajaran yang sesuia dengan kompetensi
dasar menjadi kunci apakah konsep yang kita pilih itu benar-benar bisa mendukung ketercapaian
dari kompetensi dasar atau tidak.
D. PRINSIP-PRINSIP PENGEMBANGAN SILABUS
Silabus merupakan penjabaran lebih lanjut dari standar kompetensi dan kemampuan dasar yang
ingin dicapai Silabus merupakan salah satu produk pengembangan kurikulum dan pembelajaran
yang berisikan garis-garis besar materi pembelajaran., Beberapa prinsip yang mendasari
pengembangan silabus antara lain: ilmiah, memperhatikan perkembangan dan kebutuhan siswa,
sistematis, relevansi, konsistensi, dan kecukupan (Depdiknas, 2004).
1. Ilmiah.
Mengingat silabus berisikan garis-garis besar isi atau materi pembelajaran yang akan dipelajari
oleh siswa, maka materi keilmuan yang disajikan dalam silabus harus benar. Untuk mencapai
kebenaran ilmiah tersebut, dalam penyusunan silabus dilibatkan para pakar di bidang keilmuan
masing-masing mata pelajaran. Hal ini dimaksudkan agar materi pelajaran yang disajikan dalam
silabus sahih (valid).
2. Perkembangan dan kebutuhan siswa.
Dalam pembuatan silabus cakupan, kedalaman, tingkat kesukaran, dan urutan penyajian materi
dalam silabus disesuaikan dengan tingkat perkembangan fisik dan psikologis siswa. Mengingat
adanya perbedaan perkembangan fisik maupun psikologis siswa, maka materi pembelajaran yang
diberikan kepada siswa kelas satu berbeda dengan materi yang diberikan kepada siswa kelas dua
maupun kelas tiga baik mengenai cakupan, kedalaman, maupun urutan penyajiannya.
3. Sistematis
Sesuai dengan konsep dan prinsip sistem, silabus dipandang sebagai suatu sistem, oleh karena itu
penyusunannya juga harus dilakukan secara sistematis. Sebagai suatu sistem, silabus merupakan
satu kesatuan yang mempunyai tujuan, terdiri dari bagian-bagian atau komponen yang satu sama
lain saling berhubungan dalam rangka mencapai tujuan. Komponen pokok silabus meliputi
standar kompetensi, kompetensi dasar, dan materi pokok/pembelajaran. Selain memandang
silabus sebagai suatu sistem, sesuai konsep dan prinsip sistem, penyusunan silabus dilakukan
secara sistematis, sejalan dengan pendekatan sistem atau langkah-langkah pemecahan masalah.
Secara garis besar langkah-langkah sistematis pemecahan masalah meliputi identifikasi masalah
atau kebutuhan, memilih alternatif pemecahan masalah, melaksanakan, mengevaluasi, dan
mengadakan revisi atau perbaikan. Sejalan dengan pendekatan sistem tersebut, langkah-langkah
sistematis penyusunan silabus secara garis besar dimulai dengan identifikasi standar kompetensi.
Setelah standar kompetensi ditentukan, langkah selanjutnya menentukan sejumlah kompetensi
dasar dan materi pembelajaran yang diperlukan untuk mencapai kompetensi dasar dan standar
kompetensi tersebut.
4. Relevansi, konsistensi, dan kecukupan
Dalam penyususnan silabus koherensi antara standar kompetensi, kompetensi dasar, materi
pokok/pembelajaran, pengalaman belajar siswa, sistem penilaian, dan sumber bahan.
Relevan berarti ada keterkaitan, misalnya standar kompetensi yang diharapkan dikuasai siswa
berupa kemampuan "Memahami struktur dan fungsi tubuh hewan sebagai pendukung aktivitas
kehidupannya". Kemampuan dasar yang relevan dengan standar kompetensi tersebut adalah: (1)
Mengidentifikasi sistem organ pada hewan Avertebrata beserta fungsinya; (2) Mengidentifikasi
sistem organ pada hewan vertebrata beserta fungsinya.
Konsisten berarti taat azas. Hubungan antara komponen-komponen silabus harus taat azas.
Sebagai contoh, hubungan antara kompetensi dasar dengan pengalaman belajar. Kita ambil
contoh dalam Bahasa Inggris. Salah satu materi pelajaran dalam Bahasa Inggris adalah Game
"Find someone who...". Pengalaman belajar yang konsisten dengan materi pembelajaran tersebut
adalah "Siswa menanyai teman sekelasnya dengan membawa angket untuk menemukan
seseorang yang dicari". Contoh lain, tentang konsistensi antara kompetensi dasar dengan soal
ujian. Misalnya kompetensi dasarnya "Siswa dapat membuktikan bahwa udara menghantarkan
suara". Soal ujian yang konsisten dengan kemampuan dasar tersebut adalah "Dengan melakukan
percobaan, buktikan bahwa udara menghantarkan suara".
Adequate berarti cukup atau memadai. Prinsip adekuasi mensyaratkan agar cakupan atau ruang
lingkup materi yang dipelajari siswa cukup memadai untuk menunjang tercapainya penguasaan
kompetensi dasar yang pada akhirnya membantu tercapainya standar kompetensi. Cukup,
mengandung makna tidak terlalu sedikit tapi juga tidak terlalu banyak. Sebagai contoh, salah
satu kompetensi dasar mata pelajaran Biologi adalah "Siswa dapat menjelaskan struktur
keilmuan Biologi ditinjau dari objek dan persoalannya yang dikaji pada berbagai tingkat
organisasi kehidupan". Materi pokok/pembelajaran yang memadai untuk mencapai standar
kompetensi tersebut meliputi: (1) objek biologi; (2) tema persoalan biologi; (3) tingkat organisasi
kehidupan; (4) Contoh objek dan persoalan biologi pada organisasi kehidupan tertentu.
E. LANGKAH-LANGKAH PENYUSUNAN SILABUS DAN SISTEM PENILAIAN
Langkah-langkah dalam penyusunan silabus dan sistem penilaian meliputi tahap-tahap:
identifikasi mata pelajaran; perumusan standar kompetensi dan kompetensi dasar; penentuan
materi pokok; pemilihan pengalaman belajar; penentuan indikator; penilaian, yang meliputi jenis
tagihan, bentuk instrumen, dan contoh instrumen; perkiraan waktu yang dibutuhkan; dan
pemilihan sumber/bahan/alat (format lihat lampiran 2 dan contoh isian silabus lampiran 3).
Untuk lebih jelasnya dapat dibaca uraian berikut.
1. Identifikasi. Pada setiap silabus perlu identifikasi yang meliputi identitas sekolah, identitas
mata pelajaran, kelas/program, dan semester.
2. Pengurutan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Standar kompetensi dan kompetensi
dasar mata pelajaran Matematika dirumuskan berdasarkan struktur keilmuan Matematika dan
tuntutan kompetensi lulusan. Selanjutnya standar kompetensi dan kompetensi dasar diurutkan
dan disebarkan secara sistematis. Sesuai dengan kewenangannya, Depdiknas telah merumuskan
standar kompetensi dan kompetensi dasar untuk setiap mata pelajaran.
3. Penentuan Materi Pokok dan Uraian Materi Pokok. Materi pokok dan uraian materi pokok
adalah butir-butir bahan pelajaran yang dibutuhkan siswa untuk mencapai suatu kompetensi
dasar. Pengurutan materi pokok dapat menggunakan pendekatan prosedural, hirarkis, konkret ke
abstrak, dan pendekatan tematik. Prinsip yang perlu diperhatikan dalam menentukan materi
pokok dan uraian materi pokok adalah: a) prinsip relevansi, yaitu adanya kesesuaian antara
materi pokok dengan kompetensi dasar yang ingin dicapai; b) prinsip konsistensi, yaitu adanya
keajegan antara materi pokok dengan kompetensi dasar dan standar kompetensi; dan c) prinsip
adekuasi, yaitu adanya kecukupan materi pelajaran yang diberikan untuk mencapai kompetensi
dasar yang telah ditentukan. Materi pokok inipun telah ditentukan oleh Depdiknas.
4. Pemilihan Pengalaman Belajar. Proses pencapaian kompetensi dasar dikembangkan melalui
pemilihan strategi pembelajaran yang meliputi pembelajaran tatap muka dan pengalaman belajar.
Pengalaman belajar merupakan kegiatan fisik maupun mental yang dilakukan siswa dalam
berinteraksi dengan bahan ajar. Pengalaman belajar dilakukan oleh siswa untuk menguasai
kompetensi dasar yang telah ditentukan. Baik pembelajaran tatap muka maupun pengalaman
belajar, dapat dilakukan di dalam maupun di luar kelas. Untuk itu, pembelajarannya dilakukan
dengan metode yang bervariasi.
Selanjutnya, pengalaman belajar hendaknya juga memuat kecakapan hidup (life skill) yang harus
dimiliki oleh siswa. Kecakapan hidup merupakan kecakapan yang dimiliki seseorang untuk
berani menghadapi problem hidup dan kehidupan dengan wajar tanpa merasa tertekan, kemudian
secara proaktif dan kreatif mencari serta menemukan solusi sehingga mampu mengatasinya.
Pembelajaran kecakapan hidup ini tidak dikemas dalam bentuk mata pelajaran baru, tidak
dikemas dalam materi tambahan yang disisipkan dalam mata pelajaran, pembelajaran di kelas
tidak memerlukan tambahan alokasi waktu, tidak memerlukan jenis buku baru, tidak
memerlukan tambahan guru baru, dan dapat diterapkan dengan menggunakan kurikulum apapun.
Pembelajaran kecakapan hidup memerlukan reorientasi pendidikan dari subject-matter oriented
menjadi life-skill oriented.
Secara umum ada dua macam life skill, yaitu general life skill dan spesific life skill . General life
skill dibagi menjadi dua, yaitu personal skill (kecakapan personal) dan social skill (kecakapan
sosial). Kecakapan personal itu sendiri terdiri dari self-awareness skill (kecakapan mengenal diri)
dan thinking skill (kecakapan berpikir). Spesific life skill juga dibagi menjadi dua, yaitu
academic skill (kecakapan akademik) dan vocational skill (kecakapan vokasional/kejuruan).
Kecakapan-kecakapan hidup di atas dapat dirinci sebagai berikut. Pertama, kecakapan mengenal
diri meliputi kesadaran sebagai makhluk Tuhan, kesadaran akan eksistensi diri, dan kesadaran
akan potensi diri. Kedua, kecakapan berpikir meliputi kecakapan menggali informasi, mengolah
informasi, mengambil keputusan, dan kecakapan memecahkan masalah. Ketiga, kecakapan
sosial meliputi kecakapan komunikasi lisan, komunikasi tertulis, dan kecakapan bekerjasama.
Keempat, kecakapan akademik meliputi kecakapan mengidentifikasi variabel, menghubungkan
variabel, merumuskan hipotesis, dan kecakapan melaksanakan penelitian. Kelima, kecakapan
vokasional sering disebut juga sebagai kecakapan kejuruan. Kecakapan ini terkait dengan bidang
pekerjaan tertentu. Dalam memilih pengalaman belajar perlu dipertimbangkan kecakapan hidup
apa yang akan dikembangkan pada setiap kompetensi dasar. Untuk itu diperlukan analisis
kecakapan hidup setiap kompetensi dasar. (Lihat table 1)
Dalam mata pelajaran Matematika di SMA kecakapan hidup (life skill) yang dikembangkan
adalah general life skill dan academic skill (kecakapan akademik). Rumusan pengalaman belajar
yang diturunkan dari kompetensi dasar hendaknya memuat kecakapan hidup di atas. Kecakapan
hidup dalam pengalaman belajar ditulis dalam tanda kurung dengan cetak miring. Misalnya;
mendiskusikan pangkat, mengaplikasikan rumus-rumus pangkat (kecakapan hidup: kesadaran
akan eksistensi diri, kesadaran akan potensi diri, menggali informasi, mengolah informasi,
mengambil keputusan, identifikasi variabel, dan memecahkan masalah).
5. Penjabaran Kompetensi Dasar menjadi Indikator. Indikator merupakan kompetensi dasar
secara spesifik yang dapat dijadikan ukuran untuk mengetahui ketercapaian hasil pembelajaran.
Indikator dirumuskan dengan kata kerja operasional yang bisa diukur dan dibuat instrumen
penilaiannya. Seperti halnya standar kompetensi dan kompetensi dasar, sebagian dari indikator
telah pula ditentukan oleh Depdiknas. Namun untuk revisi kurikulum 2004 yang direncanakan
2006 akan di keluarkan, indikator pencapaian belajara tidak lagi ditentukan oleh pusat melaikan
akan benar-benar menjadi tanggung jawab guru dalam mengolah dan menentukan indikator
pencapaian belajar.
6. Penjabaran Indikator ke dalam Instrumen Penilaian. Indikator dijabarkan lebih lanjut ke dalam
instrumen penilaian yang meliputi jenis tagihan, bentuk instrumen, dan contoh instrumen. Setiap
indikator dapat dikembangkan menjadi 3 instrumen penilaian yang meliputi ranah kognitif,
psikomotor, dan afektif.
Jenis tagihan yang dapat digunakan antara lain sebagai berikut.
a. Kuis. Bentuknya berupa isian singkat dan menanyakan hal-hal yang prinsip. Biasanya
dilakukan sebelum pelajaran dimulai, kurang lebih 5 -10 menit. Kuis dilakukan untuk
mengetahui penguasaan pelajaran oleh siswa. Tingkat berpikir yang terlibat adalah pengetahuan
dan pemahaman.
b. Pertanyaan Lisan. Materi yang ditanyakan berupa pemahaman terhadap konsep, prinsip, atau
teorema. Tingkat berpikir yang terlibat adalah pengetahuan dan pemahaman.
c. Ulangan Harian. Ulangan harian dilakukan secara periodik di akhir pembelajaran satu atau dua
kompetensi dasar. Tingkat berpikir yang terlibat sebaiknya mencakup pemahaman, aplikasi, dan
analisis.
d. Ulangan Blok. Ulangan Blok adalah ujian yang dilakukan dengan cara menggabungkan
beberapa kompetensi dasar dalam satu waktu. Tingkat berpikir yang terlibat mulai dari
pemahaman sampai dengan evaluasi.
e. Tugas Individu. Tugas individu dapat diberikan pada waktu-waktu tertentu dalam bentuk
pembuatan klipping, makalah, dan yang sejenisnya. Tingkat berpikir yang terlibat sebaiknya
aplikasi, analisis, sampai sintesis dan evaluasi.
f. Tugas Kelompok. Tugas kelompok digunakan untuk menilai kompetensi kerja kelompok.
Bentuk instrumen yang digunakan salah satunya adalah uraian bebas dengan tingkat berpikir
tinggi yaitu aplikasi sampai evaluasi.
g. Responsi atau Ujian Praktik. Bentuk ini dipakai untuk mata pelajaran yang ada kegiatan
praktikumnya. Ujian responsi bisa dilakukan di awal praktik atau setelah melakukan praktik.
Ujian yang dilakukan sebelum praktik bertujuan untuk mengetahui kesiapan peserta didik
melakukan praktik di laboratorium atau tempat lain, sedangkan ujian yang dilakukan setelah
praktik, tujuannya untuk mengetahui kompetensi dasar praktik yang telah dicapai peserta didik
dan yang belum.
h. Laporan Kerja Praktik. Bentuk ini dipakai untuk mata pelajaran yang ada kegiatan
praktikumnya. Peserta didik bisa diminta untuk mengamati suatu gejala dan melaporkannya.
Bentuk instrumen dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu tes dan nontes. Bentuk instrumen tes
meliputi: pilihan ganda, uraian objektif, uraian non-objektif, jawaban singkat, menjodohkan,
benar-salah, unjuk kerja (performans) dan portofolio, sedangkan bentuk instrumen nontes
meliputi: wawancara, inventori, dan pengamatan. Para guru diharapkan menggunakan instrumen
yang bervariasi agar diperoleh data tentang pencapaian belajar siswa yang akurat dalam semua
ranah.
Beberapa bentuk instrumen tes yang dapat digunakan, antara lain:
a. Pilihan Ganda. Bentuk ini bisa mencakup banyak materi pelajaran, penskorannya objektif, dan
bisa dikoreksi dengan mudah. Tingkat berpikir yang terlibat bisa dari tingkat pengetahuan
sampai tingkat sintesis dan analisis.
b. Uraian Objektif. Jawaban uraian objektif sudah pasti. Uraian objektif lebih tepat digunakan
untuk bidang Ilmu Alam. Agar hasil penskorannya objektif, diperlukan pedoman penskoran.
Hasil penilaian terhadap suatu lembar jawaban akan sama walaupun diperiksa oleh orang yang
berbeda. Tingkat berpikir yang diukur bisa sampai pada tingkat yang tinggi.
c. Uraian Non-objektif/Uraian Bebas. Uraian bebas dicirikan dengan adanya jawaban yang
bebas. Namun demikian, sebaiknya dibuatkan kriteria penskoran yang jelas agar penilaiannya
objektif. Tingkat berpikir yang diukur bisa tinggi.
d. Jawaban Singkat atau Isian Singkat. Bentuk ini digunakan untuk mengetahui tingkat
pengetahuan dan pemahaman siswa. Materi yang diuji bisa banyak, namun tingkat berpikir yang
diukur cenderung rendah.
e. Menjodohkan. Bentuk ini cocok untuk mengetahui pemahaman atas fakta dan konsep.
Cakupan materi bisa banyak, namun tingkat berpikir yang terlibat cenderung rendah.
f. Performans. Bentuk ini cocok untuk mengukur kompetensi siswa dalam melakukan tugas
tertentu, seperti praktik ibadah atau perilaku yang lain.
g. Portofolio. Bentuk ini cocok untuk mengetahui perkembangan unjuk kerja siswa, dengan
menilai kumpulan karya-karya dan tugas-tugas yang dikerjakan oleh siswa. Karya-karya ini
dipilih dan kemudian dinilai, sehingga dapat dilihat perkembangan kemampuan siswa.
7. Menentukan Alokasi Waktu. Alokasi waktu adalah perkiraan berapa lama siswa mempelajari
suatu materi pelajaran. Untuk menentukan alokasi waktu, prinsip yang perlu diperhatikan adalah
tingkat kesukaran materi, cakupan materi, frekuensi penggunaan materi baik di dalam maupun di
luar kelas, serta tingkat pentingnya materi yang dipelajari.
8. Sumber/Bahan/Alat. Istilah sumber yang digunakan di sini berarti buku-buku rujukan,
referensi atau literatur, baik untuk menyusun silabus maupun mengajar. Sedangkan yang
dimaksud dengan bahan dan alat adalah bahan-bahan dan alat-alat yang diperlukan dalam
praktikum atau proses pembelajaran lainnya. Bahan dan alat di sini dapat bervariasi sesuai
dengan karakteristik mata pelajarannya.
F. PENUTUP
Edisi revisi kurikulum 2004 yang direncanakan akan ditandatangani tahun 2006, hanya akan
memuat standart kompetensi dan kompetensi dasar tanpa adanya indikator pencapaian belajara
sebagai mana yang lama (Edisi 2004). Indikator belajar tidak lagi ditentukan oleh pusat melaikan
akan benar-benar menjadi tanggung jawab guru dalam mengolah dan menentukan indikator
pencapaian belajar. Hal ini dipandang penting untuk mengurangi doktrin pusat pada daerah dan
memberikan peluang seluas-luasnya pada sekolah untuk mendisian sendiri indikator hasil belajar.
Banyak macam-macam form Silabus dan Sistem penilaian, namun acuannya tak jauh dari contoh
form silabut yang ada pada lampiran makalah ini. Silabus banyak sekali yang sudah jadi dan
disebarkan melalui kegiatan semacam MGMP atau yang lainnya. Namun sebagai guru kita harus
mampu merumuskan dan mendisain ulang silabus untuk kita sesuaikan kembali dengan realita
yang ada dilapangan, dengan kekhususan yang adapa ada pada serkolah kita, agar kita bisa
melaksanakan pembelajaran yang PAKEM (Pembelajaran, Aktif, Kreatif, Efisien dan
Menyenangkan) yang pada akhirnya mampu mengantarkan anak tuntas belajar sesuai dengan
yang kita harapkan bersama.
DAFTAR PUSTAKA
Adams, Anna R. (1995). Competency Based Training. Directorate Vocational Education,
IATVEP A Project.
Abdul Gafur (1986). Disain Instruksional: Langkah Sistematis Penyusunan Pola Dasar Kegiatan
Belajar Mengajar. Sala: Tiga Serangkai.
Abdul Gafur (1985). Media Besar Media Kecil: Alat dan Teknologi Pengajaran. Semarang: IKIP
Press.
Bloom et al. (1956). Taxonomy of educational objectives: the classification of educational goals.
New York: McKay.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (2004). Silabus dan Sistem Penilaian Matematika
untuk SMA/MA. Surabaya: LPMP Jawatimur akarta
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (2003). Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan
Sistem Penilaian Matematika untuk SMA/MA. Jakarta: Dirjen Dikdasmen
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (2003). Himpunan Peraturan Perundang-Undangan
Republik Indonesia Bidang Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta: Sekjen Debdikbud.
Direktorat Pendidikan Menengah Umum (2001). Kebijakan Pendidikan Menengah Umum.
Jakarta: Direktorat Pendidikan Menengah Umum.
Edwards, H. Cliford, et.all (1988). Planning, Teaching, and Evaluating: A Competency
Approach. Chicago: Nelson-Hall.
Hall, Gene E & Jones, H.L. (1976). Competency-Based Education: A process for the
improvement of education. New Jersey: Englewood Cliffs, Inc.
Johnson, D.W. & Johnson, R.T. 1994. Learning Together and Alone: Cooperative, Competitive,
and Individualistic Learning, Fourth Edition. Massachusets: Allyn & Bacon.
Marzano RJ & Kendal JS (1996). Designing standard-based districts, schools, and classrooms.
Virginia: Association for Supervision and Curriculum Development.
McAshan, H.H. (1989). Competency-Based Education and Behavioral Objectives. New Jersey:
Educational Technology Publications, Engelwood Cliffs.
Oneil Jr., Harold F. (1989). Procedures for Instructional Systems Development. New York:
Academic Press.