PENGARUH WAKTU, TEMPERATUR DAN DOSIS H2 SO4 PADA HIDROLISA ASAM TERHADAP KADAR ETANOL BERBAHAN BAKU ALANG-ALANG

  PENGARUH WAKTU, TEMPERATUR DAN DOSIS H SO

  2

  4 PADA HIDROLISA ASAM TERHADAP KADAR ETANOL

BERBAHAN BAKU ALANG-ALANG

  

Ir. H. A. Fuadi Ramdja, M.Sc, Rimma Apriana Silalahi, Novaria Sihombing

Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya

  

ABSTRAK

Polusi dan kegiatan manusia telah merusak komposisi udara yang menyebabkan masalah lingkungan,

seperti hujan asam, pemanasan global, efek rumah kaca. Beberapa kegiatan diantaranya terkait pada

penggunaan bahan bakar fosil yang telah menyebabkan kenaikan konsentrasi CO dan gas rumah kaca di udara.

  2 Salah satu usaha untuk memperkecil masalah tersebut adalah dengan penggunaan biofuel etanol sebagai bahan

pengganti bahan bakar fosil. Alang-alang merupakan tanaman pengganggu yang merugikan. Akan tetapi pada

penelitian lebih lanjut, alang-alang tergolong biomassa lignoselulosik yang berpotensi menghasilkan etanol dan

prospektif untuk penindaklanjutan studi yang lebih ketat. Banyaknya struktur kimia yang menghalangi

kandungan selulosa untuk terfermentasi membuat penambahan tahapan untuk memproduksi etanol dari dalam

biomassa lignoselulosa dibandingkan pembuatan etanol dari bahan baku yang mengandung karbohidrat ataupun

pati. Tahapan delignifikasi dan hidrolisa merupakan tahap yang sangat mempengaruhi kadar akhir etanol dan

yield yang didapatkan. Penelitian ini mengamati dampak dari waktu hidrolisis, temperatur hidrolisis, dan dosis

H SO pada proses hidrolisa. Jangkauan variabel yang digunakan pada penelitian ini adalah pada waktu

  2

  4 o hidrolisa 45-90 menit, temperatur 115-155

  C, dan dosis asam sulfat 0,75-4 %. Hasil substrat dianalisa dengan

pendekatan analisa densitas dan perhitungan kadar etanol. Kadar etanol yang dihasilkan rata-rata akan

semakin tinggi sampai waktu hidrolisis tertentu (waktu optimum) dan setelah waktu hidrolisis optimum (waktu

maksimal) dilewati kadar etanol yang dihasilkan akan menurun. Begitu juga pada parameter temperatur

hidrolisis. Diperoleh kadar etanol tertinggi sebesar 8,185 % pada waktu hidrolisis selama 90 menit, temperatur

o hidrolisis 130 C dan dosis asam sulfat 0,75 %.

  Kata kunci : Alang-alang, Selulosa, Hidrolisa asam, Kadar etanol

ABSTRACT

Pollution and the other human activities had been destroyed the air stabilized composition and affected

the global issues, such as the acid rain, global warming, glass house effect. Some of them interrelated with the

used of fuel oil which maked higher concentration in the atmosphere. One way of the human initiatives to

decrease that issue with the uses of ethanol biofuel as the alternative fuel. Swith-grass is one of inflicted weeds.

But it is a lignocellulosic biomass residues as a feedstock that has been potential and offers good prespectives for

large scale production of fuel ethanol at competitive cost. Many chemical structure and composition factors

hinder the digestibility of cellulose in the fermentation phase present in lignocellulosic biomass prefer than each

other feedstock contain of carbohydrate or spirits. Delignification as a pretreatment processing and acid-

hydrolysis be an influential processing of ethanol content result and yield could be reached. This research study

the effect of acid-hydrolysis time, acid-hydrolysis temperature, and acid concentrations (H

  2 SO 4 ) in ethanol

content and the yield of glucose. Range of variables used in this research are 45-90 minutes for acid-hydrolysis

o

time, 115-155 C for acid-hydrolysis temperature, 0,75-4 % for acid concentrations dosage. Ethanol content will

be higher up to optimal time after reach optimal time ethanol content will be decrease, so is the acid-hydrolysis

temperature as another parameter. The result is the highest ethanol content by 8,185 % and was obtained by

o 0,75 % sulfuric acid concentration within 90 minutes of hydrolysis time and 130 C of hydrolysis temperature.

  Keyword : Switchgrass, Cellulose, Acid-hydrolysis, Ethanol content

  Jurnal Teknik Kimia, No. 2, Vol. 17, April 2010

  1. Menaikkan nilai tambah alang-alang dengan menjadikannya sebagai sumber selulosa untuk bahan baku pembuatan etanol, yang jumlahnya cukup banyak kita jumpai, khususnya di Sumatera Selatan.

  2 SO

  4

  encer, semakin tinggi temperatur dan lama waktu hidrolisa, maka semakin tinggi kadar etanol yang diperoleh, dan sebaliknya untuk H

  2 SO

  4 pekat.

  Adapun manfaat yang didapat dalam melakukan penelitian ini adalah

  2. Memberikan informasi ilmiah tentang pengaruh waktu hidrolisa, temperatur hidrolisa, dan dosis H

  yang berbeda untuk dapat mengetahui pengaruhnya terhadap kadar etanol yang dihasilkan.

  2 SO

  4

  terhadap kadar glukosa dari hidrolisat alang-alang.

  3. Memberikan gambaran untuk penelitian selanjutnya.

  Ruang lingkup penelitian meliputi pengumpulan alang-alang, menganalisa kandungan glukosa pada hidrolisa hemiselulosa dan selulosa dari alang-alang yang sebelumnya telah dibuat menjadi serbuk, dan mengetahui berapa banyak etanol yang dihasilkan dari beberapa sampel alang-alang dengan memvariasikan waktu, temperatur hidrolisa, dan dosis H

  2 SO

  4

  Banyaknya bioetanol yang dihasilkan tergantung dari waktu, temperatur dan dan dosis pelarut asam. Semakin tinggi temperatur, maka jumlah etanol yang dihasilkan semakin banyak. Dan semakin lama waktu hidrolisa, maka semakin banyak jumlah etanol yang dihasilkan. Untuk dosis H

  4

  43 I. PENDAHULUAN modern telah mengganggu komposisi udara yang menyebabkan masalah-masalah lingkungan yang cukup serius, seperti hujan asam dan pemanasan global. Karbon dioksida (CO

  Alang-alang (Imperata cylindrica) telah dikenal luas sebagai salah satu dari jenis gulma tahunan yang sangat merugikan. Potensi alang- alang di Indonesia diperkirakan 25 juta hektar yang setiap tahunnya bertambah dan sangat sulit memberantasnya. Dengan potensi yang demikian besar, kiranya masalah kebutuhan bioetanol sebagai energi alternatif di Indonesia dapat diatasi dengan pemanfaatan alang-alang tersebut. Selain itu, alang-alang banyak terdapat di Inderalaya, tepatnya daerah komplek Persada, dan sepanjang jalan Inderalaya–Palembang. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah 1.

  2

  ) merupakan suatu gas rumah kaca, yang jumlahnya di udara telah meningkat sekitar 30 % akibat dari kegiatan manusia sejak awal revolusi industri. Beberapa kegiatan, khususnya penggunaan bahan bakar fosil, telah menyebabkan kenaikan konsentrasi CO

  2

  dan gas rumah kaca yang lain di udara. Salah satu usaha memperkecil masalah tersebut adalah dengan penggunaan biofuel etanol sebagai pengganti bahan bakar fosil. Bioetanol dapat mengurangi emisi gas karbon dioksida, dan proses fotosintesis pada produksi biomassa akan menyerap gas karbon dioksida yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil (DOE., 2006).

  Bioetanol merupakan salah satu alternatif sumber energi yang dapat mengurangi tekanan akibat tingginya harga minyak dunia. Produksi etanol nasional pada tahun 2006 mencapai 200 juta liter. Kebutuhan etanol nasional pada tahun 2007 diperkirakan mencapai 900 juta kiloliter (Surendro., 2006). Bioetanol dapat digunakan sebagai bahan campuran bensin atau premium sehingga penggunaan bensin dapat diminimalisasi.

  Biomassa berselulosa merupakan sumber daya alam yang berlimpah dan murah yang memiliki potensi mendukung produksi komersial industri bahan bakar seperti etanol dan butanol (Wymann., 2002). Biomassa berselulosa diantaranya diperoleh dari limbah pertanian, limbah perkebunan, limbah kehutanan, limbah padat kertas dan beberapa limbah industri. Salah satu limbah pertanian di Indonesia yang belum dimanfaatkan adalah alang-alang.

  Untuk mengetahui kualitas etanol yang dan persentase yieldnya.

  2 SO

  2. Untuk mengetahui pengaruh waktu dan temperatur hidrolisa terhadap kadar glukosa dari hidrolisat alang-alang dengan menggunakan pelarut H

  2 SO

  4

  yang divariasikan. Dalam penelitian ini permasalahan yang akan diangkat adalah berapa besar kadar bioetanol yang dapat dihasilkan dari alang-alang dan bagaimana pengaruh waktu dan temperatur hidrolisa, serta dosis H

  2 SO

  4

  terhadap kadar glukosa dari hidrolisat alang- alang. Proses yang digunakan untuk mendapatkan produk bioetanol dilakukan dengan variasi waktu dan temperatur hidrolisa, serta dosis H

  . Penelitian ini dilakukan pada skala laboratorium.

II. FUNDAMENTAL

  .

  Komposisi biokimia dari biomassa memegang peranan sangat penting dalam kinerja proses karena mempengaruhi hasil etanol melalui komposisi selulosa dan hemiselulosanya. Tanaman lignoselulosik tahunan seperti semak belukar dan

  (Sumber: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Selulosa)

  Alkohol bensen 3,75 Air panas 8,69 1 % NaOH 38,6

  0,23 Kelarutan dalam :

  45 Hemiselulosa 31,4 Etanol (% L etanol / kg)

  12 Selulosa

  Abu 5,42 Silika 3,67 Lignin

  Komponen Alang-alang (%)

Tabel 2.1. Karakter Fisik dan Kimia dari Alang- alang

  menjadi etanol melalui hidrolisa diikuti fermentasi, beberapa proses termokimia dapat juga memproduksi zat ini seperti gasifikasi diikuti oleh fermentasi atau katalitik seperti produksi metanol namun kedua metode ini tidak dibahas disini. Hidrolisa-fermentasi jauh lebih rumit dibandingkan fermentasi gula saja. Proses hidrolisa mengubah bagian selulosik dari biomassa dikonversi menjadi gula dan fermentasi mengubah gula ini menjadi etanol. Untuk meningkatkan hasil hidrolisa, perlu dilakukan suatu perlakuan awal untuk melunakkan biomassa dan merusak struktur sel menjadi lebih luas (Carlo et al ., 2003).

  Penelitian produksi etanol berbahan baku biomassa lignoselulosa, lebih dikenal dengan sebutan bioetanol atau etanol generasi ke dua, sangat intensif dilakukan dalam dua dekade terakhir (Yang & Wayman, 2007). Produksi etanol dari lignoselulosa sudah dimulai sejak lama, (Moore, 1919) telah mematenkan teknologi untuk memproduksi etil alkohol (etanol) dari kayu.

  Dari alang-alang berbentuk ramping dengan ketinggian 15 cm sampai 100 cm. Lebar daun 2 cm sampai 8 cm dan berwarna hijau. Alang-alang mempunyai daun yang berbentuk pita dengan permukaan yang berbulu, pinggirnya kesat dan tajam.

  Alang-alang tergolong rumput jenis tahunan yang memiliki akar rimpang dalam tanah. Rimpangnya yang berukuran diameter 2–4,5 mm tumbuh menjalar di dalam tanah umumnya pada kedalaman 15–20 cm. Namun pada jenis tanah yang berpasir dan bergambut, rimpang alang-alang dapat mencapai kedalaman 1 m. Rimpang alang-alang memiliki ruas-ruas dengan panjang 1,5–3 cm yang semakin pendek mendekati ujungnya.

  Morfologi Alang-Alang

  f. Varietas Europa

  e. Varietas Condensata

  d. Varietas Latifolia

  b. Varietas Cylindrica

  Alang-alang dapat tumbuh di berbagai tempat dan kondisi bervariasi dari daerah dataran rendah sampai daerah dataran tinggi. Alang-alang baik tumbuhnya pada daerah pertanian maupun bukan daerah pertanian. Ada 6 (enam) varietas pada alang-alang yaitu: a. Varietas mayor

  Alang-alang menyebar alami mulai dari India hingga ke Asia Timur, Asia Tenggara, Mikronesia dan Australia. Kini alang-alang juga ditemukan di Asia Utara, Eropa, Afrika, Amerika dan di beberapa kepulauan. Namun karena sifatnya yang invasif tersebut, di banyak tempat alang-alang sering dianggap sebagai gulma yang sangat merepotkan.

  Alang-alang (Imperata Cylindrica) dikenal sebagai salah satu dari jenis gulma (tanaman penganggu) yang paling merugikan dan sulit pemberantasannya. Hal ini disebabkan oleh karena adanya penguasaan ruang lingkup tanah oleh rhizoma. Rhizoma ini banyak mengandung persediaan makanan, sehingga walaupun dipisahkan dari tanaman induknya, atau diptong- potong, maka potongan-potongan ini masih dapat menumbuhkan tunas baru. Alang-alang berkembang biak secara tunas akar. Bila dibiarkan tumbuh, maka rumput tanaman tersebut akan meluas sampai beberapa meter sehingga akan mendesak tanaman lain yang di sekitarnya.

  Ditinjau dari segi pertumbuhannnya maka tanaman alang-alang mempunyai keburukan yaitu bila tanaman tersebut dipotong daunnya maka tumbuhnya tidak seperti induknya semula dan bila pemotongan dan bila pemotongan dilakukan secara berulang-ulang maka ia akan tumbuh pendek seperti rumput biasa sehingga mengurangi efisiensinya sebagai sumber selulosa

  • Tidak larut dalam pelarut organik dan air
  • Sedikit larut dalam air
  • Tidak larut dalam air dan asam mineral kuat
  • Tidak larut dalam alkali
  • Larut dalam alkali
  • Larut dalam pelarut organik dan larutan alkali encer
  • Larut dalam asam pekat
  • Terhidrolisis dan larut dalam asam
  • Terhidrolisis relatif lebih cepat pada temperatur tinggi
  • Lebih mudah terhidrolisis dibandingka n selulosa

  Jurnal Teknik Kimia, No. 2, Vol. 17, April 2010

  45 rumput-rumputan adalah bahan umpan yang rendah, lebih banyak tersedia, dan dampak bahaya lingkungannya lebih rendah. Sebagian besar sistem konversi etanol yang terdapat dalam literatur hanya berdasarkan bahan umpan tunggal, namun untuk proses hidrolisa-fermentasi mungkin untuk menggunakan tipe bahan umpan majemuk (Carlo et al., 2003).

Tabel 2.2. Perbedaan antara Selulosa, Hemiselulosa dan Lignin

  Selulosa Hemiselulosa Lignin

  Dalam proses biomassa menjadi etanol, perlakuan awal pada dasarnya mengacu pada perlakuan fisika dan mekanik, untuk membersihkan dan mengecilkan ukuran biomassa dan merusak struktur selnya agar lebih mudah diolah pada perlakuan biologis atau kimia. Hidrolisa hemiselulosa terjadi juga dalam perlakuan awal, namun akan dibahas pada paragraf selanjutnya. Masing-masing bahan umpan memerlukan metode gabungan perlakuan awal tertentu untuk mengoptimalkan hasil, meminimalkan degradasi dan substrat, dan memaksimalkan hasil gula (Carlo et al., 2003).

  Bahan mentah dicuci terlebih dahulu. Selanjutnya, ukuran bahan mentah diperkecil, serbuk-serbuk yang kecil memberikan luas permukaan yang lebih besar sehingga transportasi katalis, enzim, dan steam ke dalam fiber menjadi

  Grethelin (1985) menunjukkan bahwa penghilangan hemiselulosa menghasilkan peningkatan volume pori-pori yang dapat diakses dan area permukaan spesifik. Ukuran pori-pori juga diketahui berkaitan dengan derajat pemekaran (degree of swelling) (Stone and Scalla, 1969). Beberapa studi juga menemukan bahwa pengeringan bahan lignoselulosa berakibat dari hilangnya kapilaritas dinding sel dan berkurangnya ukuran pori- pori menurunkan efektivitas hidrolisis enzimatis (Esteghlalian et al., 2001 ).

  Metode perlakuan kimia yang umum menggunakan asam lemah dan larutan basa untuk proses delignifikasi. Delignifikasi atau pretreatmnet biomassa lignoselulosa harus dilakukan untuk mendapatkan hasil yang tinggi di mana penting untuk pengembangan teknologi biokonversi dalam skala

  pretreatment merupakan tahapan yang banyak

  memakan biaya dan berpengaruh besar terhadap biaya keseluruhan proses. Pretreatment dapat meningkatkan hasil gula yang diperoleh. Gula yang diperoleh tanpa pretreatment kurang dari 20 %, sedangkan dengan pretreatment dapat meningkat menjadi 90 % dari hasil teoritis (Hamelinck, Hooijdonk, & Faaij, 2005). Tujuan dari delignifikasi adalah untuk membuka struktur lignoselulosa agar selulosa menjadi lebih mudah diakses oleh enzim yang memecah polimer polisakarida menjadi monomer gula.

  Delignifikasi kayu Douglas fir (telah diperlakukan dengan uap panas (steam-explosion)) dengan peroksida alkali panas dapat meningkatkan hasil hidrolisis di mana kandungan lignin tinggal 8,2 %). Di sisi lain, penghilangan sebagian lignin (kandungan akhir lignin 32-36 %) dari kayu lunak (telah diperlakukan dengan uap panas) dengan perlakuan NaOH menurunkan hasil hidrolisis (Wong

  et al. , 1988; Schell et al., 1998). Hasil yang sama juga

  diperoleh dari penghilangan lignin dengan proses delignifikasi oksigen menggunakan NaOH dimana kecepatan dan hasil hidrolisis menurun. Namun, pada kasus kraft pulp dari kayu lunak, peningkatan hasil hidrolisis berkorelasi dengan peningkatan derajat delignifikasi (Draude et al., 2001). Dengan demikian, penghilangan lignin sebagian terlihat membuat kayu (yang telah diperlakukan dengan uap) menjadi lebih sulit untuk dihidrolisis. Salah satu penjelasan dari fenomena adalah terjadi redeposisi dari lignin yang tidak terekstrak ke pori-pori dan permukaan selulosa (Wong et al., 1998).

  • H
  • C

  5 OH

  6

  6 H

  12 O

  6 Maltosa Air Glukosa Glukosa

  C

  6 H

  12 O

  6 Saccharomyces cerevisiae

  2C

  2 H

  2 Glukosa Etanol

  6 H

  Beberapa langkah utama yang diperlukan dalam melakukan proses fermentasi, diantaranya : a. Seleksi mikroba atau enzim yang sesuai. c.Sterilisasi semua bagian penting untuk mencegah kontaminan. d.Penelitian semua perlengkapan terutama bagian pengendalian proses. e.Evaluasi hasil maupun proses secara menyeluruh.

  Untuk memproduksi etanol dari biomassa biasanya digunakan khamir dari jenis Saccharomyces

  cerevisiae karena mempunyai toleransi yang tinggi

  terhadap beberapa hal seperti suhu, pH dan toleransi terhadap kadar alkohol yang dihasilkan 10-14 % (Gebhard., 1970). Selanjutnya Reed (1982) mengatakan bahwa Saccharomyces cerevisiae telah dianggap sebagai ragi biakan murni yang dapat dipakai sebagai “yeast starter”. Kelebihannya adalah produksi etanolnya tinggi, tahan terhadap suhu dingin, dan toleransi terhadap kadar etanol .

  Faktor-faktor yang mempengaruhi fermentasi :

  1. Jenis Mikroorganisme Bila dilihat dari jenisnya, maka terdapat beberapa jenis mikroorganisme yang banyak digunakan dalam proses fermentasi di antaranya adalah khamir, kapang dan bakteri, tetapi tidak semua mikroorganisme tersebut dapat digunakan secara langsung masih diperlukan seleksi untuk menjamin berlangsungnya proses fermentasi. Pemilihan mikroorgansime biasanya didasarkan pada jenis substrat (bahan) yang digunakan sebagai medium.

  2. Lama fermentasi Waktu yang dibutuhkan untuk fermentasi biasanya ditentukan pada jenis bahan, jenis ragi dan jenis gula. Pada umumnya diperlukan waktu 2-7 hari untuk memperoleh hasil fermentasi yang sempurna.

  Menurut Amerine (1982) fermentasi berlangsung dua sampai tiga minggu dan ditandai dengan tidak diproduksinya CO

  2 .

  3. Derajat Keasaman Pada umumnya pH untuk fermentasi dibutuhkan keasaman optimum antara 4-5, jika pH diatas 5 atau dibawah 4, maka pertumbuhan mikroba akan terganggu.

  12 O

  2 O C

  4. Nutrisi Ragi Penambahan gula, NPK, ataupun urea bertujuan sebagai penambah nutrisi pada ragi. Kadar gula yang optimum untuk aktivitas pertumbuhan kamir adalah 10-18 %. Untuk kondisi penelitian kali ini, penambahan gula amat diperlukan, karena kandungan bahan baku lignoselulosa yang mempunyai kandungan gula ≤ 10 %, sedangkan syarat tumbuhnya biakan kamir apabila kandungan gulanya minimsl 50 %. Sehingga kebutuhan hara

  yang dihasilkan oleh aktifitas suatu jenis mikroba yang disebut kamir dalam keadaan anaerob (Prescott dan Dunns, 1959). Secara ringkas reaksi yang terjadi di fermentor adalah : (C

  Hidrolisis meliputi proses pemecahan yaitu selulosa dan hemiselulosa menjadi monomer gula penyusunnya. Hidrolisis sempurna selulosa menghasilkan glukosa, sedangkan hemiselulosa menghasilkan beberapa monomer gula pentose (C

  5

  ) dan heksosa (C

  6

  ). Hidrolisis dapat dilakukan secara kimia (asam) atau enzimatik.

  Hidrolisa dengan katalis asam dapat menggunakan asam sulfat, hidroklorik, dan asam nitrat dalam konsentrasi yang lemah. Dari semua katalis ini, asam sulfat lemah (0,5 – 1,5 %, suhu di atas 160 ºC) adalah yang paling banyak digunakan dalam dunia industri, karena dapat menghidrolisa sebagian besar gula dari hemiselulosa sebesar 75- 90 % (Wooley et al., 1999; Sun dan Cheng, 2002). Asam ini selanjutnya dipisahkan atau dinetralkan sebelum fermentasi. Asam dalam konsentrasi pekat juga dapat digunakan namun tidak menguntungkan karena mahal dan membuat alat-alat industri menjadi mudah korosi.

  Detoksifikasi atau tahapan netralisasi bertujuan agar hidrolisat yang dihasilkan mempunyai kandungan inhibitor yang lebih kecil, selain itu juga mengatur pH agar tidak mengganggu pertumbuhan bakteri pada proses fermentasi pembentukan etanol. Selain itu, tahap detoksifikasi berfungsi untuk menetralkan pH sampel agar sesuai dengan syarat pH fermentasi, yakni antara 4-5.

  Fermentasi

  Fermentasi disini adalah proses produksi energi di dalam sel dalam keadaan anaerobik (tanpa oksigen). Fermentasi alkohol aalah proses penguraian karbohidrat menjadi etanol dan CO

  2

  12 H

  11

  20 O

  10

  )n n(C

  12 H

  22 O

  11

  )

  Pati Maltosa

  C

  12 H

  22 O

  • 2CO
  • *

    American Petroleum Institute

  7. Pipet ukur 25 ml 1 buah Bahan pada Tahap Delignifikasi :

  8. Corong 3 buah Alat-alat pada Tahap Evaporasi :

  9. Neraca digital 1 buah

  10. Neraca analitis 1 buah

  11. Oven 1 buah Alat-alat pada Tahap Netralisasi atau Detoksifikasi : 1. pH meter 1 buah

  2. Spatula 1 buah

  3. Beker gelas 1000 ml 3 buah

  4. Beker gelas 500 ml 2 buah Alat-alat pada Tahap Fermentasi :

  1. Neraca digital 1 buah

  2. Fermentor 1 buah

  3. Autoclave 1 buah

  4. Beker gelas 1000 ml 1 buah

  5. Erlenmeyer 1000 ml 3 buah

  6. Erlenmeyer 500 ml 3 buah

  7. Kertas saring

  1. Pemanas listrik

  7. Spatula 1 buah

  2. Kondensor

  3. Pompa vakum

  4. Labu destilasi

  5. Botol sampel

  6. Klem

  7. Statif

  8. Termometer Alat-alat pada Tahap Analisa Glukosa:

  1. Neraca analitik 1 buah

  2. Buret 50 ml 1 buah

  3. Labu Erlenmeyer 500 ml 1 buah

  4. Labu Ukur 100 ml 1 buah

  5. Labu Ukur 250 ml 1 buah

  6. Pipet ukur 10 ml 1 buah

  8. Sendok pengaduk 1 buah

  6. Pipet tetes 50 ml 1 buah

  Jurnal Teknik Kimia, No. 2, Vol. 17, April 2010

  b. Pengganti bahan bakar bensin

  47 tersebut adalah 0,1–0,5 % dari kadar gula pada

  5. Suhu Suhu untuk tiap-tiap golongan memiliki suhu pertumbuhan yang optimum yang bebeda- beda pula, untuk mikroba ini suhu optimumnya 20-30 ºC.

  Starter untuk membuat etanol biasanya menggunakan biakan murni Saccharomyces

  cerevisiae , selain itu dapat juga digunakan ragi.

  Ragi yang beredar di pasaran antara lai adalah ragi roti dan ragi tape. Keduanya digunakan karena mengandung mikroorganisme.

  Untuk proses fermentasi pada materi lignoselulosa, pemakaian ragi tape lebih dihindari karena kandungan pada ragi tape yang tidak steril dan begitu banyak mikroba yang tidak diharapkan yang terkandung di dalamnya. Kebutuhan ragi roti adalah 0,2 % dari kadar gula dalam larutan molase (Isro’i, 2009).

  Etanol (Etil Alkohol )

  Substrat yang dapat difermentasikan menjadi etanol adalah :

  1. Bahan yang mengandung gula, antara lain : tebu dan sisa produknya (molase, bagasse, gula bit, buah-buahan, kentang, sorgum, dan lain- lain).

  2. Bahan-bahan berpati, antara lain : tapioka, maizena, gandum, padi dan kentang.

  3. Bahan-bahan biomassa lignoselulosa, antara lain : sumber selulosa dan lignoselulosa yang berasal dari limbah pertanian dan kayu.

  Sebagai bahan pengganti minyak bumi, bioetanol hasil fermentasi biomassa mempunyai empat aplikasi utama yaitu :

  a. Bahan bakar ketel uap

  c. Pengganti bahan bakar diesel

  5. Beker gelas 25 ml 1 buah

  d. Produksi kimia

  Properti Nilai

  Berat molekul (g/mol) 46,1 Titik beku (ºC) -114,1 Titik didih normal (ºC) 78,32 Densitas (g/ml) 0,7983 Viskositas pada 20ºC (Cp) 1,17 Panas penguapan normal (J/kg) 839,31 Panas pembakaran pada 25ºC (J/kg)

  29676,6 Panas jenis pada 25ºC (J/kg) 2,42 Nilai oktan (penelitian)

  (Sumber : Kirk-Orthmer, Enyclopedia of Chemical Technolgy, vol 9, 1967)

  III. METODOLOGI

  Metode yang digunakan bersifat eksperimental dilakukan untuk mengetahui sejauh mana alang-alang dapat menghasilkan alkohol (bioetanol) melalui proses fermentasi.

  Alat dan Bahan yang Digunakan

  Alat-alat pada Tahap Delignifikasi dan Hidrolisis

  1. Erlenmeyer 1000 ml 5 buah

  2. Gelas ukur 100 ml 1 buah

  3. Gelas ukur 25 ml 1 buah

  4. Beker gelas 50 ml 8 buah

  • 106-111

  1. Alang-alang

2 SO

  2. Timbal Asetat setengah basa 2 ml

  8. Tahap Hidrolisa : 1. Buat larutan asam sulfat 0,75 % dengan mengencerkan asam sulfat pekat 98 % menggunakan aquades. Dari perhitungan, untuk membuat 500 ml asam sulfat 0,75 % dibutuhkan 3,6 ml asam sulfat pekat 98 %. Larutan asam sulfat 0,75 % ini dibuat sebanyak 4500 ml .

  2. Ambil larutan asam sulfat 0,75 % tersebut sebanyak 500 ml ke dalam beker gelas atau erlenmeyer.

  3. Masukkan alang-alang 40 gr (setelah ditimbang) ke dalam beker gelas berisikan 500 ml asam sulfat 0,75 %. Campuran kemudian diaduk sampai rata.

  4. Nyalakan alat hidrolisator, atur alat untuk pemanasan pada temperatur 115

  o

  C. Setelah hidrolisator mencapai temperatur 115

  o

  C, masukkan campuran ke dalam alat hidrolisator. Hidrolisator kemudian ditutup rapat dan dihubungkan ke arus listrik.

  10 % 20 ml

  4

  3. Na

  1. Aquades 50 ml

  3. Aquadest secukupnya Bahan pada Tahap Hidrolisa :

  2. Gula pasir 720 gr Bahan pada Tahap Analisa Glukosa untuk Satu Kali Uji Sampel :

  1. Ragi roti (Saccharomyces cerevisiae) 72 gr

  5. Aquades Bahan pada Tahap Fermentasi :

  4. Buffer 7

  3. Buffer 4

  2. NaOH 4500 ml

  4500 ml

  4

  1. H

  3. Aquadest secukupnya Bahan pada Tahap Netralisasi atau Detoksifikasi:

  2. Asam sulfat pekat (98%) 100 ml

  1. Alang-alang

  7. Dinginkan sampel, lalu saring alang-alang alang-alang pada beker gelas.

2 HPO

  4. Buat larutan NaOH 1 % dengan melarutkan NaOH padat menggunakan aquadest Dari perhitungan, untuk membuat 500 ml NaOH 1 % dibutuhkan 0,2 gram NaOH padat. Larutan NaOH 1 % ini dibuat sebanyak 3,6 gram.

  6. Hidrolisat disimpan ke dalam botol sampel pada suhu kamar.

  4. Beberapa butir batu didih

  13. Sampel alang-alang dihidrolisis dengan asam sulfat 0,4 % seperti pada langkah 4, 5 dan 6.

  12. Masukkan alang-alang 40 gr (setelah ditimbang) ke dalam beker gelas berisikan 500 ml asam sulfat 0,4 %. Campuran kemudian diaduk sampai rata.

  11. Ambil larutan asam sulfat 0,4 % tersebut sebanyak 500 ml ke dalam beker gelas atau erlenmeyer.

  10. Buat larutan asam sulfat 4 % dengan mengencerkan asam sulfat pekat 98 % menggunakan akuades. Dari perhitungan, untuk membuat 500 ml asam sulfat 0,75 % dibutuhkan 3,6 ml asam sulfat pekat 98 %. Larutan asam sulfat 4 % ini dibuat sebanyak 4500 ml .

  C dan lama pemanasan pada variasi 45 menit, 70 menit dan 90 menit.

  o

  9. Ulangi langkah 2, 3, 4, 5 dan 6 untuk temperatur hidrolisator 155

  C dan lama pemanasan pada variasi 45 menit, 70 menit, dan 90 menit.

  o

  8. Ulangi langkah 2, 3, 4, 5 dan 6 untuk temperatur hidrolisator 130

  7. Ulangi langkah 2, 3, 4, 5 dan 6 untuk lama pemanasan 70 menit dan 90 menit.

  Tunggu sampai hidrolisator dingin, kemudian campuran alang-alang disaring dengan penyaring biasa, lalu ampas alang-alang dibuang.

  5. Masukkan serbuk alang-alang 40 gram (setelah ditimbang) ke dalam beker gelas ataupun erlenmeyer 1 liter yang telah berisikan NaOH 1 %. Campuran tersebut kemudian diaduk sampai merata.

  5. Matikan alat hidrolisator setelah 45 menit.

  5. Larutan Luft Schoorl 25 ml

  6. KI 30 15 ml

  7. Asam sulfat 25 % 20 ml

  8. Indikator kanji 0.5 %

  9. Tio sulfat 0,0568 N dan 0,0657 N

  Prosedur Penelitian Tahap Delignifikasi : 1.

  Sampel alang-alang dikupas dari bagian yang telah kering ataupun layu dan dibersihkan.

  2. Alang-alang yang telah bersih dipotong- potong lalu dijemur sampai benar-benar kering dan disimpan ke pada kedap udara untuk mempertahankan level moisture (Lavarack et

  al ., 2002).

  o C selama 30 menit.

  6. Panaskan sampel yang berisikan campuran alang-alang dan NaOH tersebut ke dalam oven pada suhu 121

  3. Alang-alang diblender sampai ukurannya ± 200 mesh.

17. Simpan seluruh campuran hidrolisat untuk tahap berikutnya (netralisasi).

Tabel 4.1 Data Hasil Analisa Densitas dan Kadar Etanol untuk Waktu Hidrolisa Selama 45 menit

  Peralatan distilasi dirangkai dengan benar.

  2. Hasil fermentasi lalu dimasukkan ke dalam labu distilasi.

  3. Hasil fermentasi dipanaskan dalam labu distilasi listrik.

  4. Temperatur hasil fermentasi dijaga pada suhu 80 ºC.

  5. Proses distilasi dilakukan selama 1,5–2 jam.

  6. Distilat (etanol) yang dihasilkan kemudian ditimbang lalu ditutup rapat. Alang-alang Pengeringan Pengecilan ukuran 200 mesh Pre-treatmnet / Delignifikasi

  Cairan Pengkondisian Hidrolisa Asam Encer Padatan Padatan

  Etanol Netralisasi / Detoksifikasi Evaporasi Cairan (glukosa) 500 ml NaOH 1 % 40 gr gula pasir 4 gr ragi roti Penentuan Variabel Berpengaruh dan Optimasi Parameter Proses Fermentasi F il tra s i

  Bagan di atas adalah diagram alir proses penelitian yang dilakukan secara singkat.

  IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

  Dosis H

  10. Ulangi langkah 5,7,8, dan 9 hanya dengan menggunakan aquades tanpa larutan hidrolisat.

  2 SO

  4

  ( % ) Temperatur

  Hidrolisa (

  o

  C ) Densitas ( gr/ml )

  Kadar Etanol

  ( % ) 0,75 115 0,92752 4,306

  130 0,93056 3,050 155 0,92481 5,529 4 115 0,92425 5,818

  130 0,91926 8,118 155 0,92828 4,050

  Tahap Evaporasi : 1.

  Jurnal Teknik Kimia, No. 2, Vol. 17, April 2010

  49 14. Ulangi langkah 2, 3, 4, 5 dan 6 untuk lama 15.

  4

  Ulangi langkah 2, 3, 4, 5 dan 6 untuk temperatur hidrolisator 130

  o

  C dan lama pemanasan pada variasi 45 menit, 70 menit dan 90 menit.

  16. Ulangi langkah 2, 3, 4, 5 dan 6 untuk temperatur hidrolisator 155

  o

  C dan lama pemanasan pada variasi 45 menit, 70 menit dan 90 menit.

  Tahap Netralisasi : 1.

  Siapkan sampel yang telah dihidrolisat.

  2. Siapkan larutan buffer 4, buffer 7, larutan basa (NaOH) dan larutan asam (H

  2 SO

  ) serta pH meter.

  8. Aduk rata kembali sampai dengan homogen.

  3. Kalibrasi pH meter sehingga layak digunakan untuk pengukuran pH sampel hidrolisa.

  4. Ukur pH sampel yang diujikan dan aturlah pH sampel hingga mencapai pH 4,5 dengan menggunakan larutan asam ataupun larutan basa.

  Tahap Fermentasi : 1.

  Nyalakan autoclave dan atur autoclave untuk sterilisasi selama 15 menit pada suhu 121 ºC.

  Setelah mencapai suhu 125 ºC, sterilisasi seluruh alat-alat yang dipakai untuk tahap fermentasi menggunakan autoclave.

  2. Setelah disterilisasi, diinginkan seluruh alat.

  3. Larutan hidrolisat dipasteurisasikan pada suhu 80 ºC selama 10 menit dengan menggunakan autoclave.

  4. Larutan didinginkan hingga mencapai suhu ruang.

  5. Tambahkan gula pasir yang telah dihaluskan sebanyak 40 gram ke dalam larutan hidrolisat tersebut.

  6. Aduk rata dan membiarkan hingga mencapai suhu ruang.

  7. Tambahkan ragi roti yang telah dihaluskan sebanyak 4 gr ke dalam larutan hidrolisat tersebut.

  9. Inokulasi dilakukan selama 3,5 hari pada 25 ºC.

  0,75 70 0,92648 4,850 90 0,91916 8,158 45 0,91926 8,118

  4 70 0,92093 7,435 90 0,92421 5,834

Tabel 4.2 Data Hasil Analisa Densitas danTabel 4.6 Data Hasil Analisa Densitas dan Kadar Kadar Etanol untuk Waktu Hidrolisa Selama Etanol untuk Temperatur Hidrolisa Pada Suhu o 70 menit

  155 C

  Dosis Temperatur Densitas Kadar Dosis Waktu Densitas Kadar

  H SO Hidrolisa ( gr/ml ) Etanol

  2

4 H SO Hidrolisa ( gr/ml ) Etanol

  2

  4 o

  ( % ) ( C ) ( % ) ( % ) ( menit ) ( % ) 115 0,92672 4,730

  45 0,92481 5,529 0,75 130 0,92648 4,850

  0,75 70 0,92415 5,858 155 0,92415 5,858 90 0,92894 3,720 115 0,92597 5,108 45 0,92828 4,050

  4 130 0,92093 7,435

  4 70 0,92239 6,805 155 0,92239 6,805 90 0,92730 4,394

  Penelitian sintesa bioetanol dari alang-alang

Tabel 4.3 Data Hasil Analisa Densitas dan

  ini menggunakan serbuk alang-alang sebanyak 40

  Kadar Etanol untuk Waktu Hidrolisa Selama

  gram dan diberi perlakuan sebelum hidolisis dengan

  90 menit

  mencampurkan serbuk alang-alang ke dalam 500 ml Dosis Temperatur Densitas Kadar larutan NaOH 1 % dan dipanaskan. Selanjutnya,

  H SO Hidrolisa ( gr/ml ) Etanol

  2

  4 o

  serbuk alang-alang ditiriskan dari larutan basa ( % ) ( C ) ( % ) tersebut dan dihidrolisa dengan menggunakan H SO

  2

  4

  115 0,92738 4,362 pada berbagai variasi perlakuan. Selanjutnya, 0,75 130 0,91916 8,185 dilakukan fermentasi terhadap sampel dan 155 0,92892 3,720 dievaporasi. 115 0,92893 3,730

  Pada penelitian kali ini, hidrolisa yang kami

  4 130 0,92421 5,835 pilih adalah dengan asam encer. Pada awal penelitian, 155 0,92730 4,394 kami telah mencoba melakukan hidrolisis dengan menggunakan asam pekat, akan tetapi banyak faktor

Tabel 4.4 Data Hasil Analisa Densitas dan

  yang membatasi, antara lain pada saat proses

  Kadar Etanol untuk Temperatur Hidrolisa o netralisasi atau detoksifikasi sangat sulit mencapai pH

  Pada Suhu 115 C

  4,5 karena pH sampel yang terlalu rendah mencapai Dosis Waktu Densitas Kadar pH -20, selain itu alat-alat yang dipakai menjadi udah

  H SO Hidrolisa ( gr/ml ) Etanol

  2

  4

  korosi akibat tingkat keasaman yang tinggi pada ( % ) ( menit ) ( % ) sampel. Maka dari itu, pada akhirnya kami

  45 0,92752 4,306 menggunakan prosedur hidrolisa asam encer untuk 0,75 70 0,92672 4,730 penelitian ini.

  90 0,92738 4,360 Penelitian pendahuluan dilakukan untuk 45 0,92425 5,818 mengetahui pengaruh variabel (konsentrasi asam,

  4 70 0,92597 5,108 suhu dan waktu hidrolisa) terhadap yield glukosa.

  o

  90 0,92892 3,730 Hidrolisa menggunakan oven dilakukan pada 115

  C,

  o o

  130

  C, dan 155

  C, dan waktu hidrolisa 45 menit, 70

Tabel 4.5 Data Hasil Analisa Densitas dan menit, dan 90 menit. Kadar Etanol untuk Temperatur Hidrolisa o Pada Suhu 130 C

  Dosis Waktu Densitas Kadar H SO Hidrolisa ( gr/ml ) Etanol

  2

  4

  ( % ) ( menit ) ( % ) 45 0,93056 3,050

  Jurnal Teknik Kimia, No. 2, Vol. 17, April 2010

  selalu lebih unggul dari sampel dengan dosis 0,75 % H

  o

  C, kandungan etanol yang dihasilkan tidak mengalami selisih yang begitu besar yaitu hanya sebesar 0,120 % apabila dibandingkan dengan temperatur hidrolisa pada 155

  o C yang melonjak naik menjadi 5,858 %.

Gambar 4.3 Kadar Etanol vs Temperatur Hidrolisa dengan Waktu Hidrolisa Selama 90 menitGambar 4.3 mengalami perbedaan dari kedua grafik sebelumnya. Perbedaan tersebut adalah;

  apabila kedua grafik sebelumnya, kadar etanol untuk dosis 4 % H

  2 SO

  4

  2 SO

  o

  4

  maka pada grafik variasi waktu hidrolisa selama 90 menit ini, kadar etanol untuk dosis 0,75 % H

  2 SO

  4

  lebih unggul dibandingan kadar etanol untuk dosis 4 % H

  2 SO 4.

  Sehingga disimpulkan bahwa semakin tinggi temperatur pemanasan untuk tahapan hidrolisa kadar etanolnya akan semakin besar, akan tetapi pemanasan yang telalu lamapun akan membuat kadar etanol menurun secara signifikan. Hal ini terlihat bahwa pada pemanasan 155

  o

  C dan 130

  C, kandungan etanolnya pun menurun menjadi 6,805 %. Sedangkan untuk dosis asam sulfat 0,75 %, seiring semakin tingginya temperatur hidrolisa, maka kandungan etanolnya pun semakin tinggi. Antara tenggang temperatur dari 115

  51 Gambar 4.1Kadar Etanol vs Temperatur Hidrolisa dengan Waktu Hidrolisa Selama 45 menit Pada Gambar 4.1, untuk waktu hidrolisis selama 45 menit, terlihat hubungan antara kadar etanol yang terbentuk dengan variasi temperatur hidrolisa dan variasi dosis asam sulfat.

  C yaitu sebesar 8,118 %, akan tetapi pada pemanasan atau hidrolisa lebih lama, kadar etanol akan mengalami penurunan secara drastis Hal ini terlihat pada pemanasan 155

  Temperatur hidrolisa yang divariasikan yakni 115

  o

  C, 130

  o

  C, dan 155

  o

  C, sedangkan dosis asam sulfat divariasikan sebesar 0,75 % dan 4 %. Kadar etanol maksimum didapatkan untuk dosis asam sulfat 4 % pada kondisi temperatur hidrolisa 130

  o

  o

  o

  C yaitu menghasilkan kadar etanol sebesar 4,050 %. Kondisi ini berbanding terbalik dengan kondisi sampel untuk dosis asam sulfat 0,75 %, data yang dihasilkan memiliki kecendrungan bahwa semakin tinggi temperatur pemanasan maka kandungan etanolnya semakin besar yaitu 5,529 %, akan tetapi nilai terbaik dari dosis 0,75 % asam sulfta tersebut, masih tidak sebanding dengan kadar etanol pada kondisi maksimal untuk dosis asam sulfat 4 %.

Gambar 4.2 Kadar Etanol vs Temperatur

  Hidrolisa dengan Waktu Hidrolisa Selama 70 menit Pada Gambar 4.2, untuk waktu hidrolisa selama 70 menit. Kadar etanol maksimum terbentuk pada temperatur hidrolisa saat 130

  o

  C yaitu pada dosis asam sulfat 4 %. Kecenderungan terlihat untuk dosis asam sulfat 4 % yaitu antara waktu pemanasan atau hidrolisa dari 115

  o

  C menuju 130

  o

  C yaitu mengalami kenaikan lebih dari 2 %, akan tetapi pada pemanasan lebih lanjut yaitu 155

  C, kadar etanol menjadi amat rendah mencapai 3,72 % untuk dosis asam sulfat 0,75 % serta 4,040 % untuk dosis asam sulfat 4 %.

Gambar 4.4 Kadar Etanol vs Waktu Hidrolisa pada Temperatur 115

  C Pada Gambar 4.6, untuk temperatur hidrolisa

  C, kadar etanol sampai mencapai 3,72 % untuk dosis asam sulfat 0,75 % dan 4,05 % untuk dosis asam sulfat 4 %.

  o

  C yaitu sebesar 8,158 % dan ini merupakan kadar etanol terbaik pada penelitian ini. Sehingga disimpulkan bahwa semakin tinggi temperatur pemanasan untuk tahapan hidrolisa akan semakin besar kandungan etanol yang didapatkan, akan tetapi pemanasan yang terlalu lamapun akan membuat kandungan etanol jauh semakin kecil yaitu pada pemanasan 155

  o

  C yaitu sebesar 8,118 %, sedangkan pada dosis asam sulfat 0,75 %, didapatkan kadar etanol maksimal pada temperatur 130

  o

  Untuk pendekatan kadar etanol dengan variasi temperatur hidrolisa yang dilakukan, pada dosis asam sulfat 4 %, didapatkan kadar etanol maksimal pada temperatur 155

  C, kadar etanol maksimum terbentuk pada waktu hidrolisa selama 70 menit yaitu dengan dosis asam sulfat 4 % sebesar 6,805 %. Baik dosis asam sulfat 0,75 % maupun 4 %, semakin lama waktu hidrolisa, maka kadar etanol semakin penurunan. Pada grafik dapat dibaca bahwa dari kedua variasi dosis asam sulfat; waktu hidrolisa di atas 70 menit akan mengalami penurunan kadar etanol secara drastis.

  o

  155

  o

  o

  Temperatur 155

Gambar 4.6 Kadar Etanol vs Waktu Hidrolisa pada

  C, kadar etanol maksimum terbentuk pada waktu hidrolisa selama 90 menit yaitu dengan konsentrasi asam sulfat 0,75 % sebesar 8,158 %. Untuk dosis asam sulfat 0,75 %, kadar etanol akan meningkat seiring dengan lamanya waktu hidrolisa. Sebaliknya, kadar etanol akan menurun seiring dengan lamanya waktu hidrolisa untuk konsentrasi asam sulfat 4 % yaitu sebesar 5,834 %.

  o

  C Pada Gambar 4.5, untuk temperatur hidrolisa 130

  o

Gambar 4.5 Kadar Etanol vs Waktu Hidrolisa pada Temperatur 130

  C, terlihat hubungan kadar etanol yang dihasilkan dengan variasi waktu hidrolisa dan dosis asam sulfat yaang digunakan. Waktu hidrolisa yang divariasikan 45 menit, 70 menit, dan 90 menit, sedangkan dosis asam sulfat yang divariasikan 0,75 % dan 4 %. Kadar etanol maksimum terbentuk pada waktu hidrolisa selama 45 menit, yaitu pada dosis asam sulfat 4 % sebesar 5,818 %. Untuk dosis asam sulfat 4 %, semakin lama waktu hidrolisa, akan mengakibatkan penurunan kadar etanol, sedangkan untuk dosis asam sulfat 0,75 %; kadar etanol mengalami peningkatan pada hidrolisa selama 45 sampai 70 menit, akan tetapi nilainya menurun pada hidrolisa lebih lanjut.

  o

  C Pada Gambar 4.4, untuk temperatur hidrolisa 115

  Pada konsentrasi asam sulfat yang lebih encer (0,75 %), semakin lama waktu hidrolisis akan membuat kadar etanol akan semakin besar yaitu mencapai 8,185 %. Hal ini berbanding terbalik dengan perlakuan sampel pada konsentrasi asam sulfat yang lebih pekat (4 %). Hal ini dikarenakan asam sulfat yang lebih pekat akan mendegradasi glukosa untuk membentuk hydroxymethylfurfural dan bereaksi lebih lanjut membentuk asam formiat. Sedangkan untuk konsentrasi asam yang terlalu encer sampai mendekati nol akan membuat kinerja asam untuk menghidrolisa selulosa menjadi turunan gula akan lebih lambat sehingga dibutuhkan temperatur hidrolisa yang tinggi dan waktu hidrolisa yang lama (sampai batasan tertentu).

  Jurnal Teknik Kimia, No. 2, Vol. 17, April 2010

  V. KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN

  C, waktu hidrolisis 90 menit, dan untuk dosis asam sulfat 0,75 % yang menghasilkan persentase yield sebesar 99,78 %.

  o

  4. Kondisi variabel hidrolisa asam terbaik dari penelitian ini adalah pada temperatur hidrolisis 130

  C) akan membuat kadar etanol semakin besar yakni mencapai 8,185 %.

  o

  3. Pada konsentrasi asam yang lebih encer (0,75 %), semakin lama waktu hidrolisis dan semakin tinggi temperatur hidrolisa (sampai batas optimal 130

  2. Pada dosis asam sulfat yang lebih pekat (4 %), waktu reaksi hidrolisis yang lama akan memicu terbentuknya inhibitor bersifat racun. Glukosa terdegradasi membentuk hydroxymethylfurfural dan bereaksi lebih lanjut membentuk asam formiat.