TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TI

TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG
PERPAJAKAN BERDASAR PMK NOMOR 239/PMK.03/2014
Wahyu Kurniawan (15919049)
Email: why.krnwn@gmail.com
Mahasiswa Magister Akuntansi – Universitas Islam Indonesia

Tindak Pidana Di Bidang Perpajakan
Bahwa selain melakukan Pemeriksaan dalam rangka menguji kepatuhan dari
Wajib Pajak, Direktorat Jenderal Pajak juga berwenang melakukan Pemeriksaan Bukti
Permulaan atas adanya dugaan kuat bahwa sedang atau telah terjadi suatu Tindak
Pidana di Bidang Perpajakan yang dilakukan oleh siapa saja yang dapat menimbulkan
kerugian pada pendapatan Negara. Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah Pemeriksaan
yang dilakukan untuk mendapatkan Bukti Permulaan tentang adanya dugaan telah
terjadi Tindak Pidana di Bidang Perpajakan.
Tindak Pidana di Bidang Perpajakan adalah perbuatan yang diancam sanksi
pidana oleh undang-undang di bidang perpajakan yang meliputi Pasal 38, Pasal 39,
Pasal 39A, Pasal 41, Pasal 41A, Pasal 41B, Pasal 41C, dan Pasal 43 Undang Undang
KUP, Pasal 24 dan Pasal 25 Undang Undang PBB, Pasal 13 dan Pasal 14 UndangUndang Bea Meterai, dan Pasal 41A Undang-Undang PPSP, yaitu:
1. Setiap orang yang karena kealpaannya:
a.


tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) atau

b.

menyampaikan SPT, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau
melampirkan

keterangan

yang

isinya

tidak

benar,

sehingga

dapat


menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dan perbuatan tersebut
merupakan perbuatan setelah perbuatan yang pertama kali.
2. Setiap orang yang dengan sengaja:
a.

tidak mendaftarkan diri untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak atau tidak
melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
atau

b.

menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak
atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;

c.

tidak menyampaikan SPT; atau

d.


menyampaikan SPT dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak
lengkap; atau

e.

menolak untuk dilakukan pemeriksaan; atau - memperlihatkan pembukuan,
pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah
benar, atau tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya; atau

f.

tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan, tidak memperlihatkan
atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lainnya; atau

g.

tidak menyimpan buku, catatan, atau dokumen yang menjadi dasar
pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan
data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau diselenggarakan

secara program aplikasi on-line di Indonesia ; atau

h.

tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut, sehingga dapat
menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.

3. Setiap orang yang melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana
menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP atau Pengukuhan PKP,
atau menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak
benar atau tidak lengkap dalam rangka mengajukan permohonan restitusi atau
melakukan kompensasi pajak atau pengkreditan pajak.
4. Setiap orang yang dengan sengaja:
a.

menerbitkan dan/atau menggunakan faktur pajak, bukti pemungutan pajak,
bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak yang tidak berdasarkan
transaksi yang sebenarnya; atau

b.


menerbitkan faktur pajak tetapi belum dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena
Pajak.

Standar Pemeriksaan Bukti Permulaan
Pemeriksaan Bukti Permulaan harus dilaksanakan sesuai dengan:
1. standar umum Pemeriksaan Bukti Permulaan;
bahwa Pemeriksaan Bukti Permulaan dilaksanakan oleh Penyidik Pegawai
Negeri Sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang:
a. diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab oleh kepala Unit Pelaksana
Pemeriksaan Bukti Permulaan untuk melaksanakan Pemeriksaan Bukti
Permulaan;
b. mendapat pendidikan dan pelatihan teknis yang cukup sebagai pemeriksa
Bukti Permulaan;
c. menggunakan keterampilannya secara cermat dan saksama;
d. jujur, bersih dari tindakan-tindakan tercela, dan senantiasa mengutamakan
kepentingan negara; dan
e. taat

terhadap


ketentuan

peraturan

perundang-undangan

di

bidang

perpajakan.
2. standar pelaksanaan Pemeriksaan Bukti Permulaan;
a. dilaksanakan oleh tim pemeriksa Bukti Permulaan;
b. dilakukan pengawasan oleh kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan Bukti
Permulaan;
c. didahului dengan persiapan yang baik;
d. dilaksanakan di kantor Direktorat Jenderal Pajak dan/atau tempat lain yang
dianggap perlu oleh pemeriksa Bukti Permulaan;
e. dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu;

f. didokumentasikan dalam Kertas Kerja Pemeriksaan Bukti Permulaan; dan
g. diperoleh simpulan yang berdasarkan pada Bahan Bukti yang sah dan cukup.
3. standar pelaporan Pemeriksaan Bukti Permulaan.
a. Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan disusun berdasarkan Kertas Kerja
Pemeriksaan Bukti Permulaan; dan
b. Laporan

Pemeriksaan

Bukti

Permulaan

mengungkapkan

tentang

pelaksanaan, simpulan, dan usul tindak lanjut Pemeriksaan Bukti Permulaan.

Teknik Pemeriksaan Bukti Permulaan

Ruang lingkup Pemeriksaan Bukti Permulaan yaitu dugaan suatu Peristiwa
Pidana yang ditentukan dalam Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan.
Pemeriksaan Bukti Permulaan dapat dilakukan secara terbuka; atau secara tertutup.
Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka dilakukan dengan pemberitahuan secara
tertulis perihal Pemeriksaan Bukti Permulaan kepada orang pribadi atau badan yang
dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan, sedangkan Pemeriksaan Bukti Permulaan
secara tertutup dilakukan tanpa pemberitahuan tentang adanya Pemeriksaan Bukti
Permulaan kepada orang pribadi atau badan yang dilakukan Pemeriksaan Bukti
Permulaan, sehingga dari dua jenis Pemeriksaan Bukti Permulaan ini yang
membedakan adalah teknik pemeriksaan yang digunakan.
Teknik yang digunakan dalam Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka,
secara tidak langsung dijabarkan dalam kewenangan Pemeriksa Bukti Permulaan yang
sekaligus menjadi kewajiban bagi Wajib Pajak yang diperiksa, yaitu:
1. meminjam dan memeriksa buku atau catatan, dokumen ;
2. mengakses dan/atau mengunduh data elektronik;
3. memasuki dan memeriksa tempat atau ruang, barang bergerak dan/atau tidak
bergerak;
4. melakukan penyegelan tempat atau ruang tertentu serta barang bergerak
dan/atau barang tidak bergerak;
5. meminta keterangan kepada pihak terkait dengan Wajib Pajak - BAPK;

6. meminta keterangan dan/atau bukti yang diperlukan dari pihak ketiga; dan
7. melakukan tindakan lain yang diperlukan.
Sedangkan teknik yang digunakan dalam Pemeriksaan Bukti Permulaan
Tertutup secara tidak langsung juga tertuang dalam kewenangan Pemeriksa Bukti
Permulaan secara tertutup, namun didalam Pemeriksaan Bukti Permulaan secara
tertutup tidak diatur mengenai kewajiban Wajib Pajak, teknik ini digunakan karena
diduga kuat adanya risiko Wajib Pajak (calon tersangka) melarikan diri. Teknik yang
digunakan oleh Pemeriksa Bukti Permulaan dalam Pemeriksaan Bukti Permulaan
Tertutup adalah:

1. melakukan teknik-teknik Pemeriksaan Bukti Permulaan secara tertutup sesuai
dengan kebutuhan, seperti kegiatan pengamatan (observasi), pembuntutan
(surveillance), penyamaran (undercover) atau kegiatan intelijen lainnya;
2. meminta keterangan kepada pihak lain yang berkaitan dan dituangkan dalam
berita acara permintaan keterangan;
3. meminta keterangan dan/atau bukti yang diperlukan dari pihak ketiga yang
mempunyai hubungan dengan Wajib Pajak yang dilakukan Pemeriksaan Bukti
Permulaan secara tertutup; dan
4. melakukan tindakan lain yang diperlukan dalam rangka Pemeriksaan Bukti
Permulaan secara tertutup.


Tindak lanjut hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan.
Sesuai dengan tujuannya, bahwa Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah untuk
mendapatkan Bukti Permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi Tindak Pidana di
Bidang Perpajakan. Namun dalam pelaksanaannya, tidak selalu ditindaklanjuti dengan
penyidikan. Berikut adalah jenis-jenis tindak lanjut Pemeriksaan Bukti Permulaan
berdasarkan Hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan yang dituangkan dalam Laporan
Pemeriksaan Bukti Permulaan:
1. Penyidikan dalam hal ditemukan Bukti Permulaan yang cukup;
2. pemberitahuan secara tertulis oleh kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan Bukti
Permulaan kepada orang pribadi atau badan selaku Wajib Pajak yang dilakukan
Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka bahwa tidak dilakukan Penyidikan
dalam hal pengungkapan ketidakbenaran perbuatan orang pribadi atau badan
selaku Wajib Pajak telah sesuai dengan keadaan yang sebenarnya;
3. penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pasal 13A Undang-Undang
KUP oleh kepala Kantor Pelayanan Pajak kepada orang pribadi atau badan
selaku Wajib Pajak yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara
terbuka;
4. penghentian Pemeriksaan Bukti Permulaan oleh kepala Unit Pelaksana
Pemeriksaan Bukti Permulaan dalam hal Wajib Pajak orang pribadi yang

dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan meninggal dunia; atau
5. penghentian Pemeriksaan Bukti Permulaan oleh kepala Unit Pelaksana
Pemeriksaan Bukti Permulaan dalam hal tidak ditemukan adanya Bukti
Permulaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan.