PRIVATISASI SEBAGAI TOLAK UKUR KINERJA B

PRIVATISASI SEBAGAI TOLAK UKUR KINERJA BUMN DAN GOOD CORPORATE
GOVERNANCE
Ridho Dharul Fadli
F0312102
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Sebelas Maret Surakarta

Latar Belakang
Badan Usaha Milik Negara ada sebagai wujud rintisan usaha yang belum sama sekali digeluti
oleh pihak swasta. Atas peranannya sebagai perintis, BUMN memiliki kekuasaan yang kuat atas
sumber daya yang belum dieksplorasi untuk sektor yang belum populer tersebut. Yang kedua,
BUMN ada sebagai salah satu organisasi sektor publik yang memiliki tugas melayani publik
lewat sektor-sektor strategis. Dan yang terakhir, BUMN ada sebagai kaki tangan pemerintah
dalam memaksimalkan potensi kekayaan negara untuk menghasilkan pendapatan bagi negara.
Berdasarkan pasal 33 Undang-undang Dasar 1945, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dibentuk
untuk mengelola sektor-sektor bisnis strategis agar tidak dikuasai oleh pihak-pihak tertentu
dengan tujuan sebagai pelaksana pelayanan publik dan sebagai sumber pendapatan negara. Tetapi
dalam perkembangannya pada awal orde baru, BUMN yang dikelola langsung oleh pemerintah
tidak menunjukkan laba yang cukup signifikan. Sehingga muncul gagasan restrukturisasi atau
privatisasi BUMN sebagai jawaban atas efisiensi kinerja pemerintah selama mengelola BUMN.
Istilah privatisasi sering diartikan sebagai pemindahan kepemilikan industri dari pemerintah ke

sektor swasta yang berdampak pada dominasi kepemilikan saham akan berpindah ke pemegang
saham swasta. Privatisasi adalah suatu terminologi yang mencakup perubahan hubungan antara
pemerintah dengan sektor swasta, dimana perubahan yang paling signifikan adalah adanya
penjualan kepemilikan ke publik.

Tujuan pelaksanaan privatisasi sebagaimana tercantum dalam Pasal 74 Undang-undang Nomor
19 Tahun 2003 Tentang BUMN adalah meningkatkan kinerja dan nilai tambah perusahaan serta
meningkatkan peran serta masyarakat dalam pemilikan saham Persero. Kebijakan privatisasi
dianggap dapat membantu pemerintah dalam menopang penerimaan negara dan menutupi defisit
APBN sekaligus menjadikan BUMN lebih efisien dan profitable dengan melibatkan pihak swasta
di dalam pengelolaannya sehingga membuka pintu bagi persaingan yang sehat dalam
perekonomian. Selain itu, kebijakan privatisasi ditujukan untuk membenahi internal manajemen
yang dianggap kurang maksimal.
Perkembangan Kebijakan Privatisasi di Indonesia
Kebijakan privatisasi mulai diterapkan di Indonesia semenjak masa orde baru. BUMN yang
pertama kali diprivatisasi adalah PT. Semen Gresik pada tahun 1991 dengan melepas 27% saham
pemerintah ke pasar modal. Dan dilanjutkan pada tahun 1994 melepas 10% saham dari PT.
Indosat ke pasar modal. Pada awalnya aktivitas privatisasi direkomendasikan oleh IMF sebagai
solusi dari krisis ekonomi yang dihadapi Indonesia tahun 1997. Meskipun menuai banyak
kontroversi akibat kesan liberalisme yang ditimbulkan dari kebijakan ini, akhirnya diterbitkan

Keputusan Presiden Nomor 5 Tahun 1998 yang berisi ketentuan mengenai restrukturisasi, merger
dan privatisasi BUMN.
Adapun tujuan utama privatisasi saat itu adalah untuk meningkatkan efektifitas, efisiensi dan
nilai tambah BUMN. Disadari oleh pemerintah Indonesia

bahwa sebagian besar BUMN

memiliki kinerja yang rendah, sehingga tidak mampu memberikan kontribusi yang memadai bagi
negara. Menurut Riant Nugroho D dan Randy Wrihatnolo (2011) pada tahun 90-an kontribusi
BUMN dari deviden adalah Rp.1,096 triliun atau 46% dari total penerimaan bukan pajak yang
sebesar Rp.2,383 triliun. Pada tahun 1995/1996 kontribusi BUMN dari deviden meningkat
menjadi Rp.1,447 triliun, tetapi proporsinya terhadap total penerimaan bukan pajak hanya 14%
dari Rp.7,801 triliun. Penurunan ini juga nyata pada kontribusi pajak penghasilan (PPh) yang
diterima BUMN terhadap total penerimaan pajak. Pada tahun 1990/1991, penerimaan pajak dai
PPh BUMN mencapai Rp.1,438 triliun atau 41,2% dari total penerimaan pajak Rp.3,489 triliun.
Selanjutnya, pada tahun 1995/1996 penerimaan pajak dari PPh BUMN meskipun mengalami
kenaikan menjadi Rp.2,020 triliun tetapi hanya merupakan 9,8% dari total penerimaan pajak
tahun tersebut. Demikian pula halnya dengan profitabilitas BUMN. Meskipun terjadi peningkatan

asset BUMN dari tahun 1990/1991 yang senilai Rp.179,153 triliun menjadi Rp.312,802 triliun di

tahun 1995/1996 (peningkatan sekitar 75%), laba BUMN hanya meningkat 12% pada kurun
waktu tersebut.
Dalam perkembangannya, seiring dengan memburuknya ekonomi negara, tujuan privatisasi
kemudian lebih diarahkan untuk memenuhi kebutuhan keuangan negara. Strategi utama
privatisasi BUMN adalah divestiture (divestasi) yaitu dengan pengalihan aset pemerintah yang
terdapat pada BUMN kepada pihak lain. Sampai dengan pertengahan tahun 1997 pemerintah
telah berhasil melakukan privatisasi saham minoritas atas kepemilikan saham mayoritas yang
dimilikinya pada sejumlah BUMN termasuk penawaran saham perdana untuk 6 perusahaan yaitu
Telkom, Indosat, Tambang Timah, Aneka Tambang, Semen Gresik dan BNI.

Pada tahun

1998/1999 dilakukan privatisasi atas sejumlah perusahaan termasuk Semen Gresik, Telkom
(lanjutan), Pelindo, Indosat (lanjutan), Kimia Farma, Bank Mandiri, dan lainnya.
Privatisasi terus dilakukan dari tahun ke tahun sampai dengan pada tahun 2002, pelepasan saham
mayoritas Indosat ke publik menimbulkan kontroversi. Pada akhir tahun 2002 pemerintah
Indonesia melakukan privatisasi terhadap PT. Indosat Tbk dengan melepaskan saham sebesar
41,94% dengan alasan menurunnya laba bersih dua tahun terakhir dan untuk membantu
memenuhi komitmen anggaran tahun 2002. Kementerian Badan Usaha Milik Negara menetapkan
Singapore Technologies Telemedia Pte Ltd (STT) sebagai pemenang divestasi (pelepasan)

434.250.000 saham Seri B Persero PT Indonesian Satellite Corporation Tbk (Indosat) yang
merupakan 41,94% dari modal yang telah ditempatkan dan disetorkan penuh dalam Indosat.
Tabel 1: Komposisi Kepemilikan PT. Indosat (2001-2007)

Pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, dibentuk Master plan revitalisasi BUMN
2005-2009 dan dilanjutkan periode 2010-2014 sebagai pedoman untuk reformasi BUMN. Pada

tahun 2008, dari total jumlah BUMN yang mencapai 140 perusahaan, sudah sekitar 10% yang
diprivatisasi. Di tahun 2012, terdapat 2 program privatisasi BUMN yang terealisir yakni IPO PT
Waskita Karya sebanyak 32% dan right issue PT BTN Tbk sebesar 12,91%. Dan dalam kurun
waktu 2013-2014 belum ada privatisasi BUMN yang terealisasi dari 6 BUMN yang dicanangkan
akan IPO pada tahun 2012.
Kinerja BUMN Pasca privatisasi
Menurut Meggison dan Netters (2001) BUMN pasca privatisasi umumnya mengalami perbaikan
kinerja secara finansial maupun operasional. Di Indonesia sendiri, BUMN yang telah terdaftar di
bursa efek Indonesia dan telah mengalami privatisasi sebelumnya mengalami peningkatan harga
saham. Artinya dampak positif yang ditimbulkan dari privatisasi membuat indeks harga saham
membaik dan menjadi pertimbangan yang baik di mata investor. Adapun data yang mendukung
seperti yang dijelaskan pada tabel 1 di bawah ini.
Meskipun harga saham di beberapa BUMN menguat di pasar modal, tetapi kinerja finansial

BUMN untuk jangka pendek masih kurang stabil. Dapat dilihat di tabel 2, meskipun dari tahun ke
tahun laba perusahaan terus meningkat, tetapi jumlah yang demikian itu tidak merepresentasikan
total BUMN yang diaudit. Masih banyak jumlah BUMN yang mengalami kerugian yang
jumlahnya sangat material. Ditambah lagi dengan rendahnya angka rata-rata Return on Asset
(ROA) sehingga mengindikasikan bahwa masih kurang maksimalnya produktivitas dalam
pengelolaan aset BUMN dan masih mengandalkan pembiayaan menggunakan kewajiban jangka
panjang.
Tabel 2: Perkembangan Harga Saham Beberapa BUMN Pasca Privatisasi per 2004

Tabel 3: Rata-rata Kinerja Finansial BUMN 2001-2004

Selain itu, apabila kita melihat kinerja finansial PT. Indosat yang notabene telah private pada
tabel 4 di bawah ini, laba bersih pada tahun 2003 meningkat secara signifikan menjadi Rp.
6.081,97 milyar (5,6%) dari tahun 2002. Namun pada tahun selanjutnya laba bersih kembali pada
kondisi stabil. Di sisi pendapatan, terjadi peningkatan dari tahun ke tahun. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa, secara umum dalam jangka pendek privatisasi memberi kontribusi positif
terhadap kinerja finansial perusahaan yang dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti penguatan
struktur modal maupun kebijakan maupun semangat baru perusahaan. Meskipun begitu, dari data
yang ada perlu dilakukan kajian yang lebih mendalam bagaimana dampak jangka panjang
privatisasi terhadap kinerja finansial perusahaan.

Tabel 4: Laporan Keuangan PT. Indosat Tbk (2000-2007)

Metode Privatisasi yang Dijalankan Pemerintah
Di sisi keuangan, dampak dilakukannya privatisasi mungkin dapat menguatkan harga saham dari
beberapa BUMN dan meningkatkan laba bersih, meskipun tingkat ROA yang dihasilkan masih

rendah. Tetapi perlu ditinjau juga metode-metode yang digunakan pemerintah dalam praktik
privatisasi BUMN. Ada beberapa metode yang digunakan oleh pemerintah dalam privatisasi
BUMN, diantaranya adalah:
1. Penawaran saham BUMN kepada umum (public offering of shares). Penawaran ini dapat
dilakukan secara parsial maupun secara penuh. Di dalam transaksi ini, pemerintah menjual
sebagian atau seluruh saham kepemilikannya atas BUMN yang diasumsikan akan tetap
beroperasi dan menjadi perusahaan publik. Pendekatan semacam ini dilakukan oleh
pemerintah agar mereka masih dapat mengawasi keadaan manajemen BUMN patungan
tersebut sebelum kelak diserahkan sepenuhnya kepada swasta.
2. Penjualan saham BUMN kepada pihak swasta tertentu (private sale of share). Di dalam
transaksi ini, pemerintah menjual seluruh ataupun sebagian saham kepemilikannya di BUMN
kepada pembeli tunggal yang telah diidentifikasikan atau kepada pembeli dalam bentuk
kelompok tertentu. Privatisasi dapat dilakukan penuh atau secara sebagian dengan
kepemilikan campuran. Transaksinya dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, seperti akuisisi

langsung oleh perusahaan lain atau ditawarkan kepada kelompok tertentu.
3. Pembelian BUMN oleh manajemen atau karyawan (management/employee buy
out). Metode ini dilakukan dengan memberikan hak kepada manajemen atau karyawan
perusahaan untuk mengambil alih kekuasaan atau pengendalian perusahaan. Keadaan ini
biasanya terkait dengan perusahaan yang semestinya dapat efektif dikelola oleh sebuah
manjemen, namun karena campur tangan pemerintah membuat kinerja tidak optimal.
Pada umumya, metode yang sering digunakan adalah IPO. Tujuannya agar kepemilikan BUMN
yang diprivatisasi tidak jatuh ke tangan swasta sepenuhnya. Pemerintah dalam hal ini masih
berupaya untuk mengambil alih kontrol di dalam manajemen. Padahal, menurut Simon Wong
(2006) salah satu kelemahan diberlakukannya privatisasi di negara berkembang seperti di
Indonesia ini adalah masalah governance, yaitu adanya tingkat intervensi pemerintah dalam
mengelola BUMN yang cukup tinggi. Di samping itu, dalam pengelolaannya, manajemen sangat
sering dikaitkan dengan hubungan politik dengan para pemegang kekuasaan. Hal tersebut
membuat kinerja BUMN yang tidak kompetitif.

Meskipun begitu, pilihan metoda privatisasi lainnya (SS dan EMBO) tetap dapat
dipertimbangkan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, diantaranya tujuan atau kebutuhan
pemerintah, kebutuhan spesifik BUMN bersangkutan, keadaan industri dan regulasi yang
melingkupinya, waktu dan biaya, ekpektasi pasar, dan situasi politik yang dihadapinya.
Hubungan Privatisasi dengan Good Corporate Governance

Salah satu manfaat nyata dari privatisasi adalah terlaksananya tata kelola usaha yang baik dari
BUMN, dalam hal ini Good Corporate Governance. Aspek dari perbaikan sisi GCG dari
privatisasi meliputi transparansi, kemandirian, dan akuntabilitas perusahaan. Prinsip-prinsip
tersebut merupakan pra kondisi untuk meningkatkan kinerja BUMN dan merupakan kunci
keberhasilan menciptakan lingkungan bisnis yang sehat.
Dalam praktik penerapan GCG di tubuh BUMN, dengan karakteristik BUMN yang memiliki
banyak tujuan, kuatnya intervensi politik, serta kurangnya transparansi menyebabkan BUMN
memiliki permasalahan governance pelik. Di satu sisi, negara terdapat tantangan berupa
banyaknya kepentingan dari berbagai kementerian untuk intervensi pengelolaan BUMN. Di sisi
lain, dewan pengawas mendapatkan tantangan berupa lemahnya otoritas mereka untuk
mengawasi dewan direksi BUMN. Sementara di sisi manajemen, pengelola BUMN sering
menghadapi tantangan berupa buruknya kurangnya kualitas dan profesionalisme manajemen.
Untuk mengatasi hal tersebut maka pemerintah disarankan untuk fokus pada pengembangan
BUMN dengan mengedepankan 3 prinsip utama, yaitu menetapkan tujuan yang jelas,
transparansi dan pembatasan kewenangan pemerintah dalam pengelolaan BUMN, sehingga
governance BUMN dapat dijalankan dengan baik.
Upaya untuk Memaksimalkan Tujuan Privatisasi BUMN
Secara garis besar, dari sisi keuangan performa BUMN pasca Privatisasi sudah dapat
menunjukkan peningkatan yang nyata. Dengan masuknya modal asing, dapat menguatkan harga
saham di pasar modal dan mendongkrak rata-rata laba per tahun di beberapa BUMN. Memang

sumbangan rasio laba terbesar hanya disumbangkan oleh minoritas BUMN yang terdaftar di BEI,
sehingga perlu adanya pembenahan untuk BUMN lainnya dari sisi regulasi maupun manajemen

sendiri. Berikut adalah upaya-upaya yang mungkin dapat dilakukan untuk mendukung tujuan dari
privatisasi BUMN:
1. Adanya komitmen yang kuat dari pemerintah untuk memaksimalkan potensi yang ada.
Sumber daya yang diperoleh dari modal asing harus dikelola seefisien mungkin. Selain
itu, pemerintah harus bersinergi dengan manajemen maupun dewan direksi dalam
menciptakan iklim bisnis yang baik dan meningkatkan iklim investasi. Selain itu,
perlunya pembatasan wewenang dari pemerintah yang hanya mengawasi dengan
memberikan otoritas sepenuhnya kepada manajemen.
2. Adanya komitmen dari pemerintah untuk menjadikan sektor swasta sebagai motor
pembangunan. Sehingga perlunya jalinan hubungan yang baik antara pemerintah maupun
swasta untuk kesinambungan bisnis masa depan yang saling menguatkan.
3. Terkait dengan poin nomor dua di atas, pemerintah perlu membuat iklim bisnis yang baik
sehingga sektor swasta memiliki tingkat keahlian dan kesiapan untuk menerima
privatisasi dan menanggung investment risk.
4. Dibutuhkannya well-developed financial market untuk mendukung privatisasi dalam skala
besar.
5. Diperlukannya perencanaan matang (proper planning), monitoring & koordinasi untuk

menjamin suksesnya privatisasi.
Referensi
Pranoto, Toto. Privatisasi, GCG, dan Kinerja BUMN. (2011). Diperoleh 15 November 2014, dari
lmfeui.com
Pranoto, Toto. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan BUMN: Komparasi IndonesiaMalaysia. (2011). Diperoleh 15 November 2014, dari lmfeui.com
Riyanto, Ardian Ganang. Analisis Pengaruh Mekanisme Good Corporate Governance dan
Privatisasi terhadap Kinerja Keuangan. (2011). Diperoleh 15 November 2014, dari
http://eprints.undip.ac.id/