Asal Muasal ISIS dan Perkembangannya

Asal Muasal ISIS dan Perkembangannya
M. Lili Nur Aulia, S.Ag 30/06/14 | 06:31 Analisa Ada 1 komentar 72.297 Hits

Pasukan ISIS (rassd)
dakwatuna.com – Nama ISIS (Islamic State in Iraq and al-Syam) tiba-tiba menjadi isu yang marak
dibahas dalam konflik Suriah dan Irak. Tulisan ini, akan menganalisa secara ringkas beberapa hal penting
terkait asal muasal dan perkembangan organisasi tersebut.
Hal pertama untuk mengkaji tema ini adalah tentang sejarah dan nama ISIS itu sendiri. Dalam bahasa
Arab, ISIS atau Islamic State in Iraq and al-Syam merupakan terjemahan dari organisasi Ad-Daulah alIslamiyah fi al-Iraq wa asy-Syam. Tapi, Associated Press dan AS menyebutnya sebagai Islamic State in
Iraq and The Levant (ISIL).
Organisasi ini ada kaitannya dengan arus gerakan Salafiyah Jihadiyah yang menghimpun berbagai unsur
berbeda untuk bertempur di Irak dan Suriah. Di medan tempur, mereka terbagi-bagi di bawah sejumlah
front. Karena kondisi tersebut, dimunculkanlah nama organisasi yang menyebut istilah “Ad-Daulah AlIslamiyah” (Islamic State). Nama ini sekaligus menjadi magnet yang menarik banyak pasukan dari
berbagai daerah di medan perang untuk menyatakan kesetiaannya di bawah organisasi payung yang
besar.
Seputar Pendirian dan Kepemimpinan
Organisasi Daulah Islamiyah awalnya terbagi dua. Yakni Daulah Islamiyah fil Iraq yang di media massa
dikenal dengan nama “Daisy” yang disandarkan pada Kelompok Tauhid wal Jihad yang didirikan tokoh
berkebangsaan Yordania, Abu Musa az-Zarqawi di Irak tahun 2004 paska invasi militer AS ke Irak.
Zarqawi pada tahun 2006 menyatakan kesetiaannya pada mantan pemimpin al-Qaeda, Osama bin
Laden, dan meminta agar organisasinya menjadi bagian dari organisasi tersebut. Selanjutnya, pada

tahun yang sama, dibentuk Dewan Syuro Mujahidin di bawah kepemimpinan Abdullah Rashed alBaghdadi.
Tapi, az-Zarqawi akhirnya tewas dalam serangan AS pada pertengahan tahun 2006 dan kepemimpinan
Daulah Islamiyah beralih ke Abu Hamza al-Mohajir. Hanya 4 tahun kemudian, tepatnya tanggal 19 April
2010, tentara AS di Irak berhasil membunuh Abu Hamza al-Mohajir. Dalam waktu sekitar sepuluh hari,
Dewan Syuro menyelenggarakan pertemuan untuk memilih Abu Bakr al-Baghdadi sebagai pengganti
kepemimpinan Daulah Iraq Islamiyah.

Munculnya Konflik
Tanggal 9 April 2013, muncul sebuah rekaman suara yang dikaitkan dengan suara Abu Bakr al-Baghdadi.
Dia menyatakan bahwa Jabhah Nushra (Front Kemenangan) di Suriah merupakan perpanjangan dari
organisasi Daulah Iraq Islamiyah. Dalam rekaman itu, nama Jabhah Nushrah dan Daulah Iraq Islamiyah
dihapus untuk kemudian diganti menjadi Daulah Islamiyah fil Iraq wa Asy-Syam. Inilah awal terbentuknya
organisasi yang kemudian dikenal oleh media asing dengan istilah ISIS atau ISIL.
Awalnya, Jabhah Nushrah menerima bergabung dengan ISIS. Tapi kemudian terjadi perbedaan dan
bahkan kontak senjata. Di Suriah, berbagai organisasi oposisi bersenjata termasuk Jabhah Nushrah
bentrok dengan kelompok pasukan Daulah terkait penguasaan dan pengendalian beberapa lokasi di
Suriah. Di sejumlah lokasi yang dikuasai oleh Daulah, dikabarkan tempat-tempat itu juga pasukan ISIS
menerapkan sikap keras dalam penerapan syariat Islam dengan menghukum mati sejumlah tokoh
kabilah. Kelompok ini secara terbuka juga menentang permintaan Aiman Zawahiri yang merupakan ketua
organisasi al-Qaeda yang meminta agar ISIS fokus di Irak dan tidak masuk ke wilayah Suriah yang

merupakan wilayah tempur Jabha Nushrah.
Al-Maqdisi dan Al-Zawahiri
Perselisihan dan pertempuran antara ISIS dan Jabha Nushrah –keduanya terinspirasi dengan al-Qaeda
— di Suriah memunculkan perselisihan mendalam antar pimpinan. Sementara Aiman Zawahiri dikenal
sebagai pimpinan al-Qaeda yang menjadi rujukan para pimpinan organisasi jihadi.
Abu Mohammed Adnani, juru bicara ISIS, pada bulan Mei 2014 menyerang Zawahiri dan menafikan
bahwa kelompoknya merupakan cabang dari al-Qaeda, “Tak pernah terjadi apa yang disebutkan itu,”
demikian ujar Adnani
Sedangkan Esham Barqawi atau Abu Muhammad al-Maqdisi -yang disebut sebagai referensi spiritual
kelompok Salafiyah Jihadiyah- juga mengkritik ISIS dan menyebutkannya sebagai pihak yang
bertanggungjawab atas gagalnya rekonsiliasi dengan Jabha Nushrah di Suriah.
Kekuatan Militer
Sejak tahun 2006, ISIS memiliki kekuatan militer besar dan menjadi organisasi militer terkuat di Irak.
Mereka mulai memberi pengaruh di daerah yang luas. Tetapi, mereka harus berhadapan dengan
munculnya organisasi Dewan Kebangkitan yang merupakan perhimpunan bersenjata dari klan dan
kabilah Irak yang didirikan untuk melawan organisasi al-Qaeda serta mendapat dukungan pasukan AS
dan pemerintah Irak.
Sedangkan di Suriah, ISIS yang menghimpun para pasukan dengan kualitas tempur yang lebih baik
berhasil meraih sejumlah kemenangan di Suriah. Mereka relatif menguasai penuh wilayah Deir al-Zour di
perbatasan dengan Irak. Tapi di sisi lain, mereka kehilangan pengaruh di Aleppo dan pedesaan

sekitarnya. Akhirnya, seluruh pasukannya harus angkat kaki dari Aleppo.

Charles Lester, peneliti Pusat Brookings Institute yang terletak di Doha menyebutkan perkiraan jumlah
pasukan organisasi Daulah Islamiyah di Suriah mencapai 6000 atau 7000 personil. Sedangkan di Irak
jumlahnya sekitar 5000 hingga 6000 personil.
Al-Jazeera menyebutkan, secara umum, pasukan organisasi Daulah Islamiyah, mayoritas pasukannya
ada di Suriah. Mereka adalah orang-orang Suriah. Akan tetapi, pemimpin organisasi Daulah mengatakan
bahwa mayoritas datang dari luar Suriah yang sebelumnya memiliki pengalaman perang di Irak,
Chechnya, Afghanistan dan berbagai medan tempur lainnya. Sedangkan di Irak, mayoritas pasukan
Daulah Islamiyah adalah orang-orang Iraq sendiri. Pakar masalah Timur Tengah Roman Caillet
dari French Institute mengatakan bahwa mayoritas pasukan organisasi Daulah Islamiyah adalah orangorang Irak atau Libya.
ISIS Terinfiltrasi?
Benarkah ISIS terinfiltrasi? Abdullah bin Mohammed, analis strategi Salafy Jihadi mengatakan bahwa
pada awalnya ia membantah dan meragukan informasi itu. Namun, sejumlah informasi dari kelompok
Anshar Islam Sunni di Irak menunjukkan ISIS di Irak sulit dikendalikan.
Organisasi Anshar Islam Irak –arus Sunni di Irak- pada Februari 2013 berkirim surat pada pimpinan alQaeda, Aiman Zawahiri. Dia menegaskan konflik antara pasukan ISIS dan sejumlah kelompok di Irak
disebabkan karena tidak adanya penanggung jawab resmi dari organisasi itu di Irak. Dengan tidak
adanya sumber itu, muncul banyak inisiatif lapangan yang pada akhirnya berbenturan dengan kelompok
mujahidin Irak seperti kelompok Anshar Islam dan lainnya. Berulangkali, pasukan ISIS dikabarkan
menyerang kelompok Jamaah Anshar Islam. Sementara pihak Anshar Islam mencoba mengendalikan diri

untuk memelihara situasi dari kondisi genting.
Pendanaan
Hingga kini masih simpang siur soal sumber pendanaan ISIS. Pihak yang membiayai, bisa kelompok
intelijen yang berkepentingan secara regional, atau bisa juga ISIS di Suriah maupun Irak membiayai
aktivitasnya dari sumber dana potensi daerah yang dikuasai. ISIS di Suriah menguasai sejumlah sumur
minyak dan telah ada laporan terkait penjualan minyak mentah ke para pembeli lokal. Bahkan, hingga
pemerintah Suriah juga membeli dari mereka. Belakangan, mereka menguasai kota Mosul sebagai kota
terbesar kedua di Irak dari sisi jumlah penduduk pada 11 Juni 2014. Mereka juga menguasai Tikrit yang
merupakan basis kelompok pro Saddam Husein. Dan di dua kota itu, mereka memperoleh dana yang
besar.
Namun demikian, sejumlah pengamat tidak melihat bahwa jatuhnya Mosul dan Tikrit adalah karena
kekuatan personil ISIS. Melainkan karena dukungan kelompok bersenjata kabilah yang dahulunya adalah
loyalis mantan penguasa Irak, Saddam Husein.


Sumber: http://www.dakwatuna.com/2014/06/30/53863/asal-muasal-isis-danperkembangannya/#ixzz3xXW1SPX2
Follow us: @dakwatuna on Twitter | dakwatunacom on Facebook