Makalah Problematika Hak Asasi Manusia D

PROBLEMATIKA HAK ASASI MANUSIA
DI INDONESIA

(Studi Kasus Mengenai Pelaksanaan dan Penegakan serta Upaya Pemerintah
dalam Penghormatan, Pengakuan dan Penegakan HAM di Indonesia)

Disusun oleh :
KELOMPOK 6
1. Mochammad Muslim

(140521100087)

2. Shukron Fauzi

(140521100049)

3. Mahrus Ali

(140521100085)

4. Ayu Amalia


(140521100060)

PRODI SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
BANGKALAN
2014

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa Atas
Berkat dan rahmatnyalah kami bisa menyelesaikan tugas Makalah ini dengan
Tepat waktu.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pendidikan
kewarganegaraan dengan bahasan Hukum dan Hak Asasi di Indonesia. Adapun
topik yang dibahas didalam makalah ini adalah mengenai Permasalahan yang
dihadapi Pemerintah dalam Rangka Penghormatan, Pengakuan, Dan Penegakan
Hukum dan HAM. Dimana setelah membahas topik ini, diharapkan pembaca
dapat memahami Permasalahan yang dihadapi Pemerintah dalam Rangka

Penghormatan, Pengakuan, Dan Penegakan Hukum dan HAM. Sehingga nantinya
penegakan Hukum dan HAM dapat berjalan sesuai harapan. Haka Asasi Manusia
adalah Hak yang dibawa sejak lahir dan merupakan karunia dari Yang Maha
Kuasa yang tidak boleh direbut oleh siapapun. Dengan keluarnya UU N0. 39
Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia maka pemerintah sudah manjamin tetap
tegaknya Hak asasi manusia di Indonesia.Tidak hanya sampai disitu penegakan
Hak Asasi Manusia tetap jalan ditempat, sehingga perlu di kaji apa Permasalahan
yang dihadapi Pemerintah dalam Rangka Penghormatan, Pengakuan, Dan
Penegakan Hukum dan HAM tersebut.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Siswanto sebagai
dosen pembimbing yang telah membimbing penulis didalam menyusun makalah
ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi untuk tersajinya makalah ini. Penulis menyadari bahwa Makalah ini
masih jauh dari kata sempurna, hal itu dikarenakan keterbatasan yang ada bagi
penulis .Sehingga penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun
dari pembaca.Kiranya makalah ini memberikan banyak manfaat bagi kehidupan
kita semua.Sehingga permasalahan penegakan Hukum dan Hak Asasi dapat
terselesaikan. Atas perhatiannya, Kami ucapkan terima kasih.
Bangkalan, 04 Oktober 2014
Penyusun


ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................... ii
DAFTAR ISI ........................................................................................ iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. PENGERTIAN HAM .............................................................. 4
B. SEJARAH HAM ...................................................................... 5
C. PERKEMBANGAN HAM DI INDONESIA .......................... 6
D. PERMASALAHAN ................................................................. 11
BAB II
PEMBAHASAN
A. Dasar Hukum pemberlakuan, penegakan dan penghormatan
HAM di Indonesia .................................................................... 12
B. Pelaksanaan dan penegakan HAM di Indonesia ...................... 13
C. Permasalahan yang dihadapi pemerintah dalam upaya
penegakan HAM ...................................................................... 14

D. Upaya pemerintah dalam penghormatan, pengakuan
dan penegakan HAM............................................................... 17
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN ........................................................................ 19
B. SARAN .................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA

iii

BAB I
PENDAHULUAN

A. PENGERTIAN HAM
Istilah Hak Asasi Manusia dalam beberapa bahasa asing dikenal dengan
sebutan droit de l’home (perancis), yang berarti hak manusia, Human Rights
(Inggris) atau mensen rechten (Belanda) yang dalam bahasa Indonesia disalin
menjadi hak-hak kemanusian atau hak-hak asasi manusia.
Hak asasi manusia adalah hak-hak dasar yang melekat pada diri manusia
secara kodrati, universal, dan abadi sebagai anugerah yang diberikan oleh Tuhan

Yang Maha Esa. Hak-hak seperti hak untuk hidup, hak berkeluarga, hak untuk
mengembangkan diri, hak keadilan, hak kemerdekaan, hak berkomunikasi, hak
keamanan, dan hak kesejahteraan merupakan hak yang tidak boleh diabaikan atau
dirampas oleh siapapun, seperti yang tercantum pada rumusan hak asasi manusia
sebagaimana tertuang dalam Pembukaan Piagam Hak Asasi Manusia vide Tap
MPR No. XVII/MPR/1998.
Hak asasi manusia (HAM) pada hakekatnya merupakan hak kodrati yang
secara inheren melekat dalam setiap diri manusia sejak dilahirkan. Pengertian ini
mnengandung arti bahwa HAM merupakan karunia dari yang maha kuasa kepada
Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak-hak yang melekat pada diri manusia,
dan tanpa hak-hak itu manusia tidak dapat hidup layak sebagai manusia. Hak asasi
manusia adalah hak yang dimiliki manusia yang telah diperoleh dan dibawanya
bersamaan dengan kelahirannya, atau kehadirannya di dalam kehidupan
masyarakat. Hak Asasi bersifat umum (universal), karena diyakini beberapa hak
dimiliki tanpa perbedaan atas bangsa, ras, agama, atau jenis kelamin. Dasar dari
hak asasi, bahwa manusia harus memperoleh kesempatan untuk berkembang
sesuai dengan bakat dan cita-citanya. Hak Asasi manusia bersifat supralegal,
artinya tidak bergantung kepada adanya suatu Negara atau undang-undang dasar,
maupun kekuasaan pemerintah, bahkan memiliki kewenangan lebih tinggi, karena
hak asasi manusia dimiliki manusia bukan karena kemurahan atau pemberian

pemerintah, melainkan Karena berasal dari sumber yang lebih tinggi. Disebut

4

HAM karena melekat pada eksistensi manusia, yang bersifat universal, merata dan
tidak dapat dialihkan.
Karena HAM itu bersifat kodrati, sebenarnya ia tidak memrlukan legitimasi
yuridis untuk pemberlakuannya dalam suatu system hukum nasional maupun
Internasional. Sekalipun tidak ada perlindungan dan jaminan konstitusional
terhadap HAM , hak itu tetap eksis dalam setiap diri manusia. Gagasan HAM
yang bersifat teistik ini diakui kebenarannya sebagai nilai yang paling hakiki
dalam diri manusia. Namun karena sebagian besar tata kehidupan manusia
bersifat sekuler dan positivistic, maka eksistensi HAM memerlukan landasan
yuridis untuk diberlakukan dalam mengatur kehidupan manusia.
Perjuangan dan perkembangan hak-hak asasi manusia di setiap negara
mempunyai latar belakang sejarah sendiri-sendiri sesuai dengan perjalanan hidup
bangsanya, meskipun demikian sifat dan hakikat HAM di mana-mana pada
dasarnya sama juga
Atas dasar itulah maka tidak ada orang atau badan manapun yang dapat
mencabut hak itu dari tangan pemiliknya. Demikian pula tidak ada seorangpun

diperkenankan untuk merampasnya, serta tidak ada kekuasaan apapun untuk
membelenggungnya.

B. SEJARAH HAM
Sejarah HAM dimulai pada saat berakhirnya Perang Dunia II. Dan, negaranegara penjajah berusaha menghapuskan segi-segi kebobrokan daripada
penjajahan, sehingga pemikir-pemikir Barat mencetuskan konsep "Declaration of
Human Rights" (DUHAM) pada tahun 1948. Semula Konsep HAM ini secara
sukarela dijual ke semua negara yang sedang berkembang atau negara bekas
jajahan namun tidak banyak mendapat respon. Banyak negara tidak bersedia
menandatangani "Declaration of Human Rights". Hak Asasi Manusia (HAM)
dilahirkan oleh sebuah komisi PBB yang dipimpin Eleanor Roosevelt, dan pada
10 Desember 1948 secara resmi diterima oleh PBB sebagai “Universal
Declaration of Human Rights”. Universal Declaration of Human Rights (1948)
memuat tiga puluh pasal, menjelaskan hak-hak sipil, politik, ekonomi, social dan
kebudayaan yang fundamental yang harus dinikmati oleh manusia di dunia ini.Hal

5

itu sesuai dengan pasal 1 piagam PBB, menegaskan salah satu tujuan PBB adalah
untuk mencapai kerjasama internasiomal dalam mewujudkan dan mendorong

penghargaan atas hak-hak asasi manusia dan kemerdekaan yang mendasari bagi
semua orang, tanpa membedakan suku bangsa, kelamin, bahasa maupun agama.
Pada awalnya deklarasi ini hanya mengikat secara formal dan moral anggota PBB,
tetapi sejak 1957 dilengkapi 3 (tiga) perjanjian :
1. International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights
2. International Covenant em civil and political rights
3. Optional Protocol to the International covenant on civil and Political Rights
Ketiga dokumen tersebut diterima Sidang Umum PBB 16 Desember 1966,
dan kepada anggota PBB diberi kesempatan untuk meratifikasinya. Setiap Negara
yang meratifikasi dokumen tersebut, berarti terikat dengan ketentuan dokumen
tersebut. Kovenan tersebut bertujuan memberi perlindungan atas hak-hak (rights)
dan kebebasan (freedom) pribadi manusia.
Setiap Negara yang meratifikasi kovenan tersebut, menghormati dan
menjamin semua individu di wilayah kekuasaannya, dan mengakui kekuasaan
pengadilan hak-hak yang diakui dalam kovenan tersebut, tanpa membedakan ras,
warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pendapat politik, asal-usul kebangsaan
atau social, harta milik, kelahiran atau status lainnya. Meskipun telah disepakati
secara aklamasi oleh sejumlah anggota PBB, baru 10 tahun kemudian perjanjian
itu dapat diberlakukan. Ini disebabkan pada tahun 1976, baru 35 negara bersedia
meratifikasi. Bahkan tidak berbeda dengan Indonesia, Negara yang merasa dirinya

champion dalam hak asasi manusia seperti USA dan Inggris hingga awal decade
1990-an belum meratifikasi kedua kovenan tersebut.

C. PERKEMBANGAN HAM DI INDONESIA
Memang jika ditilik dari defenisi HAM maka di Indonesia tercatat banyak
sekali kasus yang terjadi khususnya di bidang HAM. Misalnya kasus-kasus
penggusuran

rumah-rumah

warga

yang

dibangun

di

sekitar


jembatan,

pembersihan para pedagang kaki lima yang sering meresahkan para pengguna
jalan raya seperti para pengguna kendaraan bermotor dan para pejalan kaki.

6

Berikut adalah perkembangan HAM di Indonesia
1.

Periode Sebelum Kemerdekaan ( 1908-1945 ) Boedi Oetomo
Dalam konteks pemikiran HAM, pemimpin Boedi Oetomo telah

memperlihatkan adanya kesadaran berserikat dan mengeluarkan pendapat
melalui petisi-petisi yang dilakukan kepada pemerintah kolonial maupun dalam
tulisan yang dalam surat kabar goeroe desa. Bentuk pemikiran HAM Boedi
Oetomo dalam bidang hak kebebasan berserikat dan mengeluarkan pendapat.
Perhimpunan Indonesia lebih menitikberatkan pada hak untuk menentukan
nasib sendiri. Sarekat Islam Menekankan pada usaha-usaha unutk memperoleh
penghidupan yang layak dan bebas dari penindasan dan deskriminasi rasial.

Partai Komunis Indonesia Sebagai partai yang berlandaskan paham
Marxisme lebih condong pada hak-hak yang bersifat sosial dan menyentuh isuisu yang berkenan dengan alat produksi. Indische Partij Pemikiran HAM yang
paling menonjol adalah hak untuk mendapatkan kemerdekaan serta
mendapatkan perlakuan yang sama dan hak kemerdekaan. Partai Nasional
Indonesia Mengedepankan pada hak untuk memperoleh kemerdekaan.
Organisasi Pendidikan Nasional Indonesia Menekankan pada hak politik
yaitu hak untuk mengeluarkan pendapat, hak untuk menentukan nasib sendiri,
hak berserikat dan berkumpul, hak persamaan di muka hukum serta hak untuk
turut dalam penyelenggaraan Negara. Pemikiran HAM sebelum kemerdekaan
juga terjadi perdebatan dalam sidang BPUPKI antara Soekarno dan Soepomo
di satu pihak dengan Mohammad Hatta dan Mohammad Yamin pada pihak
lain. Perdebatan pemikiran HAM yang terjadi dalam sidang BPUPKI berkaitan
dengan masalah hak persamaan kedudukan di muka hukum, hak atas pekerjaan
dan penghidupan yang layak, hak untuk memeluk agama dan kepercayaan, hak
berserikat, hak untuk berkumpul, hak untuk mengeluarkan pikiran dengan
tulisan dan lisan.
2.

Periode Setelah Kemerdekaan ( 1945-sekarang )
a.

Periode 1945-1950
Pemikiran HAM pada periode awal kemerdekaan masih pada hak

untuk merdeka, hak kebebasan untuk berserikat melalui organisasi politik
yang didirikan serta hak kebebasan untuk untuk menyampaikan pendapat

7

terutama di parlemen. Pemikiran HAM telah mendapat legitimasi secara
formal karena telah memperoleh pengaturan dan masuk kedalam hukum
dasar Negara ( konstitusi ) yaitu, UUD 45. komitmen terhadap HAM
pada

periode

awal

sebagaimana

ditunjukkan

dalam

Maklumat

Pemerintah tanggal 1 November 1945.Langkah selanjutnya memberikan
keleluasaan kepada rakyat untuk mendirikan partai politik. Sebagaimana
tertera dalam Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945.
b.

Periode 1950-1959
Periode 1950-1959 dalam perjalanan Negara Indonesia dikenal

dengan sebutan periode Demokrasi Parlementer. Pemikiran HAM pada
periode ini menapatkan momentum yang sangat membanggakan, karena
suasana kebebasan yang menjadi semangat demokrasi liberal atau
demokrasi parlementer mendapatkan tempat di kalangan elit politik.
Seperti dikemukakan oleh Prof. Bagir Manan pemikiran dan aktualisasi
HAM pada periode ini mengalami “ pasang” dan menikmati “ bulan
madu “ kebebasan. Indikatornya menurut ahli hukum tata Negara ini ada
lima aspek. Pertama, semakin banyak tumbuh partai-partai politik dengan
beragam ideologinya masing-masing. Kedua, Kebebasan pers sebagai
pilar demokrasi betul-betul menikmati kebebasannya. Ketiga, pemilihan
umum sebagai pilar lain dari demokrasi berlangsung dalam suasana
kebebasan, fair ( adil ) dan demokratis. Keempat, parlemen atau dewan
perwakilan rakyat resprentasi dari kedaulatan rakyat menunjukkan
kinerja dan kelasnya sebagai wakil rakyat dengan melakukan kontrol
yang semakin efektif terhadap eksekutif. Kelima, wacana dan pemikiran
tentang HAM mendapatkan iklim yang kondusif sejalan dengan
tumbuhnya kekuasaan yang memberikan ruang kebebasan.
c.

Periode 1959-1966
Pada periode ini sistem pemerintahan yang berlaku adalah sistem

demokrasi terpimpin sebagai reaksi penolakan Soekarno terhaap sistem
demokrasi Parlementer. Pada sistem ini ( demokrasi terpimpin ) kekuasan
berpusat pada dan berada ditangan presiden. Akibat dari sistem
demokrasi terpimpin Presiden melakukan tindakan inkonstitusional baik

8

pada tataran supratruktur politik maupun dalam tataran infrastruktur
poltik. Dalam kaitan dengan HAM, telah terjadi pemasungan hak asasi
masyarakat yaitu hak sipil dan dan hak politik.
d.

Periode 1966-1998
Setelah terjadi peralihan pemerintahan dari Soekarno ke Soeharto,

ada semangat untuk menegakkan HAM. Pada masa awal periode ini telah
diadakan berbagai seminar tentang HAM. Salah satu seminar tentang
HAM dilaksanakan pada tahun 1967 yang merekomendasikan gagasan
tentang perlunya pembentukan Pengadilan HAM, pembentukan Komisi
dan Pengadilan HAM untuk wilayah Asia. Selanjutnya pada pada tahun
1968 diadakan seminar Nasional Hukum II yang merekomendasikan
perlunya hak uji materil ( judical review ) untuk dilakukan guna
melindungi HAM. Begitu pula dalam rangka pelaksanan TAP MPRS No.
XIV/MPRS 1966 MPRS melalui Panitia Ad Hoc IV telah menyiapkan
rumusan

yang

akan

dituangkan

dalam

piagam

tentang

Hak-

hakAsasiManusiadanHak-hak serta KewajibanWarga negara. Sementara
itu, pada sekitar awal tahun 1970-an sampai periode akhir 1980-an
persoalan HAM mengalami kemunduran, karena HAM tidak lagi
dihormati, dilindungi dan ditegakkan. Pemerintah pada periode ini
bersifat defensif dan represif yang dicerminkan dari produk hukum yang
umumnya restriktif terhadap HAM. Sikap defensif pemerintah tercermin
dalam ungkapan bahwa HAM adalah produk pemikiran barat yang tidak
sesuai dengan nilai –nilai luhur budaya bangsa yang tercermin dalam
Pancasila serta bangsa Indonesia sudah terlebih dahulu mengenal HAM
sebagaimana tertuang dalam rumusan UUD 1945 yang terlebih dahulu
dibandingkan dengan deklarasi Universal HAM. Selain itu sikap defensif
pemerintah ini berdasarkan pada anggapan bahwa isu HAM seringkali
digunakan oleh Negara-Negara Barat untukmemojokkan.
Negara yang sedang berkembang seperti Indonesia.Meskipun dari
pihak

pemerintah

mengalami

kemandegan

bahkan

kemunduran,

pemikiran HAM nampaknya terus ada pada periode ini terutama
dikalangan masyarakat yang dimotori oleh LSM (Lembaga Swadaya

9

Masyarakat) dan masyarakat akademisi

yang concern terhadap

penegakan HAM. Upaya yang dilakukan oleh masyarakat melalui
pembentukan jaringan dan lobi internasional terkait dengan pelanggaran
HAM yang terjadi seprtikasus Tanjung Priok, kasus Keung Ombo, kasus
DOM di Aceh, kasus di Irian Jaya, dan sebagainya.Upaya yang dilakukan
oleh masyarakat menjelang periode 1990-an Nampak memperoleh hasil
yang menggembirakan karena terjadi pergeseran strategi pemerintah dari
represif dan defensive menjadi ke strategi akomodatif terhadap tuntutan
yang berkaitan dengan penegakan HAM. Salah satu sikap akomodatif
pemerintah terhadap tuntutan penegakan HAM adalah dibentuknya
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM ) berdasarkan
KEPRES No. 50 Tahun 1993 tertanggal 7 Juni 1993. Lembaga ini
bertugas untuk memantau dan menyelidiki pelaksanaan HAM, serta
member pendapat, pertimbangan, dan saran kepada pemerintah perihal
pelaksanaan HAM.
e.

Periode 1998-sekarang
Pergantian rezim pemerintahan pada tahun 1998 memberikan

dampak yang sangat besar pada pemajuan dan perlindungan HAM di
Indonesia. Pada saat ini mulai dilakukan pengkajian terhadap beberapa
kebijakan pemerintah orde baru yang berlawanan dengan pemajuan dan
perlindungan

HAM.Selanjutnya

dilakukan

penyusunan

peraturan

perundang-undangan yang berkaitan dengan pemberlakuan HAM dalam
kehidupan ketatanegaraan dan kemasyarakatan di Indonesia. Hasil dari
pengkajian tersebut menunjukkan banyaknya norma dan ketentuan
hukum nasional khususnya yang terkait dengan penegakan HAM
diadopsi dari hokum dan instrument Internasional dalam bidang HAM.
Strategi penegakan HAM pada periode ini dilakukan melalui dua
tahap yaitu tahap status penentuan dan tahap penataan aturan secara
konsisten. Pada tahap penentuan telah ditetapkan beberapa penentuan
perundang–undangan tentang HAM seperti amandemen konstitusi
Negara ( Undang–undangDasar 1945 ), ketetapan MPR ( TAP MPR ),

10

Undang-undang (UU), peraturan pemerintah dan ketentuan perundang–
undangan lainnya.
Pada masa menjelang peralihan pemerintahan dari masa Orde Baru
ke masa Reformasi banyak sekali kejadian menyangkut pelanggaran
HAM ini. Peristiwa 1998 yang berujung penguduran diri Presiden
Soeharto pada waktu itu sebetulnya adalah puncak dari segala peristiwa
yang terjadi sebelumnya. Pada masa pemerintahan yang sangat represif,
banyak aktifis yang tiba-tiba hilang tak tahu di mana rimbanya.
Disinyalir kuat mereka telah diculik dan dibunuh oleh tangan-tangan
penguasa pada waktu itu. Aksi demo besar-besaran mahasiswa dari
seluruh Indonesia juga menyimpan sejumlah kasus pelanggaran HAM
oleh aparat keamanan terhadap rakyat sipil. Semuanya berlangsung
secara sporadic dan sangat massif pada waktu itu. Karena institusi hukum
telah dikuasai oleh penguasa, maka HAM adalah alat yang digunakan
untuk menjerat para pelaku pelanggaran tersebut. Bahkan ketika masa
reformasi, cara-cara pelenyapan aktifis masih juga terjadi. Masih segar
dalam ingatan kita bagaimana almarhum Munir yang tewas secara
mendadak dalam perjalanannya ke Belanda. Di dalam darahnya
ditemukan racun jenis arsen yang melewati ambang batas normal.
Diduga kuat dia telah dengan sengaja diracun.

D. PERMASALAHAN
Berdasarkan hal-hal yang telah di jelaskan, adapun permasalahan yang kami
temukan dan kami angkat dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.

Apa dasar Hukum pemberlakuan, penegakan, dan penghormatan HAM di
Indonesia ?

2.

Bagaimana Pelaksanaan dan Penegakan HAM di Indonesia ?

3.

Apa saja permasalahan yang dihadapi pemerintah dalam upaya
penegakan HAM ?

4.

Bagaiman upaya pemerintah dalam penghormatan, pengakuan dan
penegakan HAM ?

11

BAB II
PEMBAHASAN

A. Dasar Hukum pemberlakuan, penegakan dan penghormatan HAM di
Indonesia
Istilah atau perkataan hak asasi manusia itu sendiri sebenarnya tidak
dijumpai dalam UUD 1945 baik dalam pembukaan, batang tubuh, maupun
penjelasannya. Istilah yang dapat ditemukan adalah pencantuman dengan tegas
perkataan hak dan kewajiban warga negara, dan hak-hak Dewan Perwakilan
Rakyat. Baru setelah UUD 1945 mengalami perubahan atau amandemen kedua,
istilah hak asasi manusia dicantumkan secara tegas. Guna lebih memantapkan
perhatian atas perkembangan HAM di Indonesia, oleh berbagai kalangan
masyarakat

(organisasi

maupun

lembaga),

telah

diusulkan

agar

dapat

diterbitkannya suatu Ketetapan MPR yang memuat piagam hak-hak asasi Manusia
atau Ketetapan MPR tentang GBHN yang didalamnya memuat operasionalisasi
daripada hak-hak dan kewajiban-kewajiban asasi manusia Indonesia yang ada
dalam UUD 1945. Akhirnya ketetapan MPR RI yang diharapkan memuat secara
adanya HAM itu dapat diwujudkan dalam masa Orde Reformasi, yaitu selama
Sidang Istimewa MPR yangberlangsung dari tanggal 10 sampai dengan 13
November 1988. Dalam rapat paripurna ke-4 tanggal 13 November 1988, telah
diputuskan lahirnya Ketetapan MPR RI No. XVII/MPR/1988 tentang Hak Asasi
Manusia. Kemudian Ketetapan MPR tersebut menjadi salah satu acuan dasar bagi
lahirnya UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang disahkan pada
tanggal 23 september 1999.
Undang-Undang ini kemudian diikuti lahirnya Perpu No. 1 Tahun 1999
yang kemudian disempurnakan dan ditetapkan menjadi UU No. 26 Tahun 2000
tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Sebagai bagian dari HAM, sebelumnya
telah pula lahir UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan
Pendapat Di Muka Umum yang disahkan dan diundangkan di Jakarta pada
tanggal 26 oktober 1998, serta dimuat dalam LNRI Tahun 1999 No. 165.

12

Di samping itu, Indonesia telah merativikasi pula beberapa konvensi internasional
yang mengatur HAM, antara lain :
1.

Deklarasi tentang Perlindungan dan Penyiksaan, melalui UU No. 5
Tahun 1998.

2.

Konvensi mengenai Hak Politik Wanita 1979, melalui UU No. 68 Tahun
1958.

3.

Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap wanita,
melalui UU No. 7 Tahun 1984.

4.

Konvensi Perlindungan Hak-Hak Anak, melalui Keppres No. 36 Tahun
1990.

5.

Konvensi tentang Ketenagakerjaan, melalui UU No. 25 Tahun 1997,
yang pelaksanaannya ditangguhkan sementara.

6.

Konvensi tentang Penghapusan Bentuk Diskriminasi Ras Tahun 1999,
melalui UU No. 29 Tahun 1999.

B. Pelaksanaan dan penegakan HAM di Indonesia
Tegaknya HAM selalu mempunyai hubungan korelasional positif dengan
tegaknya negara hukum. Sehingga dengan dibentuknya KOMNAS HAM dan
Pengadilan HAM, regulasi hukum HAM dengan ditetapkannya UU No. 39 Tahun
1999 dan UU No. 26 Tahun 2000 serta dipilihnya para hakim ad hoc, akan lebih
menyegarkan iklim penegakkan hukum yang sehat. Artinya kebenaran hukum dan
keadilan harus dapat dinikmati oleh setiap warganegara secara egaliter. Disadari
atau tidak, dengan adanya political will dari pemerintah terhadap penegakkan
HAM, hal itu akan berimplikasi terhadap budaya politik yang lebih sehat dan
proses demokratisasi yang lebih cerah. Dan harus disadari pula bahwa kebutuhan
terhadap tegaknya HAM dan keadilan itu memang memerlukan proses dan
tuntutan konsistensi politik. Begitu pula keberadaan budaya hukum dari aparat
pemerintah dan tokoh masyarakat merupakan faktor penentu (determinant) yang
mendukung tegaknya HAM.
Kenyataan menunjukkan bahwa masalah HAM di indonesia selalu menjadi
sorotan tajam dan bahan perbincangan terus-menerus, baik karena konsep
dasarnya yang bersumber dari UUD 1945 maupun dalam realita praktisnya di

13

lapangan ditengarai penuh dengan pelanggaran-pelanggaran. Sebab-sebab
pelanggaran HAM antara lain adanya arogansi kewenangan dan kekuasaan yang
dimiliki seorang pejabat yang berkuasa, yang mengakibatkan sulit mengendalikan
dirinya sendiri sehingga terjadi pelanggaran terhadap hak-hak orang lain.
Terutama dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir ini, issue mengenai
HAM di Indonesia bergerak dengan cepat dan dalam jumlah yang sangat
mencolok. Gerak yang cepat tersebut terutama karena memang telah terjadi begitu
banyak pelanggaran HAM, mulai dari yang sederhana sampai pada pelanggaran
HAM berat(gross human right violation). Disamping itu juga karena gigihnya
organisasi-organisasi

masyarakat

dalam

memperjuangkan

pemajuan

dan

perlindungan HAM. Masalah Hak Azasi Manusia (HAM) “populer” di Indonesia
pada masa pemerintahan Orde Baru, Di masa ini banyak peristiwa yang dinilai
merupakan pelanggaran HAM. Pada dasarnya HAM terdapat pada UUD 1945
BAB X-A pasal 28-A sampai dengan pasal 28-J. Sebagian kalangan menafsirkan,
dengan adanya dasar hukum tersebut maka masyarakat Indonesia berhak atas
pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan
yang sama dihadapan hukum (UUD 1945 Amandemen ke-2 pasal 28-D ayat 1).
Memang jika ditilik dari defenisi HAM maka di Indonesia tercatat banyak sekali
kasus yang terjadi khususnya di bidang HAM. Misalnya kasus-kasus penggusuran
rumah-rumah warga yang dibangun di sekitar jembatan, pembersihan para
pedagang kaki lima yang sering meresahkan para pengguna jalan raya seperti para
pengguna kendaraan bermotor dan para pejalan kaki.
Pada masa menjelang peralihan pemerintahan dari masa Orde Baru ke masa
Reformasi banyak sekali kejadian menyangkut pelanggaran HAM ini. Peristiwa
1998 yang berujung penguduran diri Presiden Soeharto pada waktu itu sebetulnya
adalah puncak dari segela peristiwa yang terjadi sebelumnya.

C. Permasalahan yang dihadapi pemerintah dalam penegakan HAM di
Indonesia
Kenyataan menunjukkan bahwa masalah HAM di Indonesia selalu menjadi
sorotan tajam dan bahan perbincangan terus-menerus, baik karena konsep
dasarnya yang bersumber dari UUD 1945 maupun dalam realita praktisnya di

14

lapangan ditengarai penuh dengan pelanggaran-pelanggaran. Sebab-sebab
pelanggaran HAM antara lain adanya arogansi kewenangan dan kekuasaan yang
dimiliki seorang pejabat yang berkuasa, yang mengakibatkan sulit mengendalikan
dirinya sendiri sehingga terjadi pelanggaran terhadap hak-hak orang lain.
Terutama dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir ini, issue mengenai HAM di
Indonesia bergerak dengan cepat dan dalam jumlah yang sangat mencolok. Gerak
yang cepat tersebut terutama karena memang telah terjadi begitu banyak
pelanggaran HAM, mulai dari yang sederhana sampai pada pelanggaran HAM
berat (gross human right violation). Di samping itu juga karena gigihnya
organisasi-organisasi

masyarakat

dalam

memperjuangkan

pemajuan

dan

perlindungan HAM. Berbagai permasalahan yang dihadapi pemerintah Indonesia
dalam rangka penghormatan, pengakuan, penegakan hukum dan HAM antara lain
1.

Penegakan Hukum di Indonesia belum dirasakan optimal oleh
masyarakat. Hal itu antara lain, ditunjukan oleh masih rendahnya kinerja
lembaga peradilan. Penegakan hukum sejumlah kasus pelanggaran HAM
berat yang sudah selesai tahap penyelidikannya pada tahun 2002, 2003,
dan

2004,

sampai

sekarang

belum

di

tindak

lanjuti

tahap

penyelidikannya.
2.

Masih ada peraturan perundang-undangan yang belum berwawasan
gender dan belum memberikan perlindungan HAM. Hal itu terjadi antara
lain, karena adanya aparat hukum, baik aparat pelaksana peraturan
perundang-undangan, maupun aparat penyusun peraturan perundangundangan yang belum mempunyai pemahaman yang cukup atas prinsipprinsip perlindungan hak asasi manusia.

3.

Belum membaiknya kondisi kehidupan ekonomi bangsa sebagai dampak
krisis ekonomi yang terjadi telah menyebabkan sebagian besar rakyat
tidak dapat menikmati hak-hak dasarnya baik itu hak ekonominya seperti
belum terpenuhinya hak atas pekerjaan yang layak dan juga hak atas
pendidikan

4.

Sepanjang tahun 2004 telah terjadi beberapa konflik dalam masyarakat,
seperti Aceh, Ambon, dan Papua yang tidak hanya melibatkan aparat
Negara tetapi juga dengan kelompok bersenjata yang menyebabkan tidak

15

terpenuhinya hak untuk hidup secara aman dan hak untuk ikut serta
dalam pemerintahan
5.

Adanya aksi terorisme yang ditujukan kepada sarana public yang
mnyebabkan rasa tidak aman bagi masyarakat

6.

Dengan adanya globalisasi, intensitas hubungan masyarakat antara satu
Negara dengan Negara lainnya manjdi makin tinggi. Dengan demikian
kecenderungan munculnya kejahatan yang bersifat transnasional menjadi
makin sering terjadi. Kejahatan-kejahatan tersebut antara lain, terkait
dengan masalah narkotika, pencucian uang dan terorisme. Salah satu
permasalahan yang sering timbul adalah adanya peredaran dokumen
palsu. Yang membuat orang-orang luar bebas datang ke Indonesia.

Beberapa masalah Hak Asasi di Indonesia yaitu:
2.

Perlindungan Perempuan : Keadilan dan kesetaraan gender.
UUD 1945 pasal 27 menjamin persamaan Hak perempuan dan Laki-laki ;

dan Bahwa perempuan adalah bagian dari HAM yang tercantum dalam UU No.
7/198-4 tentang anti diskriminasi dan UU No. 39/1999 tentang HAK. Ada pun
hak-hak politik perempuan tercantum dalam UU No. 68/1958
3.

Rencana Aksi Nasional (RAN) Penghapusan perdagangan perempuan
dan Anak
Indonesia telah memiliki rencana aksi nasional penghapusan trafficking

perempuan dan anak 2003-2007. RAN tersebut merupakan implementasi dari
konvensi PBB menentang kejahatan Terorganisir antar Negara
4.

Perlindungan Hak Anak
Pemerintah Indonesia telah mengambil langkah legislative dan

administrative untuk lebih memperbaiki perlindungan hak-hak anak dan
perempuan. Langkah-langkah legislative tersebut antara lain dengan keluarnya
UU No. 32 tahun 2002 tentang perlindungan anak dan UU No. 20 tahun 2003
dengan system pendidikan nasional. Sedangkan langkah administrative dalam
menetukan rencana aksi dan penentuan penjuru untuk pemajuan dan
perlindungan HAM antara lain, melalui kepres No. 59 tahun 2002 tentang
rencana aksi nasional penghapusan Bentuk-bentuk pekerjaan terburuk anak.

16

Dan juga pembentukan komisi perlindungan anak Indonesia di bentuk pada
tahun 2003 melalui keppres No. 77 tahun 2003.

D. Upaya Pemerintah dalam hal penghormatan, pengakuan , dan penegakan
Hukum dan HAM
Untuk mewujudkan dan menegakkan Hak Asasi Manusia (HAM) di
Indonesia tidaklah semudah menuliskan serta mengucapkannya. Hal ini
disebabkan banyak hambatan dan tantangan yang tidak lagi sebatas terorika,
melainkan sudah menjadi realita yang tidak dapat dihindari apalagi ditunda-tunda.
Dalam penegakan HAM melalui sistem hukum pidana yang telah berlaku di
Indonesia terdapat kendala-kendala atau hambatan yang bersifat prinsipil
substansil dan klasik.
Pemerintah wajib dan bertanggung jawab menghormati, melindungi,
menegakkan, Dan memajukan Hak asasi manusia melalui langkah implementasi
yang efektif dalam bidang hukum, politik, social, budaya, pertahanan dan
keamanan Negara, dan bidang lainnya.
Bahwa untuk ikut serta memelihara perdamaian dunia dan menjamin
pelaksanaan hak asasi manusia serta memberikan perlindungan , kepastian
keadilan dan perasaan aman kepada perorangan ataupun masyarakat, perlu
dibentuk suatu pengadilan Hak asasi manusia untuk menyelesaikan pelanggaran
Hak Asasi manusia yang berat sesuai dengan ketentuan pasal 104 ayat (1) UU No.
39 tahun 1999 tentang Hak asasi manusia yakni UU No. 26 tahun 2000.
Program pemrintah dalam penegakan Hukum dan HAM (PP Nomor 7 tahun
2005) yaitu meliputi pemberantasan korupsi, anti terorisme, dan pembasmian
penyalahgunaan narkotika dan obat berbahaya. Oleh sebab itu, penegakan hukum
dan HAM harus selalu ditegakkan secara tegas, tidak diskriminatif dan konsisten.
Partisipasi masyarakat dapat pula berpartisipasi dalam perlindungan,
penegakan, dan pemajuan hak asasi manusia. Masyarakat disini meliputi antara
lain : setiap orang, kelompok, organisasi politik, organisasi masyarakat, lembaga
swadaya masyarakat atau lembaga kemasyarakatan lainnya seperti Perguruan
Tinggi dan lembaga studi.

17

Partisipasi masyarakat ini dapat berupa :
a.

Pengajuan usulan mengenai perumusan dan kebajikan yang
berkaitan dengan hak asasi manusia

b.

Melakukan penelitian

c.

Melakukan pendidikan

d.

Melakukan penyebarluasan informasi mengenai hak asasi manusia

18

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Tegaknya HAM selalu mempunyai hubungan korelasional positif dengan
tegaknya negara hukum. Sehingga dengan dibentuknya KOMNAS HAM dan
Pengadilan HAM, regulasi hukum HAM dengan ditetapkannya UU No. 39 Tahun
1999 dan UU No. 26 Tahun 2000 serta dipilihnya para hakim ad hoc, akan lebih
menyegarkan iklim penegakkan hukum yang sehat. Artinya kebenaran hukum dan
keadilan harus dapat dinikmati oleh setiap warganegara secara egaliter. Disadari
atau tidak, dengan adanya political will dari pemerintah terhadap penegakkan
HAM, hal itu akan berimplikasi terhadap budaya politik yang lebih sehat dan
proses demokratisasi yang lebih cerah. Dan harus disadari pula bahwa kebutuhan
terhadap tegaknya HAM dan keadilan itu memang memerlukan proses dan
tuntutan konsistensi politik. Begitu pula keberadaan budaya hukum dari aparat
pemerintah dan tokoh masyarakat merupakan faktor penentu (determinant) yang
mendukung tegaknya HAM. Kenyataan menunjukkan bahwa masalah HAM di
indonesia selalu menjadi sorotan tajam dan bahan perbincangan terus-menerus,
baik karena konsep dasarnya yang bersumber dari UUD 1945 maupun dalam
realita praktisnya di lapangan ditengarai penuh dengan pelanggaran-pelanggaran.
Sebab-sebab pelanggaran HAM antara lain adanya arogansi kewenangan dan
kekuasaan yang dimiliki seorang pejabat yang berkuasa, yang mengakibatkan sulit
mengendalikan dirinya sendiri sehingga terjadi pelanggaran terhadap hak-hak
orang lain.
Perkembangan dan perjuangan dalam mewujudkan tegaknya HAM di
Indonesia terutama terjadi setelah adanya perlawanan terhadap penjajahan bangsa
asing, sehingga tidak bisa dilihat sebagai pertentangan yang hanya mewakili
kepentingan suatu golongan tertentu saja, melainkan menyangkut kepentingan
bangsa Indonesia secara utuh. Dewasa ini, meskipun ditengarai banyak kasus
pelanggaran HAM berat di Indonesia, tetapi secara umum Implementasi HAM di
Indonesia,

baik

menyangkut

perkembangan

19

dan

penegakkannya

mulai

menampakkan tanda-tanda kemajuan. Hal ini terlihat dengan adanya regulasi
hukum HAM melalui peraturan perundang-undangan. Di samping itu telah
dibentuknya Pengadilan HAM dalam upaya menyelesaikan berbagai kasus
pelanggaran HAM berat yang terjadi.

B. SARAN
Pengawalan penegakkan HAM kian berat. Tak semudah membalik telapak
tangan. Buktinya di bangsa yang berumur 66 tahun ini belum bisa sepenuhnya
menancapkannya. Walau masih bangsa muda dibandingkan dengan Negaranegara barat, namun waktu seperti itu bukanlah sempit bagi pemerintah kita untuk
mewujudkannya. Namun mari kembali lagi pada kenyataannya. Bangsa Indonesia
belum menjamin HAM warganya.
Di butuhkan keseriusan pemerintah untuk mempelopori penegakkan HAM
di Indonesia. Tentu saja itu tidak cukup, hanya pemerintah namun,partisipasi dan
kerja sama warga nemasih sangat dibutuhkan kerjasama warna Negara Indonesia
yang semoga baik-baik saja. Kemudian secara sinergi merongrong Negara
Indonesia yang adil. Kita sebagai mahasiswa dan generasi penerus bangsa, sudah
semestinya membantu pemerintah untuk terus menegakkan HAM di Indonesia.
Kondisi HAM di Indonesia sudah saatnya dibenahi dan ditata ulang agar
terbentuk good goverment. Segala jenis hambatan dan tantangan yang dapat
mengganggu terwujudnya pelaksanaan HAM harus segera dihilangkan.

20

DAFTAR PUSTAKA

BUKU-BUKU :
Murya, Edy.SH.M.Hum. 2012. Diktat Hukum dan Hak Asasi Manusia . Medan :
Universitas Sumatera Utara
Affandi , Idrus, dkk. 2007. Hak Asasi Manusia . Jakarta : Universitas Terbuka
Basrowi, dkk. 2006. Demokrasi dan HAM. Kediri : Jenggala Pustaka Utama.
Bahar, Safroedin,Drs. 1997. Hak Asasi Manusia . Jakarta: Pustaka Sinar
Sumarsono, S, Drs. 2001. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: PT Gramedia
Kaelan, H, Dr. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan
Tinggi.Yogyakarta:Gramedia

PERUNDANG-UNDANGAN
UUD 1945
UU N0. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia
KEPRES No. 50 Tahun 1993 tertanggal 7 Juni 1993 Tentang Pembentukan
KOMNAS HAM

LAIN-LAIN
INTERNET
www.waspada-online.com
http://jurnal-politik.blogspot.com/2009/09/upaya-penegakan-hak-asasi-manusiadi.html
http://www.kapanlagi.com/h/politik_nasional.html
www.komnas-ham.co.id
http://hariadi44.blogspot.com/2013/04/makalah-hak-asasi-manusia-diindonesia.html