Makalah Islam dan Lingkungan. docx

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kerusakan lingkungan seharusnya tidak hanya dipandang dari segi
kepentingan manusia semata, namun difokuskan pada menurunnya kualitas dan daya
dukung bagi hewan, tumbuhan, ataupun mikroba yang pada akhirnya mempengaruhi
kehidupan manusia.
Memang benar agama Islam adalah agama rahmatan lil’alamin. Namun
banyak orang yang salah kaprah dalam menafsirkannya. Sehingga banyak kesalahan
dalam memahami praktek beragama bahkan dalam hal yang fundamental yaitu
akidah. Islam adalah suatu aqidah atau keyakinan. Mulai daripada Islam itu sendiri
secara totalitas adalah suatu keyakinan, bahwa nilai-nilai yang diajarkan
kebenarannya mutlak karena bersumber dari yang Maha Mutlak. Maka segala yang
diperintahkannya dan diizinkannya adalah suatu yang haq.
Adanya kewajiban umat islam yang belum dilaksanakan didalam masyarakat
karena rendahnya pendidikan agama tentang kewajiban umat Islam tersebut.
Kurangnya sosialisasi tentang lingkungan, sehingga menciptakan kesenjangan sosial
di antara umat beragama. Terjadinya kerusakan lingkungan juga merupakan kelalaian
manusia dalam mengolah sumber daya alamnya.
Pendidikan yang baru dan termasuk yang penting untuk masa sekarang adalah
pendidikan lingkungan. Pendidikan tersebut berkenaan dengan kepentingan


1

lingkungan di sekitar manusia dan menjaga berbagai unsurnya yang dapat
mendatangkan ancaman kehancuran, pencemaran, atau perusakan.
Pendidikan lingkungan telah diajarkan oleh Rasululloh SAW kepada para
sahabatnya. Abu Darda r.a pernah mengatakan bahwa di tempat belajar yang diasuh
oleh Rasululloh SAW telah diajarkan pentingnya bercocok tanam, dan menanam
pepohonan, serta pentingnya usaha mengubah tanah yang tandus menjadi kebun yang
subur. Perbuatan tersebut akan mendatangkan pahala yang besar disisi Alloh SWT
dan bekerja untuk memakmurkan bumi merupakan amal ibadah kepada Alloh SWT.
Pendidikan lingkungan yang diajarkan oleh Rasullloh SAW berdasarkan
wahyu, sehingga banyak kita jumpai ayat-ayat ilmiah Al-Qur’an dan Al-Hadist yang
membahas tentang lingkungan. Pesan-pesan Al-Qur’an dan Al-Hadist mengenai
lingkungan sangat jelas dan prospektif.
Oleh karena itu, dalam makalah ini penyusun akan mencoba membahas secara
luas mengenai al-qur’an dan lingkungan, karena al-qur’an telah menjelaskan tentang
pentingnya menjaga lingkungan dengan meletakkan dasar dan prinsipnya secara
global.


B.

Rumusan Masalah

1.

Apa sebenarnya lingkungan dan bagaimana kondisinya pada saat ini?

2.

Bagaimana pandangan Al-Qur’an

dan

Al-hadist

yang

berkaitan


dengan

lingkungan?

2

BAB II
PEMBAHASAN

A. Kondisi Lingkungan Pada Masa Kini
Masalah lingkungan hidup dewasa ini telah menjadi isu global karena
menyangkut berbagai sektor dan berbagai kepentingan umat manusia. Hal ini terbukti
dengan munculnya isu-isu kerusakan lingkungan yang semakin santer terdengar.
Diantaranya isu efek rumah kaca, lapisan ozon yang menipis, kenaikan suhu udara,
mencairnya es di kutub, dll. Mungkin sebagian besar orang baru menyadari dan
merasakan akan dampak tingkah lakunya di masa lampau yang terlalu berlebihan
mengeksploitasi alam secara berlebihan.
Kerusakan lingkungan yang terjadi saat ini bisa dikatakan telah menyebar di
berbagai belahan dunia. Khususnya Indonesia yang memiliki potensi alam yang
sangat melimpah. Dengan potensi alam yang sedemikian melimpahnya telah

membuat orang-orang berusaha untuk mengolah secara maksimal. Bahkan potensi
alam tersebut dapat menarik masuk investor-investor asing untuk berbisnis di negeri
ini. Dengan adanya potensi yang begitu melimpahnya memang kita akui dapat
membantu memajukan perekonomian negara, tapi di sisi lain keadaan ini dapat
membuat orang untuk mengeksploitasinya secara maksimal untuk kepentingan
pribadi. Inilah yang kita takutkan, akan banyak pengusaha yang bergerak disektor

3

pengolahan

lingkungan

yang

tidak

mengindahkan

prinsip


pembangunan

berkelanjutan.
Mungkin saat ini kita tidak sadar bahwa sebenarnya kita telah terbawa
oleh sistem kapitalisme. Kapitalisme telah memperhadapkan umat manusia kepada
problem kerusakan sumber daya alam dan lingkungan. Di dorong motif kepentingan
diri (self-interest), kebebasan (freedom), dan kompetisi tak bermoral, rezim
kapitalisme telah berhasil mendudukan alam sebagai objek eksploitasi tanpa batas. [1]
Perubahan sistem ekonomi dengan adanya liberalisasi perdagangan telah disinyalir
turut mempercepat kerusakan dan pencemaran di bumi. Dalam perdagangan bebas,
pakar ekonomi akan selalu bangga dan optimis terhadap pertumbuhan ekonomi yang
tinggi. Dengan ini mengindikasikan adanya peningkatan kapasitas penggunaan
sumber daya alam. Peningkatan pengolahan sumber daya alam tentunya dapat
memunculkan kerusakan lingkungan. Tentunya keruskan itu kelak akan menjadi
sumber bencana alam akibat ulah manusia.
Timbulnya kerusakan alam atau lingkungan hidup sebagian besar adalah
hasil perbuatan manusia. Karena manusialah yang diberi tanggung jawab sebagai
khalifah di bumi. Manusia mempunyai daya inisiatif dan kreatif, sedangkan makhlukmakhluk lainnya tidak memiikinya. Kebudayaan manusia makin lama makin maju
sesuai dengan perkembangan dan kemajuan ilmu pengtahuan dan teknologi. Sejalan

1[] Bidhawy, Zakiyuddin. 2007. Islam Melawan Kapitalisme. Magelang : Resist

Book,

4

dengan kemajuan tersebut, perkembangann persenjataan dan alat perusak
lingkungan makin maju pula. Kerusakan lingkungan diperparah lagi dengan
banyaknya kendaraan bermotor, dan pabrik-pabrik yang menimbulkan pencemaran
udara atau polusi. Pencemaran tersebut membahayakan keselamatan hidup manusia
dan kehidupan sekelilingnya. Limbah-limbah pabrik sering kali dibuang seenaknya
ke sungai yang akhirnya bermuara ke laut. Demikian pula kapal-kapal tanker yang
membawa minyak sering mengalami kebocoran, sehinggga minyaknya tumpah ke
laut. Akibatnya, air sungai dan laut beracun yang menyebabkan mati atau
tercemarnya ikan dengan zat beracun.
Indonesia adalah salah satu negara yang paling sering dilanda bencana
karena ulah masyarakatnya. Sungguh ironis ketika Indonesia yang memiliki
penduduk mayoritas umat Islam telah mencatat sejarah kehancuran alamnya, seperti
bencana banjir bandang, tanah longsor, kekeringan, dll. Pemerintah yang diharapkan
dapat memberikan jalan keluar dari persoalan ini malah mengeluarkan kebijakan

yang aneh.[2] Padahal dalam Al-Qur’an banyak terdapat ayat-ayat yang membahas
lingkungan dan cara memanfaatkannya. Apakah umat Islam mayoritas saat ini telah
meninggalkan agamanya dan melupakan sumber ajarannya. Apakah mayoritas
muslim saat ini telah menjadi orang-orang yang hedonis dan materialistik. Inilah yang
menjadi masalah kita bersama sebagai umat Islam.

[2][2] Fachrudin,

M. 2005. Konservasi Alam dalam Islam. Jakarta : Buku Obor
5

Mungkin selama ini manusia terlalu jumawa dengan kemampuan yang
mereka miliki untuk mengolah lingkungan yang ada. Padahal seharusnya manusia
sebagai makhluk yang dimuliakan dengan akal, seharusnya mampu berbuat apapun
asalkan dalam memegang amanah dan tanggung jawab dalam mengolah bumi.
Dominasi manusia terhadap alam memang menjadi suatu fitrah. Kelebihan karunia
yang diberikan Allah SWT, tersirat dalam kalamnya :

“Dan sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di
daratn dan di alautan, Kami beri merka rezeki yang baik-baik dan kami lebihkan

mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan mahluk yang telah Kami
ciptakan “ (Q.S Al-Isra’ (17);(70)
Keutamaan yang sempurna dari kebanyakan mahluk lain ialah karunia
akal yang dimiliki manusia. Dengan akal fikirannya, manusia mampu menaklukan
segala apa yang ada di alam untuk keperluan dirinya. Dengan adanya kenikmatan
akal yang luar biasa terebut menjadi sangat berbahaya jika pada akhirnya mereka
tidak menjadi khalifah yang amanah. Parahnya, keadaan seperti inilah yang sekarang
sedang terjadi.
Dapat disimpulkan bahwa kerusakan yang terjadi saat ini merupakan akibat dari
keserakahan

manusia yang

memilih

cara

pintas mengeksploitasi

6


lingkungannya secara habis-habisan atau besar-besaran. Oleh karena itu, sejak awal
Allah telah memperingatkan adanya akibat ulah manusia tersebut yaitu sebagai
motivasi, Allah manjanjikan kebahagiaan akhirat bagi orang yang tidak berbuat
kerusakan. Seharunya umat islam menjaga lingkungannya sesuai dengan firman Allah
SWT :

‫دواَ حفيِ اَ دﻷ و‬
‫و‬
‫ه‬
ُ‫عو‬
‫د‬
َ‫وا‬
َ‫ها‬
‫ح‬
‫ل‬
‫ص‬
‫إ‬
‫د‬
‫ع‬

‫ب‬
‫ض‬
‫ر‬
‫ووولت ه د‬
‫ه‬
‫ح‬
‫ف ح‬
‫د‬
‫و‬
‫د‬
‫و‬
‫س ه‬
‫ه‬
‫ح د‬
‫و و‬
‫د ح‬
‫ن‬
‫و‬
‫ريِ ب‬
‫ن ور د‬

‫مععاَ إ ح ن‬
‫ب م‬
‫م و‬
‫ح و‬
‫خوُدعفاَ ووط و و‬
‫م و‬
‫ت اَلله قو ح‬
56﴿ ‫ن‬
‫ح ح‬
‫م د‬
‫﴾اَل د ه‬
‫سحني و‬
“Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi sesudah (Allah)
memperbaikinya dan berdoalah kepadanya rasa takut (tidak akan diterima) dan
harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orangorang yang berbuat baik.”( QS Al-Araf: 56 )
Seharusnya kita sebagai umat Islam kembali kepada ajaran Al-qur’an
dalam hal mengolah lingkungan. Supaya kita dapat lebih bijak dan bertanggung
jawab. Sehingga nantinya dengan sendirinya akan lahirlah prinsip pembangunan
berkelanjutan atau pembangunan berwawasan lingkungan

B.

Pandangan Al-Qur’an yang Berkaitan Dengan Lingkungan

7

Al-Qur’an sebagai kitab suci agama Islam di dalamnya banyak terangkum
ayat-ayat yang membahas mengenai lingkungan, seperti perintah untuk menjaga
lingkungan, larangan untuk merusaknya, dll. Seperti yang akan di bahas berikut ini.

1.

Alam Adalah Kenyataan yang Sebenarnya
Allah telah menciptakan alam raya ini dengan sebenarnya. Alam semesta yang

indah ini adalah benar-benar hadir dan sekaligus merupakan salah satu bukti
keagungan penciptanya. Allah juga telah menciptakan hukum-hukumnya yang
berlaku umum yang menunjukkan ke Maha Kuasaan-Nya dan Keesaan-Nya. Langit
dan bumi serta segala isinya diciptakan Allah secara serasi dan teratur.[3] Allah
berfirman dalam Al-Qur’an :

“Dan Dialah yang menciptakan langit dan bumi dengan (tujuan) yang benar dan
(Dialah juga) pada masa (hendak menjadikan sesuatu) berfirman : "Jadilah", lalu
terjadilah ia. Firman-Nya itu adalah benar dan bagi-Nyalah kuasa pemerintahan
pada hari ditiupkan sangkakala. Dia yang mengetahui segala yang ghaib dan yang

[3][3] Harahap, Adnan.1997. Islam dan Lingkungan . Jakarta : Fatma Press
8

nyata dan Dialah Yang Maha Bijaksana, lagi Maha mendalam pengetahuanNya.” (QS. Al-An’am : 73)

Jadi alam raya ini dalam pandangan Islam merupakan kenyataan yang
sebenarnya. Pandangan ini berbeda dengan penganut aliran Idealisme yang
menyatakan bahwa alam tidak mempunyai eksistensi yang rill dan obyektif,
melainkan semu, palsu, ilusi, dan maya, atau sekedar emanasi atau pancaran dari
dunia lain yang kongkrit yang disebut dunia ideal.[4]

“Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya
tanpa hikmah. Yang demikian itu adalah anggapan orang-orang kafir, maka
celakalah orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk neraka.” (QS. AsShadd : 27)
Pandangan Islam juga berbeda dengan penganut aliran materialisme. Aliran
materialism memang menyatakan bahwa alam ini benar-benar ada, riil, dan obyektif.
Namun eksistensi alam ini dalam dugaan aliran materialisme adalah ada dengan
sendirinya.[5] Sedangkan menurut pandangan Islam, alam raya ini diciptakan oleh
[4][4] Fachrudin,

M. 2005. Konservasi Alam dalam Islam. Jakarta : Buku Obor

[5][5] Ibid

9

Allah atau Tuhan YME. Allah yang menciptakan sekaligus memelihara alam ini serta
mengatur segala urusannya.

“Katakanlah : “Sesungguhnya patutkah kamu kafir kepada Yang menciptakan bumi
dalam dua masa dan kamu adakan sekutu-sekutu bagi-Nya? (Yang bersifat) demikian
itulah Tuhan semesta alam. Dan Dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang
kokoh di atasnya. Dia memberkahinya dan Dia menentukan padanya kadar
makanan-makanan (penghuni) nya dalam empat masa. (Penjelasan itu sebagai
jawaban) bagi orang-orang yang bertanya. Kemudian Dia menuju langit dan langit
itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi:

10

“Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa”.
Keduanya menjawab: “Kami datang dengan suka hati”. Maka Dia menjadikannya
tujuh langit dalam dua masa dan Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya.
Dan Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami
memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan Yang Maha Perkasa
lagi Maha Mengetahui.” (QS. Fusshilat : 10-12)
Pada ayat-ayat diatas Allah mengemukakan bukti-bukti kekuasaan dan
ke-Esaan-Nya dalam menciptakan langit dan bumi, menghiasi langit dengan bintangbintang yang tak terhingga banyaknya. Dia mengetahui segala sesuatu, tidak
sesuatupun yang luput dari pengetahuan-Nya itulah Tuhan yang berhak disembah.
Tuhan yang menciptakan, menguasai , mengatur, memelihara kelangsungan adanya
dan yang menentukan akhir keadaan semseta ini.
2. Tanggung Jawab Manusia terhadap Lingkungan
Manusia adalah makhluk hidup yang diciptakan oleh Allah SWT, untuk
tinggal di bumi, beraktifitas dan berinteraksi dengan lingkungannya dengan masa dan
relung waktu terbatas. Firman Allah SWT dalam QS. Al-Baqarah : 36

11

“Lalu keduanya digelincirkan oleh syaitan dari surga itu dan dikeluarkan dari
keadaan semula dan Kami berfirman: "Turunlah kamu! sebagian kamu menjadi
musuh bagi yang lain, dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi, dan kesenangan
hidup sampai waktu yang ditentukan."
“...dan bagimu ada tempat kediaman di bumi, kesenangan hidup sampai waktu yang
ditentukan.”
Kediaman di muka bumi diberikan Allah kepada manusia sebagai suatu
amanah. Maka manusia wajib memeliharanya sebagai suatu amanah. Manusia telah
diberitahu oleh Allah bahwa mereka akan hidup dalam batas waktu tertentu. Oleh
karena itu manusia dilarang keras berbuat kerusakan.
Dengan kedudukan manusia sebagai khalifah di muka bumi ini,
sebenarnya manusia telah diberi tanggung jawab besar, yaitu diserahi bumi ini
dengan segala isinya.

“Dialah Allah yang menjadikan segala yang ada di bumi unutk kamu, dan Dia
berkehendak menuju langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit dan Dia Maha
Mengetahui segala sesuatu”. Q.S. Al-Baqarah :29
Dalam ayat tersebut ditegaskan bahwa Allah telah menganugrahkan
karunia yang besar kepada manusia, menciptakan langit dan bumi untuk manusia,
12

untuk diambil manfaatnya, sehingga manusia dapat menjaga kelangsungan hidupnya
dengan menjaga alam dan agar manusia berbakti kepada Allah penciptanya,kepada
keluarga, dan masyarakat.
Apa yang telah ditegaskan Allah dalam dalam firman-firman-Nya di atas
adalah untuk mengingatkan manusia agar bersyukur. Karena walaupun manusia
diciptakan melebihi makhluk lainnya, manusia tidak mampu memenuhi keperluannya
sendiri tanpa bahan-bahan yang disediakan. Hal ini perlu disadari oleh manusia,
sebab tanpa memiliki rasa dan sikap syukur kepada Allah, maka manusia cenderung
akan merusak.
Dalam konteks mensyukuri nikmat Allah atas segala sesuatu yang ada di
alam ini untuk manusia, menjaga kelestarian alam bagi umat Islam merupakan upaya
untuk menjaga limpahan nikmat Allah secara berksinambungan. Sebaliknya,
membuat keruskan di muka bumi,akan mengakibatkan timbulnya bencana terhadap
manusia. Allah sendiri membenci orang-orang yang membuat kerusakan di muka
bumi. Firman Allah :

13

“Dan

carilah

pada

apa

yang

telah

dianugrahkan

Allah

kepadamu

(kebahagiaan)negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagiamu dari
(kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain ) sebagaimana Allah
telah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka
bumi.

Sesungguhnya

Allah

tidak

menyukai

orang-orang

yang

berbuat

kerusakan”. (Q.S Al-Qashas :77)
Begitu juga dalam mencari nafkah dan rezeki di atas muka bumi, Allah
telah menggariskan suatu akhlaq dimana perbuatan pemaksaan dan kecurangan
terhadap alam sangat dicela. Kenikamatan dunia dan akherat dapat dikejar secara
seimbang tanpa meninggalkan perbuatan baik dan menghindarkan kerusakan dimuka
bumi. Hal ini dikarenakan dapat berakibat pada terjadinya bencana, yang kebanyakan
disebabkan perbuatan manusia yang merusak alam.
Islam meberikan pandangan yang lugas bahwa semua yang ada di bumi
merupakan karunia yang harus dipelihara agar semua yang ada menjadi stabil dan
terpelihara. Allah telah memberian karunia yang besar kepada semua mahluk dengan
menciptakn gunung, mengembangbiakan segala jenis binatang dan menurunkan
partikel hujan dari langit agar segala tumbuhan dapat berkembang dengan baik.
Sebagaimana dengan Firman Allah SWT QS. Luqman : 10

14

“Dia meciptakan langit tanpa tiang yang kamu melihatnyadan Dia meletakan
gunung (di permukaan) bumi supaya bumi itu tidak menggoyangkan kamu; dan Dia
memperkembangbiakan padanya segala macam jenis binatang. Dan kami turunkan
air hujan dari langit, lalu Kami tumbuhkn padanya segala macam tumbuh-tumbuhan
yang baik”.
Tanggung jawab manusia menjaga kelangsungan makhluk itulah kiranya
yang mendasari Nabi Muhammad SAW untuk mencadangkan lahan-lahan yang
masih asli. Rasulullah SAW pernah mengumumkan kapada pengikutnya tentang
suatu daerah sebagai suatu kawasan yang tidak boleh digarap. Kawasan lindung itu,
dalam syariat dikenal dengan istilah hima. Rasululloh mencadangkan hima sematamata untuk menjaga ekosistem suatu tempat agar dapat terpenuhi kelestarian makhluk
yang hidup di dalamnya. Oleh karena itu kita hendaknya mencontoh Rasulullah SAW
dalam menjaga kelestarian lingkungan.
Melihat banyaknya kandungan Al-Qur’an yang membahas perintah
menjaga lingkungan, hendaknya kita sebagi umat Islam mau menyadari dan
merenungkan apa yang terdapat dalam Al-Qur’an. Semoga dengan tumbuhnya

15

kesadaran umat Islam dalam beragama khusunya tentang perintah menjaga
keseimbangan alam dapat mengontrol pengolahan sumber daya alam yang ada
dengan bijak.
3.

Tidak Membuat Kerusakan Lingkungan
Timbulnya kerusakan alam atau lingkungan hidup merupakan akibat

perbuatan manusia. Karena manusia yang diberi tanggungjawab sebagai khalifah di
bumi telah menyallahgunakanamanah. Manusia mempunyai daya inisiatif dan kreatif,
sedangkan makhluk-makhluk lainnya tidak memilikinya.
Kelebihan

manusia

yang

disalahgunakan

mengakibatkan

kerusakan

lingkungan yang semakin bertambah parah. Kelalaian dan dominasi manusia terhadap
alam dan pengolahan lingkungan yang tidak beraturan membuat segala unsur
harmoni dan sesuatu yang tumbuh alami berubah menjadi kacau dan sering berakhir
dengan bencana.
Dalam firman Allah Q.S Ar-Ruum ayat 41. Sesungguhnya Allah telah
menetapkan dan menggambarkan akibat dari kedurhakaan manusia terhadap syariat.
Manusia hanya bisa menguras dan menggali isi bumi saja tanpa memperhatikan
dampaknya. Maka terjadilah bencana dan kerusakan di atas muka bumi. Padahal
semua itu, menurut Yang Maha Kuasa, adalah akibat dari tangan-tangan manusia itu
sendiri:

16

‫و‬
ِ‫دي‬
‫ظ وهوور اَل د و‬
‫ت أيِ د ح‬
‫ساَد ه حفيِ اَل دب ومر وواَل دب و د‬
‫ماَ ك و و‬
‫ف و‬
‫سب و د‬
‫حر ح ب ح و‬
‫م‬
‫س ل حي هذ حيِ د و‬
‫ض اَل ن ح‬
‫مهلوُاَ ل وعول نهه د‬
‫ذيِ ع و و‬
‫قه ه د‬
‫م ب وعد و‬
‫اَلنناَ ح‬
41﴿ ‫ن‬
‫جعهوُد و‬
‫﴾يِ ودر ح‬
“Telah tampak kerusakan di darat dan dilaut disebabkan perbuatan manusia, supaya
Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar
mereka kembali (ke jalan yang benar).( QS.Ar-Rum : 41 )
Kerusakan yang terjadi sebagai akibat keserakahan manusia, ini
disebabkan manusia mempertaruhkan hawa nafsunya, tidak mempedulikan tuntunan
Allah. Sebagaimana dengan yang terkandung dalam Firman Allah SWT :

“Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung sebagian
yang lain. Jika kamu (hai para muslimin) tidak melaksanakn apa yang telah
diperintahkan Allah itu , niscaya akn terjadi ke kekacuan di muka bumi dan
kerusakan yang besar”. Q.S Al-Anfal 73
Orang-orang yang berbuat kerusakan dapat digolongkan sebagai orangorang munafik atau fasik, sesuai dengan Firman Allah :

17

“Dan bila dikatakan kepada mereka “ Janganlah kamu membuat kerusakan di
muka bumi”,merka menjawab:”sesungguhnya kami orang yang mengdakan
perbaikan”. Ingatlah sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat
kerusakan, tetapi mereka tidak sadar”. Q.S Al-Baqarah 11-12
Apabila mereka diperingatkan mereka akan membantah bahkan
menganggap dirinya yang membawa kebaikan. Apabila diajak untuk kembali ke jalan
kebenaran mereka tidak mendengarnya dan mengabaikannya. Hal ini terbukti dengan
kokohnya perusahaan-perusahaan asing yang berada disektor pengolahan alam dari
tekanan pemerintah karena terjerat persoalan perusakan lingkungan.[6] Persoalanpersoalan tersebut juga terdapat dalam Firman Allah Surat Al-Baqarah ayat 6-7 :

[6][6]

Prasetyo,

Eko.

2008.

Minggir!

Waktunya

Gerakan

Muda

Memimpin!.Yogyakarta : Resist Book

18

“Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan
atau tidak kamu beri peringatan mereka tidak akan beriman”. (Ayat 6)
“Allah telah mengunci mata hati dan pendengaran mereka dan penglihatan
merekaditutup. Dan bagi merka siksa yang amat berat”. (Ayat 7)
Sesungguhnya Allah telah melarang manusia membuat kerusakan di
muka bumi ini. Seperti yang terdapat dalam Firman Allah yang artinya :
“......... Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah Tuhan
memperbaikinya” Q.S Al-A’raf:85
Kerusakan yang terjadi selama ini tidak lain karena manusia telah
diperbudak oleh sistem yang kapital dan juga tumbuhnya sifat materalistik
hedonistik, sehingga berusaha sebisa mungkin mengeksploitsi alam secara maksimal
dengan tidak mengindahkan prinsip pembangunan berkelanjutan. Hal ini karena
manusia terlalu berorientasi pada keuntungan semata. Dalam ayat lain, Allah
memberi tuntunan agar manusia tidak menuruti orang yang membuat kerusakan.

“Dan janganlah kamu mentaati perintah orang-orang yang melewati batas, yang
membuat kerusakan di muka bumi bumi dan tidak mengadakan perbaikan”.( Q.S.
Asy-Syu’ara 151-152).
Sebagai motivasi, Allah telah menjanjikan kebahagiaan akhirat bagi orang
yang tidak berbuat kerusakan atau bahkan melarang orang berbuat kerusakan.

19

“Negeri akhirat itu Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin
menyombongkan di muka bumi, dan kesudahan yang baik itu adalah bagi orang
yang bertakwa”. Q.S. Al-Baqarah : 83
Demikianlah tuntunlah Allah bagaimana seharusnya kita bersikap
terhadap lingkungan hidup kita. Dan Allah telah menjanjikan pahala yang tiada
taranya bagi kita yang senantiasa memelihara dan melestarikan lingkungan hidup
serta tidak selalu membuat kerusakan.

C. Hadits Tentang Larangan Menelantarkan Tanah

,‫ت ل ضضرنجالل ضم ننا لفلضيولل ا ننرضضيينن‬
‫عيبضد ا ض‬
‫حضديي ل‬
‫ نكان ن ي‬: ‫ نقانل‬,‫ل رضى ال عنهما‬
‫ث نجاضبضر ايبضن ن‬
‫ن‬
‫نفنقال ليوا ن لنؤاضجلرنها ضبالثنلل ل ض‬
‫ث نوال نلرلبضع نوالنض نيص ض‬
‫عنها‬
‫ نمين نكان ن ي‬: .‫م‬.‫ نفنقانل الن نضب نلى ص‬,‫ف‬
‫ت ل نله ا نيرضض نفل يينيزنر ي‬
.‫خاله نفإضين أ ننبى نفل ييليمضسيك أ نيرنضله‬
‫ا نيول ضينيمن نيحنها ا ن ن‬
“ Hadist Jabir bin Abdullah r.a. dia berkata : Ada beberapa orang dari kami
mempunyai simpanan tanah. Lalu mereka berkata: Kami akan sewakan tanah itu
(untuk mengelolahnya) dengan sepertiga hasilnya, seperempat dan seperdua.
Rosulullah S.a.w. bersabda: Barangsiapa ada memiliki tanah, maka hendaklah ia
tanami atau serahkan kepada saudaranya (untuk dimanfaatkan), maka jika ia
enggan, hendaklah ia memperhatikan sendiri memelihara tanah itu. “ (HR. Imam
Bukhori dalam kitab Al-Hibbah)
Selain dari hadits diatas, ada juga bersumber dari Abu Hurairah r.a.
dengan lafazd sebagai berikut :

20

‫ت ل نله ا نيرضض‬
‫حضديي ل‬
‫ نمين نكان ن ي‬: ‫ قال رسول ال عليه وسلم‬:‫ث أ نضبى لهنريينرنة رضى ال عنه قال‬
‫ن‬
(‫)اخرجه البخارى فى كتاب المزاعة‬.‫خاله نفإضين أ ننبى نفل ييليمضسيك أ نيرنضله‬
‫عنها ا نيول ضينيمن نيحنها ا ن ن‬
‫نفل يينيزنر ي‬
Antara kedua hadis tersebut terdapat persamaan, yaitu masing-masing
ditakhrijkan oleh Imam Bukhori. Sedangkan perbedaannya adalah sumber hadits
tersebut dari Jabir yang diletakkan dalam kitab Al-Hibbah yang satunya bersumber
dari Abu Hurairah dan diletakkan dalam kitab Al-Muzara’ah.
Dari ungkapan Nabi S.a.w. dalam hadits di atas yang menganjurkan bagi
pemilik tanah hendaklah menanami lahannya atau menyuruh saudaranya (orang lain)
untuk menanaminya. Ungkapan ini mengandung pengertian agar manusia jangan
membiarkan lingkungan (lahan yang dimiliki) tidak membawa manfaat baginya dan
bagi kehidupan secara umum. Memanfaatkan lahan yang kita miliki dengan
menanaminya dengan tumbuh-tumbuhan yang mendatangkan hasil yang berguna
untuk kesejahteraan pemiliknya, maupun bagi kebutuhan konsumsi orang lain. Hal ini
merupakan upaya menciptakan kesejahteraan hidup melalui kepedulian terhadap
lingkungan.
Dalam hadits dari Jabir di atas menjelaskan bahwa sebagian para sahabat
Nabi S.a.w. memanfaatkan lahan yang mereka miliki dengan menyewakan lahannya
kepada petani. Mereka menatapkan sewanya sepertiga atau seperempat atau malahan
seperdua dari hasil yang didapat oleh petani. Dengan adanya praktek demikian yang
dilakukan oleh para sahabat, maka Nabi meresponnya dengan mengeluarkan hadits
diatas, yang intinya mengajak sahabat menanami sendiri lahannya atau menyuruh

21

orang lain mengolahnya apabila tidak sanggup mengolahnya. Menanggapi
permasalahan sewa lahan ini, para ulama berbeda pendapat tentang kebolehannya.
Ibnu Rusyd dalam kitab Bidayatul Mujtahid menjelaskan bahwa
segolongan fuqoha tidak membolehkan menyewakan tanah. Mereka beralasan dengan
hadits Rafi’ bin Khuday yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dalam kitab AlMuzara’ah :

(‫ )رواه البخارى‬.‫علن ك ررراعء ال لرمرزاررعع‬
‫ ن ررهى ر‬.‫م‬.‫ا ر نرن الن نرعبى ص‬
“ Bahwasanya Nabi S.a.w. melarang menyewakan lahan “ (HR. Bukhori)
Sedangkan jumhur ulama membolehkan, tetapi imbalan sewanya haruslah
dengan uang (dirham atau dinar) selain itu tidak boleh. Ada lagi yang berpendapat
boleh dengan semua barang, kecuali makanan termasuk yang ada dalam lahan itu.
Berbagai pendapat yang lain seperti yang dikemukakan Ibnu Rusyd bahwa dilarang
menyewakan tanah itu lantaran ada kesamaran didalamnya. Sebab kemungkinan
tanaman yang diusahakan di atas tanah sewaan itu akan tertimpa bencana, baik
karena kebakaran atau banjir. Dan akibatnya si penyewa harus membayar sewa tanpa
memperoleh manfaat apapun daripadanya.
Terkait dengan hadits diatas, disini Rosulullah S.a.w. juga bersabda dalam
kitab Al-Lu’lu’ wal Marjan tentang menyerahkan tanah kepada orang untuk
dikerjakan kemudian memberikan sebagian hasilnya :

22

‫خلرلج ضمن ينها ضمين‬
‫حضديي ل‬
‫خيينبنر ضبنشيرلط نماين ي‬
‫عانمنل ن‬
‫ث ايبلن ل‬
‫ ن‬.‫م‬.‫ ا ن نن الن نضبنى ص‬,‫عنمنر رضى ال عنه‬
‫ن‬
‫ نو ض‬,‫ نثنمان ليونن ضويسنق تنيملر‬:‫كانن يليعضطى ا نيزنوانجله ضمائننة ضويسلق‬
: ‫عيشلريونن ضويسنق نشضعييلر‬
‫ نف ن‬,‫نثنملر ا نيونزيرلع‬
‫ ا نين يلقيضطنع ل نله نن ضمنن ال ينماضء نوال نيرضض ا نيو يليمضضنى ل نله نن‬.‫م‬.‫خي ننر ا نيزنوانج الن نضبضنى ص‬
‫خيينبنر نف ن‬
‫عنملر ن‬
‫نفقننسنم ل‬
‫خنتانر ض‬
‫ )اخرجه‬.‫ت ال نيرنض‬
‫عائضنشلة ا ي‬
‫خنتانر ال نيرنض نوضمن يله نن نمضن ا ي‬
‫نفضمن يله نن نمضن ا ي‬
‫ نونكان ن ي‬,‫خنتانر النويسنق‬
‫ت ن‬
(‫البخارى‬
“ Ibnu Umar r.a. berkata : Nabi S.a.w. menyerahkan sawah ladang dan tegal di
khaibar

kepada

penduduk

Khaibar

dengan

menyerahkan

separuh

dari

penghasilannya berupa kurma atau buah dan tanaman, maka Nabi S.a.w. memberi
istri-istrinya seratus wasaq (1 wasaq=60 sha’. 1 sha’ =4 mud atau 2 ½ Kg), delapan
puluh wasaq kurma tamar, dan dua puluh wasaq sya’er (jawawut). Kemudian dimasa
Umar r.a. membebaskan kepada istri-istri Nabi S.a.w. untuk memilih apakah minta
tanahnya atau tetap minta bagian wasaq itu, maka diantara mereka ada yang
memilih tanah dan ada yang minta bagian hasilnya berupa wasaq.” (HR. Bukhori).[7]

B.

Hadits Tentang Pohon yang Ditanam yang Dimakan Adalah Sedekah

‫عا نفينأ يلكلل ضمن يله ط نييضر ا نيوا ضن ينساضن ا نيونبضهيينمضة‬
‫حضدي ي ل‬
‫ نماضمين لميسل ضلم ي نيغضرلس ا نيوي نيزنر ل‬:‫ث ا نن نلس رضى ال عنه نقانل‬
‫ع نزير ع‬
‫ن‬
(‫ )اخرجه البخارى فى كتاب المزاعة‬.‫ا ضل ننكانن ل نله ضبضه نصندقنضة‬

[7][7] Muhammad Fuad Abdul Baqi, Al-Lu’lu’ wal Marjan. (Surabaya: PT. Bina Ilmu,1996).

23

“ Hadits dari Anas r.a. dia berkata: Rosulullah S.a.w. bersabda : Seseorang muslim
tidaklah menanam sebatang pohon atau menabur benih ke tanah, lalu datang burung
atau manusia atau binatang memakan sebagian daripadanya, melainkan apa yang
dimakan itu merupakan sedekahnya “. (HR. Imam Bukhori)
Dari

Jabir

bin

Abdullah Rodhiyallohu

‘Anhu dia

bercerita

bahwa

Rasulullah Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:
‫غيرعسا إضل ن نكانن نما أ لكضنل ضمن يله ل نله نصندقنعة نو نما لسضرنق ضمن يله ل نله نصندقنعة نو نما أ ننكل ن ض‬
‫ت الط نييلر نفلهنو‬
‫نما ضمين لميسل ضلم ي نيغضرلس ن‬
‫حضد إضل ن نكانن ل نله نصندقنعة‬
‫ل نله نصندقنعة نو ل ن ي نيرنزلؤله أ ن ن‬
“Tidaklah seorang muslim menanam suatu tanaman melainkan apa yang dimakan
dari tanaman itu sebagai sedekah baginya, dan apa yang dicuri dari tanaman
tersebut sebagai sedekah baginya dan tidaklah kepunyaan seorang itu dikurangi
melainkan menjadi sedekah baginya.” (HR. Imam Muslim). [8]
Dari Anas bin Malik Rodhiyallohu ‘Anhu bahwa RasulullahShollallohu ‘Alaihi Wa
Sallam bersabda:
‫عا نفينأ يلكنل ضمن يله ط نييضر أ نيو إضن ينساضن أ نيو نبضهيينمة ض إضل ن نكانن ل نله ضبضه نصندقنضة‬
‫نما ضمين لميسل ضلم ي نيغضرلس ن‬
‫ أ نيو ي نيزنر ل‬,‫غيرعسا‬
‫ع نزير ع‬
“Tidaklah seorang muslim menanam pohon, tidak pula menanam tanaman kemudian
hasil tanaman tersebut dimakan oleh burung, manusia atau binatang melainkan
(tanaman tersebut) menjadi sedekah baginya.” (HR. Imam Bukhari) [9]

[8][8] Abu Abdillah Muhammad bin Isma’il Al Bukhari, Shahihul Bukhari jilid 3. (Beirut: Darul Fikr,
1415). no.1552.

[9][9] Ibid, hadits no.2321

24

Dari

Jabir

bin

Abdullah Rodhiyallohu

‘Anhu dia

berkata,

telah

bersabda

Rasulullah Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam:
‫غيرعسا نفينأ يلكنل ضمن يله إضن ينساضن نو ل ن نداب نضة نو ل ن ط نييضر إضل ن نكانن ل نله نصندقنعة إضنلى ي نيومض ال يضقنيانمضة‬
‫نفل ن ي نيغضرلس ال يلميسل ضلم ن‬
“Tidaklah seorang muslim menanam tanaman lalu tanaman itu dimakan manusia,
binatang ataupun burung melainkan tanaman itu menjadi sedekah baginya sampai
hari kiamat.” (HR. Imam Muslim)[10]
Syaikh Utsaimin rohimahulloh menjelaskan bahwa hadits-hadits tersebut
merupakan dalil-dalil yang jelas mengenai anjuran Nabishollallohu ‘alaihi wa
sallam untuk bercocok tanam, karena di dalam bercocok tanam terdapat 2 manfaat
yaitu manfaat dunia dan manfaat agama.
Pertama: Manfaat yang bersifat Dunia (dunyawiyah) dari bercocok tanam
adalah menghasilkan produksi (menyediakan bahan makanan). Karena dalam
bercocok tanam, yang bisa mengambil manfaatnya, selain petani itu sendiri juga
masyarakat dan negerinya. Lihatlah setiap orang mengkonsumsi hasil-hasil pertanian
baik sayuran dan buah-buahan, bijiian maupun palawija yang kesemuanya merupakan
kebutuhan mereka. Mereka rela mengeluarkan uang karena mereka butuh kepada
hasil-hasil pertaniannya. Maka orang-orang yang bercocok tanam telah memberikan
manfaat dengan menyediakan hal-hal yang dibutuhkan manusia. Sehingga hasil
tanamannya menjadi manfaat untuk masyarakat dan memperbanyak kebaikankebaikannya.
[10][10] Ibid, hadits no.1552.

25

Sebagai tambahkan: “Bahkan manfaatnya bukan sebatas penyedian makanan
bagi orang lain saja tetapi juga dengan bercocok tanam juga menjadikan lingkungan
menjadi lebih sehat untuk manusia dimana udara menjadi segar karena tanaman
menghasilkan oksigen yang diperlukan oleh manusia untuk proses pernafasan.
Tanaman berupa pepohonan juga memberikan kerindangan bagi orang-orang yang
berteduh di bawahnya, kesejukan bagi orang yang ada di sekitarnya. Tanaman juga
menjadikan pemandangan alam yang enak dan indah dipandang. Lihatlah hamparan
tanah yang dipenuhi oleh tanam-tanaman tentunya hati dibuat senang melihatnya,
perasaan pun menjadi damai berada di dekatnya. Adapun bila melihat hamparan tanah
yang kering dan gersang dari tanaman-tanaman tentu lah kita memperoleh perasaan
yang sebaliknya.”
Kedua: Manfaat yang bersifat agama (diniyyah) yaitu berupa pahala atau
ganjaran. Sesungguhnya tanaman yang kita tanam apabila dimakan oleh manusia,
binatang baik berupa burung ataupun yang lainnya meskipun satu biji saja,
sesungguhnya itu adalah merupakan sedekah bagi penanamnya, sama saja apakah dia
kehendaki ataupun tidak, bahkan seandainya ditakdirkan bahwa seseorang itu ketika
menanamnya tidak memperdulikan perkara ini (perkara tentang apa yang dimakan
dari tanamannya merupakan sedekah) kemudian apabila terjadi tanamannya dimakan
maka itu tetap merupakan sedekah baginya.

26

Sehingga dapat disimpulkan bahwa seorang muslim akan mendapat pahala
dari hartanya yang dicuri, dirampas atau dirusak dengan syarat dia tetap bersabar dan
menyerahkan segala sesuatunya kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Syaikh Saliem bin ‘Ied Al-Hilali hafizhohulloh menambahkan bahwa ketiga
hadits tersebut menunjukkan perintah menanam pepohonan dan tumbuhan lainnya,
serta keutamaan mengolah (membuat produktif) bumi dan hal itu termasuk amalan
yang pahalanya tidak berhenti dengan kematian pelakunya. Hadits-hadits juga
menunjukkan

agar

berusaha

untuk

memberi

manfa’at

kepada

makhluk

Allah Subhanahu Wa Ta’ala serta mempermudah urusan dan memenuhi seluruh
kebutuhan mereka. Juga menunjukkan dibolehkannya mengembangkan profesiprofesi yang bermanfaat seperti (pertanian), perdagangan, perindustrian dan profesiprofesi lainnya serta merupakan bantahan terhadap orang-orang sufi yang sok zuhud.
Adapun larangan yang ada terhadap hal-hal tersebut diartikan jika pekerjaan itu
melalaikan seseorang dari urusan agama dan apabila dia menjadikan dunia sebagai
tujuan utamanya serta tingkatan ilmunya yang tertinggi. Hal itu terjadi dalam kondisi
memperbanyak harta dunia.
Syaikh Al-Utsaimin rohimahulloh menambahkan bahwa hadits-hadits tersebut
juga menunjukkan atas banyaknya jalan-jalan kebaikan dan bahwasanya apa-apa
yang manusia bisa mengambil manfaat darinya berupa kebaikan maka pelakunya
akan mendapat pahala. Baik diniatkan atau tidak oleh orang tersebut. Sebagaimana
firman AllahSubhanahu Wa Ta’ala :

27

‫ف أ نيو إضيصل نلح نبيينن ال نناضس نو نمين ي نفينعيل نذل ضنك ايبضتنغانء‬
‫خيينر ضفي نكضثلر ضمين ن نيجنوىلهيم إضل ن نمين أ ننمنر ضبنصندقنلة أ نيو نميعلريو ل‬
‫لن ن‬
‫نميرنضا ض‬
‫عضظييعما‬
‫تا ض‬
‫ل نفنسيونف ن لؤيضتييضه أ نيجعرا ن‬
“Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikanbisikan dari orang-orang yang menyuruh untuk memberi sedekah, atau berbuat
kebaikan atau mengadakan perdamaian di antara manusia, Dan barangsiap yang
melakukan hal itu karena mengharap keridhaan Allah, maka kelak Kamiakan
memberinya pahala yang besar.” (QS. An Nisa : 114)
Allah Subhanahu Wa Ta’ala menyebutkan bahwa perkara-perkara yang
didalamnya mengandung kebaikan baik kamu niatkan atau tidak, barangsiapa yang
menyuruh untuk bersedekah, mendamaikan antara manusia (yang berselisih) maka itu
merupakan kebaikan dan kebajikan meniatkan ataupun tidak. Dan jika diniatkan hal
itu karena mengharap wajah Allah, maka Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,
‘Maka kelak Kami akan memberinya pahala yang besar.”
Dalam hadits ini juga merupakan dalil bahwasanya hal yang mempunyai
manfaat dan maslahat kemudian manusia mengambil manfaat darinya maka kebaikan
bagi pelakunya jika dia tidak meniatkan, dan jika diniatkan maka bertambahlah
kebaikan itu dengan kebaikan lagi, dan Allah memberinya keutamaan yaitu berupa
pahala yang banyak.
Dari ketiga hadits diatas dapat diambil pelajaran bahwa perbuatan yang
dilakukan seorang muslim yang pada hakekatnya hanya berupa sebuah hal yang
mubah, yaitu bercocok tanam tetapi pelakunya dapat memperoleh pahala. Walaupun

28

itu asalnya bukan suatu ibadah tapi bisa bernilai ibadah dan akan mendapat pahala.
Berbeda

dengan orang kafir

segala

perbuatannya

tidak

bernilai di

sisi

Allah Subhanahu Wa Ta’ala, walaupun mereka mereka mengklaim beribadah setiap
bulan, setiap pekan, setiap hari bahkan setiap sa’at tidaklah dianggap disisi
Allah Subhanahu Wa Ta’ala sebagai suatu ibadah. Maka hadits ini merupakan dalil
keutamaan memeluk agama islam dan meruginya menjadi orang kafir.
Sesungguhnya segala perkara perkara bagi seorang muslim adalah bisa bernilai
ibadah dan mempunyai kebaikan sebagaiman hadits dari Abu Yahya Shuhaib bin
Sinan Rodhiyallohu ‘Anhu dia berkata, telah bersabda Rasulullah Shollallohu ‘Alaihi
Wa Sallam:
‫ نو‬,‫خييعرا ل نله‬
‫ إضين أ ننصانبتيله نس نرالء نشك ننر نف ن‬:‫حلد إضل ن ل ضل يلمؤيضمضن‬
‫كانن ن‬
‫عنجعبا ل نيمضر ال يلمؤيضمضن إض نن أ نيمنرله لكل نله ن‬
‫ن‬
‫خييضر نو ل نيينس نذل ضنك ل ن ن‬
‫خييعرا ل نله‬
‫إضين أ ننصانبتيله نض نرالء نصنبنر نف ن‬
‫كانن ن‬
“Menakjubkan pada perkara seorang mukmin sesungguhnya perkaranya semuanya
baginya adalah kebaikan, dan tidaklah itu didapatkan melainkan oleh seorang
mukmin: jika dia mendapatkan kesenangan (nikmat) dia bersyukur maka itu adalah
kebaikan baginya dan jika kesulitan (musibah) menimpanya kemudian dia bersabar
maka itu adalah kebaikan baginya.” (HR. Imam Muslim)[11]
Syaikh Utsaimin rohimahulloh juga menambahkan bahwa perkara ini
memang menakjubkan. Yaitu seandainya ada seorang pencuri mencuri tanaman
seseorang, misalnya ada seorang datang ke sebatang pohon kurma kemudian mencuri
[11][11] Riyadhush Shalihin. 1421 H. Al-Imam Abu Zakaria Yahya bin Syarf An-Nawawi. Darul Fikr:
Bairut, Libanon.

29

kurma. Maka bagi si pemilik kurma justru memperoleh pahala atas peristiwa
pencurian kurma tersebut. Meskipun di sisi lain sekiranya dia mengetahui siapa
pencurinya maka dia harus dilaporkan ke pihak berwajib.
Mengapakah bisa semua hasil tanaman yang ditanam itu merupakan sedekah?
Ini tidaklah bertentangan bahkan sesuai dengan kaidah agama yaitu kaidah bahwa
seseorang tidak akan memperoleh kebaikan (pahala atau ganjaran) kecuali atas hasil
usahanya sendiri, demikian juga sebaliknya seseorang tidak akan menanggung dosa
orang lain. Maka kalau kita perhatikan tanaman kita merupakan hasil usaha yang baik
yang akan menjadi sedekah walaupun dimakan atau diambil tanpa seizin kita.
Betapa

bagusnya

penjelasan

Ustadz

‘Abdul

Hakim

bin

Amir

Abdat hafizhohulloh berikut: “Apabila kita telah memahami kaidah ini maka
terjawablah pertanyaan dan tersingkaplah kemusykilan-kemusykilan serta lapang lah
dada dalam memahami ayat-ayat Al Qur’an yang menegaskan bahwa seseorang tidak
akan memperoleh kebaikan (pahala dan ganjaran) kecuali atas hasil usahanya sendiri.
Diantaranya ialah ayat yang masyhur dibawah ini:
‫لن ينساضن إضل ن نما نسنعى‬
‫نو أ نين ل نيينس ل ض‬
“Dan bahwasanya seseorang itu tidak akan memperoleh (kebaikan) kecuali dari
hasil usahanya sendiri.” (QS. An Najm: 39).
Ayat di atas merupakan kaidah ilmiyyah yang umum dan tetap di dalam
keumumannya dan tidak menerima pengecualian (takhshish) yang memang tidak ada

30

sama sekali: bahwa seorang tidak akan memperoleh pahala atau ganjaran kecuali atas
hasil usahanya sendiri.
Seperti seseorang menanam sebuah pohon atau tanaman, maka apa saja yang
dimakan dari buah pohon tersebut atau tanaman tersebut yang ditanam, baik dengan
seizin pemiliknya atau dicuri, baik (dimakan) oleh manusia atau hewan niscaya
pemiliknya atau yang menanamnya tetap akan memperoleh ganjaran.”
Sesungguhnya tanaman yang dicuri atau dirusak ataupun juga dimakan hewan
merupakan hasil usaha dari petani maka pantas lah kalau dia mendapat ganjaran dari
tanaman yang luput dari tangannya (tidak bisa dia panen).
Pada dasarnya Allah S.w.t. telah melarang kepada manusia agar tidak merusak
hutan, hal ini sebagaimana firman-Nya dalam surat Al-Baqoroh ayat 11 :
…‫نوا ضنذا ضقيينل ل نلهيم ل نتلفيضسلديوا ضفى ال نيرضض‬
“ Dan apabila dikatakan kepada mereka : Janganlah kamu membuat kerusakan
dimuka bumi “
Dan ada lagi dalam surat Al-Baqoroh ayat 204-205 Allah menjelaskan sifat-sifat
orang munafiq dan tindakannya di muka bumi ini. Informasi yang disampaikan AlQur’an bahwa sebagian dari manusia, kata-kata dan ucapannya tentang kehidupan
dunia menarik sekali, sehingga banyak yang terpedaya. Ia pintar dan pandai
menyusun kata-kata dengan gaya yang menawan. Orang munafiq seperti inilah yang
selalu merusak bumi. Tanam-tanaman dan hutan-hutan menjadi rusak, lingkungan

31

dicemari, buah-buahan dan binatang ternak dibinasakan. Apalagi kalau mereka
sedang berkuasa, dimana-mana mereka berbuat sesuka hatinya.
Gambaran ayat ini sejalan dengan firman Allah dalam surat Ar-Rum
ayat 41-42, pada ayat ini sudah jelas bahwa Allah telah memperingatkan tentang
kerusakan yang terjadi di alam dunia ini, baik di darat, laut maupun udara adalah
akibat ulah perbuatan manusia itu sendiri. Kerusakan di darat seperti rusaknya hutan,
hilangnya mata air, tertimbunnya danau-danau penyimpan air, lenyapnya daerahdaerah peresap air hujan dan sebagainya. Kerusakan di laut seperti pendangkalan
pantai, menghilangkan tempat-tempat sarang ikan, pencemaran air laut karena
tumpahan minyak, dan lain sebagainya. Allah memperingatkan itu, karena dampak
negatifnya akan dirasakan manusia itu sendiri.
Tidak sepantasnyalah alam ini dirusak karena ini merupakan salah satu
karunia Tuhan, untuk itu seharusnyalah manusia harus memperbaiki dan
memanfaatkannya, hal ini sebagaimana firman Allah S.w.t. dalam surat Al-An’am
ayat 141-142
Dekade terakhir ini, pemerintah Indonesia terus melancarkan program
penghijauan. Oleh karena itu, dimana-mana kita akan melihat reklame dan promosi
penghijauan, baik melalui media visual, maupun audio-visual. Promosi ini banyak
terpajang di sudut-sudut jalan, dan tertempel di mobil-mobil dan lainnya yang
mengajak kita menyukseskan program tersebut. Khusus Provinsi Sulawesi Selatan,
pemerintahnya telah mencanangkan program penghijauan dengan tema "South

32

Sulawesi Go Green" (Sulawesi Selatan Menuju Penghijauan). Sebagian orang
menyangka bahwa program penghijauan bukanlah suatu amalan yang mendapatkan
pahala di sisi Allah, sehingga ada diantara mereka yang bermalas-malasan dalam
mendukung program tersebut. Kita mungkin masih mengingat sebuah hadits yang
masyhur dari Nabi Saw. beliau bersabda: "Jika seorang manusia meninggal dunia,
maka terputuslah seluruh amalannya, kecuali dari tiga perkara: sedekah jariyah
(yang mengalir pahalanya), ilmu yang dimanfaatkan, dan anak shaleh yang
mendo’akan kebaikan baginya". [HR. Muslim]
Perhatikan, satu diantara perkara yang tak akan terputus amalannya bagi
seorang manusia, walaupun ia telah meninggal dunia adalah Sedekah Jariyah,
sedekah yang terus mengalir pahalanya bagi seseorang. Para ahli ilmu menyatakan
bahwa sedekah jariyah memiliki banyak macam dan jalannya, seperti membuat
sumur umum, membangun masjid, membuat jalan atau jembatan, menanam
tumbuhan baik berupa pohon, biji-bijian atau tanaman pangan, dan lainnya. Jadi,
menghijaukan lingkungan dengan tanaman yang kita tanam merupakan sedekah dan
amal jariyah bagi kita –walau telah meninggal- selama tanaman itu tumbuh atau
berketurunan.
Al-Imam Ibnu Baththol -rahimahullah- berkata: "Ini menunjukkan bahwa
sedekah untuk semua jenis hewan dan makhluk bernyawa di dalamnya terdapat
pahala".

[12]

[12][12] Syarh Ibnu Baththol (11/473)

33

Seorang muslim yang menanam tanaman tak akan pernah rugi di sisi
Allah -Azza wa Jalla-, sebab tanaman tersebut akan dirasakan manfaatnya oleh
manusia dan hewan, bahkan bumi yang kita tempati. Tanaman yang pernah kita
tanam lalu diambil oleh siapa saja, baik dengan jalan yang halal, maupun jalan haram,
maka kita sebagai penanam tetap mendapatkan pahala, sebab tanaman yang diambil
tersebut berubah menjadi sedekah bagi kita.
Penghijauan merupakan amalan sholeh yang mengandung banyak manfaat
bagi manusia di dunia dan untuk membantu kemaslahatan akhirat manusia. Tanaman
dan pohon yang ditanam oleh seorang muslim memiliki banyak manfaat, seperti
pohon itu bisa menjadi naungan bagi manusia dan hewan yang lewat, buah dan
daunnya terkadang bisa dimakan, batangnya bisa dibuat menjadi berbagai macam
peralatan, akarnya bisa mencegah terjadinya erosi dan banjir, daunnya bisa
menyejukkan pandangan bagi orang melihatnya, dan pohon juga bisa menjadi
pelindung dari gangguan tiupan angin, membantu sanitasi lingkungan dalam
mengurangi polusi udara, dan masih banyak lagi manfaat tanaman dan pohon yang
tidak sempat kita sebutkan di lembaran sempit ini. Jika demikian banyak manfaat dari
reboisasi, maka tak heran jika agama kita memerintahkan umatnya untuk
memanfaatkan tanah dan menanaminya.

34

BAB III
PENUTUP

A.

Kesimpulan
Dari penjabaran di atas dapat disimpulkan bahwasanya itu semua menjadi

alasan mengapa Alloh menyebutkan secara eksplisit dalam Al-Qur’an dan Al-Hadist
tentang pentingnya lingkungan hidup dan cara-cara Islami dalam mengelola dunia ini.
Kualitas sebagai indikator pembangunan dan ajaran Islam sebagai teknologi
untuk mengelola dunia jelas merupakan pesan strategis dari Alloh SWT untuk
diwujudkan dengan sungguh-sungguh oleh setiap muslim.
Adanya

bencana

lebih

karena

manusia melakukan

eksploitasi

berdasarkan kemauan hawa nafsunya untuk memperoleh keuntungan yang sebanyakbanyaknya tanpa memikirkan bencana yang ditimbulkannya. Manusia tersebut tidak
mempunyai pengetahuan mengenai ekosistem dan memandang baik perbuatannya

35

yang salah tersebut tanpa pengetahuan, dalam Al-Qur’an disebutkan sebagai manusia
yang dzalim. Sebagaimana Allah mengingatkan :

“Tetapi orang-orang yang zalim, mengikuti hawa nafsunya tanpa ilmu pengetahuan,
maka siapakah yang akan menunjuki orang yang telah disesatkan Allah? Dan
tiadalah bagi mereka seorang penolong pun”. (Q.S Ar-Rum 30:29)
Bahaya yang diakibatkan menurutkan kehendak nafsu sangat jelas dampaknya pada
kehancuran bumi. Hal ini dapat berupa ekspliotasi yang berlebihan dan tidak
memepertimbangkan daya dukung lingkungan,pemborosan, menguras sesuatu yang
tidak penting dan tidak efisien, bermewah-mewahan dalam konsumsi dan gaya hidup
dan seterusnya. Manusia yang melakukan cara seperti itu tentu mengelola bumi
tanpa landasan dan petunjuk Al-Khalik sesuai dengan apa yang diisyaratkan
kepadanya selaku hamba Tuhan. Syariat adalah fitrah di mana bumi hanya dapat
diatur dengan ilmu syariatnya tersebut. Bila sesuatu menyalahi fitrah, maka akibatnya
dapat terjadi kefatalan.Tanpa standar nilai-nilai syariat tersebut, manusia cenderung
melihat kebenaran menurut hawa nafsu.
Islam mengajarkan agar umat manusia senantiasa menjaga lingkungan. Hal ini
seringkali tercermin dalam beberapa pelaksanaan ibadah, seperti ketika menunaikan
ibadah haji. Dalam haji, umat Islam dilarang menebang pohon-pohon dan membunuh
36

binatang. Apabila larangan itu dilanggar maka ia berdosa dan diharuskan membayar
denda (dam). Lebih dari itu Allah SWT melarang manusia berbuat kerusakan di muka
bumi.
Hendaknya kita sebagai umat Islam kembali kepada ajaran agama kita
dalam mengolah lingkungan. Dengan adanya hal tersebut, seharusnya manusia
menjadi lebih bijak dalam mengolah lingkungannya. Sehingga nantinya diharapkan
apabila dalam kegiatan pengolahan lingkungan akan tumbuh pemahaman
pembangunan berwawasan lingkungan maupun spirit pembangunan berkelanjutan.
Hal diatas bukan tidak mungkin akan terealisasikan. Asalkan manusia
mau kembali kepada ajaran agama yang utuh dan dapat memahaminya. Sehi