1. Rika Lisiswati (rika_lisiswanti@yahoo.com): - Masalah Penelitian & Penelitian Bermasalah – Rossi Sanusi

  

Rossi Sanusi (30 September 2013)

  Penelitian akademik (skripsi, tesis dan disertasi) berpangkal dari suatu “masalah” teori. Sesuai dengan definisinya (= himpunan proposisi yang berupaya menerangkan dunia nyata) suatu teori “bermasalah” karena bersifat sementara dan menuntut penyempurnaan. Kalau tidak bermasalah ia bukan teori lagi, melainkan kenyataan yang sungguh-sungguh terjadi – inipun bermasalah karena tergantung dari persepsi (pemahaman atau daya tangkap) sesorang tentang kenyataan. Permasalahan teori dapat terletak pada cakupan proposisi (= hubungan dua atau lebih konstruk), hubungan antar proposisi, susunan masing-masing proposisi dan definisi operasional konstruk- konstruk. Karena keterbatasan dalam sumber-daya peneliti biasanya memilih satu proposisi untuk diteliti – mengamati satu atau lebih konstruk (skripsi), menguji hubungan antar konstruk (tesis) atau menyanggah dan mengusulkan perubahan hubungan antar konstruk (disertasi) dari suatu proposisi.

  Penelitian menjadi bermasalah ketika mahasiswa (yang sedang belajar) menempatkan diri sebagai orang yang sudah mempunyai persepsi yang valid (yang berbobot) tentang kenyataan dan membuat teori tentang kenyataan tersebut. Di bidang ilmu pendidikan, misalnya, sudah banyak teori tentang “belajar”, dan hubungannya dengan “pendidikan” (= upaya pendidik untuk memperlancar/ meningkatkan belajar peserta didik), yang dibuat oleh para ahli psikologi. Ucapan Einstein “The only thing that interferes with my learning is my education” mengisyaratkan bahwa upaya para pendidik didasarkan atas teori-teori belajar/pendidikan yang belum sempurna. Supaya penelitian menjadi lebih bermanfaat sebaiknya mahasiswa dan pembimbingnya menentukan teori yang ingin diteliti (i.e., konstruk atau/dan proposisinya) dan unit analisis serta unit-unit pengamatan yang digunakan untuk meneliti teori tersebut. Untuk mengantar pembaca usulan/laporan penelitian kepada masalah penelitian, peneliti sebaiknya menguraikan di Sub-Bab Latar Belakang dari Bab I (Pendahuluan) perkembangan dari teori yang diminati oleh peneliti, mulai dari landasan teori (e.g., konstruk “belajar”) sampai kepada kerangka teori (i.e., himpunan proposisi yang menunjukkan konstruk-konstruk yang secara proximal dan distal berhubungan dengan “belajar”) yang terkini diteliti oleh para peneliti seminat. Informasi tentang perkembangan ini biasanya dapat diperoleh dari makalah-makalah konsep dan tinjauan (conceptual & review articles) dari berkala ilmiah (scientific periodicals). Informasi rinci tentang penelitian-penelitian empirik yang mendukung dan tidak mendukung proposisi yang bersangkutan dibahas di Bab II (Telaah Pustaka) untuk memberi masukan kepada peneliti mengenai rancangan penelitian yang sebaiknya dihindari atau digunakan untuk membuat kesimpulan yang valid tentang konstruk/proposisi yang bersangkutan. Selain itu pembaca juga perlu diperkenalkan kepada tempat dan waktu penelitian, lengkap dengan informasi tentang unit analisis dan subyek-subyek penelitiannya.

  Rujukan: Formulating Resesarch Problems. Diunduh 2 Oktober 2013 dari:

  Tanggapan dari Prof. Harsono Mardiwiyoto

  Saya ingin menambahkan hal lain, yaitu adanya fenomena “kesulitan mencari dan menemukan topik penelitian” yang sesuai dengan karakteristika disertasi. Ketika ditanya mengapa hal itu akan diteliti maka jawabannya belum dapat “dipulangkan” dengan sifat dan bobot disertasi. Apakah sekiranya ada kiat atau “tatacara” menemukan topik yang memang pantas untuk diteliti sebagai suatu disertasi?

  Jawaban: Karena “berangkatnya” dari masalah teori (bukan dari masalah praktek) sebaiknya

  mahasiswa dikenalkan dengan teori-teori utama di bidang ilmu yang bersangkutan dan perkembangan dari teori-teori tsb. Pembentukan kluster di ProDi S3 FK UGM dapat diarahkan untuk menginventarisasi teori (lengkap dengan konstruk dan alat/cara pengukuran konstruk) dan penelitian empirik (lengkap dengan rancangan penelitian) yang berupaya merefutasi dan misalnya, koordinator kluster dapat menggerakkan dosen-dosen yang bersangkutan untuk menginventarisasi teori dan penelitian empirik berdasarkan kategori paradigma belajar behavioristik, kognitif, konstruktivistik & experiential. Mahasiswa S3 Iilmu Pendidikan Kedokteran/Profesi Kesehatan dapat “menemukan” topik yang pantas diteliti untuk disertasi dengan browsing/scanning teori-teori dan penelitian-penelitian empirik yang telah dihimpun di masing-masing kategori tsb dan memilih proposisi(-proposisi) dari teori yang diminatinya yang sedang/masih hangat “diperdebatkan” – ada yang mendukung/tidak mendukung dengan beragam rancangan penelitian. Sebagai contoh, di kategori paradigma belajar konstruktivistik ada teori Constructive Alignment dari John Biggs – yang secara umum mengatakan bahwa pengalaman belajar-mengajar dan cara penilaian menyesuaikan dengan tujuan belajar (SOLO Taxonomy). Penelitian-penelitian terkini yang menguji proposisi yang menghubungkan Persepsi Mahasiswa tentang Lingkungan Belajar dengan Pencapaian Tujuan Belajar, yang dimediasi Motivasi Belajar dan Strategi Belajar, masih membuka banyak peluang untuk menyanggah dan menyempurnakan Teori Biggs. Dengan rancangan yang valid mahasiswa S3 dapat menguji: (1) konstruk Pencapaian Tujuan Belajar yang bersifat kompetensi minimal (yang berkaitan dengan motivasi extrinsik, karena ada imbalan nilai dan kelulusan) dan kompetensi maximal (yang berkaitan dengan motivasi intrinsik, karena ada pemuasan minat); (2) Konstruk Persepsi Mahasiswa tentang pengalaman belajar-mengajar dan cara penilaian yang berkaitan dengan pencapaian kompetensi maximal (yang dimediasi oleh Motivasi Intrinsik dan Strategi Belajar Dalam) dan kompetensi minimal (yang dimediasi oleh Motivasi Extrinsik dan Strategi Belajar Dangkal); (3) moderator-moderator yang dapat menaikkan kekuatan hubungan Persepsi Mahasiswa tentang Lingkungan Belajar dan Pencapaian Tujuan Belajar kompetensi minimal dan maximal; dan, (4) hubungan proposisi ini dengan proposisi yang mengkaitkan persepsi pendidik/pengajar tentang ciri-ciri peserta didik dengan pencapaian tujuan belajar. Dengan proposal yang baik hipotesis-hipotesis yang dirumuskan dapat diuji di lembaga pendidikan mana saja, yang mungkin mempunyai “masalah praktis” yang terkait dengan “masalah teoretis” yang ingin dipecahkan.

  Tanggapan dari Mahasiswa S2 & S3 IPK:

  Pandangan saya sebagai mahasiswa yang baru belajar dan masih dalam tahap penyusunan tesis, saya setuju dengan pernyataan “Tesis adalah menguji hubungan antar konstruk”. Karena saya merasakan sendiri belum cukup ilmu menyanggah teori dan menyempurnakan suatu teori. Setelah belajar melakukan penelitian, untuk menguji hubungan konstruk saja, saya belum mampu memantapkan konsep-konsep yang ada dan masih terus belajar. Dalam melaksanakan penelitian pun sangat susah untuk menjaga kevalidan pengukuran dan penelitian walaupun pembimbing bersusah payah untuk mengarahkan. Sehingga menguji teori pun rasanya belum mampu. Menurut saya tesis sangat berguna kedepannya dan sebagai dosen nantinya mengajar di S1. Saat S2 inilah kita belajar bagaimana menguji hubungan antara konstruk beserta analisisnya dengan adanya bimbingan dari pembimbing. Jika ada kesempatan untuk melanjutkan S3 kita bisa lebih baik dalam menyanggah dan menyempurnakan suatu teori. Seperti kata orang untuk menaiki tangga lebih tinggi kita harus melewati tangga-tangga yang dibawah terlebih dahulu. Ini pendapat saya (mungkin saya termasuk orang yang lama memahami suatu teori) dan teman-

  2. Abu Bakar

  Saya sangat tertarik dengan jawaban dengan point nomer 2 terkait pengalaman belajar dan mengajar yang memiliki keterkaitan dengan pencapaian kompetensi maksimal. Saya sering mendengar tentang pencapaian kompetensi minimal. Tetapi tentang pencapaian kompetensi maksimal saya belum faham. Kemudian terkait pengalaman belajar dan mengajar dalam teori Biggs, apakah pengalaman belajar mampu diidentifikasi secara lebih detail untuk kemudian dianalisis dan ditemukan satu metode pembelajaran dan metode pengajaran yang sesuai dan mampu mengakomodasi semua karakteristik pengalaman belajar mahasiswa?

  

Jawaban: Ada beberapa artikel di blog ini yang membahas hal ini, seperti “Mahasiswa diproses

atau memproses?” dan “PBL dalam KBK”.

  3. Yoga Pamungkas Susani

  Saya menjawab sebagai mahasiswa. Berdasar pengalaman saya dan yang saya lihat selama ini, seringkali memang penelitian berangkat dari minat, kadang berangkat dari kuesioner atau instrumen yang ditemukan, bukan dari masalah teoritis atau praktis. Tidak ada salahnya jika hal tersebut dikembalikan ke teori atau kemudian peneliti memperdalam minat tersebut dan melakukan penelitian dengan baik. Memahami teori ternyata tidak mudah. Berdasar pengalaman saya belajar situated learning (Lave & Wenger, 1991), saya cukup sulit untuk mengambil intinya. Mungkin mahasiswa perlu dilatih untuk memahami teori, kemudian menemukan konstruk-konstruk dalam teori tersebut, menemukan proposisi-proposisinya, menggambarkannya dalam bentuk diagram, dan mengkritisinya. Hal ini bisa juga dilakukan ketika acara critical appraisal jurnal, sehingga mahasiswa terlatih untuk menemukan proposisi, menggambarkannya dalam diagram, dan kemudian mampu menelaahnya.

  4. Made Pariarth

  Masalah penelitian memang selalu menarik untuk didiskusikan. Penelitian timbul sebagai suatu upaya manusia untuk menjelaskan fenomena-fenomena yang terjadi dalam kehidupan. Hasil berbagai penelitian kemudian disusun manusia dalam bentuk proposisi-proposisi yang menjadi sebuah teori dalam usahanya untuk menjelaskan suatu fenomena.

  Dalam bidang pendidikan kedokteran, Saya setuju dengan pendapat dr. Rossi Sanusi bahwa sebaiknya dibuat batasan-batasan mana yang diteliti oleh S1 (skripsi), S2 (tesis) dan S3 (disertasi). Hal ini terkait dengan kompleksitas permasalahan yang akan dijawab dalam penelitian. Adanya batasan akan membuat peneliti (baca: mahasiswa) lebih mempunyai arah dalam memilih sejauh mana cakupan penelitian. Kadang-kadang masih ada mahasiswa strata 2 mengerjakan penelitian yang cocok untuk mahasiswa strata 1.

  Sebaiknya penelitian dalam medical education berlandaskan pada suatu teori belajar dan atau pendidikan tertentu sehingga penelitian yang dilakukan bermanfaat baik untuk perkembangan teori yang menjadi landasan maupun bermanfaat secara praktis. Mungkin banyak penelitian yang lebih mencondongkan pada aspek praktis tanpa berlandaskan teori yang kuat, walaupun hasil penelitian bermakna namun kadang-kadang dalam penerapannya secara luas timbul berbagai permasalahan (mungkin karena teori tidak lengkap atau kesalahan dalam implementasinya, Dalam melakukan penelitian, sangat penting peneliti (baca: mahasiswa) mempunyai sifat skeptis/ ragu-ragu terhadap kebenaran teori yang diteliti, karena teori yang sifatnya kebenaran sementara dan belum sempurna. Kadang-kadang peneliti (mahasiswa) terlalu percaya dengan kebenaran teori sehingga berusaha agar penelitiannya sesuai dengan teori yang dipakai. Ini yang sangat berbahaya bagi perkembangan teori atau ilmu secara umum. Atau seperti yang dikatakan dr. Rossi, peneliti (mahasiswa) terlalu percaya diri telah mempunyai persepsi yang valid tentang suatu fenomena sehingga mengarang teori sendiri tanpa dasar empiris yang kuat. Ini juga sangat berbahaya karena sangat menyesatkan. Ucapan terkenal dari Alexander Pope yang menyatakan “some people will never learn anything, for this reason, because they understand everything too

  

soon” layak kita renungkan secara mendalam. Peneliti harus menganggap melakukan penelitian

juga merupakan sebuah pembelajaran, bukan hanya pemenuhan kewajiban (publish or perish).

  Semakin kita bersikap skeptis dalam memandang teori yang dijadikan landasan dalam melakukan penelitian, maka semakin banyak pembelajaran yang akan kita dapatkan. Education

  is all a matter of building bridges.