1 FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPATUHAN ODHA DALAM MENJALANKAN TERAPI ARV DI RSPAD GATOT SOEBROTO JAKARTA PUSAT

FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPATUHAN ODHA

  

DALAM MENJALANKAN TERAPI ARV DI RSPAD GATOT SOEBROTO

JAKARTA PUSAT Antonius I.P Saputro*, Wulan P.J. Kaunang*, Woodford B.S. Joseph*.

  • *Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sam Ratulangi, Manado

  ABSTRAK

Antiretroviral (ARV) merupakan obat yang sampai saat ini merupakan satu-satunya pemberi manfaat besar

bagi Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA). ARV memiliki tujuan untuk meningkatkan limfosif CD4 dan

memperbaiki kualitas hidup penderitanya dengan menekan replikasi HIV secara maksimum. Kepatuhan

sangat penting dalam menjalankan terapi ARV jika mengharapkan terapi bekerja secara efektif dan tidak

menyebabkan masalah kesehatan jangka panjang lebih lanjut. Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisis

hubungan antara pengetahuan, persepsi, dan dukungan keluarga dengan kepatuhan ODHA dalam

menjalankan terapi ARV

Jenis penelitian ini bersifat analitik dengan desain penelitian cross sectional study yang dilakukan pada bulan

Mei – Agustus 2016 di RSPAD Gatot Soebroto. Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 130 responden.

Instrumen penelitian yang digunakan yaitu kuesioner yang berisi tentang karakteristik responden, kepatuhan

pengobatan ARV, pengetahuan, persepsi, dan dukungan keluarga. Analisis data pada penelitian ini yaitu

analisis univariat dan bivariat yang menggunakan uji chi square dengan tingkat kepercayaan 95% dan α = 0,05.

Hasil penelitian didapatkan sebanyak 23,8% responden tidak mematuhi pengobatan antiretroviral, sedangkan

76,2% mematuhi pengobatan. Hasil uji statistik yang dilakukan diperoleh hubungan antara pengetahuan (p =

0,032) dan persepsi (p = 0,000), sebaliknya tidak ada hubungan antara dukungan keluarga dengan kepatuhan

ODHA dalam menjalani terapi ARV (p = 0,217). Kesimpulan dari penelitian ini, yang berhubungan dengan

kepatuhan ODHA dalam menjalankan terapi ARV adalah pengetahuan dan persepsi, sedangkan dukungan

keluarga tidak terdapat hubungan dengan kepatuhan terapi ARV.

  Kata kunci: Kepatuhan, ARV, ODHA ABSTACT

Until now, Antiretroviral drugs are the only medicine that give a great benefit for PLWHA (People Living with

HIV/AIDS). ARV has a goal to increase the CD4 Lymphocytes and improve the quality of life of the sufferers

with maximum suppress of HIV replication. Obedience is very important in running ARV therapy if you expect

that to work effectively and does not cause long term health problems any further. The purpose of this study

was to analyze the relationship between knowledge, perception, and family support to PLWHA compliance in

running ARV therapy

This type of research was analytical with research design of cross sectional study that conducted from May to

August 2016 at the RSPAD Gatot Soebroto. The number of samples in this research was 130 respondents.

Instrument that used in this research was a questionnaire that contained the characteristics of the respondents,

ARV treatment adherence, knowledge, perception, and family support. Data analysis in this study were the

univariate and bivariate analysis that used chi square test with a confidence level of 95% and α = 0,05.

The results of this research showed that as many as 23,8% of the respondents did not adhere to antiretroviral

treatment, whereas 76,2% compliance with the treatment. The statistical test result showed that there was a

relationship between knowledge (p = 0,032) and perception (p = 0,000), on the contrary there was no

relationship between family support with the adherence of PLWHA in implementing ARV therapy (p = 0,217).

The conclusion in this research was, correlated factors with adherence of PLWHA in implementing ARV

therapy are knowledge and perception, whereas family support have no correlation with the adherence of

PLWHA in implementing ARV therapy.

  Keyword: Adherence, ARV, PLWHA

  PENDAHULUAN

  HIV telah menjadi masalah utama di dunia kesehatan masyarakat.

  World health organization (WHO) menyatakan bahwa 1,2

  juta meninggal, 36,9 juta orang hidup dengan virus ini. Pada tahun 2014 ada 2 juta orang baru terinfeksi virus ini (WHO, 2015). HIV/AIDS di Indonesia pertama kali ditemukan di provinsi Bali. HIV/AIDS ditemukan di Indonesia tahun 1987 dan sudah menyebar di 386 provinsi di Indonesia. Jumlah kumulatif dari tahun 1987 sampai September 2014 yang dilaporkan untuk penderita HIV berjumlah 150,296 orang dan AIDS berjumlah 55,799 orang (Dirjen PP & PL, Kemenkes RI, 2014). Jumlah kumulatif penderita HIV dan AIDS bertambah pada tahun 2016 sebanyak 198,219 orang HIV dan 78,292 orang AIDS (Dirjen P2P, Kemenkes RI, 2016).

  Provinsi DKI Jakarta menempati posisi pertama jumlah kasus HIV terbanyak yang dilaporkan per provinsi dari tahun 1987-2014. Jumlah tertinggi kasus AIDS terbanyak yang dilaporkan per provinsi dari tahun 1987-2014, DKI Jakarta menempati posisi ketiga. Untuk AIDS case rate nasional DKI Jakarta menempati posisi keempat dengan angka 59,7 berdasarkan pusat data dan informasi, Kemenkes RI (2014). Kota Administratif Jakarta Pusat merupakan wilayah dengan kasus HIV tertinggi, 661 kasus pada laki

  harus diikuti oleh kepatuhan minum obat, untuk itu sebelum memulai terapi akan dilakukan kegiatan konseling kepatuhan. Pemberian pengetahuan HIV adalah salah satu yang dilakukan pada kegiatan konseling yang memungkinkan ODHA untuk membentuk kepatuhan (Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2010). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Martoni dkk (2012) menyatakan bahwa pengetahuan merupakan faktor paling dominan terhadap kepatuhan pasien HIV/AIDS, namum berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Lumbanbatu dkk (2012) yang menyatakan bahwa pengetahuan tidak berhubungan dengan kepatuhan.

  • – laki dan 246 kasus pada perempuan (Profil Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, 2012). Antiretroviral (ARV) masih merupakan cara paling efektif serta mampu menurunkan angka kematian dan berdampak pada peningkatan kualitas hidup orang terinfeksi HIV sekaligus meningkatkan harapan masyarakat untuk hidup lebih sehat. Sehingga pada saat ini HIV dan AIDS telah diterima sebagai penyakit yang dapat dikendalikan seperti diabetes, asma atau darah tinggi dan tidak lagi dianggap sebagai penyakit yang pembunuh yang menakutkan (Komisi Penanggulangan AIDS, 2012). Penyebaran ARV untuk ODHA dapat membantu mecegah 21 juta kematian terkait AIDS pada tahun 2030 (WHO, 2015). Jumlah orang dengan HIV/AIDS (ODHA) yang sedang mendapatkan pengobatan ARV di Indonesia sampai bulan Desember 2014 sebanyak 50.400 orang. (Dirjen P2PL Kemenkes RI, 2015). Pengobatan ODHA dengan pemberian ARV

  Pengetahuan yang dimiliki seseorang juga merupakan faktor yang sangat berperan terhadap stimulus yang dapat mempengaruhi Menjalani Terapi Antiretroviral di RSPAD persepsi (Notoatmodjo, 2010). Persepsi Gatot Subroto Jakarta Pusat”. merupakan tindak lanjutan dari pengetahuan yang dimiliki responden, namun persepsi yang

  baik belum cukup membuat ODHA patuh. Jenis penelitian ini bersifat analitik dengan Hasil penelitian yang dilakukan di Medan desain cross sectional. Tempat penelitian mengungkapkan bahwa tidak ada hubungan dilaksanakan di RSPAD Gatot Soebroto Jakarta antara persepsi dengan kepatuhan ODHA Pusat. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan walaupun sebagian besar responden memiliki Mei - Agustus 2016. Populasi dalam penelitian persepsi yang baik (Lumbanbatu dkk, 2012). adalah seluruh pasien yang menjalani terapi Hasil penelitian yang dilakukan oleh Latif dkk ARV sebanyak 357 orang. Jumlah sampel yang (2014) menyatakan hal yang berbeda, dikatakan diteliti dihitung dengan menggunakan rumus bahwa terdapat hubungan antara dukungan Lameshow sebagai berikut: 2 keluarga dengan kepatuhan ODHA dalam n = NZ P (1-P)

  α/ 2 menjalankan terapi ARV. 2 2 Supportive (dukungan) juga merupakan (N-1)d +Z 2 P (1-P) α/ aspek sosial yang mempengaruhi pengobatan Keterangan :

  ODHA (Komisi Penanggulangan AIDS, 2012). N = Besar Populasi Keluarga memerlukan dukungan secara n = Besar Sampel 2 psikologis antar-anggota keluarga. Konsekuensi Z 2 = Standar deviasi normal, ditentukan

  α/ emosional dapat terjadi jika dukungan tidak 1,96 (derajat kepercayaan 95%) didapatkan (Sunaryo, 2014). P = Proporsi untuk sifat tertentu yang

  Kemenkes RI telah menetapkan terjadi pada individu ditentukan 50% sebanyak 358 rumah sakit rujukan ODHA. (0,5) karena nilai P tidak diketahui Rumah sakit rujukan tersebar di seluruh (WHO, 1991) Indonesia dalam keputusan Menteri Kesehatan d = Tingkat penyimpangan terhadap\ Republik Indonesia nomor 451/MENKES/SK/ populasi biasanya 0,05

  XII/2012. RSPAD Gatot Subroto merupakan Berikut adalah perhitungan jumlah salah satu rumah sakit rujukan dari 6 rumah sampel minimum: 2 sakit rujukan yang ada di Kota Jakarta Pusat. n = N2 P (1-P)

  α/2 2 2 Latar belakang yang dipaparkan di atas (N-1)d +2 P (1-P) α/2

  membuat peneliti tertarik untuk membuat n = 357 . 1,96 . 0,5 . 0,5 356 . 0,0025 + 1,96 . 0,5 . 0,5 penelitian mengenai “Faktor – Faktor yang berhubungan Dengan Kepatuhan ODHA Dalam n = 174,93

  1,38 HASIL DAN PEMBAHASAN n = 126,76087 Tabel 1. Distribusi Karakteristik Responden di n = 127 Responden.

  VCT CST RSPAD Gatot Suebroto Jumlah sampel minimum responden Jakarta Pusat berdasarkan rumus di atas berjumlah 127 orang,

  No. Karakteristik Umum n %

  1 Jenis Kelamin namun dalam penelitian ini responden yang Laki-laki 83 63,8 digunakan berjumlah 130 orang. Sampel Perempuan 47 36,2

  2 Kelompok Umur diambil dengan metode accidental sampling.

  15-19 1 0,8 Analisis data yang digunakan dalam penelitian

  20-24 2 1,5 25-49 114 87,7 ini yaitu analisis univariat dan bivariat. Uji

  13 10,0 ≥50 statistik yang digunakan adalah uji chi square.

  3 Pendidikan Tidak Sekolah 1 0,8 SD 6 4,6 SMP 11 8,5 SMA 84 64,6 D3 6 4,6 S1 21 16,2 S2 1 0,8

  4 Status Pernikahan Menikah 70 53,8 Belum Menikah 42 32,3 Janda/Duda 18 13,8

  5 Pekerjaan PNS 31 23,8 Pegawai Swasta 37 28,5 Wiraswasta 22 16,9 Buruh 8 6,2 Pelajar/Mahasiswa 1 0,8 Ibu Rumah Tangga 25 19,2 Tidak Bekerja 6 4,6 Tabel 2. Distribusi Proporsi Kepatuhan Pengobatan Antiretroviral Menurut Variabel Independen serta Nilai p value VCT CST RSPAD Gatot Suebroto Jakarta Pusat

  Variabel Kepatuhan Terapi ARV Nilai p

Baik

  0,000 5,496 (2,223- 13,588)

  Distribusi responden berdasarkan status pernikahan paling banyak responden

  Penelitian ini juga menunjukkan bahwa distribusi berdasarkan pendidikan responden paling banyak terdapat pada pendidikan pada jenjang SMA dan paling sedikit pada jenjang S2 dan tidak sekolah. Ini menunjukkan sebagian besar responden pernah mendapatkan pendidikan, sebagian besar lulusan SMA dan bahkan ada responden yang sampai S2. Hal ini menunjukkan bahwa jenjang pendidikan tidak mempunyai pengaruh yang besar untuk seseorang terkena HIV.

  Tabel 1 menyatakan bahwa jenis kelamin laki- laki lebih banyak dibandingkan dengan responden berjenis kelamin perempuan. Kelompok dengan jenis kelamin laki-laki yang terkena HIV lebih banyak dibandingkan kelompok perempuan dan selalu menjadi kelompok jenis kelamin paling banyak dari tahun 2008-2014 (Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2014). Rasio HIV dan AIDS sampai desember 2015 antara laki-laki dan perempuan adalah 2:1 (Dirjen P2P, Kemenkes RI, 2016). Kelompok umur paling banyakberdasarkan tabel 1 berumur 25-49 tahun, dan kelompok umur paling sedikit berumur 15-19. Data tersebut juga sejalan dengan data pada laporan perkembangan HIV-AIDS triwulan IV yang menyatakan persentase infeksi HIV tertinggi dari bulan oktober sampai desember 2015 terdapat pada umur 25-49 tahun (Dirjen P2P, Kemenkes RI, 2016).

  PEMBAHASAN

  0,217 1,824 (0,801- 4,157)

  53 46,5 53,5

  46

  12 61,3 38,7

  19

  Kurang Baik 2.

  Dukungan Keluarga 1.

  65 34,3 65,7

  value

  34

  8 74,2 25,8

  23

  Negatif 2.

  Persepsi tentang Pengobatan ARV 1.

  0,032 2,653 (1,157- 6,082)

  62 37,4 62,6

  37

  12 61,3 38,7

  19

  Kurang Baik 2.

  Pengetahuan tentang Pengobatan ARV 1.

  OR (CI 95%) Tidak Patuh Patuh n % n %

Positif

Baik

  yang sudah menikah dan yang paling rendah responden dengan status perkawinan cerai (janda/duda). Distribusi ODHA ditinjau dari status pernikahan di Indonesia pada tahun 2011 juga menyatakan bahwa status menikah mendominasi sebanyak 43%, diikuti belum menikah sebayak 40%, dan status pernikahan janda/duda sebanyak 17% (Spiritia, 2011).

  Pekerjaan yang dilakukan oleh responden dapat dilihat pada tabel 1, pekerjaan responden paling banyak dilakukan terdapat pada pekerjaan pegawai swasta dan pekerjaan paling sedikit adalah pelajar/mahasiswa. Ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden masih cukup sehat untuk menjalankan aktifitas mereka masing-masing, termasuk untuk bekerja. Kepatuhan responden akan pengobatan atau jumlah CD4 responden yang masih tergolong tinggi bisa menjadi penyebab responden bisa menjalani aktivitas mereka masing-masing.

  Hubungan antara Pengetahuan dengan Kepatuhan Terapi ARV

  Hasil uji Chi Square didapatkan hasil p = 0,032, dapat disimpulan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan dengan kepatuhan terapi ARV. Berdasarkan nilai OR menyatakan responden dengan pengetahuan baik memiliki kecenderungan 2 kali lebih besar untuk patuh dibandingkan dengan responden dengan pengetahuan kurang baik. Pengetahuan yang baik akan menghasilkan kepatuhan yang baik pula. Semakin baik pengetahuan responden, maka semakin baik kepatuhan akan pengobatan

  ARV.

  Menurut pengamatan peneliti sebelum dimulainya terapi ARV, ODHA diberikan konseling sebelum di test HIV dan sesudah dilakukan test HIV. Konseling juga diberikan untuk pasangan dan keluarga kalau ODHA bersedia memberitahukan statusnya. Konseling mencakup informasi mengenai HIV, gizi untuk ODHA serta informasi tentang terapi ARV. Tujuan dari kegiatan tersebut untuk meningkatkan pengetahuan tentang terapi ARV. Menurut Notoatmodjo (2010) pengetahuan dibutuhkan oleh seseorang, sehingga akan mempermudah terjadinya perilaku sehat pada orang tersebut. Pengetahuan juga dimaksudkan untuk memberikan pengertian tentang pemahaman yang salah dan tidak kondusif bagi perilaku sehat yang dapat membuat akibat buruk bagi kesehatan seseorang tersebut.

  Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Martoni, dkk (2013) yang menguji faktor yang paling kuat mempengaruhi pasien HIV/AIDS terhadap terapi ARV. Hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa pengetahuan merupakan faktor yang paling kuat dalam mempengaruhi kepatuhan terapi ARV. Analisis multivariat dengan metode

  backwaid wald diperoleh nilai p=0,009 dengan

  nilai wald=6,833, OR=9,003, CI 95%= 1,733- 46,770. Pengetahuan memiliki kecenderungan 9 kali lebih besar dalam mempengaruhi kepatuhan menjalankan terapi dibandingkan tingkat pendidikan dan Back Deppresion Inventory (BDI).

  Penelitian lain juga dilakukan oleh Oroye et al (2013). penelitian ini menemukan bahwa sebagian besar pasien ARV di Nairobi tidak mencapai kepatuhan secara optimal. Faktor penyebab kepatuhan tidak optimal adalah pengetahuan yang buruk akan ARV.

  Hubungan antara Persepsi dengan Kepatuhan Terapi ARV

  Data penelitian menunjukkan hasil uji Chi

  Square didapatkan hasil p = 0,000, dapat

  disimpulan bahwa terdapat hubungan antara persepsi dengan kepatuhan terapi ARV. Berdasarkan nilai odds ratio menyatakan responden dengan persepsi baik memiliki kecenderungan 5 kali lebih besar untuk patuh dibandingkan dengan responden dengan persepsi kurang baik. Tingkat pengetahuan akan mempengaruhi persepsi seseorang dalam bertindak. Persepsi yang positif akan menghasilkan kepatuhan yang baik, hal ini disebabkan persepsi dapat mempengaruhi tindakan seseorang. Pernyataan tersebut didukung oleh teori yang dikemukakan oleh Max Weber dalam Noorkasiani, dkk (2009) yang berpendapat bahwa pengalaman, persepsi, pemahaman, penafsiran, atau situasi tertentu merupakan dasar seseorang melakukan suatu tindakan. Tindakan seseorang tersebut merupakan tindakan untuk mencapai tujuanatau sasaran dengan menggunakan sarana yang paling tepat.

  Teori lainnya yang dikemukanan oleh resenstock (1982) dalam Noorkasiani, dkk (2009) menyatakan model kepercayaan kesehatan menjelaskan lima unsur utama, dua diantaranya merupakan persepsi individu tentang kemungkinannya terkena suatu penyakit (perceived susceptibility) dan persepsi individu semakin berat suatu penyakit, semakin besar ancamannya (perceived threats ).

  perceived susceptibility menjelaskan bahwa

  seseorang yang merasa dapat terkena penyakit akan lebih cepat merasa terancam serta

  perceived threats menjelaskan akibat ancaman

  yang ditimbulkan oleh suatu penyakit yang berat mendorong seseorang melakukan tingkat pecegahan. Seseorang akan memelakukan tindakan penyembuhan penyakit jika benar- benar terancam oleh penyakitnya. HIV merupakan penyakit yang belum bisa disembuhkan. Jumlah virus HIV bisa ditekan dengan menjalani terapi ARV, oleh karena itu terapi ARV merupakan harapan terakhir agar ODHA bisa hidup lebih lama.

  Penelitian lainnya dilakukan oleh Novianto dkk (2016) menyatakan bahwa persepsi individu akan tingkatan keparahan suatu penyakit serta keyakinan dalam diri dapat merubah perilaku individu menjadi lebih bermanfaat dalam proses pengobatan atau terapi yang dilakukan seseorang. Penelitian yang sama juga dilakukan oleh Horne (2007). Pelitian tersebut menyatakan bahwa pengambilan obat ARV berkaitan dengan persepsi (OR=7,14, CI:2,84-19,37).

  Hubungan antara Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Terapi ARV

  Hasil penelitian dengan menggunakan uji Chi

  Square

  didapatkan hasil p = 0,217. Hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara dukungan keluarga dengan kepatuhan terapi ARV. Menurut pengamatan peneliti, responden tidak mau memberitahukan bahwa responden tersebut mengidap HIV karena merasa takut dan malu sehingga responden menutupi statusnya, namun banyak responden yang patuh. Selain dukungan keluarga, pemberian informasi yang cukup membuat resonden memahami pentingnya pengambilan ARV yang teratur. Ini terlihat dari banyaknya responden yang patuh persentase kepatuhan >95%, sehinnga membuat pasien walaupun tidak didukung oleh keluarga akan menjadi patuh.

  Dodds (2014) dalam French (2015) menyatakan stigma tentang HIV telah terbukti menyebabkan dampak yang membahayakan terhadap kesejahteraan individu yang mengidap HIV, itu sebabnya beberapa orang masih takut terhadap HIV dan stigmanya. Stigma merupakan sikap negatif terhadap ODHA. Stigma serta rasa takut membuat membuat ODHA berhenti untuk membicarakan HIV secara terbuka dalam komunitas tempat ODHA hidup dan oleh sebab itu mencegahnya untuk mencari bantuan, saran, serta dukungan.

  Hal yang berbeda didapatkan oleh Sugiharti, dkk (2014) yang dilakukan dengan wawancara mendalam. Penelitian ini menyatakan bahwa dukungan dari keluarga (orangtua, suami, dan saudara) merupakan faktor pendukung kepatuhan ODHA.

  Dukungan dari keluarga dalam penelitian Sugiharti, dkk berupa pemberian motivasi kepada ODHA dan mengingatkan kepatuhan ODHA untuk meminum obat.

  Pentingnya kepatuhan ARV untuk ODHA membuat Li Li (2010) meneliti tentang hambatan yang menyebabkan ketidakpatuhan.

  Penelitian ini menggunakan desain cross-

  sectional dengan jumlah responden 386. Hasil

  penelitian menunjukkan kepatuhan secara signifikan berhubungan dengan komunikasi keluarga.

  KESIMPULAN

  Kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan di RSPAD Gatot Subroto dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1.

  Terdapat hubungan antara pengetahuan dengan kepatuhan ODHA dalam menjalankan terapi antiretroviral di RSPAD Gatot Subroto Jakarta Pusat.

  2. Terdapat hubungan antara persepsi dengan kepatuhan ODHA dalam menjalankan terapi antiretroviral di RSPAD Gatot Subroto Jakarta Pusat.

  3. Tidak terdapat hubungan antara dukungan keluarga dengan kepatuhan ODHA dalam menjalankan terapi antiretroviral di Kemenkes RI. 2012. Rumah Sakit Rujukan RSPAD Gatot Subroto Jakarta Pusat. Bagi Orang dengan HIV AIDS . Jakarta:

  Kemenkes RI Komisi Penanggulangan AIDS. 2012. Info HIV

  SARAN 1.

  Dan AIDS . (Online)

  Bagi petugas VCT diharapkan agar terus meningkatkan pengetahuan akan terapi ARV baik ODHA yang sudah lama baru menjalani terapi, dengan demikian diakses tanggal 14 November 2015) diharapkan dari pengetahuan yang baik Lumbanbatu, V.V,. Maas, L.T,. Lubis, A.I. akan muncul persepsi yang baik 2012. Faktor-Faktor Yang 2.

  Berhubungan Dengan Kepatuhan

  Bagi rumah sakit diharapkan bisa terus memotivasi ODHA untuk menjalani Odha (Orang Dengan Hiv/Aids) hidup dengan membuat testimoni ODHA Dalam Menjalani Terapi Antiretroviral yang masih bertahan hidup. Agar motivasi Di Rsu. Dr. Pirngadi Medan Tahun ODHA meningkat dan kepatuhan ODHA 2012 . (Online). tersebut diharapkan juga meningkat.

  DAFTAR PUSTAKA

  Depkes. 2012. Profil Kesehatan Prov DKI

  Jakarta Tahun 2012 . Jakarta: Depkes

  Dirjen P2P Kemenkes RI. 2016. Laporan

  Perkembangan HIV-AIDS Triwulan

  IV Tahun 2015 . Jakarta: Kemenkes RI

   Dirjen P2P Kemenkes RI. 2016. Laporan

  Perkembangan HIV-AIDS Triwulan I Tahun 2016 . Jakarta: Kemenkes RI

   diakses tanggal Dirjen P2PL Kemenkes RI. 2010. Pedoman

  04 Juni 2016)

  Konseling Adherence Anti Retroviral. Martoni, W., Arifin, H., Raveinal. 2013. Faktor Jakarta: Kemenkes RI.

  • – Faktor yang Berhubungan Dengan Dirjen P2PL Kemenkes RI. 2015. Laporan Kepatuhan Pasien HIV/AIDS di

  Perkembangan HIV-AIDS Triwulan IV Poliklinik Khusus Rawat Jalan Bagian Tahun 2014. Jakarta: Kemenkes RI. Penyakit Dalam RSUP dr. M. Djamil

  Padang Periode Desember 2011 - Maret 2012. (Online). Jurnal Farmasi Andalas Vol.1 No.1

   diakses

  10 Agustus 2016) Notoatmodjo, S. 2010. Promosi Kesehatan

  Teori dan Aplikasi . Jakarta: Rineka

  Cipta Oyore J.P,. Mwanzo, I.J,. Orago, A.S.S,. Odhiambo-Otieno, G.W. 2013.

  Determinants of Adherence to Antiretroviral Therapy (ART) Among Patients Attending Public and Private Health Facilities In Nairobi, Kenya.

  (Online). Journal of AIDS and HIV Research Vol.

  5 No.

  3 diakses pada 05 September 2016) Pusat Data Dan Informasi Kemenkes RI. 2014.

  Situsi Dan Analisis HIV AIDS. Jakarta: Kemenkes RI.

  Spiritia. 2011. Peran Dukungan Sebaya

  Terhadap Peningkatan Mutu Hidup ODHA di Indonesia Tahun 2011.

  Jakarta: Spiritia Sunaryo. 2014. Sosiologi Untuk Keperawatan.

  Jakarta: Bumi Medika WHO. 2015. HIV/AIDS. (Online)

  en/, diakses tanggal 14 november