Urgensi Peranan Keluarga bagi Perkembangan Self-Esteem Remaja

  2337-6740 - 2337-6740 - 2337-6740 - 2337-6880 2337-6880 2337-6880

  ISSN Cetak:

  ISSN Cetak:

  ISSN Cetak:

  ISSN Online: http://jurnal.konselingindonesia.com http://jurnal.konselingindonesia.com http://jurnal.konselingindonesia.com Volume 2 Nomor 2, Juni 2014, Hlm 19-24 Volume 2 Nomor 2, Juni 2014, Hlm 19-24 Volume 2 Nomor 2, Juni 2014, Hlm 19-24 dan dan dan

  ISSN Online:

  ISSN Online:

  Info Artikel: Diterima 04/06/2014 Direvisi 13/06/2014 Dipublikasikan 30/06/2014

  Ikatan Konselor Indonesia (IKI)

Ur Urgensi Peranan Keluarga bagi Perkembangan

  

Self-Esteem Remaja

  Nikmarijal & Ifdil Universitas Negeri Padang

  Abstract

Adolescence is the period o d of interest due to their properties and its role in determin mining the life of

society. The one that affe ffects its development is self-esteem. Self-esteem is forme med through the

interaction of individuals ls with their environment. One family environment, if th if the environment

providing something fun, s , self-esteem would be positive, but if its not fun and self- elf-esteem will be

negative, further support p rt parents, parental control, and relationship to each othe ther between the

parents give a direct influ influence on the development of adolescent self-esteem. Th This article will expose further the importan tance of the role of the family in developing the self-esteem m of teenage.

  Keyword: Self-esteem, Remaja, K , Keluarga, Orangtua

  Copyright © 2014 IICE - Multika ltikarya Kons (Padang - Indonesia) dan IKI - Ikatan Konselo elor Indonesia - All Rights Reserved

  Indonesian Institute for Counselin ling and Education (IICE) Multikarya Kons PENDAHULUAN

  Self-esteem merupakan kan salah satu faktor keberhasilan individu dalam kehidupannya, karena perkembangan self-esteem pada an anak-anak akan menentukan keberhasilan maupun kegagala galan di masa mendatang.

  Sebagai penilaian terhadap diri iri sendiri, maka pengembangan self-esteem menjadi i bagian penting dalam pendidikan karena diharapkan mam ampu memproses penemuan konsep diri positif pada jiwa a anak. Menurut branden (2005) self-esteem adalah (1) keya yakinan dan kemampuan untuk bertindak dan menghadapi pi tantangan hidup ini, (2) keyakinan dalam hak untuk baha ahagia, perasaan berharga, layak. Memungkinkan untuk m menegaskan kebutuhan- kebutuhan dan keinginan-keingina inan.

  Coopersmith (1967) ju juga menungkapkan self-esteem merupakan evaluasi yan yang dibuat individu dan kebiasaan memandang dirinya te a terutama mengenai sikap menerima dan menolak, ju juga indikasi bersarnya kepercayaan individu terhadap ke kemampuannya, keberartian, kesuksesan, dan keberhargaa gaan. Secara singkat self-

  

esteem adalah “personal judgmen ent” mengenai perasaan berharga atau berarti yang dieks iekspresikan dalam sikap-

  sikap individu terhadap dirinya. P . Pernyataan serupa juga diungkapkan oleh Lutan (2003) ya yang memaparkan bahwa

  

self-esteem adalah penerimaan dir diri sendiri, oleh diri sendiri yang berkaitan dengan kita pa pantas, berharga, mampu

  dan berguna, tak peduli dengan a apa yang sudah, sedang atau bakal terjadi. Tumbuhnya pe perasaan “aku bisa” dan “aku berharga” merupakan inti dar dari pengertian self-esteem.

  Self-esteem mempengar garuhi motivasi, perilaku fungsional, dan kepuasan hidup up, dan secara signifikan melakukan dan bagaimana cara m a mereka melakukannya mungkin tergantung pada self-es -esteem. Self-esteem yang rendah telah terbukti berhubung ngan dengan banyak fenomena negatif, termasuk tinggin ginya tingkat kehamilan remaja, penyalahgunaan narkoba,

  a, minuman keras, kekerasan, depresi, kecemasan sosial, d l, dan bunuh diri. Faktor- faktor seperti keluarga, jenis kela elamin, ras, tingkat ekonomi, orientasi seksual, tampaknya ya mempengaruhi tingkat

  self-esteem (Twenge & Campbell, ell, 2002)

  Meningkatkan self-este steem remaja adalah tugas gabungan orang tua, guru, p pengasuh, konselor dan kakek-nenek. Beberapa karya terb terbaik psikolog mengenai self-esteem berada pada hubungan gan antara anak dan orang tua. Orangtua mempengaruhi ting tingkah laku dan juga menemukan pentingnya dukungan dan dan kontrol mereka. Pada

  bagian ini dibahas dampak dan n proses interaksi terkait orangtua-anak, dan menyarank nkan harus lebih banyak perhatian diberikan untuk remaja ja aktif, peran hubungan orang tua dengan satu sama lain, in, dan kemampuan orang tua untuk memberikan pengalaman an bersosialisasi yang optimal untuk anak-anak mereka.

  Pengertian Self-esteem Self-esteem merupakan kan salah satu faktor keberhasilan individu dalam kehidupannya, karena perkembangan self-esteem pada an anak-anak akan menentukan keberhasilan maupun kegagala galan di masa mendatang.

  Sebagai penilaian terhadap diri iri sendiri, maka pengembangan self-esteem menjadi i bagian penting dalam pendidikan karena diharapkan m mampu memproses penemuan konsep diri positif pada a jiwa Remaja. Menurut branden (2005) self-esteem adala alah (1) keyakinan dan kemampuan untuk bertindak dan an menghadapi tantangan hidup ini, (2) keyakinan dalam ha hak untuk bahagia, perasaan berharga, layak. Memungkin inkan untuk menegaskan kebutuhan-kebutuhan dan keingina inan-keinginan.

  Coopersmith (1967) ju ) juga menungkapkan self-esteem merupakan evaluasi yan yang dibuat individu dan kebiasaan memandang dirinya te a terutama mengenai sikap menerima dan menolak, ju juga indikasi bersarnya kepercayaan individu terhadap ke kemampuannya, keberartian, kesuksesan, dan keberhargaa gaan. Secara singkat self-

  

esteem adalah “personal judgmen ent” mengenai perasaan berharga atau berarti yang dieks iekspresikan dalam sikap-

  sikap individu terhadap dirinya. P . Pernyataan serupa juga diungkapkan oleh Lutan (2003) ya yang memaparkan bahwa

  

self-esteem adalah penerimaan dir diri sendiri, oleh diri sendiri yang berkaitan dengan kita pa pantas, berharga, mampu

  dan berguna, tak peduli dengan a apa yang sudah, sedang atau bakal terjadi. Tumbuhnya pe perasaan “aku bisa” dan “aku berharga” merupakan inti dar dari pengertian self-esteem.

  Menurut Maslow, self-e lf-esteem sebagai suatu kebutuhan yang harus dipenuhi ole oleh manusia. Kebutuhan akan self-esteem oleh maslow dib ibagi menjadi dua bagian, yaitu : (1) Penghormatan atau p penghargaan diri sendiri yang mencakup hasrat untuk mem emperoleh kompetensi, rasa percaya diri, kekuatan pribadi, adi, edukasi, kemandirian dan kebebasan. Individu ingin m mengetahui atau yakin bahwa dirinya berharga serta ma mampu mengatasi segala tantangan dalam hidupnya, (2) Pe Penghargaan dari orang lain, antara lain prestasi. Dalam m hal ini individu butuh pernghargaan atas apa-apa yang dila dilakukannya.

  Disini individu akan b berusaha memenuhi kebutuhan akan self-esteem, apabila bila kebutuhan akan rasa cinta dan rasa memilikinya telah lah terpenuhi atau terpuaskan (Koeswara, 1991). Coopersm smith (1981) menyatakan bahwa self-esteem individu tidak idak ditentukan oleh tingginya kemampuan individu dala alam sumber self-esteem. Tetapi lebih ditentukan oleh kriter iteria yang digunakan individu untuk menilai dirinya dan ting tingkat pencapaiannya.

  Dari uraian tersebut dia diatas, maka dapat disimpulkan bahwa self-esteem adalah : : (1) penilaian seseorang secara umum terhadap dirinya s sendiri, baik berupa penilaian negatif maupun penilian ilian positif yang akhirnya menghasilkan perasaan keberharg argaan atau kebergunaan diri dalam menjalani kehidupan, n, (2) kemampuan untuk memahami apa yang dapat dilaku kukan dan apa yang telah dilakukan, (3) penetapan tujuan n dan arah hidup sendiri, (4) kemampuan untuk percaya pad pada kemampuan sendiri, dan tidak merasa iri pada prestasi si orang lain.

  Pembentukan Self-Esteem Self-esteem mulai terb terbentuk setelah anak lahir, ketika anak berhadapan de dengan dunia luar dan

  berinteraksi dengan orang-orang ng di lingkungan sekitarnya. Interaksi secara minimal m l memerlukan pengakuan, penerimaan peran yang saling te tergantung pada orang yang bicara dan orang yang d diajak bicara. Interaksi menimbulkan pengertian tentang k g kesadaran diri, identitas, dan pemahaman tentang diri. H Hal ini akan membentuk penilaian orang lain terhadap dirin irinya sebagai orang yang berarti, berharga, dan menerima k a keadaan diri apa adanya sehingga individu mempunyai Self Self-esteem (Burn, 1993:46).

  Self-esteem mengandun dung pengertian ”siapa dan apa diri saya”. Segala sesua suatu yang berhubungan

  dengan seseorang, selalu menda dapat penilaian berdasarkan kriteria dan standar tertentu tentu, atribut-atribut yang melekat pada remaja akan menda dapat masukan dari orang lain dalam proses berinteraksi d i dimana proses ini dapat menguji individu, yang memperlih rlihatkan standar dan nilai diri yang terinternalisasi dari mas asyarakat dan orang lain.

  Coopersmith (1967) m meneliti perkembangan pada anak-anak sekolah percay caya self-esteem menjadi fenomena kompleks yang terdiri iri dari self-evaluation dan manifestasi reaksi defensive u untuk evaluasi tersebut. Terdiri dari dua ekspresi bagian-s n-subyektif dan perilaku manifestasi self-esteem adalah self self-evaluation kelayakan seseorang. Ini adalah proses “kin kinerja, kapasitas dan atribut” sesuai dengan standar priba ibadi dan nilai-nilai yang berkembang selama masa remaja. ja.

  Green dan Kolos (2010 10) menyatakan bahwa pengembangan self-esteem, komple pleksitas dari komponen kritis remaja, sesuai dengan penga galaman anak-anak di usia sekolah, yang meliputi : (1) aka kademik dan evaluasi, (2) partisipasi pada aktivitas ekstra ku kurikuler dan kompetensi, (3) diterima atau ditolak teman an sebaya, (4) kehidupan keluarga dirumah dan hubungan d n dengan orang tua berpengaruh signifikan. Remaja sering ng menilai mereka sendiri lebih tinggi dari temannya (Gala alambos, Barker & Krahn, 2006). Selanjutnya variabel d l demografis seperti jenis kelamin, status sosial ekonomi, da dan etnis berdampak pada self-esteem.

  Violet Oaklander (1988 988), membuat beberapa daftar pedoman dasar sehari-hari ri untuk mendukung self-

  

esteem anak, yaitu : (1) mendeng engarkan, mengakui dan menerima perasaan remaja, (2) m ) memperlakukan mereka

  dengan hormat, (3) memberikan p pujian khusus, (4) spesifik dalam mengkritik remaja, (5) ju ) jujur dengan mereka, (6) memiliki reaksi terhadap remaja, ja, (7) memberikan tanggung jawab, independensi dan keb ebebasan untuk membuat pilihan, (8) melibatkan mereka dala dalam pemecahan masalah, (9) menjadi contoh yang baik ba bagi remaja.

  Dukungan Orangtua

  Konsistensi formulasi s si self-esteem menekankan pentingnya penilaian diri, ada da bukti persuasif bahwa persetujuan orangtua, dorongan, n, respons, kehangatan, pemeliharaan, dukungan, dan k kasih sayang berkaitan dengan self-esteem remaja, serta ta aspek lain dari penyesuaian sosial, emosional, dan aka kademik (Gecas & Seff, 1990). Untuk alasan teoritis dan dan metodologis, penting untuk dicatat bahwa self-este steem remaja lebih kuat berkorelasi dengan persepsi rema maja dari perilaku orangtua dibandingkan dengan perseps epsi orang tua itu sendiri (Demo, Small, & Savin-Williams, s, 1987). Sebagian besar remaja menghormati dan mengha ghargai orang tua mereka, mengidentifikasi, dan merasa deka ekat dengan orangtua mereka (Bachman, Johnston, & O'Malle alley, 1987).

  Dukungan orangtua m menunjukkan manfaat bagi self-esteem remaja. Teruta utama ketika orang tua menunjukkan minat pada anak k mereka, menerima, menghabiskan waktu dan melaku lakukan hal-hal bersama, berbicara, mendengarkan, menyen yentuh, memeluk, bermain, mendorong dan memberikan n pujian kepada mereka. Tentu saja, anak-anak sering men enolak, mencegah, menantang, dan melemahkan upaya or orang tua untuk menjadi responsif dalam mendukung mer ereka (Ambert, 1997), kesesuaian dan pentingnya perila ilaku orangtua bervariasi untuk self-esteem remaja khusuny unya dalam menemukan situasi dan tahap perkembangan. an. Tapi tampaknya yang paling penting untuk self-esteem m remaja adalah bahwa mereka merasa bahwa orang tua ua mereka peduli kepada mereka (Rosenberg, 1985), yaitu itu bahwa orang tua mereka berpikir mereka penting dan p peduli tentang apa yang terjadi pada mereka.

  Kontrol Orangtua

  Dimensi perilaku orang angtua dengan konsekuensinya yang berpangaruh besar b r bagi self-esteem remaja adalah kontrol orangtua. Dukunga gan orangtua, kontrol orangtua bersifat multidimensi, tetapi tapi jenis kontrol orang tua sangat penting. Studi menunjukka kkan bahwa kontrol otoritatif, menekankan pada penjelask laskan penalaran induktif, pengawasan orangtua, pemantaua uan, dan pembatasan yang lebih positif terkait dengan k konsep diri anak, tetapi kontrol otoriter, yang melibatkan p n pemaksaan, ancaman, dan hukuman fisik, memiliki konse nsekuensi merugikan bagi evaluasi diri remaja (Gecas & Sef Seff, 1990). Kurdek dan Fine (1994) mengamati bahwa pe penerimaan keluarga dan kontrol keluarga yang positif ber berkaitan dengan kompetensi psikososial (termasuk indek eks self-esteem dan self- efficacy ).

  Kontrol keluarga diartik iartikan sebagai kegiatan pemantauan orangtua yaitu mem emastikan bahwa remaja mengerjakan pekerjaan rumah, m mengetahui di mana remaja dan apa yang dia lakukan, n, dan menjaga apa yang dilihat oleh remaja. Kurdek dan Fin Fine (1994) menemukan tidak ada batas untuk kontrol, sem semakin banyak orang tua memantau anak-anak mereka, sem semakin besar manfaat bagi penilaian anak-anak. Satu pen penjelasan yang mungkin untuk temuan tersebut adalah b bahwa pengawasan orangtua adalah “pengingat harian ian untuk mereka bahwa orangtua mereka peduli tentang m mereka atau anak penting bagi meraka”.

  Remaja tidak hanya pe penerima pasif dari perilaku orangtua. Berbeda dengan p n pandangan tabula rasa yang disarankan oleh teori-teori ri sosial, adalah umumnya bahwa remaja aktif dan kre reatif dalam menentang, menolak, dan menggagalkan upay aya orang tua untuk memantau dan mendisiplinkan, merek reka menginginkan orang tua untuk menyerah, mundur, seh sehingga permisif dan toleran. Situasi ini diperburuk dan n semakin sulit sehingga memunculkan antisosial, dan pemb mberontakan remaja tersebut (Ambert, 1997).

  Dengan kepribadian me mereka sendiri dan dengan banyak pengaruh ekstra membe bentuk tindakan mereka, remaja mengganggu pemantauan an orangtua dan kontrol dengan berbagai cara: Remaja ja dapat menolak untuk bekerja sama dengan orang tua tua mereka, dapat memilih untuk tidak taat dengan ora rang tua yang mencoba mengawasi dan mendisiplinkan m mereka, dapat mengabaikan saran, dan dapat tiba di rum umah dalam suasana hati yang sangat buruk, mereka dapat pat badmouth, menghina, melecehkan, dan bahkan menye yerang orang tua mereka (Ambert, 1995). Perilaku seperti rti mengurangi keterlibatan orang tua, dukungan dan eva valuasi yang positif dari orang tua membuat remaja bertan tanggung jawab dalam menyangkal self-esteem yang lebih b h baik.

  Hubungan Orangtua

  Komponen penting lain lain dari lingkungan keluarga remaja yang berimplikasi un untuk self-esteem mereka adalah sifat hubungan orang tua tua satu sama lain. Tingginya tingkat ketidakbahagiaan p perkawinan, perceraian, single parent, dan pernikahan kem kembali meningkatkan kekhawatiran tentang stabilitas dan dan kontinuitas hubungan orangtua-anak dan penyediaan s sumber daya yang diperlukan seperti sosial, emosion ional, dan ekonomi bagi kesejahteraan anak-anak. Studi i menemukan bahwa tingginya tingkat konflik perkaw awinan dan interparental mempengaruhi self-esteem remaja aja, tetapi struktur keluarga (jumlah dan status perkawinan an orang tua yang tinggal di rumah tangga) tidak memberik rikan pengaruh yang signifikan dalam membentuk self-es -esteem remaja (Cashion, 1984).

  Seringnya muncul Kon onflik perkawinan dan belum terselesaikan masalah berb erbahaya bagi pandangan remaja dari diri mereka sendiri d i dalam beberapa cara. Pertama, remaja, khususnya, cende derung menyalahkan diri sendiri karena interaksi negatif an antara orang tua (Hammen, 1992). Remaja sering ditarik rik ke dalam perselisihan perkawinan, merasa terjebak di a i antara orang tua dan harus memihak. Selama dan setela telah konflik perkawinan, orang tua kurang responsif terhad adap kebutuhan emosional remaja, dan mempertinggi kon onflik (Brody, Stoneman, McCoy, & Forehand, 1992). Per erselisihan perkawinan sering mengendapkan proses kelu eluarga sehingga menjadi destruktif, termasuk agresi intersp rspousal dan kekerasan, konflik orang tua-anak, dan orang g tua bersifat agresif dan keras yang ditujukan terhadap rem remaja (Jouriles, Barling, & O'Leary, 1987). Dalam situasi si ini, pikiran remaja dari keluarga mereka dan diri mereka s a sendiri mau tidak mau disibukkan dengan hal negatif dan an suka mengkritik.

  Sekali lagi, penting untu ntuk mengenali sifat dua arah dari hubungan orangtua-anak nak, dengan remaja sering menjadi sumber, memberikan ko kontribusi bagi remaja atau eskalasi konflik interparenta ntal, menciptakan siklus pengalaman keluarga bermasalah y h yang menghambat remaja (dan juga orang tua) untuk men engevaluasi diri.

  PENUTUP

  Keluarga adalah lingku gkungan pembimbing yang pertama dan utama, terutama a agar kepribadian yang kemudian dapat dikembangkan ke ke tahap berikutnya. Perkembangan self-esteem sangat dip dipengaruhi oleh peranan orang tua dalam menjalankan tuga gas pokok dan fungsinya. Self-esteem merupakan evaluasi y si yang diuat individu dan kebiasaan memandang dirinya te terutama mengenai sikap menerima atau menolak. Hub ubungan remaja dengan anggota keluarga berhubungan d dengan pandangan dan evaluasi dari diri mereka sendir diri, dan proses ini tetap berpengaruh sepanjang hidup. M . Meskipun banyak teori sosialisasi remaja dan pengem embangan menunjukkan berkurangnya peran keluarga terha rhadap remaja sehingga menjauhkan diri dari anggota kelua luarga, terutama orangtua. Bukti di sini menegaskan pentingn gnya keterlibatan orang tua, dukungan, dan kontrol bagi self self-esteem remaja.

  DAFTAR PUSTAKA Ambert, A.-M. (1997). Parents, c , children, and adolescents: Interactive relationships and d d development in context.

  New York: Haworth. Ambert, A.-M. (1995). A critica itical perspective on the research on parents and adolesc lescents : Implications for research, intervention, an and policy. In D. H. Demo 8c A.-M. Ambert (Eds.), Pare arents and adolescents in

  changing families (pp. 29 291-306). Minneapolis, MN: National Council on Family R Relations.

  Bachman, J. G., Johnston, J. J., 8c , 8c O'Malley, P. M. (1987). Monitoring the future: Questio stionnaire responses from the nations high school se l seniors, 1986. Ann Arbor: University of Michigan, Institute titute for Social Research. Branden, Nathaniel. 1996. The Po Power of Self Esteem : Health Communications inc. Florida.

  a. Deenfield Beach Brody, G. H., Stoneman, Z., M McCoy, J. K., 8c Forehand, R. (1992). Contemporan raneous and longitudinal associations of sibling co conflict with family relationship assessments and family dis discussions about sibling problems. Child Developm lopment, 63, 391-400. Burn, R.B .1993. Konsep Diri : Te : Teori, Pengukuran, Perkembangan dan Perilaku . Alih Bah ahasa oleh Eddy, Jakarta : Arcan. Cashion, B. G. (1984). Female-he -headed families: Effects on children and clinical implicatio ations. In D. H. Olson, 8c B. C. Miller (Eds.), Family mily studies review yearbook (pp. 481-89). Beverly Hills, C , CA: Sage. Coopersmith, S. 1981. The Antece tecedents of Self-Esteem , Palo Alto, CA: Consulting Psychol hologists Press. Demo, D. H., Small, S. A., 8c Sa Savin-Williams, R. C. (1987). Family relations and the self selfesteem of adolescents and their parents. Journal nal of Marriage and the Family, 49, 705-15. Gecas, V., 8c Seff, M. A. (199 990). Families and adolescents: A review of the 1980s. 0s. In Alan Booth (Ed.),

  Contemporary families: s: Looking forward, looking back (pp. 208-25). Minne inneapolis, MN: National Council on Family Relatio lations.

  Greenberg, J. (2008). Understan tanding the vital human quest for self-esteem. Perspectiv ectives on Psychological Science , 3, 48–55. Green, E.J., Crenshaw, D., & Kolo olos, A. (2010). Counseling children with preverbal trauma ma. International Journal of Play Therapy , 19(2), 95-105. . Hammen, C. (1992). Cognitive,

  e, life stress, and interpersonal approaches to a developm pmental psychopathology model of depression. Dev evelopment and Psychopathology, 4, 189-206. Ho, C. S., Lempers, J. D., & Cla Clark-Lempers, D. S. (1995). Effects of economic hardsh dship on adolescent self- esteem: A family mediatio iation model. Adolescence, 30,117-31 Jouriles, E. N., Barling, J., 8c O O'Leary, K. D. (1987). Predicting child behavior problem lems in maritally violent families. Journal of Abno normal Child Psychology, 15, 497-509 Koeswara, E. 1991. Teori-Teori K i Kepribadian . Bandung: PT. Eresco Kurdek, L. A., & Fine, M. A. (19 1994). Family acceptance and family control as predictors rs of adjustment in young adolescents: Linear, curvilin rvilinear, or interactive effects? Child Development, 65,113 137-46. McLoyd, V. C, Jayaratne, T. E., C ., Ceballo, R., & Borquez, J. (1994). Unemployment and w work interruption among

  African American moth thers: Effects on parenting and adolescent socioemotio tional functioning. Child

  Development, 65, 562-89

  89 Oaklander, Violet. (1988). Window dows to our children: A Gestalt therapy approach to childre ildren and adolescents . Rosenberg, M. (1985). Self-con oncept and psychological well-being in adolescence. In In R. Leahy (Ed.), The

  development of the self (p lf (pp. 205-246). New York: Academic Press

  Rusli Lutan. (2003). Self Esteem: em: Landasan Kepribadian. Jakarta : Bagian Proyek Pening ingkatan Mutu Organisasi dan Tenaga Keolahragaan aan Dirjen Olahraga Depdiknas. Twenge, J. M., & Campbell, W W. K. (2002). Self-esteem and socioeconomic status: A : A metaanalytic review.

  Personality and Social Ps l Psychology Review , 6, 59–71.