ESTIMASI SEISMISITAS SUMATERA SEBAGAI UP

Prosiding Seminar Nasional “Gempa Sumatera Utara: Resiko dan Antisipasinya”

ESTIMASI SEISMISITAS SUMATERA SEBAGAI UPAYA MITIGASI
RISIKO GEMPA
1

2

Rafki Imani dan Jihan Melasari
1

Dosen Universitas Putra Indonesia “YPTK” Padang
Dosen Universitas Putra Indonesia “YPTK” Padang

2

ABSTRAK
Wilayah Sumatera berada di sekitar batas lempeng Indo-Australia dan lempeng Eurasia.
Batas pertemuan lempeng ini merupakan lokasi sumber-sumber gempa tektonik merusak
yang berasal dari zona subduksi dan patahan besar sumatera. Gempabumi
Sumatera‒Andaman 26 Desember 2004 hingga gempabumi Padang pada 30 September

2009 lalu adalah serangkaian peristiwa gempa merusak dalam sejarah kegempaan di
Sumatera. Penelitian ini diarahkan pada usaha mitigasi gempa berdasarkan estimasi
seismisitas. Estimasi seismisitas bertujuan untuk mengetahui karakteristik dan fenomena
gempa di masa mendatang. Metode yang digunakan adalah analisis hubungan frekuensimagnitude oleh Gutenberg-Richter. Data gempa dalam penelitian ini dikumpulkan dari
katalog Preliminary National Earthquake Information Center USGS (NEIC-USGS) dan
o
rekaman gempa dari BMKG sampai dengan November 2013 dengan batas wilayah 92 BT–
o
o
o
106 BT dan 7 LU–7 LS, pada kedalaman gempa maksimum 200 km, yang meliputi wilayah
Sumatera. Dari hasil estimasi seismisitas dengan software ZMap diperoleh nilai-b secara
spasial berkisar antara 0,6–1,6 dan nilai-a berkisar antara 6–8. Dari penelitian ini
disimpulkan, umumnya diperoleh nilai-b yang kecil, artinya karakteristik tanah di Sumatera
memiliki struktur batuan yang keras dengan kerapuhan yang rendah. Nilai-b yang tinggi
mengindikasikan suatu proporsional yang relatif besar dari gempa-gempa kecil dan nilai-b
yang rendah sebaliknya. Dari hasil estimasi periode ulang gempa secara spasial
mengindikasikan bahwa, gempa dengan skala yang kecil memiliki periode ulang yang lebih
pendek dan gempa skala lebih besar sebaliknya. Berdasarkan estimasi ini, daerah
Mentawai, Bengkulu dan Enggano memiliki tingkat risiko dan aktivitas kegempaan yang

tinggi yang ditandai dengan periode ulang yang singkat pada gempa besar dibandingkan
daerah lainnya di Sumatera.
Kata kunci: karakteristik gempa, mitigasi gempa, seismisitas.

1. PENDAHULUAN
Salah satu wilayah yang berada di sekitar batas lempeng besar Indo-Australia, lempeng Eurasia
dan lempeng Pilipina di indonesia adalah pulau Sumatera. Batas pertemuan tiga lempeng
tersebut merupakan lokasi sumber-sumber gempa tektonik merusak yang berasal dari zona
subduksi dan patahan besar sumatera (sumatra great fault). Gempabumi di zona subduksi
Sumatera terjadi sebagai akibat dari pergerakan lempeng Indo-Australia yang relatif bergerak ke
utara dan bertumbukan dengan lempeng Eurasia yang relatif diam. Ancaman gempa di daerah ini
akan terus berlangsung dalam jangka waktu yang lama selama pergerakan antar lempeng tektonik
masih terjadi.
Serangkaian peristiwa gempa yang terjadi di Sumatera seperti gempa Sumatera-Andaman pada
tanggal 26 Desember 2004 dengan magnitude Mw 9 yang diikuti bencana tsunami telah menelan
korban lebih dari 200 ribu jiwa (Rohadi, 2009), gempabumi Nias-Simelue pada tanggal 28 Maret
1

2


Email: rafimani17@yahoo.co.id, Email: 1.jihanmelasari@gmail.com

2005 dengan magnitude Mw 8,7 yang termasuk gempa besar kedua yang terjadi pada dekade ini
serta gempa Padang pada tanggal 30 September 2009 lalu adalah gempabumi terbesar yang
pernah tercatat dalam sejarah kegempaan di Sumatera, yang kekuatannya dirasakan hingga
Singapura dan Malaysia, serta di daerah Sumatera lainnya seperti Aceh, Jambi, Riau, Bengkulu dan
Sumatra Utara. Dampak gempa-gempa tersebut mengakibatkan kerugian harta benda, jatuhnya
korban jiwa serta pengungsi yang tidak sedikit (BNPB & Bappenas, 2009). Berkaitan dengan
kondisi di atas, perlu adanya upaya mitigasi gempa untuk menanggulangi bahaya dan dampak
yang ditimbulkannya. Beberapa pendekatan telah sering dilakukan untuk meneliti aktivitas
kegempaan di wilayah Sumatera. Dalam penelitian ini dilakukan studi seismisitas sebagai upaya
mitigasi risiko gempa di wilayah Sumatera.
Studi seismisitas merupakan upaya prediksi gempa dengan cara mengamati fenomena dan
prekursor gempa, serta menyelidiki karakteristik dan aktivitas parameter seismik yang dapat
digunakan sebagai ukuran tingkat kegempaan suatu daerah. Berdasarkan pengalaman
gempabumi terjadi didahului dengan fenomena-fenomena yang dapat diamati. Fenomenafenomena ini dirumuskan berdasarkan hipotesa bahwa gempabumi terjadi ketika adanya
akumulasi energi regangan batuan hingga mendekati tegangan maksimum dalam kerak bumi,
yang dilepaskan dalam bentuk gempa ke permukaan bumi. Akumulasi energi regangan di sekitar
inti pusat gempa dapat menyebabkan perubahan fisis yang teramati sebagai tanda awal
terjadinya gempa (BMKG, 2010). Analisa seismisitas dapat memberikan suatu gambaran atau

informasi secara sistematis tentang karakteristik dan aktivitas gempa pada suatu daerah dalam
jangka waktu tertentu berupa grafik dan peta seismik. Karakteristik seismik yang akan diamati
dalam penelitian ini seperti, parameter tektonik nilai-b dan parameter seismik nilai-a yang
menandai tingkat aktivitas seismik dan periode ulang gempa. Berdasarkan beberapa penelitian
terdahulu, penurunan nilai-b dan nilai-a biasanya berkorelasi dengan tingkat stress batuan yang
tinggi dan aktivitas kegempaan yang rendah, serta periode ulang yang pendek (Scholz, 1968).

Gambar. 1 Tektonik wilayah Indonesia bagian Barat dan kecepatan pergerakan lempeng Indo-Australia
yang menunjam di bawah lempeng Eurasia (BMKG, 2009).

2. TINJAUAN PUSTAKA
KA
Tektonik Sumatera
tektonik Sumatera dan sekitarnya
sek
terbentuk karena peristiwa tumbukan
an antar
a
lempeng tektonik
utama yakni, tumbukan antara

ant
lempeng Indo-Australia dengan lempeng Eurasia
E
yang terjadi pada
masa lalu. lempeng Indo-A
Australia yang bergerak ke utara dengan kecepata
patan relatif hingga 50–60
mm/tahun dan menyusup
sup ke bawah lempeng Eurasia membentuk zona
zon subduksi Sumatera
(sunda) yang merupakan
n batas
ba kontak antar lempeng tersebut atau disebu
ebut palung sunda (Sunda
Trench) (Gambar. 1). zona
na subduksi
s
di sepanjang Sumatera terdiri dari beberapa
beb
segmen, seperti

segmen Aceh, segmen Sim
imeulue, Segmen Nias, segmen Mentawai dan
n se
segmen Bengkulu. Arah
subduksi yang relatif miring
iring sekitar 12o terhadap daratan Sumatera menyeb
yebabkan timbulnya lajur
sesar Sumatera dan lajur
jur sesar Mentawai yang memanjang dari Utara
tara hingga Selatan pulau
Sumatera (Natawidjaja,, 200
2007).
Pergerakan patahan Sumat
matera dipengaruhi oleh desakan Indo-Australia yang
yan bergerak sebesar 50
hingga 60 mm/tahun ke dal
dalam lempeng Eurasia (Delfebriyadi dkk, 2011).
). Gempa
G
yang disebabkan

oleh patahan Sumateraa bia
biasanya cukup besar dan menyebabkan kerusak
usakan yang cukup parah,
namun tidak menimbulkan
lkan tsunami. Contoh gempa yang disebabkan
n o
oleh aktivitas sesar ini
adalah gempa Padang pada
ada bulan Maret 2007 yang berkekuatan 5,8 SR.

Seismisitas Wilayah Sum
Sumatera
Kejadian gempabumi di Sumatera
Su
disebabkan karena letaknya yang be
berada pada pertemuan
lempeng Indo-Australia dan Eurasia membentuk zona subduksi Sumatera
era (subduksi Sunda) yang
ditandai oleh Palung Sunda
nda dan diidentifikasi sebagai pusat-pusat gempaa besar

b
sepanjang sejarah
kegempaan di Indonesia
ia (R
(Rosyidi dkk, 2011). Kondisi ini disebabkan oleh terdapatnya patahan
atau penyusupan lempeng
eng aktif gempa, sehingga pulau Sumatera memi
emiliki tingkat kerawanan
gempa yang cukup tinggi
gi (G
(Gambar 2).

Gambar. 2 Seismisitas dengan
ngan kedalaman sumber dangkal dan menengah di wilaya
ilayah Sumatera dengan Mw
4-9 dari
ri gabungan
ga
katalog NEIC-USGS dan BMKG periode 1963
63–2013.


Kebanyakan gempa yang pernah terjadi di wilayah Sumatera, baik gempa besar maupun gempagempa kecil berasal dari zona subduksi Sumatera. Sejarah mencatat dimana seismisitas di zona ini
cukup tinggi dengan kekuatan yang cukup besar, mulai dari gempa yang terjadi di sekitar
Kepulauan Mentawai dan Kepulauan Batu pada tahun 1797 (Mw 8,3), tahun 1833 (Mw 9) dan
tahun 1935 (Mw 7,7), gempa di sekitar pulau Nias-Simeleu pada tahun 1861 (Mw 8,5) dan tahun
1907 (Mw 7,6), gempa Aceh-Andaman pada tahun 2004 (Mw 9,2) dan gempa Nias 2005 (Mw 8,7)
(Natawidjaja, 2007).

Estimasi Seismisitas sebagai Potensi Prekursor Gempa
Estimasi seismisitas merupakan sebuah metode estimasi untuk mengetahui karakteristik
parameter seismik dan tektonik sebagai parameter yang mengontrol bencana gempa yang
mempengaruhi suatu wilayah (site). Analisis ini menghasilkan parameter dan peta variasi spasial
nilai-b dan nilai-a. Salahsatu metode yang digunakan adalah metode Gutenberg-Richter atau
hubungan distribusi frekwensi-magnitude (Frequency-Magnitude Distribution, FMD). Hasil analisis
ini selanjutnya dapat memberikan informasi mengenai tingkat kegempaan yang mempengaruhi
suatu wilayah dalam hubungannya dengan mitigasi prekursor bencana gempa sebelum terjadi
gempa berikutnya di masa yang akan datang.

Estimasi Nilai-b dengan Metode Distribusi Frekwensi-Magnitude
Distribusi kejadian gempa umumnya diasumsikan mengikuti hubungan frekwensi-magnitude

(Frequency-Magnitude Distribution, FMD) yang diusulkan pertama kali oleh Gutenberg-Richter
(1942), sebagai metode untuk mengetahui aktivitas kegempaan di suatu wilayah berupa
parameter nilai-a dan nilai-b.
Bentuk sederhana dari FMD dapat dinyatakan sebagai:

LogN(M) = a − bM

(1)

Gambar. 3 Relasi Gutenberg-Richter yang menggambarkan hubungan logaritma jumlah gempa dan
magnitude.

dengan N (M) adalah jumlah gempa pada magnitude m, nilai-a merupakan tingkat seismik suatu
wilayah dimana pada nilai-a yang tinggi menandakan bahwa di wilayah itu memiliki tingkat

kegempaan yang sangat aktif, begitu juga sebaliknya. Sedangkan nilai-b berhubungan dengan
keadaan tektonik daerah penelitian dan tergantung dari sifat batuan setempat yang
menggambarkan aktivitas stress lokal, yang ditandai dengan tingkat kerapuhan batuan (Scholz,
1968). Semakin besar nilai-b berarti semakin besar tingkat kerapuhan batuannya, begitu pula
sebaliknya (Shohaya dkk, 2013). Selain itu wilayah dengan heterogenitas yang besar berkorelasi

dengan nilai-b yang tinggi (Mogi, 1962). Menurut penelitian sebelumnya, nilai-b setiap wilayah
adalah konstan dan mendekati 1 (Wyss, 1973).
Dari Gambar. 3, nilai-b ditandai dengan kemiringan (slope) garis, yang merepresentasikan
kemungkinan relatif kejadian gempa yang berbeda dimana, aktifitas gempa menjadi lebih kecil
pada nilai-b yang semakin bertambah.
Secara statistik nilai-b dapat ditentukan dengan Maximum Likehood Method (MLM) berikut (Aki,
1965; Utsu, 1965):

b=

0,4
M − Mmin

(2)

Dimana M adalah magnitude rata-rata dan Mmin adalah magnitude minimum atau magnitude
completeness (Mc). Menurut Shi & Bolt (1982), standar deviasi dapat dihitung dengan hubungan
empiris berikut:

σ b = 2,3b2 σ(M)

(3)

dimana,
n

σ 2 (M) =

∑ (M − M)

2

i

i=1

n(n − 1)

(4)

Periode Ulang Gempa
Besarnya periode ulang gempa bergantung pada magnitude atau ukuran gempa. Teori elastic
rebound menyatakan bahwa, pergerakan lempeng tektonik mengalami fase akumulasi energi
dalam jangka waktu yang cukup lama hingga energi tersebut dilepaskan dalam bentuk gempa
besar. Hal ini berarti bahwa, semakin lama periode ulang gempa, maka semakin besar kekuatan
(magnitude) gempa yang dilepaskan (Chasanah dkk, 2013).
Jumlah frekwensi kumulatif gempa dalam satu tahun adalah:

N1 (M) = 10 a1 −bM

(5)

Karena N1(M) merepresentasikan jumlah kejadian gempa dalam satu tahun, maka periode ulang
gempa yang diperlukan untuk satu kali kejadian gempa pada magnitude M≥m di masa mendatang
adalah:

T=

1
N1 (M)

(6)

dengan T adalah periode ulang gempa dan N1(M) adalah jumlah gempa dalam satu tahun.

3.

METODOLOGI

Data Gempa
Data gempa yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder kegempaan dari katalog
rekaman gempa yang pernah terjadi di sekitar wilayah Sumatera sampai dengan November 2013.
Data-data tersebut dikumpulkan dari katalog Preliminary National Earthquake Information Center
USGS (NEIC-USGS) dan katalog rekaman gempa dari BMKG yang meliputi batas 92o BT – 106o BT
dan 7o LU – 7o LS, pada kedalaman gempa maksimum 200 km.
Magnitude Histogram
1000

Number

800

600

400

200

0
2

4

6
Magnitude

8

10

Gambar. 4 Histogram magnitude terhadap jumlah gempa dari katalog NEIC-USGS dan BMKG
periode 1963–2013.

Metode dan Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini sepenuhnya dilakukan dengan metode analisis. Tahapan pelaksanaan
dalam proses analisis adalah, dengan cara manual dan dibantu dengan aplikasi software.
Pengumpulan dan pengolahan data seperti, penyeragaman skala magnitude dan pemilihan gempa
yang lebih besar dari nol dilakukan secara manual. Proses selanjutnya adalah melakukan
declustering gempa, untuk melihat kelengkapan data gempa dengan menentukan magnitude
completeness (Mc) dari plot distribusi frekwensi–magnitude, kemudian melakukan perhitungan
dan penentuan parameter-parameter lainnya yang didukung oleh aplikasi software yang
disebutkan dalam penjelasan di atas.

Pengolahan Data Gempa
Tahapan pengolahan data gempa dilakukan sebagai berikut:
1. Penyeragaman skala magnitude gempa dilakukan dengan cara mengkonversi berbagai
skala magnitude menjadi magnitude momen (moment magnitude, Mw).
2. Sortir gempa utama (declustering process) dan menghilangkan pengaruh gempa susulan
(foreshock), sehingga diperoleh gempa yang independen.
3. Plotting FMD untuk melihat kelengkapan data gempa dari magnitude completeness (Mc).
4. Perhitungan parameter nilai-b dan nilai-a dengan metode least square dari hubungan
frekwensi–magnitude oleh Gutenberg–Richter, yakni dengan mengasumsikan distribusi
kejadian gempa mengikuti frekwensi magnitude.

5. Pemetaan variasi
asi spasial parameter seismotektonik dilakukan
n dengan cara membagi
wilayah penelitian
ian dalam ukuran grid dan parameter seismotekton
ktonik dihitung untuk tiap
titik grid dalam ra
radius konstan atau jumlah gempa konstan.. Dalam
Da
analisis ini dipilih
kriteria yaitu jumlah
mlah gempa N= 50 atau radius konstan 110 km dan grid pengolahan data
0,1° x 0,1°. Analisis
lisis dan pemetaan variasi spasial dan temporal nila
nilai-b, nilai-a dan periode
ulang gempa (T)) dilakukan
di
dengan software ZMAP v.6 yang dikem
kembangkan oleh Wiemer
(2001).

4. HASIL DAN PEMBAHA
AHASAN
Data kegempaan (1963–20
2013) dari katalog NEIC-USGS dan BMKG wilay
ilayah Sumatera meliputi
batas 7o LU – 7o LS dan
n 92o BT – 106o BT. Dari kedua katalog ini diperole
roleh data gempa lengkap
sebanyak 14134 kejadian
an ggempa, kemudian dari data tersebut diseleksi
ksi untuk
u
mengambil data
dengan magnitude lebih
ih besar
be
dari nol sehingga, diperoleh data menjadi
adi 13729
1
kejadian gempa
dengan magnitude momen
ent (Mw) mulai dari 2,0 sampai dengan 9,0 (Gamba
mbar 2). Data dengan Mw
ini selanjutnya dilakukan
an proses declustering untuk membuang gempa
mpa susulan (aftershock),
sehingga diperoleh gempab
pabumi yang independen.
Distribusi Frekwensi-Magn
agnitude (Frequency-Magnitude Distribution, FMD)
MD)
Hubungan yang menggamb
ambarkan magnitude dengan jumlah gempa yangg te
terjadi dapat ditentukan
dengan kurva distribusi
si frekwensi-magnitude
f
(Gambar 5). Pada kurva
kurv ini akan diperoleh
magnitude completeness (Mc), yang merupakan parameter pentingg d
dalam penentuan dan
pemetaan parameter tekto
ektonik, sehingga dapat diketahui bahwa data gemp
empa di wilayah penelitian
lengkap pada magnitudee m
minimum tertentu. Data dengan nilai Mc ini akan
kan dijadikan sebagai data
pengolahan.

Gambar. 5 Plot kurva FMD
D di wilayah Sumatera berdasarkan katalog NEIC-USGSS da
dan BMKG dengan Metode
Maximum Likelihood Estimatio
mation (MLE). Slop dari garis menyatakan relasi Gutenber
nberg-Richter logN = a – bM.

Berdasarkan kurva FMD pada
pa gambar 5 di atas diketahui kelengkapan gempa
gem (Mc) adalah sekitar
4,4, ini berarti bahwa frekuensi
frek
kejadian gempa dengan magnitude dibaw
ibawah 4,4 di wilayah ini
jarang terjadi. Dari hasilil nilai
ni Mc terlihat bahwa, kombinasi katalog kegem
egempaan dari NEIC-USGS
dan BMKG merekam denga
engan baik gempa dengan magnitude terkecil hingga
hing 4,4. Pada kurva ini

juga diperoleh nilai-b secara umum sekitar 0,78, sedangkan nilai-a adalah sekitar 7,15. Nilai-b
yang hampir mendekati 1 diperoleh karena wilayah kegempaan di Sumatera yang relatif luas,
seperti penelitian di beberapa wilayah lainnya (Wyss, 1973). Besarnya nilai-a hingga 7,15
menunjukkan bahwa di wilayah sumatera memiliki tingkat aktifitas gempabumi yang cukup tinggi.
besarnya nilai parameter seimotektonik ini bergantung pada banyaknya jumlah gempa dan untuk
daerah tertentu bergantung pada penentuan volume dan rentang waktu (Rohadi dkk, 2008).

Analisa Spasial (Pemetaan) dan Variasi Temporal Karakteristik Seismisitas
Dari distribusi spasial seismotektonik, variasi nilai-b yang ditunjukkan pada Gambar. 6a berkisar
mulai dari 0,6 – 1,6. Hal ini jelas terlihat dimana, histogram nilai-b (Gambar. 6b) berdistribusi
secara normal mulai pada besaran sekitar 0,6. Hal ini berarti bahwa wilayah Sumatera memiliki
tingkat stress batuan yang sangat tinggi.
Histogram b-Value

b-Value Map

900

1975.02 M=7.5

6

800

Latitude [deg]

2

2010.35 M=7.1
1994.35 M=9.0
1995.24 M=7.3
2012.28
2012.03 M=8.3
M=7.1
2010.26
2000.56 M=7.7
M=8.6

700
600
N u m b er

4

2004.99 M=7.2

0

2009.75 M=7.6

-2

2005.24 M=7.1

500
400
300

2010.82 M=7.1

-4
2005.48 M=7.7

200

-6

100
94

96

98

100
102
Longitude [deg]

104

106

108

0
0.5

b-value
0.6

0.8

1

1.2

1.4

1.6

Gambar. 6a Peta distribusi spasial nilai-b wilayah
Sumatera dari katalog NEIC-USGS
dan BMKG periode 1963–2013.

1

1.5
b-value

Gambar. 6b Histogram variasi nilai-b

Gambar. 7 Plot variasi temporal nilai-b terhadap waktu.

2

Variasi temporal nilai-b terhadap waktu gempa (Gambar 7) merepresentasikan bahwa variasi
nilai-b cukup rendah dan berkisar mendekati 1 pada periode yang cukup lama, kemudian
mengalami penurunan pada tahun 2004 (gempa Aceh), lalu mengalami kenaikan lagi setelah 2006
dan turun lagi sebelum 2009 yaitu gempa padang pada 2010. Kemudian mengalami kenaikan yang
cukup signifikan setelah 2009 hingga 2010. Ini mengindikasikan bahwa, tingkat tegangan (stress)
batuan menjadi menurun setelah gempa besar (mainshock) terjadi. Dari analisis ini terlihat
bahwa, penurunan nilai-b dapat dijadikan sebagai prekursor sebelum gempabumi besar terjadi.
Secara teratur nilai-b terus mengalami penurunan setelah tahun 2010, yang berarti bahwa setelah
tahun 2010 gempabumi besar sering terjadi di wilayah Sumatera.
a-Value Map
1975.02 M=7.5

6

4

Latitude[deg]

2

2010.35 M=7.1
1994.35 M=9.0
1995.24 M=7.3
2012.28
2012.03 M=8.3
M=7.1
2010.26
2000.56 M=7.7
M=8.6

2004.99 M=7.2

0

2009.75 M=7.6

-2

2005.24 M=7.1
2010.82 M=7.1

-4
2005.48 M=7.7

-6
94

96

98

100
102
Longitude [deg]

104

106

108

a-value
5

6

7

8

9

10

Gambar. 8 Peta distribusi nilai-a katalog NEIC-USGS dan BMKG periode 1963–2013.

Distribusi spasial nilai-a pada Gambar 8, menunjukkan pola yang hampir sama dengan distribusi
nilai-b. Daerah dengan tingkat kegempaan yang tinggi, seperti daerah di sebelah Utara dan Barat
Aceh hingga Simeleu, daerah di bagian Barat Bengkulu dan di sekitar Enggano, memiliki nilai-a
yang relatif tinggi, yakni sekitar 6 hingga 8.
Pemetaan Periode Ulang Kegempaan pada Mw 6 Wilayah Sumatera
Berdasarkan hasil pemetaan, periode ulang gempabumi di wilayah Sumatera bervariasi menurut
ukuran dan besaran magnitude gempanya. Periode ulang pada skala magnitude yang kecil akan
memiliki periode ulang yang pendek. Sebaliknya gempabumi dengan magnitude yang besar maka
periode ulang berlangsung lebih lama.
Pada Gambar. 9a menunjukkan gempabumi Sumatera dengan magnitude Mw 6 memiliki periode
ulang yang bervariasi antara 1,5 sampai dengan 7,5 tahun. Daerah dengan aktivitas kegempaan
yang tinggi seperti daerah di sekitar Aceh-Andaman, Pulau Nias, Pulau Simeleu, Kepulauan
Mentawai, Bengkulu hingga Enggano, memiliki periode ulang yang pendek pada magnitude Mw 6.
Hal ini mengindikasikan bahwa di daerah tersebut memiliki parameter seismik yang tinggi.
Dengan kata lain, periode ulang gempabumi yang pendek berkorelasi dengan wilayah yang
memiliki aktivitas kegempaan yang tinggi.

Histogram TR Magnitude 6

TR Map (Magnitude 6)

1975.02 M=7.5

3500

6

Latitude [deg]

2

3000
2010.35 M=7.1
1994.35 M=9.0
1995.24 M=7.3
2012.28
2012.03 M=8.3
M=7.1
2010.26 M=8.6
M=7.7
2000.56

2500

2004.99 M=7.2

0

N um ber

4

2009.75 M=7.6

-2

2005.24 M=7.1

2000
1500

2010.82 M=7.1

-4

1000
2005.48 M=7.7

-6

500
94

96

98

100
102
Longitude [deg]

104

106

108

0

Tr (yrs) (sm. values only)
2

3

4

5

6

7

Gambar. 9a Peta periode ulang gempabumi dengan
magnitude Mw 6 di wilayah Sumatera dari katalog NEICUSGS dan BMKG periode 1963–2013.

0

50

100

150

Tahun

Gambar. 9b Histogram periode ulang
gempa pada Mw 6 di Sumatera.

Histogram periode ulang gempabumi menunjukkan bahwa di wilayah Sumatera, gempa dengan
magnitude Mw 6 sebagian besar memiliki periode ulang yang relatif pendek, yakni mulai dari
1,5 − 4 tahun (Gambar 9b).

5. KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:
1. Secara umum variasi spasial nilai-b wilayah gempa sumatera diperoleh sebesar 0,78 dan
wilayah dengan nilai-b yang rendah terdapat di daerah sekitar aceh-simeleu, mentawai,
bengkulu dan enggano, yakni sekitar 0,6 – 0,8. Sebagian besar nilai-b yang kecil banyak
terjadi di wilayah bagian Barat pulau Sumatera.
2. Variasi temporal nilai-b menunjukkan adanya penurunan mulai gempa 2003–2004 dan
tiba-tiba naik pada 2006. Penurunan nilai-b di tahun 2004 ditandai dengan terjadinya
gempa besar di Aceh-Andaman diikuti gempa-gempa besar lainnya hingga 2006.
kemudian sekitar 2006–2008 mulai menunjukkan kenaikan yang perlahan, ditandai
adanya akumulasi energi batuan lalu menurun lagi pada 2009 yakni gempa Padang.
Penurunan nilai-b hingga batas terendah mencapai 0,6 mengindikasikan bahwa untuk
gempa-gempa besar memiliki nilai-b yang kecil.
3. Variasi spasial nilai-a yang rendah dialami oleh daerah di sekitar Aceh hingga Nias,
Bengkulu dan Enggano, yaitu sekitar 6 – 8. Perubahan temporal nilai-a menunjukkan
bahwa secara umum di wilayah Sumatera terus mengalami kenaikan yang cukup tinggi.
hal ini berarti bahwa di Sumatera sering mengalami bencana gempa.
4. Berdasarkan analisis periode ulang secara spasial, daerah Mentawai, Bengkulu dan
Enggano adalah daerah dengan periode ulang gempa terpendek dibanding daerah lainnya
di Sumatera pada skala gempa kecil hingga besar. Ini dapat disimpulkan bahwa, di daerah
ini mengalami aktivitas gempa merusak cukup tinggi.

DAFTAR PUSTAKA
Aki, K. (1965). Maksimum Likelihood Estimate of b-values in The Formula logN=a–bM and Its
Confidence Limits, Bull. Earthquake Res. Inst., Tokyo Univ. 43, 237–240.
BMKG. (2011). Intregrasi Pengamatan Parameter Geofisika Dalam Usaha Prediktabilitas
Gempabumi, Laporan Akhir Program Insentif Kementerian Negara Riset dan Teknologi Tahun
2010. Puslitbang BMKG, Jakarta.
BNPB & Bappenas. (2009). West Sumatra & Jambi Natural Disasters: Damage, Loss & Preliminary
Needs Assessment, A Joint Report by The BNPB, Bappenas and The Provincial and
District/City Governments of West Sumatra and Jambi and International Partners
Chasanah, U., Madlazim, Prastowo, T. (2003). Analisis Tingkat Seismisitas dan Periode Ulang
Gempa Bumi di Sumatera Barat Periode 1961−2010, Jurusan Fisika, FMIPA Universitas Negeri
Surabaya.
Delfebriyadi, R. Ferial., A. Y. Bestolova. (2011). Pengukuran Respons Spektra Kota Padang
menggunakan Metoda Probabilitas, Jurnal Rekayasa Sipil, Vol. 7, No. 2.
Gutenberg, B., Richter, C. F. (1942). Earthquake Magnitude, Intensity, Energy and Acceleration.
Bull. Seismol. Soc. Am., 32, pp. 163–191.
Mogi, K. (1962). Magnitude-Frequency Relationship for Elastic Shocks Accompanying Fractures of
Various Materials and Some Related Problems in Earthquakes, Bull. Earthquake Res. Inst.
Univ. Tokyo, 40: 831–883.
Natawidjaja, D. H. (2007). Gempabumi dan Tsunami di Sumatra dan Upaya Untuk
mengembangkan Lingkungan Hidup yang Aman Dari Bencana Alam, LIPI, Jakarta.
Rohadi, S., Grandis, H., Ratag, M. A. (2008). Studi Potensi Seismotektonik sebagai Precursor
Tingkat Kegempaan di Wilayah Sumatera, Jurnal Meteorologi dan Geofiasika, Vol. 9, No. 2,
65–77.
Rohadi, S. (2009). Studi Seismotektonik Sebagai Indikator Potensi Gempabumi di Wilayah
Indonesia, Jurnal Meteorologi dan Geofisika, Volume 10, Nomor 2, 111–120. Balai Besar
Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah II Jakarta.
Rosyidi, S. A. P., Jamaluddin, T. A., Sian, L. C., Taha, M. R. (2011). Kesan Gempa 7.6 Mw Padang, 30
September 2009, Sains Malaysiana, Vol. 40, pp: 1393–1405.
Scholz, C. H. (1968). The frequencymagnitude Relation of Microfracturing in Rock and Its Relation
to Earthquake, Bull. Seismol. Soc. Am., 58, pp. 399–415.
Shi, Y., Bolt, B. A. (1982). The Standard Error of The Magnitude-Frequency b-Value, Bull. Seismol.
Soc. Am., 72, pp. 1677–1687.
Shohaya J. N., Chasanah, U., Mutiarani, A., Wahyuni, P. L., Madlazim. (2013). Survey dan Analisis
Seismisitas Wilayah Jawa Timur Berdasarkan Data Gempa Bumi Periode 1999–2013 sebagai
Upaya Mitigasi Bencana Gempa Bumi, Jurnal Penelitian Fisika dan Aplikasinya (JPFA), Vol 3
No 2, November 2013. Jurusan Fisika, FMIPA, Universitas Negeri Surabaya.
Utsu, T. (1965). A Method for Determining The Value of b in A Formula of log N = a – bM Showing
The Magnitude Frequency Relation for Earthquakes, Geophys, Bull. Hokkaido Univ., 13, 99–
103.
Wiemer, S. (2001). A Software Package to Analyze Seismicity: ZMAP, Seis. Res. Lett., 72, 374–83.

Wyss, M., (1973), Towards A Physical Understanding of Earthquake Frequency Distribution,
Geophys. J. R. Astron. Soc., 31, 341–359.