Tugas hukum dan etika komunikasi
Kasus pada Akun Facebook Quraish Shihab dan
Anies-Sandy
Media sosial saat ini menjadi salah satu media yang paling banyak
digunakan manusia dalam berkomunikasi dan berinteraksi. Media sosial,
facebook, twitter, instagram, blog sudah menjadi pesaing media mainstream
seperti surat kabar, televisi, radio dalam menyebarkan informasi. Namun
kuantitas komunikasi di media sosial tidak dimbangi dari segi kualitas.
Informasi yang tidak melalui cek dan ricek dengan cepatnya menyebar dari
satu orang ke orang lainnya, penggunaan nama palsu, penulisan yang tidak
sesuai
dengan
kaidah
bahasa
jurnalistik
maupun
bahasa
Indonesia.
Penggunaan simbol dan gaya bahasa yang menimbulkan makna ganda,
sebagai ajang propaganda negatif, juga runtuhnya etika komunikasi.
Kebutuhan manusia akan informasi di jaman sekarang bukan hanya
melalui media tradisional seperti surat kabar, majalah, televisi maupun radio.
Perkembangan media baru yang luar biasa pesat dapat dikatakan turut
memberi andil yang besar pada perubahan struktur sosial masyarakat. Juga
pada sistem komunikasi massa.
Media baru memungkinkan orang untuk membuat, memodifkasi, dan
berbagi dengan orang lain, menggunakan alat yang relatif sederhana yang
sering gratis atau murah. Media baru membutuhkan komputer atau
perangkat mobile dengan akses internet. Salah satu ftur media baru ini
adalah media sosial, yang meliputi blog, jejaring sosial seperti facebook,
youtube, twitter, dan lain-lain.
Dinamikan dan mobilitas masyarakat modern yang tinggi berakibat
pada perubahan dalam berkomunikasi dan mencari informasi. Didukung pula
dengan perkembangan teknologi seluler yang dapat dimanfaatkan untuk
mengakses informasi dari internet menjadikan fenomena ini digunakan
media massa mainstream (media massa tradisional) dan para jurnalis untuk
menyampaikan informasi kepada khalayak luas. Tidak sedikit jurnalis yang
mengambil sumber berita dari media sosial seperti facebook. Kecepatan
menjadi alasan utama mereka.
Namun sangat disayangkan kuantitas komunikasi di media sosial tidak
dimbangi dari segi kualitas. Informasi yang tidak melalui cek dan ricek
dengan cepatnya menyebar dari satu orang ke orang lainnya, penggunaan
nama palsu, penulisan yang tidak sesuai dengan kaidah bahasa jurnalistik
maupun bahasa Indonesia. Penggunaan simbol dan gaya bahasa yang
menimbulkan makna ganda, sebagai ajang propaganda negatif, juga
runtuhnya etika komunikasi. Semua ini dikhawatirkan menimbulkan dampak
yang negatif, terutama bagi orang yang kurang memahami etika komunikasi
melalui media, termasuk melalui media sosial. Apa yang ada di media sosial
dianggap sebagai suatu kebenaran, padahal kenyataannya belum tentu
demikian. Tidak sedikit khalayak terprovokasi dengan informasi yang
disebarkan melalui media sosial, facebook misalnya. Diskusi yang terjadi
melenceng menjadi debat kusir.
Etika
menjadikan
komunikasi
media
dan
sosial
lemahnya
kontrol
dimanfaatkan
dari
beberapa
pihak
orang
berwenang
yang
tidak
bertanggung-jawab dengan memalsukan identitas seseorang, terutama
public fgure, dan organisasi. Tujuannya bermacam-macam tentunya,
kadang digunakan untuk memberi citra kurang baik pada seseorang yang
disalah gunakan namanya tersebut. Pada saat pemilu baik pemilu presiden
dan pemilukada saat ini, muncul pula aksi demikian. Dampaknya sudah kita
rasakan dalam pilpres 2014 lalu, dan sekarang terutama pemilihanan
gubernur DKI. Sepertinya masyarakat Indonesia belum bisa melaksanakan
demokrasi dengan cantik dan elegan. Saling memftnah, menjatuhkan lawan
politik melalui cara-cara tidak beretika.
Jika media sosial sudah menjadi media utama yang digunakan
masyarakat
Indonesia,
maka
sangat
mengkhawatirkan.
Asosiasi
Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mengungkapkan jumlah
pengguna internet di Indonesia tahun 2014 mencapai 88 juta atau sekitar
34% dari seluruh penduduk Indonesia. Tiga alasan utam menggunakan
internet adalah; sebagai sarana berkomunikasi 72%, sebagai sumber
informasi 65%, untuk mengikuti perkembangan zaman 51%. Sedangakan
sarana/media yang digunakan terbanyak adalah menggunakan jejaring
sosial (87%). Facebook, twitter, dan youtube masih mendominasi.
Profle facebook Quraish Shihab, sampai saat ini adalah :
Gambar diatas merupakan akun facebook asli yang dikelola tim Qurais
Shihab Pada akun facebook yang asli terdapat data yang jelas dari pemilik
akun. Alamat email yang benar, afliasi dan alamat twitter semuanya milik
tim dari bapak Qurais Shihab. Timeline berisi pendapat dan tausiyah dari
ustadz Quraish, kadang menampilkan petikan dari tafsir Al-Misbah yang
beliau tulis. Tidak ada status yang mengandung SARA.
Gambar diatas merupakan akun facebook menggunakan foto Qurais
Shihab
tetapi
tidak
ada
data
sama
sekali
siapa
pemilik
akun,
mengindikasikan akun palsu. Berisi nasehat yang diambil dari berbagai
rujukan. Pemilik akun seolah ingin menyebarkan nasehat atau ucapan bapak
Quraish Shihab terutama yang agak kontroversial dengan cara mengutip
sebagian, tidak utuh. Hal ini sangat berbahaya, orang yang tidak begitu tahu
dan tidak pernah mendengarkan secara langsung perkataan bapak Qurais
Shihab akan langsung memvonis sesat, moderat, liberal dan sebagainya.
Dari
keterangan
beberapa
akun
yang
menjadi
data
analisis
menunjukkan bahwa media sosial begitu rentan dimanipulasi oleh seseorang
atau
sekelompok
orang
dengan
mengatasnamakan
orang
lain.
jika
seseorang tidak berani menampilkan identitas aslinya wajar dan patut
dicurigai maksud dari pemilik akun ini. Apalagi isi pesan yang disampaikan
banyak dikutip oleh khalayak yang tidak tahu bahwa akun tersebut bukan
dikeloloa oleh pemilik aslinya. Quraish Shihab sebagai ahli tafsir dan
cendikiawan muslim, dianggap moderat bahkan sesat oleh sekolompok kecil
masyarakat dengan dalih ucapan maupun pendapatnya tentang hukum
islam yang tersebar di media sosial. Padahal jelas pendapat tersebut sudah
dimanipulasi dengan berbagai cara. Diedit sedemikian rupa agar terkesan
melenceng, padahal jika dibaca lengkap dan detil penafsiran beliau tidaklah
demikian.
Selain itu pesan-pesan dari berbagai akun palsu tersebut dengan
cepatnya menyebar dengan cara copy paste dari satu media sosial ke media
sosial
lainnya
(diistilahkan
dengan
broadcast).
Jelas
ini
merupakan
pelanggaran etika bermedia dan berkomunikasi. Penggunaan nama dan foto
tanpa seizin pemiliknya juga melanggar UU ITE pasal 28 ayat 1 dan 2.
Sedangkan permasalahan yang pernah terjadi pada banyaknya akun
facebook Anies-Sandi adalah status-status yang ditulis oleh simpatisan yang
beberapa kali menuai polemik dan kontoversi karena dianggap mengandung
unsur SARA. Ada beberapa orang yang dengan lantang menyindir AniesSandy tidak simpatik karena menggunakan isu SARA. Hal ini langsung
diklarifkasi oleh pihak Anies.
Pemakaian nama orang lain sebagai identitas di media sosial, dan
menulis sesuatu yang dapat di salah tafsirkan, dan orang lain akan
menganggap sebagai tulisan publik fgure yang dipalsukan merupakan
pelanggaran terhadap etika komunikasi di media social.
Jika dikaitkan dengan pasal-pasal dalam Undang-undang ITE Pasal 28
Ayat 1 “Setiap Orang dengan sengaja, dan tanpa hak menyebarkan berita
bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam
Transaksi Elektronik”. Ayat 2 “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak
menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian
atau
permusuhan
individu
dan/atau
kelompok
masyarakat
tertentu
berdasarkan atas suku,agama, ras, dan antar golongan (SARA)”.
Berdasarkan bukti dari akun facebook yang penulis paparkan di muka
para pemilik akun yang menggunakan nama orang lain jelas memiliki
maksud tertentu. Tidak menutup kemungkinan mereka mempunyai tujuan
baik seperti mendukung pasangan idolanya seperti terjadi pada akun
simpatisan Anies-Sandi tetapi dikhawatirkan ketidak tahuan tentang politik
dapat berdampak pada kesalahan dalam menuliskan argumen-argumen.
Sedangkan pembaca mengira itu sebagai pendapat Anies-Sandi. Tidak
jarang muncul reaksi yang negative dan menjadi viral di media sosial.
Sedangkan akun bapak Qurais Shihab yang dibuat orang lain lebih banyak
untuk mencitrakan negatif pada Qurais Shihab. Terutama orang yang tidak
sepaham atau sealiran dengan pemikiran Qurais Shihab.
Mengacu pada Undang-undang ITE pasal 28, seharusnya para pemalsu
akun di media social facebook dapat dijerat dengan pasal ini, asalkan yang
meras dirugikan melaporkan. Namun sepertinya si pemiliki akun yang asli
merasa tidak perlu menggugat, mereka yakin bahwa masyarakat yang
cerdas akan memahami. Biarkan waktu membuktikan siapa yang benar dan
siapa yang salah.
Komunikasi di media sosial sudah kehilangan etika. Mengacu pada
teori Kenneth Burke yaitu Dramatisme. Terdapat dua konsep yaitu evil terms
dan God terms, evil terms berisi kata, kalimat yang kasar, tendensius,
sedangkan God terms berisi kata atau kalimat yang sopan, menyejukkan,
bermanfaat.
Media
sosial
diibartakan
sebagai
pentas
drama
yang
didalamnya terdiri dari aktor-aktor baik yang protagonis, antagonis bahkan
oppurtunis.
Anies-Sandy
Media sosial saat ini menjadi salah satu media yang paling banyak
digunakan manusia dalam berkomunikasi dan berinteraksi. Media sosial,
facebook, twitter, instagram, blog sudah menjadi pesaing media mainstream
seperti surat kabar, televisi, radio dalam menyebarkan informasi. Namun
kuantitas komunikasi di media sosial tidak dimbangi dari segi kualitas.
Informasi yang tidak melalui cek dan ricek dengan cepatnya menyebar dari
satu orang ke orang lainnya, penggunaan nama palsu, penulisan yang tidak
sesuai
dengan
kaidah
bahasa
jurnalistik
maupun
bahasa
Indonesia.
Penggunaan simbol dan gaya bahasa yang menimbulkan makna ganda,
sebagai ajang propaganda negatif, juga runtuhnya etika komunikasi.
Kebutuhan manusia akan informasi di jaman sekarang bukan hanya
melalui media tradisional seperti surat kabar, majalah, televisi maupun radio.
Perkembangan media baru yang luar biasa pesat dapat dikatakan turut
memberi andil yang besar pada perubahan struktur sosial masyarakat. Juga
pada sistem komunikasi massa.
Media baru memungkinkan orang untuk membuat, memodifkasi, dan
berbagi dengan orang lain, menggunakan alat yang relatif sederhana yang
sering gratis atau murah. Media baru membutuhkan komputer atau
perangkat mobile dengan akses internet. Salah satu ftur media baru ini
adalah media sosial, yang meliputi blog, jejaring sosial seperti facebook,
youtube, twitter, dan lain-lain.
Dinamikan dan mobilitas masyarakat modern yang tinggi berakibat
pada perubahan dalam berkomunikasi dan mencari informasi. Didukung pula
dengan perkembangan teknologi seluler yang dapat dimanfaatkan untuk
mengakses informasi dari internet menjadikan fenomena ini digunakan
media massa mainstream (media massa tradisional) dan para jurnalis untuk
menyampaikan informasi kepada khalayak luas. Tidak sedikit jurnalis yang
mengambil sumber berita dari media sosial seperti facebook. Kecepatan
menjadi alasan utama mereka.
Namun sangat disayangkan kuantitas komunikasi di media sosial tidak
dimbangi dari segi kualitas. Informasi yang tidak melalui cek dan ricek
dengan cepatnya menyebar dari satu orang ke orang lainnya, penggunaan
nama palsu, penulisan yang tidak sesuai dengan kaidah bahasa jurnalistik
maupun bahasa Indonesia. Penggunaan simbol dan gaya bahasa yang
menimbulkan makna ganda, sebagai ajang propaganda negatif, juga
runtuhnya etika komunikasi. Semua ini dikhawatirkan menimbulkan dampak
yang negatif, terutama bagi orang yang kurang memahami etika komunikasi
melalui media, termasuk melalui media sosial. Apa yang ada di media sosial
dianggap sebagai suatu kebenaran, padahal kenyataannya belum tentu
demikian. Tidak sedikit khalayak terprovokasi dengan informasi yang
disebarkan melalui media sosial, facebook misalnya. Diskusi yang terjadi
melenceng menjadi debat kusir.
Etika
menjadikan
komunikasi
media
dan
sosial
lemahnya
kontrol
dimanfaatkan
dari
beberapa
pihak
orang
berwenang
yang
tidak
bertanggung-jawab dengan memalsukan identitas seseorang, terutama
public fgure, dan organisasi. Tujuannya bermacam-macam tentunya,
kadang digunakan untuk memberi citra kurang baik pada seseorang yang
disalah gunakan namanya tersebut. Pada saat pemilu baik pemilu presiden
dan pemilukada saat ini, muncul pula aksi demikian. Dampaknya sudah kita
rasakan dalam pilpres 2014 lalu, dan sekarang terutama pemilihanan
gubernur DKI. Sepertinya masyarakat Indonesia belum bisa melaksanakan
demokrasi dengan cantik dan elegan. Saling memftnah, menjatuhkan lawan
politik melalui cara-cara tidak beretika.
Jika media sosial sudah menjadi media utama yang digunakan
masyarakat
Indonesia,
maka
sangat
mengkhawatirkan.
Asosiasi
Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mengungkapkan jumlah
pengguna internet di Indonesia tahun 2014 mencapai 88 juta atau sekitar
34% dari seluruh penduduk Indonesia. Tiga alasan utam menggunakan
internet adalah; sebagai sarana berkomunikasi 72%, sebagai sumber
informasi 65%, untuk mengikuti perkembangan zaman 51%. Sedangakan
sarana/media yang digunakan terbanyak adalah menggunakan jejaring
sosial (87%). Facebook, twitter, dan youtube masih mendominasi.
Profle facebook Quraish Shihab, sampai saat ini adalah :
Gambar diatas merupakan akun facebook asli yang dikelola tim Qurais
Shihab Pada akun facebook yang asli terdapat data yang jelas dari pemilik
akun. Alamat email yang benar, afliasi dan alamat twitter semuanya milik
tim dari bapak Qurais Shihab. Timeline berisi pendapat dan tausiyah dari
ustadz Quraish, kadang menampilkan petikan dari tafsir Al-Misbah yang
beliau tulis. Tidak ada status yang mengandung SARA.
Gambar diatas merupakan akun facebook menggunakan foto Qurais
Shihab
tetapi
tidak
ada
data
sama
sekali
siapa
pemilik
akun,
mengindikasikan akun palsu. Berisi nasehat yang diambil dari berbagai
rujukan. Pemilik akun seolah ingin menyebarkan nasehat atau ucapan bapak
Quraish Shihab terutama yang agak kontroversial dengan cara mengutip
sebagian, tidak utuh. Hal ini sangat berbahaya, orang yang tidak begitu tahu
dan tidak pernah mendengarkan secara langsung perkataan bapak Qurais
Shihab akan langsung memvonis sesat, moderat, liberal dan sebagainya.
Dari
keterangan
beberapa
akun
yang
menjadi
data
analisis
menunjukkan bahwa media sosial begitu rentan dimanipulasi oleh seseorang
atau
sekelompok
orang
dengan
mengatasnamakan
orang
lain.
jika
seseorang tidak berani menampilkan identitas aslinya wajar dan patut
dicurigai maksud dari pemilik akun ini. Apalagi isi pesan yang disampaikan
banyak dikutip oleh khalayak yang tidak tahu bahwa akun tersebut bukan
dikeloloa oleh pemilik aslinya. Quraish Shihab sebagai ahli tafsir dan
cendikiawan muslim, dianggap moderat bahkan sesat oleh sekolompok kecil
masyarakat dengan dalih ucapan maupun pendapatnya tentang hukum
islam yang tersebar di media sosial. Padahal jelas pendapat tersebut sudah
dimanipulasi dengan berbagai cara. Diedit sedemikian rupa agar terkesan
melenceng, padahal jika dibaca lengkap dan detil penafsiran beliau tidaklah
demikian.
Selain itu pesan-pesan dari berbagai akun palsu tersebut dengan
cepatnya menyebar dengan cara copy paste dari satu media sosial ke media
sosial
lainnya
(diistilahkan
dengan
broadcast).
Jelas
ini
merupakan
pelanggaran etika bermedia dan berkomunikasi. Penggunaan nama dan foto
tanpa seizin pemiliknya juga melanggar UU ITE pasal 28 ayat 1 dan 2.
Sedangkan permasalahan yang pernah terjadi pada banyaknya akun
facebook Anies-Sandi adalah status-status yang ditulis oleh simpatisan yang
beberapa kali menuai polemik dan kontoversi karena dianggap mengandung
unsur SARA. Ada beberapa orang yang dengan lantang menyindir AniesSandy tidak simpatik karena menggunakan isu SARA. Hal ini langsung
diklarifkasi oleh pihak Anies.
Pemakaian nama orang lain sebagai identitas di media sosial, dan
menulis sesuatu yang dapat di salah tafsirkan, dan orang lain akan
menganggap sebagai tulisan publik fgure yang dipalsukan merupakan
pelanggaran terhadap etika komunikasi di media social.
Jika dikaitkan dengan pasal-pasal dalam Undang-undang ITE Pasal 28
Ayat 1 “Setiap Orang dengan sengaja, dan tanpa hak menyebarkan berita
bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam
Transaksi Elektronik”. Ayat 2 “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak
menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian
atau
permusuhan
individu
dan/atau
kelompok
masyarakat
tertentu
berdasarkan atas suku,agama, ras, dan antar golongan (SARA)”.
Berdasarkan bukti dari akun facebook yang penulis paparkan di muka
para pemilik akun yang menggunakan nama orang lain jelas memiliki
maksud tertentu. Tidak menutup kemungkinan mereka mempunyai tujuan
baik seperti mendukung pasangan idolanya seperti terjadi pada akun
simpatisan Anies-Sandi tetapi dikhawatirkan ketidak tahuan tentang politik
dapat berdampak pada kesalahan dalam menuliskan argumen-argumen.
Sedangkan pembaca mengira itu sebagai pendapat Anies-Sandi. Tidak
jarang muncul reaksi yang negative dan menjadi viral di media sosial.
Sedangkan akun bapak Qurais Shihab yang dibuat orang lain lebih banyak
untuk mencitrakan negatif pada Qurais Shihab. Terutama orang yang tidak
sepaham atau sealiran dengan pemikiran Qurais Shihab.
Mengacu pada Undang-undang ITE pasal 28, seharusnya para pemalsu
akun di media social facebook dapat dijerat dengan pasal ini, asalkan yang
meras dirugikan melaporkan. Namun sepertinya si pemiliki akun yang asli
merasa tidak perlu menggugat, mereka yakin bahwa masyarakat yang
cerdas akan memahami. Biarkan waktu membuktikan siapa yang benar dan
siapa yang salah.
Komunikasi di media sosial sudah kehilangan etika. Mengacu pada
teori Kenneth Burke yaitu Dramatisme. Terdapat dua konsep yaitu evil terms
dan God terms, evil terms berisi kata, kalimat yang kasar, tendensius,
sedangkan God terms berisi kata atau kalimat yang sopan, menyejukkan,
bermanfaat.
Media
sosial
diibartakan
sebagai
pentas
drama
yang
didalamnya terdiri dari aktor-aktor baik yang protagonis, antagonis bahkan
oppurtunis.