Tanggung Jawab Masyarakat dan Pemerintah

Artikel Konseptual.
Tanggung Jawab Masyarakat dan Pemerintah Masalah Kebakaran Hutan dan Pelestariannya.
(Studi Kasus: Kebakaran Hutan di Wilayah Sumatra dan Kalimantan)
Disusun untuk memenuhi tugas ujian tengah semester mata kuliah karya tulis ilmiah.

Dosen Pengampu :
Ngabiyanto.
Andi Suhardiyanto.

Penyusun:
Nama

: Ganang Masykur

NIM

: 3312413066

JURUSAN POLITIK DAN KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2015

ABSTRAK
Demi menjaga keseimbangan alam bagi keberlangsungan hidup mahluk hidup. Maka
manusia yang dibekali akal budi selayaknya dapat menjaga kelestarian lingkungan,
terutama kelestarian hutan. Karena kita ketahui hutan merupakan sumber daya alam yang
didalamnya terdapat mahluk hidup lain seperti flora dan fauna. Sejak dulu kala hutan
merupakan

bagian dari peradaban manusia, dan hingga kini juga dapat dikatakan

demikian. Manusia menggunakan hutan, mulai dengan cara yang simplisistis seperti
keperluan untuk kebutuhan dasar sebagai tempat untuk hidup, berburu, memerik buahbuahan sebagai bahan pangan, menebang kayu untukk rumah dan bahan bakar, sebagai
lahan pertanian, hingga belakangan dengan cara yang bersifat modern dan Industrial. Tapi
pemanfaatan hutan yang dilakukan oleh manusia kini dilakukan secara berlebihan yang
hanya berorientasi terhadap variable ekonomi sehingga tidak memperdulikan kelestarian
lingkungan. Bahkan pembakaran hutan sengaja dilakukan demi memperoleh kebutuhan
ekonomi manusia. Kebakaran tersebut akan berdampak bagi kelanjutan hidup mahluk di
bumi, sehingga manusia yang dibekali oleh akal budi melalui pemerintah dan masyarakat
perlu peduli terhadap kelestarian hutan.

Kata Kunci: Kelestarian hutan, Kebakaran hutan, Tanggung jawab, Pemerintah,
Masyarakat.

1. Pendahuluan……………………………………………….3
2. Kelestarian Hutan…………………………………………..4
2.1.
Hubungan Manusia dan Hutan………………………..4
2.2.
Upaya Menjaga Kelestarian Hutan……………………5
3. Kebakaran Hutan di Sumatra dan Kalimantan……………6
3.1.
Kebakaran Hutan Tanggung Jawab Pemerintah………6
3.2.
Kebakaran Hutan Tanggung Jawab Masyarakat……..7
4. Simpulan…………………………………………………….8
5. Daftar Pustaka……………………………………………..9

1. Pendahuluan.
Hutan merupakan paru-paru bumi. Kalimat itulah yang sering kita lihat sebagai slogan
untuk menjaga kelestarian hutan. Manusia yang dibekali oleh akal budi diharapkan dapat


menjaga kelestarian hutan. Manusia yang hdup di lingkungan alam sangat bergantung dan
bersumber terhadap kondisi alam yang ada. Apabila manusia dapat menjaga kelestarian alam
maka kelestarian hidup manusia sebagai mahluk hidup juga akan terjaga. Tapi jika manusia
tidak dapat menjaga kelestarian alam bahkan justru merusak, tak kehidupan manusia kedepan
akan terganggu.
Kebakaran hutan yang terjadi kini terjadi di Kalimantan dan Sumatra menjadi bencana
nasional yang tidak saja merusak kelestarian hutan, akan tetapi juga mempengaruhi
kehidupan manusia. Kebakaran hutan yang begitu besar menghasilkan asap yang
menyelimuti sebagian wilayah sekitar hutan, bahkan asap tersebut sampai ke negara tetangga.
Efek dari polusi asap yang di berikan dari kebakaran hutan memiliki damapak-dampak yang
negative. Diantaranya adalah mengganggu kesehatan manusia, mengganggu aktivitas
manusia dan tentunya dapat mempercepat pemanasan global. Terlebih jika hutan yang di
anggap sebagai paru-paru bumi, kelestariaannya tidak dijaga dengan baik.
Kerusakan hutan yang sampai pada tahap kebakaran hutan, realitasnya terjadi karena
kesengajaan yang berdimensi terhadap factor ekonomi, merembes kepada factor-faktor sosial
budaya dan kepentingan politik, berlanjut kemudian kepada dimensi ekologi mengundang
sikap reaksional atas refleksi-refleksi dari persoalan pembangunan. Upaya menjaga
kelestarian hutan sehingga tidak terjadi kerusakan hutan seperti kebakaran hutan merupakan
tanggung jawab pemerintah sebagai aparatur negara dan masyrakat yang hidup dalam suatu

negara tersebut. Pemerintah dalam pembuatan kebijakan mengenai hutan selayaknya peduli
terhadap kelestarian lingkungan dengan memperhatikan pembangunan berkelanjutan dan
penegakan hukum yang kuat. Sehingga praktek pembangunan yang hanya berorientasi
terhadap ekonomi tidak mengganggu kestabilan alam. Sedangkan masyarakat yang hidup
dalam suatu negara selayaknya peduli terhadap kelestarian lingkungan. Kepedulian
masyarakat terhadap lingkungan akan lebih kuat jika dilakukan secara bersama-sama.
Dengan upaya memprokramirkan pola hidup yang peduli terhadap lingkungan secara
sederhana menjadi langkah kecil yang kemudian menjadi hegemoni kepedulia terhadap
lingkungan. Selain itu peran yang dilakukan oleh masyarakat adalah memeberikan
pengawasan terhadap kebijakan pemerintah terkait dengan hutan atau lingkungan.
2. Kelestarian Hutan.
Hutan adalah sebuah ekosistem yang menyimpan rahasia kehidupan mewakili semua tipe
dan karakteristik yang ada di planet bumi. Artinya hamper semua komponen-komponen

kehidupan di seluruh muka bumi ini tersimpan dan terwakili di dalam hutan. Hutan
merupakan stock dari semua ekosistem dibumi dan sekaligus penopang pokok dari bio-bumi,
suatu tata surya yang mengalami kehidupan karena hutan sebagai jantung penerusnya, jadi
jika hutan tidak berdenyut lagi maka muka bumi pun akan berhenti dan ia merupakan satu
dari keseluruhan tata surya yang mati., seperti bulan (Siahaan: .2007). Maka selayaknya
manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan yang di bekali dengan akal budi dapat menjaga

kelestarian hutan, sehingga kehidupan di bumi kedepannya dapat terjamin. Pelestarian hutan
dapa dilakukan dengan upaya konservasi, melakukan pembangunan berkelanjutan dalam
penanganan masalah hutan, dan penegakan hukum untuk melindungi pelestarian hutan.
Seluruh elemen dalam negara seperti pemerintah dan masyarakat memiliki tanggung jawab
dalam pengelolaan hutan secara baik.
2.1.

Hubungan Manusia dan Hutan.

Kebutuhan manusia atas lingkungannya mempengaruhi kondisi keaneragaman hayati,
karena semakin dibutuhkannya suatu sumber daya hayati akan semakin pula berkurangnya
ketahanan atau daya dukungnya, terlebih jika tidak ada upaya untuk mengkonservasinya
supaya tidak sampai makin berkurang atau punah. Dapat diartikan manusia sangat bergantung
terhadap keberadaan hutan, karena hutan merupakan sumber kehidupan di bumi yang di
dalamnya terdapat manusia yang dapat menciptakan kondisi ketergantungan.
Hutan dalam fungsi tertentu merupakan suatu ruang yang memberikan pemenuhan
kebutuhan mahluk hidup, termasuk manusia, untuk kemudian dengan sendirinya
mengkondisikan manusia menjadi dependen terhadap hutan (Siahaan:2007). Dependensi
manusia terhadap hutan membentuk kesadaran yang makin intens, sejalan dari perkembangan
ketergantungan manusia itu sendiri terhadap hutan. Artinya jika pada awalnya hutan sebagai

alternative kehidupan bagi kelompok manusia, lalu berkembang pemikiran bahwa hutan
adalah sistem keberlangsungan hidup manusia secara global. Mengapa dimensinya menjadi
sangat global, karena aspek ketergantungan terhadap keberlangsungan hidup tetap ada bagi
manusia di seluruh permukaan bumi. Hutan sudah merupakan media penentu
keberlangsungan planet bumi yang di dalamnya terdapat manusia.
2.2.

Upaya Menjaga Kelestarian Hutan.

Demi menjaga keberlangsungan hidup bumi maka diperlukan upaya pelestarian hutan
seperti upaya koservasi, upaya pembangunan berkelanjutan menyangkut masalah hutan, dan

penegakan hukum terkait dengan hutan. Upaya pelestarian hutan menjadi tanggung jawab
bersama bagi seluruh elemen manusia, baik itu pemerintah maupun masyarakat. Hutan
sebagai paradigm pembangunan seringkali diartikan secara sempit dan hanya mengejar target
ekonomi.Hutan yang merupakan sumber daya alam memiliki kekayaan berlimpah yang dapat
di manfaatkan oleh manusia. Sudah kita ketahui sejak dulu produk-produk yang dihasilkan
oleh hutan dapat membantu keberlangsungan dan kebutuhan hidup manusia. Lahan yang
dimiliki oleh hutan sangatlah luas, didalamnya terdapat suatu ekosistem yang mempengaruhi
keberlangsungan hidup mahluk hidup.

Mengingat letak geografis Indonesia yang berada di garis katulistiwa. Indonesia memiliki
hutan tropis yang diantaranya berada di wilayah Sumatra dan Kalimantan. Letak geografis
yang menguntungkan membuat ketergantungan yang berlebihan terhadap pemenuhan
kebutuhan yang tergantung terhadap sumber daya alam. Maka kecenderungan eksploitasi
sumber daya alam sebagai pemenuhan kebutuhan hidup manusia terutama sector ekonomi
justru merugikan kelestarian hutan. Sebagai contohnya di Sumatra dan Kalimantan sebagai
daerah penghasil kelapa sawit yang besar di Indonesia membutuhkan lahan yang kemudian
mengkorbankan hutan dengan cara melakukan pembakaran.
Upaya menjaga kelestarian hutan agar tidak di gunakan secara sembarangan oleh
manusia, maka pemerintah dan masyarakat dapat bersinergi dengan cara melakukan upaya
konservasi. Dimana dengan upaya konservasi hutan dapat terjaga kelestariannya, upaya
tersebut dapat dilakukan oleh pemerintah dengan penegakan hukum terkait dengan kebijakan
mengenai pengelolaan hutan seperti pembangunan berkelanjutan. Dan masyarakat di
harapkan dapat bersama-sama mengawasi setiap kebijakan pemerintah terkait dengan
masalah hutan dan tidak hanya peduli tapi juga bergerak serta aktif menyikapi masalah
lingkungan.
Dilihat dari paradigm etika pembangunan berkelanjutan tidak bersifat anthropesentrisme,
tetapi lebih mengikuti pandangan ekosesntrisme (Handoyo;2010). Artinya manusia beserta
kepentingannya paling menentukan tatanan ekosistem memiliki nilai tertinggi yaitu
kepentingan manusia, sedangkan diluar manusia hanya sebagai objek, alat sarana penentu

kebutuhan manusia, sehingga kerusakan hutan seperti alih fungsi tanah sering terjadi. Maka
dalam melaksankan pembangunan berkelanjutan, cara pandang manusia sebagai pusat alam
semesta perlu dialihkan pada pusat perhatian seluruh komunitas ekologis, baik yang hidup
maupun yang tidak. Secara ekologis, diakui bahwa mahluk hidup dan benda-benda abiotis

lainnya saling terkait satu sama lain. Dalam upaya menjaga kelestarian hutan, orientasi
manusia terhadap sumber daya alam tidak hanya menyangkut mengenai kepentingan manusia
saja, akan tetapi juga menyangkut mahluk hidup lain.
3. Kebakaran Hutan di Sumatra dan Kalimantan.
Berdasarkan data Bareskrim Polri per 19 Oktober 2015, ada 256 Laporan Polisi soal
kebakaran hutan dan lahan di Indonesia. Luas lahan terbakar dari LP itu, yakni 49.325,29
hektare. Kepolisian menetapkan 17 korporasi sebagai tersangka pembakar hutan dan lahan di
Indonesia. Tujuh perusahaan di antaranya merupakan perusahaan penanaman modal asing
(PMA) (Harian Kompas; 20/10/15).
Berdasarkan dari pemberitaan surat kabar terkait, kebakaran hutan yang terjadi di
Sumatra dan Kalimantan merupakan kesengajaan yang di lakukan oleh oknum-oknum yang
secara tidak bertanggung jawab merusak ekosistem demi mengejar kepentingan pribadi.
Kebakaran hutan yang kemudian menghasilkan asap, membuat aktivitas masyarakat menjadi
terganggu bahkan asap tersebut merupakan polusi yang sangat berbahaya bagi pernafasan
manusia bahkan dapat mengakibatkan kematian. Asap dari kebakaran hutan membuat

aktivitas pendidikan, perekonomian dan transportasi menjadi terganggu. Masyarakat menjadi
tidak nyaman dalam melakukan ativitas mereka, asap menjadi bencana bagi masyarakat
disekitar karena tidak hanya mengkorbankam perekonomian saja namun juga merenggut
anggota keluarga mereka. Bahkan asap tersebut sampai ke negara tetangga yang tidak
dipungkiri akan mengganggu hubungan beilateral apabila pemerintah lambat dalam
menanganinya
3.1.

Kebakaran Hutan Tanggung Jawab Pemerintah

Pemerintah selaku aparatur penyelenggara pemerintahan di negeri ini memiliki tanggung
jawab atas masalah lingkungan yang berada di wilayah teritorial Indonesia. Di era otonomi
daerah ini tanggung jawab atas masalah hutan tidak lagi terpusat kepada pemerintah pusat.
Dengan adanya desentralisasi, pemerintah daerah diberi kewenangan secara mandarin dalam
menangani masalah di daerahnya. Berawal dari di tetapkannya UU No 22 Tahun 1999
tentang pemerintahan daerah yang kemudian disempurnakan melalui UU No 32 Tahun 2004
tentang pemerintahan daerah, kini UU tersebut disempurnakan kembali dalam UU No 23
Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah. Pemerintah daerah di era otonomi daerah
menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan


pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan sesuai dengan UU No 23
Tahun 2014 Pasal 10 ayat 3. Pemerintah daerah sendiri, baik provinsi maupun
Kota/Kabupaten memiliki kewenangan atas masalah lingkungan hidup dan pengendalian
pembangunan. Artinya disini pemerintah daerah memiliki hak untuk menentukan arah
kebijakan terkait masalah hutan. Untuk itu pemerintah daerah juga memiliki tanggung jawab
atas pengelolaan hutan. Selain itu efek dari otonomi daerah sendiri dalam pelaksanaannya
dapat mengarah kepada ketidak teraturan mengenai kebijakan dikarenakan oleh kepentingan
politik dan bisnis yang dipengaruhi oleh pemodal atau keolompok kepentingan . Kebijakan
pemerintah daerah melalui perda sangat mempengaruhi alih fungsi lahan yang dilakukan oleh
pemodal guna melakukan kegiatan usaha mereka. Sehingga apabila perda yang dikeluarkan
oleh pemerintah daerah lemah maka akan semakin mudah para pemodal untuk dapat
melakukan alih fungsi lahan. Maka perda berdasarkan ekologi, konservasi, dan pembangunan
berkelanjutan dan penegakan hukum sangatlah penting. Kewenangan mengenai masalah
lingkungan hidup seperti kebakaran hutan tidak hanya pada daerah otonomi saja, akan tetapi
lintas daerah yang melibatkan kerja sama antar daerah sesuai UU No Pasal 195 (1) (2) (3),
196 (1) (2) (3) (4).
Pemerintah pusat sendiri turut tidak lepas akan tanggung jawab atas masalah hutan,
karena berada di wilayah kewenangan pemerintah pusat. Pemerintah pusat sendiri memiliki
hak dalam pembuatan kebijakan yang dapat mempengaruhi masalah lingkungan hidup dan
sumber daya alam di suatu daerah. Terlebih jika masalah lingkungan tersebut menjadi

masalah bencana nasional seperti kebakaran hutan yang menimbulkan asap. Pemerintah
selayaknya secara cepat dan serius dapat menangani masalah tersebut, sehingga kehidupan
masyarakat dapat berjalan dengan normal tanpa terkendala, kegiatan politik seperti hubungan
bilateral tidak terganggu dan keberlangsungan hidup dibumi dapat dijamin.
3.2.

Kebakaran Hutan Tanggung Jawab Masyarakat.

Kebakaran hutan yang mengakibatkan bencana asap yang menyelimuti sebagian wilayah
Sumatra dan Kalimantan tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah namun juga
masyarakat umum. Untuk itu masyarakat perlu menjaga kelestarian lingkungan agar masalah
tersebut tidak terulang lagi. Pandangan akan ketergantungan manusia terhadap lingkungan,
keterikatan sesama mahluk hidup dan ekologi diupayakan dapat membuat masyarakat peduli
terhadap lingkungan. Kepedulian tersebut sulit untuk lahir secara otomatis dari diri sendiri.
Untuk itu sebagian masyarakat yang terlebih dahulu peduli terhadap lingkungan selayaknya

dapat memberikan pengaruh terhadap masyarkat lain terkait dengan kebijakan pemerintah
mengenai lingkungan. Diantaranya dapat melalui LSM, kehadiran LSM semakin diperlukan
sebagai bagian dari masyarakat. Pandangan atau aspirasinya, serta program yang
dilaksanakannya, membuat lembaga masyarakat ini tampil sebagai salah satu organisasi yang
menyuarakan hati nurani rakyat. Melalui LSM, rakyat dapat menagih rasa tanggung jawab
para penyelenggara negara dalam mengambil dan menjalankan keputusan. Sehingga tidak
ada lagi kesewenang-wenangan lagi yang bertindak, terkhusus terkait masalah lingkungan.
Kepentingan dan hak masyarakat menjadi tidak dirampas oleh penguasa karena kerakusannya
dengan adanya pengawasan dari masyarakat melalui suara-suara LSM.
4. Simpulan.
Kelestarian lingkungan dewasa ini menjadi tanggung jawab manusia sebagai mahluk
yang di bekali dengan akal budi. Pemenuhan kebutuhan manusia yang sangat bergantung
terhadap lingkungan hidup terutama hutan selayaknya dapat di kontrol melaui upaya
konservasi, pembangunan berkelanjutan mengenai lingkungan dan penegakan hukum terkait
lingkungan. Sehingga eksploitasi yang dilakukan oleh manusia tidak merugikan
keberlangsungan hidup planet bumi, seperti yang terjadi pada kasus kebakaran hutan dan
asap yang ditimbulkannya. Pemerintah sebagai penyelenggara negara mempunyai tanggung
jawab terkait masalah hutan, kebijakan-kebijkannya harus dapat dipertanggung jawabkan,
kebijakannya selayaknya tidak bermuatan kepentingan pribadi. Penegakan hukum dari
Pemerintah sangat dibutuhkan untuk mencegah oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab
melakukan eksploitasi atau perusakan hutan. Selain itu jika bencana kebakaran sudah terjadi,
Pemerintah memiliki tanggung jawab dalam penanganannya, sehingga kehidupan masyarakat
tidak terganggu. Sedangkan masyarakat memiliki tanggung jawab untuk mengawasi kinerja
pemerintah, menagih tanggung jawab pemerintah dalam kebijakannya. Sehingga tidak ada
lagi kesewenang-wenangan lagi yang bertindak, terkhusus terkait masalah lingkungan.
Kepentingan dan hak masyarakat menjadi tidak dirampas oleh penguasa karena kerakusannya
dengan adanya pengawasan dari masyarakat melalui suara-suara LSM. Selain itu
keberlangsungan kehidupan di planet bumi dapat terjamin tidak hanya pada generasi
sekarang melainkan juga generasi mendatang.

Daftar Pustaka

N.H.T, Siahaan. 2007. Hutan, Lingkungan, dan Paradigma Pembangunan. Jakarta;
Pancuran Alam.
Handoyo, Eko. Munandar, Aris. Susanti, Martien Herna. 2010. Etika Politik dan
Pembangunan. Semarang; Widya Karya Press.
Editor Kompas. 2004. Lembaga Swadaya Pemerintah, Menyuarakan Nurani Menggapai
Kesetaraan. Jakarta: Kompas Media Nusantara
UU No. 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah.
UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.
UU No. 23 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.
www.nasional.kompas.com/read/2015/10/20/17515221/Tujuh.Perusahaan.Modal.Asing.Dite
tapkan.Tersangka.Kebakaran.Hutan?
utm_source=news&utm_medium=bp&utm_campaign=related&.
Diakses
tanggal
30/10/2015 pukul 22.30