LESSON STUDY SEBAGAI ALTERNATIF PENINGKA

Please Quote as:
Sujana, I M. & Narasintawati, L.S. (2012). Lesson Study sebagai Alternatif
Peningkatan Kompetensi Calon Guru di LPTK, Jurnal Ilmu Pendidikan FKIP
UNRAM, Vol. 20, No 1, Spetember 2012

LESSON STUDY SEBAGAI ALTERNATIF PENINGKATAN
KOMPETENSI CALON GURU DI LPTK
I Made Sujana1 & L. Sri Narasintawati2
FKIP UNRAM - SMPN 14 Mataram
Abstrak. Program Pengalaman Lapangan (PPL) merupakan muara dari
semua proses belajar mengajar di LPTK (Wardani & Suparno, 1994).
Apapun yang dilakukan dalam perkuliahan, semua itu diperuntukkan bagi
peningkatan kompetensi mahasiswa sebagai calon guru yang ujicobanya
dilaksanakan melalui PPL. Tetapi kenyataannya, program yang sangat
sentral bagi LPTK ini belum dilaksanakan sebagaimana mestinya.
Program Pengalaman Lapangan di FKIP Universitas Mataram cenderung
pelaksanaannya semakin tidak memiliki bentuk. Tulisan ini mencoba
memberikan salah satu solusi perbaikan kualitas pelaksanaan PPL dengan
menggunakan pola Lesson Study. Diharapkan dengan [enerapan Lesson
Study, PPL tidak sekadar formalitas magang disekolah tetapi mampu
memberikan pengalaman bagi mahasiswa dalam rangka meningkatkan

kualitas guru yang dihasilkan LPTK.
Kata-Kata Kunci: PPL. Lesson Study, kompetensi
Abstract. Teaching Apprenticeship Program is “estuary” of all teaching
and learning processes at Teacher Training Institutions (Wardhani &
Suparno, 1994). Every program conducted at the Institutions leads to the
improvement of students’ competencies to be teachers. However, at the
level of implementation, the Teaching Apprenticeship Program at LPTK
in general and UNRAM in particular was not run as expected. This article
tries to offer solutions to improve the quality of PPL by applying Lesson
Study, the application of which is expected to improve the quality of
teachers in the future.
Keywords: Teaching Apprenticeship Program, Lesson Study, competency

I.

PENDAHULUAN
Program Pengalaman Lapangan (PPL) merupakan mata kuliah sentral di
Lembaga Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (LPTK) karena program ini
merupakan jembatan bagi mahasiswa LPTK sebelum menjadi guru yang
sebenarnya. PPL merupakan ajang latihan mahasiswa untuk menjadi guru dan

merupakan ajang untuk mempertemukan antara teori di perguruan tinggi dan

1
2

Dosen Pendidkan Bahasa Inggris FKIP UNRAM, Dosen Pembimbing PPL
Guru Bahasa Inggris SMPN 14 Mataram, Guru Pamong PPL

1

praktik di lapangan (yang sering tidak berjalan dengan harmonis). Menurut
Wardani & Suparno (1994), PPL bagi mahasiswa LPTK merupakan muara dari
seluruh program pendidikan yang dijalani selama masa belajarnya di bangku
kuliah. Ini artinya semua kegiatan yang dilakukan selama masa kuliah baik
dalam bentuk tatap muka, penugasan, praktik maupun kegiatan mandiri
diarahkan pada pembentukan 4 kompetensi guru (kompetensi profesional/
akademik,

kompetensi


pedagogis,

kompetensi

sosial,

dan

kompetensi

kepribadian).

Mengingat sentralnya peran PPL ini bagi mahasiswa LPTK, secara pengelolaan
perlu mendapat perhatian yang lebih serius. Berdasarkan pengamatan penulis,
kegiatan PPL di FKIP Universitas Mataram masih jauh dari yang diharapkan
bahkan terkesan asal jalan. Diawal berdirinya FKIP, kegiatan PPL ini dikelola
oleh sebuah unit pelayanan yang disebut UPPL yang merupakan unit yang
langsung di bawah kordinasi Rektorat. Pada saat ini, kegiatan PPL dilaksanakan
dengan melibatkan sekolah di Kabupaten Lombok Barat (sekarang pecah
menjadi Kota Mataram dan Kabupaten Lombok Barat) dengan melibatkan dosen

dari bidang studi masing-masing. Dalam perjalananya, karena kegiatan PPL
Kependidikan hanya berlaku bagi mahasiswa FKIP, unit ini berubah status dari
unit di bawah Rektorat

langsung ke unit pelayanan PPL di bawah FKIP.

Kegiatan PPL dan persyaratan PPL juga masih mengikuti pola yang sama
seperti sebelumnya.

Dalam hampir 30 tahun perjalanan FKIP Universitas Mataram dan LPTK
lainnya di Mataram NTB sebagai penghasil guru, keberadaan PPL sebagai
kegiatan yang sangat krusial dari sebuah lembaga LPTK bukannya bertambah
baik tetapi justru pelaksanaannya semakin memprihatinkan. Dalam beberapa
tahun terakhir muncul istilah PPL-KKN terpadu di sekolah. Kemudian tanpa ada
kejelasan hasilnya apakah berhasil atau tidak, kembali pada pola PPL semula.
Pola pembinaan juga sangat bervariasi yang disebabkan oleh ketidakjelasan pola
pengelolaan. Dengan ketidakjelasan baik dari pelaksanaan maupun pola insentif,
beberapa sekolah mulai menolak kehadiran mahasiswa PPL dengan berbagai
alasan. Dilematisnya adalah mahasiswa dari perguruan tinggi negeri ditolak
karena alasan mengganggu PBM justru mahasiswa dari PTS masih boleh

2

menempatkan mahasiswanya di sekolah bersangkutan. Ada apa? Penulis lebih
melihat alasan komunikasi dari jajaran fakultas dan pengelola. Bagi sekolah
yang masih menerima PPL pembinaannya juga tidak bisa berjalan sesuai yang
diharapkan. Tidak jarang para praktikan dimanfaatkan oleh guru pamong
sebagai guru pengganti (pendelegasian tugas). Ini tidak bisa disalahkan
sepenuhnya, karena perguruan tinggi tidak mampu memberikan insentif yang
layak bagi seorang guru pamong dan dosen pembimbing. (Bandingkan dengan
dengan program PLPG Sertifikasi Guru kenapa dinanti dosennya). Adalah tugas
pengelola PPL untuk menjadikan program PPL seperti kegiatan PLPG
Sertifikasi Guru yang senantiasa dirindukan oleh dosen dan guru karena mampu
memberikan kepuasan secara moral karena ketemu dengan praktisi di lapangan
dan kepuasan material.

Permasalahan lain yang muncul saat ini adalah dengan diberlakukannya
pembimbingan lintas program studi. Dosen Program Studi Bahasa Inggris harus
membimbing mahasiswa dari non-Bahasa Inggris dan sebaliknya. Perlu disadari
adalah setiap bidang ilmu memiliki karakteristik sehingga cara pengajaran pun
berbeda. Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris, misalnya, memiliki rumpun

yang sama tetapi karena kedudukannya berbeda, cara mengajarnya pun berbeda.
Dosen Bahasa Inggris akan menggunakan framework pemebelajaran Bahasa
Inggris untuk membimbing dan menilai mahasiswa PS Pendidikan Bahasa
Indonesia dan demikian juga sebaliknya. Dengan lain kata, pembimbingan
dengan sistem ini tidak akan maksimal dan tidak nyaman untuk kedua belah
pihak (mahasiswa maupun dosen pembimbing).

Terlepas dari dimana letak permasalahannya selama ini, tulisan ini dimaksudkan
untuk memberikan sumbang saran terhadap pelaksanaan PPL saat ini sangat
jauh dari “sempurna” dan terkesan kepedulian terhadap program ini sangat
minim. Harapannya adalah pelaksanaan PPL ini lebih terprogram dan memiliki
aktivitas yang jelas dan pola insentif yang layak untuk jabatan pembimbing
sehingga akan berdampak pada peningkatan kualitas output yang dihasilkan dan
lebih jauh lagi adalah peningkatan kualitas guru di masa mendatang. Lesson
Study -- yang merupakan pola pembinaan guru di Jepang dan sekarang banyak
diadopsi di Indonesia -- merupakan salah satu alternatif pemecahan masalah
3

pelaksanaan PPL bagi LPTK. Selanjutnya tulisan ini akan membahas sekilas
tentang Lesson Study dan bagaimana Lesson Study bisa di diterapkan dalam pola

peningkatan kompetensi calon guru melalui mata kuliah Micro Teaching dan
Program Pengalaman Lapangan (PPL).

II.

DISKUSI
A. Lesson Study dalam Pengembangan Profesionalisme Guru
Kegiatan Lesson Study pertama kali dikembangkan di Jepang pada tahun
1990an yang pada awalnya bertujuan untuk mengkaji pembelajaran melalui
perencanaan dan observasi bersama untuk memotivasi siswa-siswanya aktif
belajar mandiri. Dalam perkembangannya Lesson Study dilaksanakan dalam
berbagai bentuk dan cara dengan melibatkan antar sekolah dari wilayah
kecamatan, kabupaten dll. tidak hanya melibatkan guru muda tetapi juga
guru senior dan oleh pemerintah Jepang, Lesson Study ini juga menjadi
bagian dari pendidikan guru pada tahun-tahun pertama bertugas menjadi
guru (Yoshida, 1999). Lesson Study bukan metode atau strategi
pembelajaran tetapi merupakan suatu model pembinaan guru ke arah guru
profesional. Dalam pelaksanaannya, guru dapat menerapkan berbagai
metode/strategi/media pembelajaran yang disesuaikan dengan situasi,
kondisi dan permasalahan yang dihadapi.


Lesson Study merupakan model pembinaan profesi pendidik melalui
pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan
prinsip-rinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun komunitas
belajar (Hendayana, dkk., 2006; Sukirman, 2006 dalam Mahmudi, 2009)).
Menurut Baba (2007 dalam Mahmudi, 2009), Lesson Study merupakan
proses yang dilakukan guru yang secara progressif berusaha meningkatkan
motode pembelajaran mereka dengan cara berkerjasama dengan guru lain.
Sementara Friedkin (2005) mendifinisikan Lesson Study sebagai proses yang
melibatkan

guru-guru

yang

bekerjasama

dalam

merencanakan,


mengobservasi, menganalisis, dan memperbaiki pembelajarannya. Dari
definisi-definisi di atas, Lesson Study dapat diartikan sebagai kegiatan yang
kolaboratif oleh sekelompok guru dalam mengembangkan diri menuju arah

4

profesionalisme dari perencanaan sampai evaluasi dengan menerapkan
prinsip saling belajar dalam suasana kolegalitas yang tinggi.

Lesson Study banyak mendapat perhatian oleh kalangan guru dan praktisi
pendidikan karena memiliki nilai strategis dalam mengembangkan
profesionalisme guru. Menurut Cerbin & Kopp (dalam Sudrajat, 2008),
Lesson Study memiliki 4 (empat) tujuan utama, yaitu:
1. Memperoleh pengalaman yang lebih baik tentang bagaimana siswa
belajar dan guru mengajar;
2. Memperoleh hasil-hasil tertentu yang dimanfaatkan oleh para guru
lainnya, di luar peserta Lesson Study;
3. Meningkatkan


pembelajaran

secara

sistematis

melalui

inquiri

kolaboratif; dan
4. Membangun sebuah pengetahuan pedogogis, dimana seorang guru dapat
menimba dari guru lainnya.
Berdasarkan hasil observasi beberapa sekolah di Jepang, Lewis (dalam
Sudrajat, 2008) menyimpulkan tentang ciri-ciri pokok dari Lesson Study
sebagai berikut: (1) Tujuan bersama untuk jangka panjang, yaitu dalam
Lesson Study perlu ada kesepakatan dari para guru tentang tujuan bersama
yang ingin dicapai dalam jangka panjang dengan cakupan yang lebih luas;
(2) Materi pelajaran yang penting, yaitu kajian dari kegiatan Lesson Study
adalah terfokus pada mata pelajaran yang dianggap penting atau titik lemah

atau yang dianggap sulit dalam pembelajaran siswa; (3) Studi tentang siswa
secara cermat, yaitu Lesson Study berfokus pada pengembangan dan
pembelajaran siswa. Dengan demikian, perhatian yang paling utama adalah
tertuju pada kegiatan siswa: bagiamana interaksi siswa, kapan siswa mulai
lelah, kapan mulai bergairah lagi, bagaimana siswa berinteraksi dengan
siswa lain, dengan materi pelajaran, dll.; (4) Observasi pembelajaran secara
langsung, yaitu kegiatan observasi merupakan jantungnya Lesson Study.
Guru mengamati model secara langsung dalam pembelajaran untuk
memperoleh data yang akurat, lebih utuh dan lebih mendetail. Penggunaan
videotape hanya sebagai pelengkap bukan sebagai pengganti.

5

Sebagaimana disebutkan di atas, dalam perkembangannya, Lesson Study
dilaksanakan dalam berbagai bentuk dan cara. Dalam referensi ditemukan
tahapan-tahapan Lesson Study yang berbeda antara yang satu dan yang
lainnya. Menurut Deming (dalam Wikipedia, 2007), Lesson Study
dilaksanakan dalam 4 tahapan yaitu Plan - Do - Check - Act (PDCA).
Kegiatan diawali dengan PLAN, yaitu penetapan tujuan dan cara
penyampaian untuk mencapai tujuan yang diinginkan, dilanjutkan DO, yaitu
pengimplementasian rencana di kelas, CHECK, yaitu menilai kegiatan
pembelajaran dan membandingkan antara tujuan yang ditetapkan dengan
pelasakanaan, dan ACT, yaitu menganalisis perbedaan-perbedaan antara
pelaksanaan dan tujuan untuk menentukan sumber-sumber permasalahan.
Dalam perkembangannya, Deming mengganti kata CHECK

menjadi

STUDY, sehingga tahapannya PDSA.

Menurut Cerbin dan Kopp (dalam Sudrajat, 2008), Lesson Study melalui 6
tahapan yaitu:
(1) Form a Team, yaitu pembentukan tim pelaksana Lesson Study yang
terdiri dari guru dan pihak-pihak yang berkompeten dan memiliki
kepentingan;
(2) Develop Student Learning Goals, yaitu kegiatan yang mendiskusikan
tujuan pembelajaran yang dicanangkan untuk siswa sebagai hasil akhir
dari Lesson Study;
(3) Plan

the

Research

Lesson,

yaitu

kegiatan

guru-guru

dalam

merencanakan pembelajaran untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan dan mengantispasi kemungkinan-kemungkinan respon siswa;
(4) Gather Evidence of Student Learning, yaitu kegiatan pelaksanaan
pembelajaran dengan menunjuk satu orang sebagai model dan yang
lainnya menjadi pengamat untuk mengumpulkan bukti dari siswa;
(5) Analyze Evidence of Learning, yaitu kegiatan tim untuk mendiskusikan
hasil kegiatan pembelajaran dan menilai kemajuan siswa; dan
(6) Repeat the Process, yaitu diawali dengan kegiatan revisi pembelajaran
oleh tim dan mengulang kegiatan ke-2 sampai dengan kegiatan ke-5 di
atas dan tim melakukan sharing atas temuan-temuan yang ada.

6

Dalam perkembangan pelaksanaan Lesson Study di berbagai belahan dunia
termasuk berbagai proyek pengembangan profesionalisme guru di Indonesia,
Lesson Study dirancang dalam 3 tahapan: Plan - Do - See (Hendayana, dkk.,
2006) dengan skema sebagai berikut:

PLAN
(Merencanakan
)

DO
(Melaksanakan
)

SEE
(Refleksi)
Gambar 1: Skema Kegiatan Lesson Study (Hendayana, dkk, 2006)

Kegiatan Lesson Study diawali tahap PLAN (perencanaan) yang bertujuan
untuk merancang pembelajaran yang dapat membelajarkan siswa. Kegiatan
Lesson Study berpusat pada siswa (learner-centered) sehingga perencanaan
terkait dengan bagaimana supaya siswa bisa berpartisipasi secara aktif dalam
kegiatan pembelajaran. Perencanaan dilakukan secara kolaboratif dengan
melibatkan guru-guru, pihak-pihak terkait (kepala sekolah, pengawas, pakar
pendidikan, dan dosen) untuk memperkaya ide-ide. Sama seperti dalam
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) kegiatan perencanaan berangkat dari
permasalahan yang dihadapi oleh siswa dalam pembelajaran, yang dapat
berupa materi pembelajaran, penjelasan suatu konsep, metode pembelajaran,
mensiasati permasalahan media dan fasilitas pembelajaran. Selanjutnya hasil
diskusi tim dituangkan dalam rancangan pembelajaran (RPP), materi
pembelajaran, media, dan lembar kerja siswa (LKS) dan alat evaluasi.

Langkah kedua dalam Lesson Study adalah DO (pelaksanaan pembelajaran)
yaitu penerapan rancangan pembelajaran di sekolah yang ditunjuk yang
dilakukan oleh guru model yang telah disepakati dalam perencanaan. Tujuan
dari kegiatan ini adalah untuk mengujicoba efektivitas solusi (model) yang
7

telah dirancang. Tugas guru lain dalam tim adalah sebagai pengamat
(observer) pembelajaran. Dalam pengamatan juga biasa melibatkan dosen
dan kepala sekolah yang nantinya akan bertugas sebagai pemandu kegiatan.
Biasanya sebelum pelajaran dimulai dilakukan briefing kepada pengamat
untuk menginformasikan kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru
dan mengingatkan etika selama pembelajaran bagi seorang pengamat. Setiap
pengamat harus membekali diri dengan lembar observasi yang biasanya
telah dipersiapkan sebelumnya supaya ada kesamaan aspek yang diamati.
Fokus pengamatan selama kegiatan berlangsung ditujukan pada interaksi
siswa-siswa, siswa-bahan pelajaran, siswa-guru, siswa-lingkungannya.

Langkah ketiga dalam kegiatan Lesson Study adalah SEE (refleksi). Setelah
selesai kegiatan DO, semua tim keluar dari kelas dan menempati ruang
diskusi. Kegiatan diskusi dipandu oleh kepala sekolah atau orang yang
ditunjuk untuk membahas pembelajaran yang berlangsung. Prosedur diskusi
adalah dengan memberikan kesempatan pertama kali untuk guru model
menyampaikan

kesan-kesannya

dalam

melaksanakan

pembelajaran.

Selanjutnya adalah kesempatan pengamat secara bergiliran menyampaikan
pembelajaran yang bisa dipetik (lesson learnt) dari proses pembelajaran
terutama yang terkait dengan kegiatan siswa. Kalau ada kritik dan saran
diberikan oleh pengamat maka harus disampaikan secara bijak untuk tujuan
perbaikan pembelajaran. Inti dari kegiatan ini adalah memetik hal-hal yang
bermanfaat bagi guru untuk dapat diterapkan pada pembelajarannya masingmasing.

Ketiga langkah Lesson Study ini (Plan-Do-See) tampaknya banyak diadopsi
dalam pengembangan profesionalisme guru di Indonesia. Dari langkahlangkah Lesson Study di atas, jelas bahwa kegiatan Lesson Study merupakan
kegiatan yang sangat baik untuk dikembangkan di Indonesia. Lesson Study
membawa dampak pada proses pembelajaran dan hasilnya berupa:
1. Berbagi pengalaman dan saling belajar (mutual learning);
2. Peningkatan mutu guru dan mutu pembelajaran yang pada gilirannya
berakibat pada peningkatan mutu lulusan (siswa);

8

3. Guru memiliki banyak kesempatan untuk membuat bermakna ide-ide
pendidikan dalam praktik pembelajarannya sehingga dapat mengubah
perspektif tentang pembelajaran, dan belajar praktik pembelajaran dari
perspektif siswa;
4. Guru mudah berkonsultasi kepada pakar dalam hal pembelajaran atau
kesulitan materi pelajaran;
5. Perbaikan praktik pembelajaran di kelas.
6. Peningkatan kolaborasi antarguru dan antara guru dengan pakar/dosen
dalam

meningkatkan

kualitas

pembelajaran

sehingga

terbentuk

hubungan kolegalitas antara guru-guru, guru-dosen;
7. Adanya pembiasaan melakukan problem-solving dan memperoleh
pengalaman merencanakan pembelajaran secara sistematis melalui
inkuiri kolaboratif;
8. Peningkatan ketrampilan menulis karya tulis ilmiah atau buku ajar
karena dalam pelaksanaannya guru dituntut untuk menulis LKS, media,
dll. serta melaporkan kegiatannya.

Jika kita berbicara tentang peningkatan profesionalisme guru, maka Lesson
Study inilah yang menjadi salah satu alternatif. Kegiatan ini dapat
dikembangkan berbasis sekolah atau berbasis organisasi guru

seperti

MGMP (musyawarah guru mata pelajaran), KKG (kelompok kerja guru),
dll.

Terkait dengan pengembangan kompetensi calon guru (mahasiswa LPTK),
maka kegiatan ini dapat diadaptasi dalam pola pembinaan mata kuliah Micro
Teaching dan Program Pengalaman Lapangan (PPL). Sekarang tinggal
memikirkan bagaimana mengadaptasi dan mengemas Lesson Study ini
menjadi sebuah program pengembangan calon guru. Perlu dirancang dengan
jelas mekanisme pelaksanaan dengan melibatkan guru pamong, dosen, dan
mahasiswa. Kegiatan ini sejalan dengan tuntutan UURI Nomor 14 tahun
2005 tentatng Guru dan Dosen terutama Pasal 32 yang intinya berisi
pembinaan dan pengembangan guru yang mencakup pembinaan dan
pengembangan profesi dan karir yang meliputi pengembangan keempat
kompetensi

guru

(kompetensi

profesional,

kompetensi

pedagogis,
9

kompetensi sosial dan kompetensi kepribadian). Demikian juga pada Pasal
19 PPRI Nomor 19 tahun 2005 tetang Standar Nasional Pendidikan (SNP)
terkait

tuntutan

proses

pembelajaran

bahwa

proses

pembelajaran

diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,
memotivasi, peserta didik. Untuk dapat melakukan semua itu, Lesson Study
dapat menjadi salah satu alternatif.

Berikut ini akan dibahas tentang bagaimana penerapan Lesson Study dalam
Program Micro Teaching dan Lesson Study dalam upaya meningkatkan
kompetensi mengajar calon guru (mahasiswa PPL).

B. Lesson Study sebagai Alternatif Pengembangan Kompetensi Calon Guru
Mahasiswa LPTK dipersiapkan untuk menjadi guru (terlepas dari aturan
baru bahwa guru bisa berasal dari non-keguruan (ilmu murni) dengan
menjalani matrikulasi dan Pendidikan Profesi Guru (PPG) selama 1 tahun).
Sebagai calon guru, mahasiswa LPTK harus menjalani pengalaman sebagai
guru baik dalam mata kuliah Micro Teaching maupun dalam Program
Pengalaman Lapangan (PPL). Melalui dua mata kuliah ini mahasiswa
dibekali dengan pengalaman bagaimana merencanakan pembelajaran,
melaksanakan pembelajaran dan bagaimana mengevaluasi hasil belajar. PPL
dilaksanakan dengan menempatkan mahasiswa untuk magang selama satu
semester di sekolah-sekolah untuk memperlajari TUPOKSI guru di sekolah.
Dari pengamatan penulis sebagai mantan mahasiswa dan tenaga pengajar,
dosen pembimbing dan guru pamong di LPTK ini merasakan bahwa
pelaksanaan PPL beberapa tahun terakhir ini boleh dikatakan jauh dari
harapan dan cendrung terjadi penurunan secara kualitas pelaksanaan dari
tahun-tahun sebelumnya.

Sebagai muara dari kegiatan perkuliahan di kampus, PPL memiliki peran
yang sangat sentral dalam mendewasakan mahasiswa sebagai calon guru.
Dengan PPL, mereka akan mencoba menyelaraskan antara teori yang telah
mereka pelajari bertahun-tahun dengan keadaan lapangan yang kadangkadang sangat kontras perbedaannya. Dengan PPL mahasiswa mencoba
10

untuk mengembangkan empat komptensi (pedagogis, profesional, sosial dan
kepribadian) secara bersama-sama dan dalam dunia nyata (yaitu sekolah).
Dengan demikian PPL harus dirancang dengan hati-hati dan komprehensif
(bukan sebagai formalitas). Program kegiatan PPL harus jelas dalam segala
aspek

--

syarat

pembimbing,

pola

pembimbingan,

persyaratan

memprogramkan PPL yang lebih tegas. Hak dan kewajiban guru pamong
dan dosen harus jelas dan seimbang. Sebagai sumbangan pikiran, penulis
(dosen pembimbing dan guru pamong) mencoba memberikan solusi
permasalahan PPL selama ini sehingga kualitas pelaksanaan PPL di masa
mendatang menjadi lebih baik. Tentu sebuah konsep perbaikan akan sia-sia
tanpa didukung oleh sumber dana yang memadai. Adalah tugas lembaga
untuk mengusahakan ketersediaan dana untuk melaksakan program PPL ini.
Adapun pola yang ditawarkan sebagai solusi adalah Pola Lesson Study
sebagai sebuah model pembinaan calon guru baik dalam Micro Teaching
maupun PPL.

1. Lesson Study dan MK Micro Teaching
Sebagaimana disampaikan di atas bahwa Lesson Study merupakan model
pembinaan tenaga pendidik (guru dan calon guru) secara kolaboratif dan
berkelanjutan yang berlandaskan prinsip-prinsip kolegalitas dan mutual
learning untuk membangun komunitas belajar. Penciptaan komunitas
belajar yang saling menguntungkan bagi mahasiswa calon guru perlu
dibangun mulai dari kampus. Kebijakan menerapkan PPL dengan pola
Lesson Study tidak akan berjalan tanpa diawali dulu dengan pengenalan
dan pembiasaan di tingkat kampus. Masing-masing Program Studi
memiliki mata kuliah Micro Teaching yang diharapkan mampu
membekali mahasiswa dengan kegiatan PPL di sekolah. Kegiatan Micro
Teaching pada masing-masing program studi berjalan sendiri-sendiri dan
sama sekali belum pernah ada penyamaan persepsi, padahal semua
mahasiswa dari semua program studi mempersiapkan diri untuk
menghadapi hal yang sama, yaitu PPL. Perlu dilakukan penyamaan
persepsi antara pengelola PPL dengan pengampu mata kuliah Micro

11

Teaching sehingga mata kuliah ini benar-benar bisa mempersiapkan
mahasiswa untuk turun ke lapangan.

Lesson

Study

sebagai

model

pengembangan

calon

guru

dapat

diperkenalkan melalui mata kuliah Micro Teaching. Tiga kegiatan pokok
Lesson Study yaitu PLAN, DO, dan SEE bisa dilaksanakan sebagai
berikut:
1. Perencanaan (PLAN). Kegiatan ini bisa diawali dengan
penugasan mahasiswa untuk membuat Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) secara individu. RRP tersebut kemudian
dinilai dengan IPKG 1 (Instrument Penilaian Kerja Guru) dan
diberikan masukan oleh mahasiswa lain dan dikerjakan secara
berkelompok (kecil 5-6 orang) sehingga mahasiswa bisa saling
memberikan masukan untuk penyempurnaan RPP. Manfaat dari
kegiatan ini adalah (a) adanya kerjasama dan terciptanya mutual
learning; (b) pembiasaan mahasiswa menilai dan mengomentari
hasil karya orang lain; dan (c) dihasilkannya RPP yang sudah siap
disajikan dan kegiatan DO.
2. Pelaksanaan

(DO).

Setelah

memiliki

RPP

yang

sudah

disempurnakan, selanjutnya satu persatu mahasiswa tampil dengan
waktu yang telah ditentukan oleh dosen (biasanya kemampuan
mengajar secara keseluruhan sudah akan kelihatan dalam waktu 30
- 40 menit). Supaya mahasiwa lebih fokus dalam melakukan
kegiatan, maka peran mahasiswa dapat dibagi menjadi model 1
orang dan siswanya dibagi dua yaitu setengah menjadi pengamat
(harus ditempatkan di bagian belakang kelas) dan sebagian lagi
sebagai siswa. Masing-masing pengamat harus dibekali dengan
lembar observasi dan lembar penilaian (IPKG 2 - Pelaksanaan
Pembelajaran). Perlu kejelasan pada para pengamat tentang aspek
yang perlu diamati sehingga diskusi bisa lebih fokus (Instrumen
ini harus dimiliki oleh dosen pengampu sebelum melaksanakan
pembelajaran). Pelaksanaan dan observasi dapat dilakukan 2-3
mahasiswa sekaligus sebelum dilakukan refleksi secara bersamasama. Peran sebagai pengamat dan sebagai siswa juga bisa digilir
12

untuk memberikan kesempatan yang sama. Manfaat dari kegiatan
ini antara lain (a) mahasiswa model (praktikan) akan berusaha
mempersiapkan diri dan tampil dengan baik karena akan dinilai,
(b) bagi pengamat, kegiatan ini melatih mahasiswa untuk
melakukan observasi dengan baik dan dilakukan secara terus
menerus, (c) pengamat juga bisa belajar dari apa yang dilakukan
oleh model (praktikan), (d) semua mahasiswa aktif selama
perkuliahan, (e) dosen bisa melakukan penilaian proses dari
penampilan dan dari komentar yang dilakukan mahasiswa pada
saat menjadi pengamat.
3. Refleksi (SEE). Pada sesi ini, dosen memimpin diskusi dengan
memberikan kesempatan pada mahasiswa yang tampil (model)
untuk menyampaikan kesan-kesan selama tampil. Masing-masing
pengamat diberikan kesempatan untuk menyampaikan hal-hal
positif dari pembelajaran yang dilakukan model diikuti dengan
saran-saran perbaikan yang harus disampaikan secara bijak (tidak
mengkritik). Mahasiswa yang berperan sebagai siswa juga
mendapat kesempatan untuk menyampaikan pendapat dari
persepktif sebagai siswa. Manfaat dari kegiatan ini antara lain: (a)
membiasakan mahasiswa menyampaikan gagasan, (b) mahasiswa
bisa belajar dari mahasiswa lain, (c) mahasiswa belajar menjadi
pengamat yang bijak dengan menonjolkan aspek positif dari teman
sebagai sebuah pembelajaran (lesson learnt), (d) bagi model
kegiatan refleksi ini akan bermanfaat sebagai feedback untuk
perbaikan dan membiasakan diri untuk menerima saran dari teman
sejawat.
Penerapan Lesson Study dalam mata kuliah Micro Teaching sangat
terbuka untuk dilakukan modifikasi dari apa yang selama ini diterapkan
dalam pengembangan guru dalam jabatan. Disinilah tuntutan pada dosen
pengampu mata kuliah ini berkreasi dan mencari format penerapannya
karena faktor situasi (peer-teaching, bukan real teaching). Dengan
melibatkan teman sebaya, tentu pusat pengamatannya bukan kepada
pembelajaranya tapi mungkin lebih pada dampak dari kegiatan tersebut
seandainya diterapkan pada siswa yang sebenarnya. Untuk itu,
13

pembekalan bagi dosen, guru pamong dan mahasiswa tentang berbagai
konsep Lesson Study sangat mendesak untuk dilakukan.

Kegiatan Lesson Study pada mata kulaih Micro Teaching akan
memberikan bekal konsep dan pengalaman kepada mahasiswa dalam
penerapan PPL dengan Pola Lesson Study sebagaimana yang mulai akan
dicobakan oleh FKIP UNRAM.

2. Lesson Study dan PPL
Tugas seorang guru tentu tidak terbatas pada tugas mengajar tetapi juga
sebagai adminsitrasi. Dalam kegiatan PPL semua harus dilakukan oleh
mahasiswa. Dalam tulisan ini, akan dibatasi pada tugas guru sebagai
pengajar. Dalam setiap sekolah pasti ditempatkan lebih dari satu
mahasiswa per program studi dalam satu sekolah akan ada 7-10
mahasiswa dari berbagai program studi.

Pemikiran penerapan Lesson Study pada program PPL FKIP UNRAM
tentu akan membawa dampak pada perencanaan PPL. Kalau Lesson Study
diterapkan maka jumlah program studi dalam satu sekolah perlu dibatasi
tetapi jumlah mahasiswa per program studi bisa ditambah dan penempatan
bisa didasarkan pada rumpun bidang studi (Bahasa, MIPA, Sosial, dll.).
Penambahan jumlah mahasiswa dari satu PS akan membawa dampak pada
pelibatan jumlah guru pamong. Semua itu memerlukan perencanaan yang
lebih matang, yang termasuk di dalamnya bagaimana membekali guru
pamong dan dosen pembimbing dengan pengetahuan Lesson Study.

Pada tingkat pelaksanaan PPL, pertanyaan yang harus dijawab adalah
bagaimana mekanisme penerapan pola Lesson Study dalam pembinaan
mahasiswa calon guru ini di sekolah.

Sebagaimana disampaikakn di atas bahwa penerapan Lesson Study
sebagai upaya pembinaan guru dan calon guru bisa diterjemahkan dengan
melakukan modifikasi atau penyesuaian tergantung dari situasi. Misalnya,
pola Lesson Study pernah diterapkan dalam Program PHK PGSD-B FKIP
14

UNRAM untuk mendesiminasikan hasil PTK yang dilakukan oleh dosen
FKIP UNRAM dan guru SD di Kota Mataram di dua sekolah yaitu SDN 7
Mataram dan SDN 1 Mataram. Panitia PHK memilih kegiatan Lesson
Study sebagai kegiatan desiminasi daripada melakukan seminar untuk
mendesiminasikan hasil PTK. Dalam hal ini Lesson Study tidak diterapkan
secara utuh karena bagian PLAN sudah dikerjakan oleh peneliti, peserta
Lesson Study hanya melakukan DO dan SEE (Laporan Kegiatan PHK
PGSD-B FKIP UNRAM, 2009).

Untuk PPL, apakah Lesson Study ini akan diterapkan utuh atau apakah ada
modifikasi yang harus dilakukan? Semua itu kembali pada UPPL FKIP
UNRAM dalam mengadopsi. Berikut ini adalah beberapa kemungkinan
yang bisa dilakukan dalam PPL.
1. Perencanaan

(PLAN).

Kekhawatiran

sekolah

adalah

ketika

mahasiswa PPL membawa program dari kampus akan mengganggu
kontinuitas dari kegiatan guru. Hal ini tidak perlu dikhawatirkan
karena mahasiswa akan mengikuti program sekolah. Apa yang
diajarkan oleh guru di sekolah, itulah yang menjadi materi praktik
mahasiswa PPL. Terkait dengan perencanaan (PLAN), mahasiswa
perlu dilatih kemampuannya dengan memberikan tanggung jawab
membuat perencanaan sendiri dibimbing oleh guru pamong dan dosen
pembimbing. Dimana letak perencanaan bersama sebagaimana yang
diharapkan dalam Lesson Study? Setelah mahasiswa menghasilkan
RPP secara individu, perlu diadakan diskusi antarmahasiswa dengan
melakukan sharing terhadap perencanaan masing-masing. Diharapkan
mahasiswa lain untuk memberikan feedback untuk perbaikan. Dampak
yang diharapkan dari kegiatan ini sama seperti pada kegiatan PLAN
untuk Micro teaching di atas.
2. Pelaksanaan (DO). Terkait dengan pelaksanaan pembelajaran dan
observasi, pertanyaan yang dijawab adalah; “Apakah nyaman seorang
praktikan diamati oleh banyak orang pada pengalaman pertama di
depan kelas?” kalau jawabannya “Tidak” maka skenario atau
mekanisme pelaksanaannya harus diubah. Kegiatan PPL harus diawali
dengan (i) pengamatan terhadap model (guru pamong). Guru pamong
15

harus memberi kesempatan pada siswa untuk melakukan pengamatan
terhadap pembelajarannya. Pengamatan dilakukan di awal berada di
sekolah (bersamaan dengan penyusunan RPP oleh mahasiswa
(kegiatan PLAN). Dari pengamatan tersebut mahasiswa akan memiliki
bekal untuk melakukan inovasi pembelajaran; (ii) untuk melatih
mental dan menambah pengalaman, mahasiswa harus diberikan
kesempatan untuk mengajar mandiri terlebih dahulu (latihan). Dari
kegiatan ini, mahasiswa dapat merefleksikan diri tentang kelebihan
dan kekurangannya. Latihan mandiri juga bisa dilakukan dengan
melibatkan lebih dari satu praktikan secara bersamaan di kelas (satu
sebagai pengajar dan satu lagi sebagai pengamat dan pengontrol
kelas); (iii) Dengan persiapan mental yang telah cukup, kegiatan DO
dan OBSERVE yang sebenarnya bisa dilakukan. Mahasiswa sebagai
model siap mengimplementasikan perencanaannya yang diobservasi
oleh mahasiswa lain, guru pamong dan dosen pembimbing yang telah
dilengkapi dengan lembar observasi dan lembar penilaian. Dampak
dari kegiatan ini juga sama dengan dampak pada pelaksanaan Micro
Teaching.
3. Refleksi (SEE). Kegiatan ini dilakukan di ruang rapat yang melibatkan
dosen pembimbing, guru pamong, dan mahasiswa model (praktikan)
dan pengamat dan dipimpin oleh seorang moderator yang ditunjuk
oleh forum. Mahasiswa yang bertugas sebagai guru model harus
diberikan

kesempatan

untuk

merefleksikan

dirinya

dalam

pembelajaran, diikuti oleh pengamat dari mahasiswa menyampaikan
lesson learnt dari pengamatannya. Guru dan dosen mencoba untuk
memberikan feedback tentang apa yang sudah dicapai oleh mahasiswa
dan apa yang perlu mendapat perhatian untuk diperbaiki. Manfaat dari
kegiatan ini antara lain: (a) membiasakan mahasiswa menyampaikan
gagasan, (b) mahasiswa bisa belajar dari mahasiswa lain, (c)
mahasiswa belajar menjadi pengamat yang bijak dengan menonjolkan
aspek positif dari teman sebagai sebuah pembelajaran (lesson learnt),
(d) bagi model kegiatan refleksi ini akan bermanfaat sebagai feedback
untuk perbaikan dan membiasakan diri untuk menerima saran dari
teman sejawat.
16

Pertanyaan yang muncul dari pola ini adalah: Apakah kita sudah siap
dengan petunjuk atau panduannya? Apakah mahasiswa, guru, dan dosen
memiliki pengetahuan tentang Lesson Study? Apakah pengelola sudah
siap dengan segala konsekuensi yang diakibatkan oleh keseriusan guru
dan dosen dalam melaksanakan kegiatan ini (financial support)? Inilah
yang perlu dipikirkan oleh pengelola. Sebagai sebuah konsep, Lesson
Study sangat tepat diterapkan untuk meningkatkan kompetensi calon guru.
Tinggal sekarang dipikirkan adalah bagaimana kesiapan pengelola untuk
mewujudkan ini menjadi sebuah program, sehingga PPL tidak sekadar
formalitas berada di sekolah dengan kegiatan yang tidak jelas karena
dukungan dana yang minim.

III. PENUTUP
Lesson Study bukan model pembelajaran melainkan suatu model pengembangan
profesi guru melalui kajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan
serta mengusung prinsip-prinsip kolegalitas dan saling belajar untuk
membangun komunitas belajar (Hendayana, dkk., 2006). Sebagai sebuah model
pengembangan, Lesson Study banyak diterapkan oleh guru di Indonesia tetapi
tata cara pelaksanaannya telah mengalami perubahan sesuai dengan konteks dan
situasi.

Lesson Study juga sangat potensial diterapkan pada Program Pengalaman
Lapangan (PPL) untuk mahasiswa LPTK, tetapi perlu panduan pelaksanaan
yang jelas dan operasional bagi mahasiswa, guru, dosen, dan sekolah. Ide
penerapan Lesson Study pada PPL perlu diawali dengan penanaman konsep
Lesson Study pada mahasiswa melalui mata kuliah Micro Teaching sehingga
mereka benar-benar siap untuk melaksanakan PPL dengan pola Lesson Study di
sekolah. Guru pamong dan dosen pembimbing juga harus dibekali dengan
kesamaan persepsi tentang Lesson Study.

Sebagai sebuah konsep, Lesson Study sangat bagus untuk diterapkan pada kedua
mata kuliah tersebut, tetapi perlu kesiapan yang matang terkait perencanaan
17

PPL dengan Pola Lesson Study ini dan kesiapan finasial untuk mendukung
program ini. Kalau tidak didukung dengan kedua hal tadi, konsep hanyalah teori
yang pelaksanaan akan kembali seperti dulu.

====================
Terima kasih penulis sampaikan kepada reviewer jurnal ini atas segala saran
perbaikannya.

REFERENSI
Friedkin,
Shelly,
2005.
Overview
of
Lesson
Study.
online
http://www.lessonresearch.net, diakses tanggal10 Oktober 2010.
Hendayana, Sumar, dkk., 2006. Lesson Study: Suatu Strategi untuk
Meningkatkan Keprofesionalan Pendidik (Pengalaman IMSTEP-JICA).
Bandung: UPI Press.
Mahmudi, Ali, 2009. “Mengembangkan Kompetensi Guru melalui Lesson
Study”, Forum Kependidikan FKIP UNSRI, Vol. 28, No. 2, hal. 84-89.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 tetang Standar
Nasional Pendidikan (SNP).
PHK PGSD_B FKIP UNRAM, 2009. Laporan Kegiatan PHK PGSD-B FKIP
UNRAM. Mataram: PGSD FKIP UNRAM
Sudrajat, Ahmad, 2008. Lesson Study untuk Meningkatkan Proses dan Hasil
Pembelajaran” online http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/02/22/
diakses tanggal 10 Oktober 2010
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tetang Guru dan
Dosen.
Wardhani, IGK dan Suparno, 1994. Praktek Pengalaman Lapangan (PPL).
Jakarta: Depdikbud.
Wikipedia, 2007. Lesson Study. online http://en.wikipedia.org/wiki diakses
tanggal 10 Oktober 2010
Yoshida, Makoto, 1999. Sekilas Tentang Pelaksanaan Lesson Study di Jepang.
Terjemahan Muchlas Yusak, untuk In-house Training Lesson Study,
LPMP jawa Tengah, 9 - 11 Maret 2007.

18