BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bahan Pengawet - Analisa Kadar Asam Benzoat yang Terdapat pada Sirup Univit dan Univit lysine dengan Metode Spektrofotometri UV

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Bahan Pengawet

  Bahan pengawet adalah bahan tambahan pangan yang dapat mencegah atau menghambat proses fermentasi, pengasaman, atau penguraian lain terhadap makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme.Bahan tambahan pangan ini biasanya ditambahkan kedalam makanan yang mudah rusak atau makanan yang disukai sebagai media tumbuhan bakteri atau jamur misalnya pada produk daging, buah-buahan, dan lain-lain. Defenisi bahan pengawet adalah senyawa atau bahan yang mampu menghambat, menahan, atau menghentikan dan memberikan perlindungan bahan makanan dari proses pembusukan.

  Pengertian bahan pengawet sangat bervariasi tergantung di Negara yang membuat batasan pengertian bahan pengawet. Meskipun demikian, penggunaan bahan pengawet memiliki tujuan yang sama yaitu mempertahankan kualitas yang memperpanjang umur simpan bahan pangan. Bahan pengawet adalah senyawa yang mampu menghambat dan menghentikan proses fermentasi, pengasaman atau bentuk keusakan lainnya, atau bahan yang dapat memberikan perlindugan bahan pangan dari pembusukan.

2.1.1 Mekanisme Kerja Bahan Pengawet

  Mekanisme kerja senyawa antimikroba berbeda-beda antara senyawa yang satu dengan yang lain, meskipun tujuan akhirnya sama yaitu menghambat atau menghentikan pertumbuhan mikroba. Larutan garam NaCl dan gula yang digunakan sebagai bahan pengawet seharusnya lebih pekat dari pada sitoplasma dalam sel mikrroorganisme. Oleh sebab itu, air akan keluar dari sel dan sel menjadi kering atau mengalami dehidrasi.

  Kerja asam sebagai bahan pengawet tergantung pada pengaruhnya terhadap pertumbuhan mikroorganisme seperti bakteri, khamir, dan kapang yang tumbuh pada bahan pangan. Penambahan asam berarti menurunkan pH yang disertai dengan

  • naiknya konsentrasi ion hidrogen (H ), dan dijumpai bahwa pH rendah lebih besar penghambatannya pada pertumbuhan mikroorgansme. Asam digunakan sebagai pengatur pH sampai pada harga yang bersifat toksik untuk mikroorganisme dalam bahan pangan. Efektivitasnya suatu asam dalam menurunkan pH tergantung pada kekuatan (strength), yaitu derajat ionisasi asam dan konsentrsi yaitu jumlah asam dalam volume tertentu (misalnya molaritas). Jadi, asam keras lebih efktif dalam menurunkan pH apabila dibandingkan dengan asam lemah pada konsentrasi yang sama.

2.1.2. Tujuan dan Persyaratan Bahan Pengawet

  Secara umum penambahan bahan pengawet pada suatu produk memiliki tujuan sebagai berikut : a. Menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk pada pangan baik yang bersifat patogen maupun yang tidak patogen.

  b. Memperpanjang umur simpan pangan.

  c. Tidak menurunkan kulitas gizi, warna, cita rasa,dan bau bahan pangan yang diawetkan.

  d. Tidak untuk menyembunyikan keadaan pangan yang berkualitas rendah.

  e. Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau tidak memenuhi persyaratan.

  f. Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan.

  Pada bahan pengawet terdapat juga beberapa persyaratan yang harus dimiliki, antara lain : a. Memberi arti ekonomis dari pengawetan(secara ekonomis) menguntungkan.

  b. Digunakan hanya apabila cara-cara pengawetan yang lain tidak mencukupi atau tidak tersedia.

  c. Memperpanjang umur simpan dalam pangan

  d. Tidak menurunkan kualitas (warna, cita rasa, dan bau) bahan pangan yang diawetkan.

  e. Mudah dilarutkan.

  f. Menunjukkan sifat-sifat anti mikroba pada jenjang pH bahan pangan yang diawetkan.

  g. Aman dalam jumlah yang diperlukan.

  h. Mudah ditentukan dengan analisa kimia. i. Tidak menghambat enzim-enzim pencernaan. j. Tidak mengalami dekomposisi atautidak bereaksi untuk membentuk suatu senyawa kompleks yang bersifat lebih toksik. k. Mudah dikontrol dan didistribusikan secara merata dalam bahan pagan. l. Mempunyai spektra antimikrobia yang luas yang meliputi macam- macam pembusukan oleh mikrobia yang berhubungan dengan bahan pangan yang diawetkan.

2.1.3 Sifat Fisik dan Kimia Bahan Pengawet

  Sifat – sifat bahan pengawet dapat meliputu sifat kimia dan fisik. Sifat kimia dan fisik antara lain : a. struktur kimia atau rumus molekul, contohnya asam benzoat dengan rumus molekul C H O

  7

  6 2.

  b. harga pKa yang spesifik c. bentuk bahan pengawet.

  d. pelarutan baik dalam air, alkohol maupun minyak

  e. rasa dan bau yang berbeda

2.1.4. Efek Terhadap Kesehatan

  Konsentrasi bahan pengawet yang diizinkan oleh peraturan bahan pangan sifatnya adalah penghambatan dan bukannya mematikan organisme-organisme pencemar. Oleh karena itu, sangat penting bahwa populasi mikroorganisme dari bahan pangan yang akan diawetkan harus dipertahankan minimum dengan cara penanganan dan pengolahan secara higienis.

  a.

  Bahan pengawet organik pemakaian bahan pengawet dari satu sisi menguntungkan karena dengan bahan pengawet dapat dibebaskan dari kehidupan mikroba, baik yang bersifat patogen yang dapat menyebabkan gangguan keracunan atau gangguan kesehatan lainnya maupun mikroba yang nonpatogen yang dapat menyebabkan kerusakan bahan pangan. Namun dari sisi lain, bahan pengawet pada dasarnya adalah senyawa kimia yang merupakan bahan asing yang masuk bersama bahan pangan yang dikonsumsi.Apabila pemakaian jenis pengawet dan dosisnya tidak diatur maka menimbulakan kerugian bagi si pemakai, misalnya, keracunan atau terakumulasi pengawet dalam organ tubuh dan bersifat karsinogenik. b.

  Bahan pengawet anorganik Konsep ADI didasrkan pada kenyataan bahwa semua bahan kimia yang digunakan sebagai bahan pengawet adalah racun, tetapi toksisitasnya sangat ditentukan oleh jumlah yang diperlukan untuk menghasilkan pengaruh atau gangguan kesehatan atau sakit. ADI dinyatakan dalam mg/kg berat badan yang didefenisikan sebagai jumlah bahan yang masuk tubuh setiap harinya, bahkan selama hidupnya tanpa risiko yang berarti bagi konsumen atau pemakainya.

  Contoh bahan pengawet yang diizinkan pemakaiannya dari nilai ADI ialah : Natrium nitrit

  • Pemakaian nitrit dengan dosis tinggi menyebabkan kanker pada hewan percobaan (tikus). Karena pada kondisi tertentu akan terjadi reaksi antara nitrit dan beberapa amin secara alami kedapatan dalam bahan pangan sehingga membentuk senyawa nitrosamine yang dikenal sebagai senyawa karsinogenik.
  • Belerang dioksida merupakan bahan pengawet yang sangat luas pemakaiannya, namun pada dosis tertentu dapat menimbulkan gangguan pada kesehatan,tetapi belum ada pengganti belerang dioksida yang sama efektifnya atau cukup memuaskan. Keracunan adanya belerang dioksida dapat menyebabkan luka usus.

  Sulfur dioksida

2.1.5. Jenis Bahan Pengawet

  Bahan pengawet terdiri dari dua jenis yaitu: 1.

  Zat Pengawet Anorganik Zat pengawet anorganik yang masih sering dipakai adalah sulfit, hydrogen perosida, nitrat dan nitrit. Sulfit digunakn dalam bentuk SO

  2 , garam Na atau K sulfit, bisulfit, dan metabisulfit.

2. Zatpengawet organik

  Zat pengawet organik lebih banyak dipakai daripada yang anorganik karena bahan ini lebih mudah dibuat. Bahan organik digunakan baik dalam bentuk asam maupun dalam bentuk garamnya. Zat kimia yang sering dipakai sebagai bahan pengawet ialah asam sorbat, asam propionat, asam benzoat, asam asetat, dan epoksida.(Cahyadi, 2008)

2.2. Asam Benzoat

  COOH Asam Benzoat mengandung tidak kurang dari 99,5% dan tidak lebih dari

  100,5% C H O , dihitung terhadap zat anhidrat. (F.I. Ed IV. 1995)

  7

  6

2 Asam benzoat (C6H5COOH),merupakan bahan pengawet yang luas

  penggunaannya dan sering digunakan padamakanan atau minuman. Bahan inidigunakan untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme. Benzoat efektif pada pH 2,5-4,0. Karena kelarutan garamnya lebih besar, maka biasa digunakan dalam bentuk garam Na-benzoat. Sedangkandalam bahangaram benzoat terurai menjadi bentuk aktif, yaitu bentuk asam benzoat yang tak terdisosiasi.

  Menurut PerMenKes RI No.722/MenKes/Per/IX/88 batas maksimum penggunaan asam banzoat dalam minuman ringan adalah 600 mg/kg.Dalam tubuh terdapat mekanisme detoksifikasi terhadap asam benzoat, sehingga tidak terjadi penumpukan asam benzoat. Asam benzoat akan bereaksi dengan glisin menjadi asam hipurat yang akan dibuang oleh tubuh. Asam benzoat secara alami terdapat dalam rempah-rempah seperti cengkeh dan kayu manis. (Winarno, 1992).

  Keasaman dari substrat ke dalam mana asam benzoat ditambahkanmempengaruhi keefektifan dari zat pengawet kimia. Asam benzoat kurang efektif dalam suatu bahan pangan yang mempunyai pH 7,0 dibandingkan dengan bahan pangan yang asam yang mempunyai pH mendekati 3,0.

  (Desrosier,1988).

  Penambahan asam berarti menurunkan pH yang disertai dengan naiknya konsentrasi ion hydrogen, dan ditemui bahwa pada pH rendah, lebih besar penghambatannya pada pertumbuhan mikroorganisme. Efektivitas suatu asam dalam menurunkan pH tergantung pada kekuatan atau derajat ionisasi asam dan konsentrasi.

  2.2.1.Sifat-sifat Asam benzoat

  • Berbentuk hablur atau jarum putih
  • - Sedikit berbau benzaldehid atau benzoin - Agak mudah menguap pada suhu hangat - Mudah menguap dalam air - Sukar larut dalam air - Mudah larut dalam etanol dan eter - Merupakan asam lemah yang mengalami disosiasi tergantung pada pH

  mediumnya

  2.2.2. Mekanisme kerja Asam Benzoat

  Senyawa ini relatif kurang efektif sebagai bahan pengawet pada pH lebih besar, tetapi kerja sebagai pengawet naik dengan turunnya pH sampai dibawah 5.

  Turunnya pH medium akan menaikkan proporsi asam yang tidak terdisosiasi karena asam yang tidak terdisosiasi penentu utama peranan pengawet. Asam benzoat sangat efektif dalam menghambat pertumbuhan mikroba dalam bahan pengawet. Asam benzoat sangat efektif dalam menghambat pertumbuhan mikroba dalam bahan pangan pH rendah seperti sari buah dan minuman penyegar.

2.2.3. Efek Asam Benzoat terhadap kesehatan

  Metabolisme ini meliputi dua tahap reaksi, pertama dikatalis oleh enzimsyntetase dan pada reaksi kedua dikatalis oleh enzim acytranferase. Asam hipurat yang disinpengujiana dalam hati ini, kemudian diekskresikan melalui urine. Jadi, di dalam tubuh tidak terjadi penumpukan asam benzoat, sisa asam benzoat yang tidak di ekskresi sebagai asam hipurat dihilangkan toksisitasnya berkonjugasi dengan asam glukoronat dan diekskresi melalui urin. Pada penderita asma dan orang yang menderita urticaria sangat sensitif terhadap asam benzoat, jika dikonsumsi dalam jumlah besar akan mengiritasi lambung.

  COCH+ATP + CoA C-CoA+ AMP PP I O

  Benzoic acid Benzoyl CoA N

  Benzoyl CoA + glycine C – N – CH

  2 - COOH + CcA

  O Hippuric Acid

  Metabolisme asam benzoat dalam tubuh (Cahyadi. 2008)

  Diduga pula zat ini akan dapat mengakibatkan reaksi alergi dan penyakit syaraf. Selain itu, Asosiasi Konsumen Penang pada 1988 silam telah menyatakan bahwa berdasarkan penelitian Badan Pangan Dunia (FAO), konsumsi benzoat yang berlebihan pada tikus akan menyebabkan kematian dengan gejala-gejala hiper aktif, sawan, kencing terus-menerus dan penurunan berat badan.(Yuliarti,2007)

2.3. Kromatografi

  Kromatografi pertama kali dikembangkan oleh seorang ahli botani Rusia Michael Tswett pada tahun 1903 untuk memisahkan pigmen berwarna dalam tanaman dengan cara perkolasi ekstrak petroleum eter dalam kolom gelas yang berisi kalsium karbonat (CaCO

  3 ). Saat ini kromatografi merupakan teknik pemisahan yang paling

  umum sering digunakan dalam bidang kimia analisis dan dapat dimanfaatkan untuk melakukan analisis, baik analisis kualitatif, kuantitatif, atau preparatif dalam bidang farmasi, lingkungan, industri, dan sebagainya. Kromatografi merupakan suatu teknik pemisahan yang mengunakan fase diam (stationary phase) dan fase gerak (mobile phase). Teknik kromatografi telah berkembang dan telah digunakan untuk memisahkan dan mengkuantifikasikan berbagai macam komponen yang kompleks, baik komponen organik maupun komponen anorganik. (Rohman, 2007)

2.3.1 Kromatografi Lapis Tipis

  Semua pemisahan dengan kromatografi tergantung pada kenyataan bahwa senyawa–senyawa yang dipisahkan terdistribusi sendiri antara fase gerak dan fase diam dalam perbandingan yang sangat berbeda-beda dari satu senyawa terhadap senyawa yang lain.

  Faktor–faktor yang memperngaruhi gerakan noda dalam kromatografi yang juga mempengaruhi harga Rf, yaitu :

  1. Struktur kimia dari senyawa yang dipisahkan.

  2. Sifat dari penyerap dan derajat aktifitasnya Biasanya aktifitas dicapai dengan pemanasan dalam oven, hal ini akan mengeringkan molekul-molekul air yang menempati pusat-pusat serapan dari penyerap.

  3. Tebal dan kerataan dari lapisan penyerap Meskipun dalam prakteknya tebal lapisan tidak dapat dilihat pengaruhnya, tapi perlu diusahakan tebal lapisan yang rata. Ketidakrataan akan menyebabkan aliran pelarut menjadi tak rata pula dalam daerah yang kecil dari plat.

  4. Pelarut dan derajat kemurnian fase gerak Kemurnian dari pelarut yang digunakan sebagai fase pada kromatografi kertas adalah sangat penting dan bila campuran pelarut digunakan maka perbandingan yang dipakai harus betul- betul diperhatikan.

  5. Derajat kejenuhan dari uap dalam bejana pengembangan yang digunakan

  6. Teknik percobaan

  7. Jumlah cuplikan yang digunakan Penetesan cuplikan dalam jumlah yang berlebihan memberikan tendensi penyebrangan noda-noda dengan kemungkinan terbentuknya ekor dan efek tak seimbang lainnya sehingga mengakibatkan kesalahan-kesalahan pada harga-harga Rf.

  8. Suhu Pemisahan-pemisahan sebaiknya dikerjakan pada suhu tetap, hal ini terutama untuk mencegah perubahan-perubahan dalam komposisi pelarut yang disebabkan oleh penguapan atau perubahan-perubahan fase.

  9. Kesetimbangan Kesetimbangan dalam kromatografi kertas sangat penting, hingga perlu mengusahakan atmosfer dalam bejana jenuh dengan uap pelarut. Suatu gejala bila atmosfer dalam bejana tidak jenuh dengan uap pelarut, bila digunakan pelarut campuran, akan terjadi pengembangan dengan permukaan pelarut yang berbentuk cekung dan fasa bergerak lebih cepat pada bagian tepi–tepi dari pada di bagian tengah.

  (Sastrohamidjojo. 1985)

2.4.Spektrofotometri UV

  Spektrofotometri adalah cabang analisis instrumental yang mencakup seluruh metoda pengukuran berdasarkan interaksi antara suatu spektrum sinar (Radiasi Elektro Magnetik/REM) dengan larutan molekul atau atom. Spektrofotometri uv-vis melibatkan energi elektronik yang cukup besar pada molekul yang dianalisis, sehinga spektrofotometri uv-vis lebih banyak dipakai untuk analisis kuantitatif dibanding kualitatif. (Mulja, 1995)

  Spektrofotometer sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari spektrometer dan fotometer. Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorpsi. Jadi spektrofotometer digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang. Kelebihan spektrofotometer dibandingkan fotometer adalah panjang gelombang dari sinar putih lebih dapat terseleksi dan ini diperoleh dengan alat pengurai seperti prisma, grating ataupun celah optis. Pada fotometer filter, sinar dengan panjang gelombang yang diinginkan diperoleh dengan berbagai filter dari berbagai warna yang mempunyai spesifikasi melewatkan trayek panjang gelombang tertentu. Pada fotometer filter, tidak mungkin diperoleh panjang gelombang yang benar-benar monokromatis, melainkan suatu trayek panjang gelombang 30-40 nm. Sedangkan pada spektrofotometer, panjang gelombang yang benar-benar terseleksi dapat diperoleh dengan bantuan alat pengurai cahaya seperti prisma. Suatu spektrofotometer tersusun dari sumber spektrum tampak yang kontinyu, monokromator, sel pengabsorpsi untuk larutan sampel atau blangko dan suatu alat untuk mengukur perbedaan absorpsi antara sampel dan blangko ataupun pembanding. (Khopkar, 1990).

  Semua molekul dapat mengabsorpsi radiasi daerah UV-Vis karena mereka mengandung elektron, baik sekutu maupun menyendiri, yang dapat dieksitasikan ke tingkat energi yang lebih tinggi (Underwood, 2002). Hukum Lambert – Beer

  Hukum Lambert – Beer digunakan untuk radiasi monokromatik, dimana absorbansi sebanding dengan tebal medium (b) dan konsentrasi (c) senyawa yang mengabsorbsi. Hal ini dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut : A = a.b……………………………....(2.1) Dimana a adalah faktor kesebandingan yang disebut absorptivitas. Besarnya dan ukuran daria tergantung pada satuan untuk b dan c. Untuk larutan dari senyawa yang mengabsorpsi, sering diberikan dalam centimeter dan c dalam gram per Liter. Maka absorptivitas dalam satuan L.g-1.cm-1 (Skoog, 1996).

  Ketika persamaan (2.1) dinyatakan dalam mol per liter dan tebal medium dalam centimeter, absorptivitas disebut molar absorptivitas dan diberi simbol khusus yaitu

  ε. Jadi, ketika badalah centimeter dan c dalam mol per Liter makapersamaannya adalah sebagai berikut : A =

  ε.b.c…………………………….(2.2) Dimana ε dalam satuan L.mol-1.cm-1 (Skoog, 1996).

  Keterbatasan Hukum Lambert – Beer

  Beberapa pengecualian ditemukan untuk menyamaratakan absorbansi sebagai garis lurus. Di sisi lain, penyimpangan dari perbandingan langsung diantara absorbansi dan konsentrasi ketika b adalah konstan seringkali ditemukan. Beberapa penyimpangan ini adalah dasar dan menunjukkan keterbatasan yang nyata dari hukum ini (Skoog, 1996).

  Hubungan antara kadar dengan intensitas sinar yang diserap oleh sampel yang di analisis dinyatakan oleh hukum Lambert-Berr dalam bentuk persamaan sebagai berikut : Log Io/I = A=a.b.C Dimana:

  Io= intensitas sinar sebelum melewati sampel I = intensitas sinar setelah melewati sampel A = absorban a = absopsifitas molekul b = ketebalan kuvet C = konsentrasi larutan

  Oleh karena a dan b nilainya tetap (wadah yang dipakai spesifik), maka A berbanding lurus dengan C (konsentrasi larutan). Dalam penurunan hukum ini dianggap bahwa, (1) radiasi yang masuk adalah monokromatik, (2) spesies penyerap berkelakuan tidak tergantung satu terhadap lainnya dalam proses penyerapan, (3) penyerapan terjadi dalam volume yang mempunyai luas penampang yang sama, (4) dengan radiasi tenaga adalah cepat (tidak terjadi fluorosensi), dan (5) indeks bias tak tergantung pada konsentrasi (tidak berlaku pada konsentrasi yang tinggi). (Sastrohamidjojo.1985 )

  Komponen-komponen pokok dari Spektrofotometer meliputi : 1. Sumber tenaga radiasi yang stabil 2. Sistem yang terdiri atas lensa-lensa, cermin, cela-cela, dll.

  3. Monokromator untuk mengubah radiasi menjadi komponen-komponen panjang gelombang tunggal.

  4. Tempat cuplikan yang transparan 5.

  Detektor radiasi yang dihubungkan dengan sistem meter atau pencatat. Diagram sederhana dari Spektrofotometer UV-Vis adalah sebagai berikut: (Satrohamidjojo. 1985)

  sampel Sumber radiasi Monokromator Detektor Meter atau pencatat Blanko

  Uraian bagan spektrofotometri UV-Vis yaitu sebagai berikut : 1.

  Sumber radiasi Sumber-sumber radiasi ultraviolet kebanyakan digunakan adalah lampu hidrogen dan lampu deuterium. Sumber radiasi cahaya tampak yang paling umum dipakai adalah lampu pijar tungsten. Lampu tungsten merupakan campuran dari filament tungstein dan gas iodine (halogen). Sumber radiasi ini dapat memancarkan radiasi kontinyu antara 380-780 nm.

  2. Monokromator Monokromator merupakan serangkaian alat optic yang menguraikan radiasi polikromatik menjadi jalur-jalur yang efektif atau panjang gelombang-gelombang tunggalnya dan memisahkan panjang gelombang-gelombang tersebut menjadi jalur- jalur yang sangat sempit.

  3. Tempat cuplikan Culipkan yang dipakai pada daerah ultraviolet atau terlihat yang biasa berupa gas atau larutan ditempatkan dalam sel atau cuvet. Untuk daerah ultraviolet biasanya digunakan quartz atau sel dari silika yang lebur, sedangkan untuk daerah terlihat digunakan gelas biasa atau quarzt. Sel yang digunakan untuk cuplikan yang berupa gas mempunyai panjang lintasan dari 0,1 hingga 100 nm, sedangkan sel untuk larutan mempunyai panjang lintasan tertentu dari 1 hingga 10 cm

  4. Detektor atau pencatat Setiap detektor menyerap tenaga foton yang mengenainya dan mengubah tenaga tersebut untuk dapat diukur secara kualitatif seperti sebagai arus listrik atau perubahan-perubahan panas. Kebanyakan detektor menghasilkan sinyal listrik yang dapat mengaktifkan meteran atau pencatat, setiap pencatat harus menghasilkan yang secara kualitatif berkaitan dengan tenaga cahaya yang mengenainya.

  5. Penetapan Kadar Dengan Spektrofotometri Ada empat cara menentukan kadar zat tunggal dengan metode spektrofotometri: a.

  Membandingkan serapan atau transmisi zat yang dianalisis dengan zat murni.

  Dalam hal ini dilakukan pengukuran serapan zat (A

  X ) serapan zat standar λ

  (A S ), pada panjang gelombang yang sama yaitu maks, sehingga kadar zat X sebagai: [

  C

  X =

  ] Persyaratan diusahakan pembacaan A x dan A s tidak berbeda jauh.

  b.

  Dengan membuat kurva baku.Kurva baku dibuat pada sistem koordinat Carstein dimana sebagai absis adalah konsentrasizat standar, dan sebagai

  λ ordinat adalah serapannya. Pengamatan serapan dilakukan pada maks.

  1 % c.

  Dengan memakai sostem ekstingsi spesifik �E

  1 � . cara ini sebagai salah

  satu usaha analisis kuantitatif zat tunggal dengan metode spektrofotometri yang dalam hal ini tidak mempunyai zat standar. Dengan jalan

  1 %

  E membandingkan dari zat yang tertera dalam pustaka, maka kadar zat

  1 tersebut akan dapat diketahui.

  d.

  ε ). Cara ini akan memberikan hasil

  Dengan memakai nilai ekstingsi molar(

  ε

  yang lebih tepat dan pada prinsipnya sama dengan cara ketiga. Harga dapat dinyatakan sebagai:

6. Kesalahan Pengukuran Secara Spektrofotometri

  Pengukuran secara spektrofotometri dari konsentrasi zat berwarna didasarkan pada validitas hukum Lambert-Beer. Dampak praktek, hasil pengukuran memperlihatkan beberapa penyimpangan, diantaranya penyimpangan nyata dan aktual (sebenarnya). Penyimpangan nyata pada prinsipnya berasal dari ketidaksempurnaan.

  Penyimpangan ini disebabkan oleh ketidakmampuan monokromator untuk memberikan cahaya yang benar-benar monokromatis sehingga menyebabkan peristiwa seperti transmisi, pemantulan, dan serapan pada medium. Penyimpangan yang disebabkan oleh ketidaksempurnaannya cahaya monokromatik pada prinsipnya disebabkan oleh absorpsifitas yang berbeda sesuai dengan panjang gelombang dari sumber cahaya yang diserap atau tergantung dari spektrum serapannya. Sedangkan penyimpanan sebenarnya disebabkan oleh perubahan konsentrasi zat pengabsorpsi cahaya yang berlangsung akibat tercapainya kesetimbangan kimia dibawah pengaruh gaya interion atau intermolekul. Tetapi, ada kalanya dipengaruhi oleh rasio konsentrasi komponen berwarna dan tak berwarna dari larutan yang dianalisis.

  Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam analisis dengan spektrofotometri uv-vis terutama untuk senyawa yang semula tidak berwarna yang akan dianalisis dengan spektrofotometri visibel, karena senyawa tersebut harus diubah terlebih dahulu menjadi senyawa yang berwarna. Berikut ini adalah tahap-tahap yang harus diperhatikan :

  a. Pembentukan molekul yang dapat menyerap sinar uv-vis b .Waktu operasional c. Pemilihan panjang gelombang

  d. Pembuatan kurva baku

  e. Pembacaan absorbansi sampel atau cuplikan (Gandjar, 2007) Beberapa perbedaan yang juga merupakan keunggulan dari spektrofotometer uv-vis dibanding dengan spektrofotometer uv-vis yang lainnya adalah :

  1.

  2 (Dauterium)

  Memakai sumber radiasi tunggal yaitu lampu D 2. Radiasi yang diukur adalah radiasi polikromatis, sehingga sampelkompartemen benda dalam keadaan terbuka

  3.

  ”Wavelenght reproducibility” karena tidak ada gerakan mekanisme untuk mengatur panjang gelombang.

4. Kecepatan scanning, keseluruhan daerah pengukuran panjang gelombang sangat tinggi.

  Pada spektrofotometer uv-vis ada beberapa macam sumber radiasi yang dipakai yakni lampu deuterium, lampu tungsten dan lampu merkuri. Setiap bagian peralatan optik dari spektrofotometer uv-vis memegang fungsi dan peranan tersendiri yang saling terkait fungsi dan peranannya. Setiap fungsi dan peranan tiap bagian dituntut ketelitian dan ketepatan yang optimal, sehingga akan diperoleh hasil pengukuran yang tinggi tingkat ketelitian dan ketepatannya. ( Mulja, 1995)

  

Metode-metode yang digunakan dalam menentukan asam benzoat selain metode

spektrofotometri yaitu :

  1. Kualitatif (SNI 1992) a.

  3 Uji dengan FeCl

  • kedalam labu ukur 250 mldan tambahkan 10 ml NaOH 10% agar bersifat basa dan larutan NaCl jenuh (30 gram dalam 100ml air), ditepatkan tanda kocok dan dibiarkan selama 2 jam, disaring dengan kertas saring.

  Sampel dalam bentuk laruan diambil sebanyak 50 gramdimasukkan

  • asamkan dengan HCl (1 : 3) berlebih, ditambahkan 10-15 ml eter lau kocok. Lapisan eter ditampung dalam labu erlenmeyer 50 ml dan d uapkan. Residu dengan pemanasan ditambah NH

  Sebanyak 50 ml filtrat masukkan kedalam corong pisah 250 m dan

  4 OH sampai basa, dab hilangkan

  kelebihan NH

  3 dengan penguapan, kemudian ditambahFeCl 3 5% netral.

  Apabila terbentuk endapan kecoklatan berarti benzoat positif.

  b.

  Dengan cara destilasi uap Sampel diekstrak kedalam eter dari larutan asam diuji dengan TLC atau spekrorofotometer UV.

2. Kuantitatif a.

  Titrimetri tanpa pemanasan Sampel dimasukkan kedamal labu ukur, ditambahkan NaCl jenuh secukupnya, buat alkalis kertas lakmus dengan NaCl 10% atau dengan suspensi Ca(OH)

  2 . Encerkan dengan NaCl jenuh, kocok. Biarkan selama 2

  jam, kocok berulang dan saring. Jika cotoh mengandung banyak lemak, ditambah larutan NaOH 10% kedalam saringan. Ekstraksi eter sebelum dilanjutkan cara kerja.

  b.

  Ekstraksi dan titrimetri c. Metode titrasi, melalui ekstraksi memakai alat perforator (khusus untuk contoh-contoh yang berwarna) d.

  Kromatografi gas Digunakan untuk sari apel, pasta almond, ikan, makanan yang kaya protein dan karbohidrat.

  e.

  Metode HPLC Eluen asam asetat- metanol, seperangkat HPLCdengan kolomµ- Bondapak CN waters dan jenis detektor UV dengan panjang gelombang yang bervariasi.

  Pereksi : Asam Bnzoat , metanol pro HPLC, asam sitrat, dan asam asetat glasial. (Cahyadi, 2008)