BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kecerdasan Logis Matematis - Korelasi Kecerdasan Logis Matematis dengan Kemampuan Menyelesaikan Pernyataan Majemuk Logika Matematika Pada Siswa Kelas X SMA N 1 Tigabinanga Tahun Ajaran 2013/2014

BAB 2 LANDASAN TEORI

2.1 Kecerdasan Logis Matematis

  Anak

  • – anak yang cerdas secara matematis sering tertarik dengan bilangan dan pola dari usia yang sangat muda. Mereka menikmati berhitung dan dengan cepat
  • – belajar menambah, mengurangi, mengalikan dan membagi. Selain itu, anak
  • – anak yang terampil dalam matematika cepat memahami konsep waktu, anak anak yang cerdas secara matematis senang melihat pola dalam informasi mereka dan dapat mengingat bilangan dalam pikiran mereka untuk jangka waktu yang lebih panjang. Dengan teori kecerdasan ganda Howard Gardner menekankan, bahwa kesamaan dari semua individu yang berhasil adalah bagi mereka yang memiliki perpaduan yang kuat dari paling sedikit empat sampai lima dari tujuh kecerdasan yang dijelaskan Dr. Howard Gardner .

  Dari hasil analisa tersebut Howard Gardner membagi kecerdasan menjadi tujuh kategori yaitu : a.

  Kecerdasan linguistik (kemampuan berbahasa dan merangkai kata) b. Kecerdasan logis matematis (berhitung, matematika, bermain dengan angka.

  c.

  Kecerdasan spasial – visual (kemampuan berimajinasi dengan ruang dan warna) d. Kecerdasan musical (kemampuan bermusik, menyanyi, memainkan instrumen) e.

  Kecerdasan kinestesis/gerak tubuh (kemampuan berolahraga, menari, senam) f.

  Kecerdasan intrapersonal (kemampuan berkomunikasi, bersosialisasi) g.

  Kecerdasan interpersonal (kemapuan mengenal dan memahami diri sendiri) Berikut ini akan dijelaskan butir mengenai kecerdasan logis matematis.

  Kecerdasan logis matematis adalah kemampuan seseorang untuk menangani bilangan dan perhitungan, pola dan pemikiran logis dan ilmiah. Kecerdasan ini juga mencakup kemampuan untuk mengolah angka, matematika, dan juga hal - hal lain yang berhubungan dengan angka.

  Kecerdasan logis matematis mempunyai ciri

  • – ciri antara lain : a.

  Menghitung problem aritmatika dengan cepat diluar kepala b. Menikmati penggunaan bahasa komputer atau program logika c. Suka menanyakan pertanyaan logis “ Mengapa langit biru ? “ d. Menjelaskan masalah secara logis e. Merancang eksperimen untuk menguji hal – hal yang tidak dimengerti f. Mudah memahami sebab akibat g.

  Menikmati pelajaran matematika, IPA dan berprestasi tinggi Kekurangan kecerdasan logis matematis mengakibatkan sejumlah besar problema individu dan budaya. Tanpa kepekaan terhadap bilangan, seseorang kemungkinan besar tertipu oleh harapan

  • – harapan tidak realistis akan
memenangkan sebuah undian atau membuat keputusan keuangan yang keliru, dia juga cenderung gagal dalam berbagai tugas yang memerlukan matematika praktis.

2.2 Pernyataan Majemuk Logika Matematika

  Penekanan logika pada penarikan kesimpulan tentang validitas suatu argument untuk mendapatkan kebenaran yang bersifat abstrak, yang dibangun dengan memakai kaidah- kaidah dasar logika tentang kebenaran dan ketidakbenaran yang menggunakan perangkai logika, yakni: “dan (Konjungsi)”, “atau (Disjungsi)”, “jika…maka…(Implikasi)”, dan “…jika dan hanya jika…( Biimplikasi)”.

Tabel 2.1 Perangkai dan Simbolnya Perangkai Simbol

  Dan (Konjungsi) ∧

  Atau (Disjungsi) v

  Jika… maka…(Implikasi) →

  Jika dan hanya jika (Biimplikasi) ↔

  Suatu pernyataan dapat bernilai benar atau salah, sehingga ada dua kemungkinan nilai untuk tiap satu pernyataan yaitu benar (B) atau salah (S). Oleh karena itu, untuk gabungan dua pernyataan p dan q (pernyataan majemuk) mempunyai komposisi nilai kebenaran

  ( τ ). Dengan kata lain suatu pernyataan majemuk tidak diharuskan memiliki hubungan antara komponen – komponennya. Hal itu merupakan sifat yang mendasar di dalam logika matematika.

  2.2.1 Konjungsi

  Konjungsi adalah pernyataan majemuk yang menggunakan kata hubung “ dan “ dilambangkan dengan

  “ “. Konjungsi pernyataan p dan pernyataan q adalah

  ∧

  (p q ) Suatu konjungsi akan mempunyai nilai benar, jika kedua pernyataan

  ∧

  benar, tetapi, jika salah satu atau kedua

  • – duanya bernilai salah, maka konjungsi itu bernilai salah.

Tabel 2.2 Nilai Kebenaran Pernyataan Konjungsi P q p q

  ∧

  B B B B S S S B S S S S Contoh pernyataan majemuk konjungsi adalah : “ Surabaya ibukota provinsi Jawa Timur dan 7 adalah bilangan genap ” Maka dapat disimpulkan : p : Surabaya ibukota provinsi Jawa Timur, berart i τ ( p ) = B q : 7 adalah bilangan genap, berart q ) = S. i τ ( q ) = S, Berarti τ ( p ∧

  2.2.2 Disjungsi

  Disjungsi adalah pernyataan majemuk yang menggunakan kata hubung “ atau “ dilambangkan dengan

  “ v “. Disjungsi pernyataan p dan pernyataan q adalah (p v q). Suatu disjungsi akan mempunyai nilai salah, jika kedua pernyataan salah,tetapi, jika salah satu atau kedua

  • – duanya bernilai benar, maka disjungsi itu bernilai benar.

Tabel 2.3 Nilai Kebenaran Pernyataan Disjungsi

  

P q p q

  B B B B S B S B B S S S Contoh pernyataan majemuk disjungsi adalah : “Semua bilangan prima ganjil atau jumlah sudut– sudut dalam segitiga adalah 180° “ Maka dapat disimpulkan : p : Semua bilangan prima ganjil, berart i τ ( p ) = S q : Jumlah sudut

  • – sudut dalam segitiga adalah 180° , berarti τ ( q ) = B Berart i τ (p v q) = B.

2.2.3 Implikasi

  Implikasi atau pernyataan bersyarat adalah pernyataan majemuk dari pernyataan p dan pernyataan q yang berbentuk ( p → q ) yang dibaca : a. jika p, maka q b. bila p, maka q c. p hanya jika q d. p syarat cukup bagi q

  e. q syarat perlu bagi p p disebut anteseden (sebab) dan q disebut sebagai konsukuen (akibat). Jadi, suatu implikasi menyatakan hubungan sebab

  • – akibat walaupun pada dasarnya nilai kebenaran suatu pernyataan majemuk tidak diharuskan ada hubungan antara komponen
  • – komponen pembentuknya. Suatu implikasi bernilai salah bila p bernilai benar dan q bernilai salah namun yang lainnya bernilai benar.

Tabel 2.4 Nilai Kebenaran Pernyataan Implikasi P q p → q

  B B B B S S S B B S S B Contoh pernyataan majemuk implikasi adalah :

  3

  log 9 = 3, maka 3 adalah bilangan genap “ Jika

  “ Maka dapat disimpulkan:

  3

  p : log 9 = 3, berart i τ ( p ) = S q : 3 adalah bilangan genap, berart i τ ( q ) = S, Berarti τ ( p → q ) = B.

2.2.4 Biimplikasi

  Biimplikasi atau implikasi dua arah adalah pernyataan majemuk dari pernyataan p dan pernyataan q yang berbentuk ( p ↔ q ) yang dibaca p jika dan hanya jika q.

  Suatu biimplikasi bernilai benar bila kedua pernyataan mempunyai nilai kebenaran yang sama.

Tabel 2.4 Nilai Kebenaran Pernyataan Biimplikasi P q p ↔ q

  B B B B S S S B S S S B

  3 Contoh pernyataan majemuk biimplikasi adala log 27 = 3, jika dan

  h : “ Jika

  3

  hanya jika 3 = 27 “ Maka dapat disimpulkan :

  3

  p : log 27 = 3, berart i τ ( p ) = B

  3

  q : 3 = 27, berart i τ ( q ) = B Berarti τ ( p → q ) = B.

  Chi Kuadrat

  Selanjutnya dihitung proporsi S(z

  (Djarwanto, 2003 : 5 ) Keterangan :

  ∑ ( )

  Dengan menggunakan uji chi kuadrat dengan rumus:

  2.4 Uji Chi kuadrat

  Dengan criteria pengujian sebagai berikut: L hit L tab maka H diteriama, tapi jika L hit > L tab maka H ditolak

  menentukan harga Lilliefors yaitu nilai yang paling besar e.

  i ) kemudian tentukan harga mutlaknya dan untuk

  i )

  Hitung selisih F(z

  dengan z i yaitu dengan rumus: S(z i) = d.

  n yang lebih kecil atau sama

  …, z

  i ) z 1, z 2,

  i ) c.

  2.3 Uji Kenormalan

  z

  i ) = P(

  Hitung peluang F(z

  ̅ b.

  menggunakan rumus

  n dengan

  ,…,z

  2

  n dijadikan bilangan baku z 1, z

  ,…,x

  2

  1 , x

  Pengamatan x

  Uji kenormalan dilakukan secara parametric dengan menggunakan penaksir rata- rata dan simpangan baku. Uji yang digunakan dikenal dengan nama Uji Lilliefors. Untuk pengujian hipotesis nol ada beberapa prosedur yang dilakukan sebagai berikut: a.

  • – S(z
Frekuensi yang diperoleh Frekuensi yang diharapkan

  Banyak kelas Derajat kebebasan Ketentuan yang digunakan adalah jika > maka H d i t o l a k , t a p i j i k a m a k a H d i t e ri m a d e n g a n taraf signifikasi 5% dengan db = k – 1.

  2.5 Uji Homogenitas

  Selanjutnya untuk mengetahui data ubahan penelitian varians yang homogen maka dilakukan uji F sebagai berikut : ( Sudjana, 1994 : 250 )

  Kemudian nilai F hitung disesuaikan dengan F tabel pada taraf signifikasi α, jika F hitung < F tabel berarti data adalah memiliki varians homogen.

  2.6 Uji Korelasi

  Uji korelasi dilakukan untuk mengetahui bagaimana dan seberapa besarkah hubungan variabel X dengan variabel Y. Untuk hubungan variable tersebut dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

  Koefisien korelasi antara X dan Y

  ∑ (∑ )(∑ ) √ ( ∑ ) (∑ ) ] ( ∑ ) (∑ )

  Keterangan: Banyaknya data atau anggota Anggota pada variabel bebas Anggota pada variabel terikat Korelasi dilambangkan dengan ( r ) dengan ketentuan nilai r tidak lebih dari harga ( -1

  ≤ r ≤ +1 ). Apabila r = -1 artinya korelasinya negatif sempurna; r = 0 artinya tidak ada korelasi; dan r = 1 berarti korelasinya sangat kuat sedangkan arti harga r akan disesuaikan dengan tabel interpretasi nilai r sebagai berikut:

Tabel 2.5 Interpretasi Koefisien Korelasi Positif Nilai r Interval Koefisien Tingkat Hubungan

  0,80 Sangat Kuat (positif)

  • – 1,000
  • 0,60 Kuat (positif)
  • – 0,799 0,40 Cukup Kuat (positif)
  • – 0,599
  • 0,20 Rendah (positif)
  • – 0,399 0,00 Sangat Rendah (positif)
  • – 0,199
  • -0,80 Sangat Kuat (negatif)
  • – (-1,000)
    • 0,60 Kuat (negatif)

  • – (-0,799)
  • -0,40 Cukup Kuat (negatif)
  • – (-0,599)
    • 0,20 Rendah (negatif)

  • – (-0,399)
  • -0,00 Sangat Rendah (negatif)
  • – (-0,199)

2.6 Hipotesis

  H = Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara variabel X dan variabel Y H = Terdapat hubungan yang signifikan antara variabel X dan variabel Y

1 Kriteria Pengujian

  t hit tab , maka H diterima t t hit tab , maka H ditolak t