BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, pen

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengetahuan

  Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2007). kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu: 1.

  Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkatan ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Misalnya seseorang mengetahui apa itu rokok.

  2. Memahami (comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Misalnya seseorang dapat menjelaskan dan menginterpretasikan rokok secara benar.

  3. Aplikasi (application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).

  Dimana subjek mampu menggunakan pengetahuannya akan rokok dalam kondisi yang sesungguhnya.

  4. Analisis (analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Misalnya seseorang yang tahu dan paham akan bahaya asap rokok, maka ia akan menghindar dari asap tersebut untuk menjaga kesehatannya.

5. Sintesis (syntesis)

  Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Misalnya seseorang mengaitkan efek-efek dari asap rokok dan kandungannya yang dapat menimbulkan penyakit seperti, kanker paru dan PPOK.

  6. Evaluasi (evaluation) justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Sehingga subjek akan menanggapi rokok secara positif maupun negatif. Pengukuran pengetahuan dapat kita lakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tantang isi materi yang diukur dari subjek penelitian atau responden. Sejauh mana pengetahuan yang ingin kita ukur dapat disesuaikan dengan tingkatan-tingkatan diatas.

2.2. Sikap

  Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2007).

  Struktur sikap terdiri atas tiga komponen menurut Azwar (2009) yaitu: 1.

  Komponen kognitif (cognitive) Komponen kognitif berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi objek.

  Komponen afektif (affective) Komponen afektif menyangkut masalah emosional subjektif seseorang terhadap suatu sikap. Secara umum, komponen ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu.

2. Komponen konatif (conative)

  Komponen konatif dalam struktur sikap menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya. Kaitan ini didasari oleh asumsi bahwa kepercayaan dan perasaan banyak mempengaruhi perilaku. Menurut Notoatmodjo (2007) sikap terdiri atas 4 tingkatan, yaitu: 1.

  Menerima (reiciving) 2. Merespon (responding) 3. Menghargai (valuing) 4. Bertanggung jawab (responsible)

  Sikap dimulai dari subjek mau memerhatikan rokok sebagai stimulus tertarik terhadap rokok, biasanya subjek mulai berbagi pendapat atau berdiskusikan akan rokok terhadap orang disekitarnya. Akhirnya subjek akan membuat pilihannya terhadap dengan segala risiko dari rokok tersebut. (Loren, 2009).

  Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pertanyaan responden. Sedangkan secara tidak langsung dapat ditanyakan dengan pernyataan- pernyataan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat responden.

2.3. Rokok

2.3.1. Definisi Rokok dan Merokok

  Menurut Peraturan Pemerintah RI (2003) dalam Purba (2009), rokok adalah hasil olahan tembakau termasuk cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana tabacum, Nicotiana rustica dan spesies lainnya atau sintesisnya yang mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa bahan tambahan.

  Merokok adalah membakar tembakau yang kemudian dihisap asapnya baik menggunakan rokok maupun menggunakan pipa. Merokok menjadi kebiasaan yang sangat umum dan meluas dimasyarakat (Kusuma, 2011).

2.3.2. Jenis Rokok Menurut Purba (2009), rokok dibedakan menjadi beberapa jenis.

  Pembedaan ini berdasarkan atas bahan pembungkus rokok, bahan baku atau isi rokok, proses pembuatan rokok, dan penggunaan filter pada rokok.

  Rokok berdasarkan bahan pembungkus, yaitu : 1.

  : rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun jagung 2. : rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun aren 3. : rokok yang bahan pembungkusnya berupa kertas 4. : rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun tembakau

  1. : rokok yang bahan baku atau isinya hanya daun Rokok putih tembakau yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu.

  2. Rokok kretek : rokok yang bahan baku atau isinya berupa daun tembakau dan cengkeh yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu.

  3. Rokok klembak : rokok yang bahan baku atau isinya berupa daun tembakau, cengkeh, dan menyanyang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu. Rokok berdasarkan proses pembuatannya, yaitu : 1.

  Sigaret Kretek Tangan (SKT) : rokok yang proses pembuatannya dengan cara digiling atau dilinting dengan menggunakan tangan dan atau alat bantu sederhana.

  2. Sigaret Kretek Mesin (SKM) : rokok yang proses pembuatannya menggunakan mesin. Rokok berdasarkan penggunaaitu : 1. : rokok yang pada bagian pangkalnya

  

  2. RNF) : rokok yang pada bagian pangkalnya tidak terdapat gabus.

2.3.3. Kandungan Rokok

  Rokok pada dasarnya merupakan pabrik bahan kimia. Sekali satu batang rokok dibakar maka akan mengeluarkan sekitar 4000 bahan kimia seperti nikotin, gas karbon monooksida, nitogen oksida, hydrogen cyanide, ammonia,

  acrolein,acetilen, benzadehyde, urethane, benzane, methanol, coumarin, 4-

ethylcatechol, ortocresol, perylene dan lain-lain. Secara umum bahan-bahan ini

  dapat dibagi menjadi dua golongan besar yaitu komponen gas dan komponen padat atau partikel, sedangkan komponen padat atau partikel dibagi menjadi nikotin dan tar (Aditama, 2011). tembakau adalah tar, nikotin dan gas karbon monooksida.

  1. Tar Tar adalah sejenis cairan kental berwarna coklat atau hitam yang merupakan substansi hidrokarbon yang bersifat lengket dan menempel pada paru-paru. Kadar tar dalam tembakau antara 0,5-35 mg/batang. Tar merupakan suatu zat karsinogen yang dapat menimbulkan kanker pada jalan nafas dan paru.

  2. Nikotin Nikotin yang terkandung dalam rokok adalah sebesar 0,5-3 nanogram, dan semuanya diserap sehingga didalam cairan darah sekitar 40-50 nanogram nikotin setiap 1 ml-nya. Nikotin bukan merupakan komponen karsinogenik. Hasil pembusukan panas dari nikotin seperti dibensakridin, dibensokarbasol, dan nitrosamin yang bersifat karsinogenik. Pada paru-paru, nikotin menghambat aktivitas silia. Selain itu, nikotin juga memiliki efek adiktif dan psikoaktif. Perokok akan merasakan kenikmatan, kecemasan berkurang, toleransi dan keterikatan fisik. Hal inilah yang menyebabkan mengapa sekali merokok susah untuk berhenti.

  3. Karbon monooksida Unsur ini dihasilkan oleh pembakaran tidak sempurna dari unsur zat arang/ karbon. Gas CO yang dihasilkan sebatang tembakau dapat mencapai 3% - 6%, dan gas ini dapat dihisap oleh siapa saja, seseorang yang merokok hanya akan menghisap 1/3 bagian saja, yaitu arus tengah, sedangkan arus pinggir akan berada tetap diluar. Sesudah itu perokok tidak akan menelan semua asap tetapi ia semburkan lagi keluar. Gas CO mempunyai kemampuan mengikat hemoglobin yang terdapat dalam sel darah merah, lebih kuat dibandingkan oksigen, sehingga setiap ada asap tembakau, disamping kadar oksigen udara yang sudah berkurang, ditambah lagi sel darah merah akan semakin kekurangan oksigen karena yang diangkut akan melakukan spasme, yaitu menciutkan pembuluh darah. Bila proses ini berlangsung terus-menerus, maka pembuluh darah akan mudah rusak dengan terjadinya proses aterosklerosis (penyempitan). Penyempitan pembuluh darah akan terjadi dimana-mana.

2.3.4. Kategori dan Efek Bagi Perokok

  Ada 2 kategori perokok yaitu : 1.

  Perokok aktif adalah seseorang yang secara aktif merokok.

  2. Perokok pasif adalah seseorang yang sebenarnya tidak merokok, namun karena ada orang lain yang merokok di dekatnya, akhirnya ia pun terpaksa menghisap asap rokoknya. Risiko yang ditanggung oleh perokok pasif lebih berbahaya dibanding perokok aktif karena daya tahan tubuh terhadap zat-zat berbahaya dari rokok lebih rendah. Menurut Budiantoro (2009) dalam Loren (2009) dari Ikatan Ahli

  Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) mengatakan, sebanyak 25% zat berbahaya yang terkandung dalam rokok masuk ke tubuh perokok (perokok aktif), sedangkan 75% nya beredar di udara bebas yang berisiko masuk ke tubuh orang disekelilingnya (perokok pasif). Konsentrasi zat berbahaya di dalam tubuh perokok pasif lebih besar karena racun yang terhisap melalui asap rokok perokok aktif tidak terfilter. Sedangkan racun rokok dalam tubuh perokok aktif terfilter melalui ujung rokok yang dihisap. Racun rokok terbesar dihasilkan oleh asap yang mengepul dari ujung rokok yang sedang tidak dihisap. Karena asap yang dihasilkan berasal dari pembakaran tembakau yang tidak sempurna.

  Asap rokok yang dihisap atau asap rokok yang dihirup melalui dua komponen, yaitu komponen yang lekas menguap berbentuk gas dan komponen yang bersama gas terkondenisasi menjadi pertikulat. Dengan demikian, asap rokok yang dihisap dapat berupa gas sejumlah 85% dan sisanya berupa partikel. Dilihat dari segi asap rokok, asap rokok dapat dibagi menjadi 2 kategori, yaitu asap rokok yang dihisap melalui mulut disebut mainstream smoke, dan asap rokok yang terbentuk pada ujung rokok yang terbakar serta asap rokok yang tersebut mengakibatkan seseorang menjadi perokok pasif (Sitepoe, 2000 dalam Sumarna, 2009).

  Menurut Rahmatullah (2009) beberapa penyakit yang yang berhubungan dengan merokok pasif atau berhubungan dengan paparan asap rokok lingkungan adalah: 1.

  Peningkatan infeksi paru dan telinga, serta eksaserbasi akut penyakit paru kronik,

2. Gangguan pertumbuhan paru pada anak, 3.

  Peningkatan risiko kematian pada anak (sudden infant death

  syndrome , SISD), 4.

  Peningkatan kemungkinan penyakit kardiovaskular dan gangguan perilaku neurologis apabila si anak tumbuh menjadi dewasa,

  5. Asap rokok lingkungan merupakan penyebab penyakit pada bukan perokok,

  6. Paparan asap rokok lingkungan dapat memberikan beberapa efek iritasi akut, dan

  7. Paparan asap rokok lingkungan pada orang dewasa bukan perokok dapat meningkatkan risiko untuk timbulnya kanker paru dan penyakit jantung iskemik.

  Dengan demikian rokok tidak hanya menimbulkan dampak yang berbahaya bagi perokok aktif tetapi juga bagi perokok pasif karena terpaksa menghirup asap rokok.

i. Klasifikasi Perokok

  Klasifikasi tipe perokok menurut Smet (1994) dalam Wijayanti (2009) adalah sebagai berikut :

  1. Perokok berat yaitu apabila menghisap 15 batang rokok atau lebih dalam sehari.

  Perokok sedang yaitu apabila menghisap 5-14 batang rokok dalam sehari.

  3. Perokok ringan yaituapabila menghisap 1-4 batang rokok setiap hari. Menurut Atmoko, Faisal, Bobian, Adisworo, dan Yunus (2011) kebiasaan merokok dapat diklasifikasikan berdasarkan Indeks Brinkmann yang didapatkan berdasarkan jumlah batang rokok yang dikonsumsi per hari dikalikan jumlah tahun orang tersebut mengkonsumsi rokok. Dari Indeks Brinkmann didapatkan 3 jenis kebiasaan merokok, yaitu : 1.

  Bukan perokok 2. Perokok ringan ( Indeks Brinkmann 1- 200 ) 3. Perokok sedang ( Indeks Brinkmann 201- 600 ) 4. Perokok berat ( Indeks Brinkmann> 601 )

2.4. Dampak Rokok terhadap Paru

  Paru-paru merupakan suatu alat tubuh yang vital bagi kehidupan manusia. Fungsi paru-paru sebagai alat pernafasan dalam proses pertukaran antara oksigen dan karbondioksida. Pernapasan dimulai dari hidung atau mulut, faring, laring, trakea, paru, bronkus, bronkeolus, dan berakhir digelembung paru (alveolus ).

  Paru seorang perokok merupakan suatu alat tubuh yang langsung berhubungan dengan asap rokok yang sering menimbulkan keluhan batuk serta dahak yang banyak. Saluran napas yang kecil menjadi meradang dan menyempit dan menurunkan kemampuan paru untuk bernapas dengan baik (Aditama, 2011). Sehingga merokok dapat menyebabkan perubahan struktur, fungsi napas serta jaringan paru-paru.

  Menurut Rahmatullah (2009) adanya aktivitas merokok berulang atau terjadinya paparan asap rokok kronis akan memberikan dampak pada paru berupa beberapa efek patofisiologis sebagai berikut: 1.

  Perubahan pada saluran napas sentral Yang timbul adalah perubahan-perubahan histologis pada sel epitel bronkus: silia hilang (berkurang), hiperplasia kelenjar mukus, transformasi struktur sel epitel bila aktivitas merokok terus-menerus, yaitu perubahan bentuk epitel yang semula pseudostratified ciliated

  epithelium berubah menjadi karsinoma bronkogenik invasif.

  Kekerapan dan intensitas kejadian perubahan tersebut tergantung pada jumlah rokok yang dikonsumsi tiap hari.

  2. Perubahan pada saluran napas tepi Perubahan morfologis terjadi pula pada saluran napas tepi. Pada perokok aktif kronis yang terjadi obstruksi kronik berat saluran napas, diketahui terjadi inflamasi, atrofi, metaplasia sel goblet, metaplasia skuamosa dan sumbatan lendir pada bronkiolus terminal dan bronkiolus respiratorius.

  3. Perubahan pada alveoli dan kapiler Pada perokok juga terjadi kerusakan jaringan peribronkiolar alveoli pada perokok yang mengalami emfisema paru. Selain perubahan pada alveoli, terjadi pula pengurangan jumlah kapiler perialveolar dan terdapat penebalan intima dan tunika media pada pembuluh darah ukuran kurang dari 200 µm.

  4. Perubahan fungsi imunologis Hasil penelitian para ahli tidak seragam, namun dapat diketahui bahwa pada perokok terdapat perubahan fungsi imunologis dan inflamasi. Misalnya ditemukan: jumlah leukosit darah tepi meningkat

  (leukosit polimorfonuklear, limfosit T maupun eusinofil) dan beberapa kasus peningkatan IgE. Adapun penyakit paru yang sering timbul akibat rokok secara langsung, yaitu kanker paru dan Penyakit Paru Obstruktif Kronik ( PPOK). Sedangkan secara tidak langsung, yaitu asma, pneumonia, dan tuberkulosis. Hal ini diperkuat oleh laporan WHO dalam World Health Report(2000) menunjukkan bahwa 5 penyakit paru utama yang merupakan sebagian dari penyebab kematian di dunia, masing-masing adalah kanker paru, Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK), tuberkulosis paru, pneumonia, dan asma.

2.4.1. Kanker Paru

  Kanker paru adalah pertumbuhan sel kanker yang tidak terkendali dalam jaringan paru yang dapat disebabkan oleh sejumlah karsinogen lingkungan, terutama asap rokok. Dari beberapa kepustakaan telah dilaporkan bahwa etiologi kanker paru sangat berhubungan dengan kebiasaan merokok. Terdapat hubungan antara rata-rata jumlah rokok yang dihisap per hari dengan tingginya insiden kanker paru. Dikatakan bahwa 1 dari 9 perokok berat akan menderita kanker paru. Perokok pasif juga berisiko terkena kanker paru. Anak-anak yang terpapar asap rokok selama 25 tahun pada usia dewasa akan terkena risiko kanker paru dua kali lipat dibandingkan dengan yang tidak terpapar, dan perempuan yang hidup dengan suami/pasangan perokok juga terkena risiko kanker paru 2-3 kali lipat (Amin, 2009 ).

  Salah satu bahan di dalam rokok yang merupakan penyebab kanker paru adalah tar. Bila seseorang menghisap rokok dalam jangka lama, maka di dalam parunya akan terjadi perubahan akibat asap rokok. Proses kanker paru dimulai dengan apa yang disebut masa “prakanker”. Perubahan pertama yang terjadi pada masa ini disebut sebagai “metaplasia skuamosa” yang ditandai dengan perubahan bentuk sel epitel pada permukaan saluran napas dan rusaknya silia atau bulu getar yang ada pada permukaan saluran napas diparu. Bila rangsangan asap rokok berlangsung terus maka metaplasia skuamosa berubah menjadi displasia, karsinoma in situ dan akhirnya menjadi kanker paru (Aditama, 2011).

  Menurut Rab (2010) secara histopatologi kanker paru dapat digolongkan menjadi 4 tipe, yakni karsinoma epidermoid (25%), karsinoma sel kecil (25%), adenokarsinoma (30%), dan karsinoma sel besar (15%). Sisanya merupakan tipe yang jarang didapat, yakni karsinoid bronkial, mukoepidermoid, dan karsinoma adenoskuamosa. Ada juga pembagian dengan cara lain yang terdiri atas : 1.

  Non Small Cell Lung Cancer (NSCLC), dikenal klasifikasi TMN, dimana T adalah tumor primer, N adalah metastasis kelenjar limfe, dan M adalah metastasis jauh.

  2. Small Cell Lung Cancer (SCLC), yakni sebelum tumor primer dapat lebih dahulu ditemukan daripada N). SCLC juga mempunyai tingkat pembelahan yang tinggi, sehingga relatif lebih sensitif terhadap tindakan radioterapi maupun sitotastik, akan tetapi tertutup kemungkinan untuk dilakukannya tindakan operasi. Adapun gejala klinis yang terjadi disebabkan oleh : (1) tumor itu sendiri, yaitu batuk, nyeri dada dan hemoptisis, (2) obstruksi tumor pada bronkus, yakni mengi (wheezing), stridor, atelektasis, atau dipsneu, (3) pertumbuhan tumor ke pleura, (4) metastasis ke kelenjar mediastinum, (5) metastasis jauh , ke cerebral dan ke medula spinalis. Menurut Amin (2009) prosedur diagnostik meliputi; foto rontgen dada secara posterior-anterior (PA) dan lateral, pemeriksaan CT Scan dan MRI, pemeriksaan bone scanning, pemeriksaan sitologi, pemeriksaan histopatologi, pemeriksaan serologi/tumor marker. Pengobatannya dilakukan dengan terapi bedah, radioterapi, dan kemoterapi.

  Menurut Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (2003), keterkaitan rokok dengan kasus kanker paru diperkuat dengan data bahwa risiko seorang perokok pasif akan terkena kanker paru lebih tinggi daripada mereka yang tidak terpajan oleh asap rokok. Maka pencegahan utama kanker paru berupa upaya memberantas kebiasaan merokok. Menghentikan perokok aktif adalah sekaligus menyelamatkan lebih dari seorang perokok pasif. Pencegahan harus diusahakan sebagai usaha perang terhadap rokok dan dilakukan terus-menerus. Program pencegahan seharusnya diikuti dengan tindakan nyata anti-rokok yang melibatkan tenaga medis dan mahasiswa FK dan non-FK.

2.4.2. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

  Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan istilah yang menggambarkan dua obstruksi pada paru-paru yang saling berhubungan yaitu bronkitis kronis dan emfisema, dimana emfisema merupakan kondisi antara kantung udara pada paru-paru yang rusak sehingga paru-paru kehilangan elastisitasnya. Faktor risiko terjadinya PPOK meliputi; merokok, polusi udara Perokok memiliki prevalensi yang lebih tinggi menderita gejala respirasi dan abnormalitas fungsi paru. Risiko PPOK pada perokok, bergantung pada banyaknya rokok yang dihisap per tahun dan status merokok saat ini (Prasetyo dan Rini, 2008). Kematian akibat PPOK pada orang yang merokok adalah sepuluh kali lebih tinggi daripada yang tidak merokok (Aditama, 2011).

  Teori hubungan rokok dengan PPOK yang saat ini dipermasalahkan adalah peran keseimbangan oksidan-antioksidan dalam pemeliharaan interigitas paru. Oksidan berkemampuan merusak sel parenkim serta jaringan ikat dari ekstraseluler, melalui sifatnya sebagai bahan kimia yang elektrofilik reaktif. Asap rokok dapat meningkatkan kadar oksidan melalui peningkatan sel radang antara lain makrofag alveolar meningkat 2-4 kali, netrofil meningkat 3-5 kali, hal yang mengakibatkan bertambahnya kadar superoksida dan hidrogen peroksida. Disamping itu asap rokok sendiri juga bertindak sebagai oksidan serta menekan aktifitas silia, dan dapat mengakibatkan hipertrofi mukus (Alsagaff & Mukty, 2006).

  PPOK merupakan penyakit paru-paru serius, yang membuat penderitanya semakin lama semakin sulit bernapas. Adapun gejalanya meliputi; batuk terus- menerus atau disebut juga “batuk perokok”, sesak napas jika melakukan aktivitas yang sebelumnya tidak menimbulkan kesulitan bernapas, produksi sputum berlebihan, perasaan tidak mampu bernapas, perasaan tidak mampu menarik napas dalam, dan mengi (Jackson, 2011).

  Diagnosa PPOK menurut Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (2003) dapat ditegakkan berdasarkan: anamnesis, pemeriksaan fisik (inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi), pemeriksaan penunjang (faal paru, darah rutin, radiologi). Menurut Riyanto dan Hisyam (2009), obat yang umum dipakai PPOK meliputi; antikolinergik, β2 agonis, metilxantin, glukokortikosteroid sistemik, glukokortikosteroid inhale r, kombinasi β2 agonis dengan antikolinergik dalam satu inhaler, dan kombinasi β2 agonis dengan glukokortikosteroid dalam satu inhaler. Upaya berhenti merokok juga diperlukan dengan menggunakan strategi yang dianjurkan oleh Public Health Service Report USA, yaitu :

  Ask: lakukan identifikasi perokok pada setiap kunjungan 2. Advice: terangkan tentang keburukan/dampak merokok sehingga pasien didesak mau berhenti merokok

3. Assess: yakinkan pasien untuk berhenti merokok 4.

  Assits: bantu pasien dalam program berhenti merokok 5. Arrange: jadwalkan kontak usaha berikutnya yang lebih intensif, bila usaha pertama masih belum memuaskan

2.4.3. Tuberkulosis Paru

  Tuberkulosis paru adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium

  

tuberculosis , yakni kuman aerob yang dapat hidup terutama di paru atau berbagai

  organ tubuh yang lainnya yang mempunyai tekanan parsial oksigen yang tinggi (Rab, 2011). Menurut Aditama (2011) mengatakan bahwa terdapat hubungan antara merokok dan tunberkulosis di Hong Kong, dimana terdapat fakta-fakta yang agresif mengenai keterlibatan tuberkulosis terhadap paru diantara perokok berdasarkan klinis, radiologi, dan mikrobiologi. Merokok dalam jangka waktu yang panjang berhubungan dengan perubahan makrofag dan limfosit dan nikotin akan menghalangi pelepasan tumour necrosis factor yang memainkan peran kunci dalam pertahanan seluler melawan infeksi Mycobacterium tuberkulosis.

  Menurut Rab (2011) adapun keluhannya berupa; batuk, sputum mukoid atau purulen, nyeri dada, hemoptisis, dipsneu, demam dan berkeringat (terutama pada malam hari), berat badan berkurang, anoreksia, malaise, ronki basah di apeks paru, wheezing (mengi) yang terlokalisir. Menurut Amin dan Bahar (2009) pemeriksaan yang dilakukan, yaitu; pemeriksaan fisis, radiologi, laboratorium (darah, sputum, dan tes tuberkulin) dan WHO memberikan kriteria, yaitu; pasien dengan sputum BTA positif dan pasien dengan sputum BTA negatif. Jenis pengobatan yang dipakai: 1.

  Obat primer (obat antituberkulosis tingkat satu): isoniazid (H), rifampisin (R), pirazinamid (Z), streptomisin (S), etambutol (E)

2. Obat sekunder (obat antituberkulosis tingkat dua): kanamisin, pas

  (para amino salicylic acid), tiasetazon, etionamid, protionamid, siprofloksasin, norfloksasin, levofloksasin, klofazimin.

2.4.4. Pneumonia

  Di Indonesia pneumonia merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah kardiovaskuler dan tuberkulosis. Pada sosial ekonomi yang rendah mempertinggi angka kematian. Pneumonia adalah infeksi yang menyebabkan paru-paru meradang. Kantung-kantung kemampuan menyerap oksigen membuat sel-sel tidak bisa bekerja. Hal ini yang bisa membuat penderita pneumonia meninggal (Misnadiarly, 2008). Faktor predisposisi antara lain berupa kebiasaan merokok, pasca infeksi virus, diabetes melitus, keadaan imunodefisiensi, kelainan atau kelemahan struktur organ dada dan penurunan kesadaran (Dahlan, 2009).

  Menurut Jackson (2011)gejala yang ditimbulkan bervariasi yaitu; gejala flu, dikuti demam tinggi disertai mengigil; mungkin disertai nyeri dada tajam, sesak napas, sianosis, produksi dahak kehijauan atau dahak disertai darah. Durasi 1-3 minggu, mungkin membutuhkan perawatan rumah sakit khususnya untuk lansia, anak, atau penderita penyakit kronis. Terapi pneumonia yaitu antibiotik untuk bakteri dan jamur. Pencegahan dengan cara berhenti merokok, menghindari kontak dengan orang yang batuk pilek atau flu, dan vaksinasi pneumokokus.

2.4.5. Asma

  Istilah asma berasal dari kata Yunani yang artinya “terengah-engah” dan berarti serangan nafas pendek (Purnomo, 2008). Asma merupakan gangguan inflamasi jalan napas yang menyebabkan serangan mengi, sesak, dada terasa tertekan, dan batuk (Jackson,2011). Menurut Rab (2010), asma bronkial adalah penyempitan bronkus yang bersifat reversibel yang terjadi oleh karena bronkus yang hiperaktif mengalami kontaminasi dengan antigen.

  Faktor pencetus asma adalah alergi, infeksi dan iritasi, ketidakseimbangan saraf otonom, perubahan lingkungan dan suhu (Rab, 2010). serangan asma. Penderita yang tidak merokok bisa dapat serangan asma karena berada dalam ruangan yang penuh asap rokok. Anak-anak yang menderita asma lebih sering mendapat serangan asma bila dirumahnya ada yang merokok (Sundaru, 2007). Hal ini juga diperkuat dari data yang diperoleh oleh Riskesdas yang menunjukkan bahwa kelompok mantan perokok 1,9 kali berisiko terkena asma dibandingkan dengan merokok dan kelompok bukan perokok karena penderita asma mempunyai sifat kepekaaan saluran nafas yang berlebihan sehingga merokok merupakan pemicu utama terjadinya asma. (Oemiati, Sihombing, dan Qomariah, 2010).

  Gejala asma yang khas yaitu mengi (bengek) yang terjadi secara mendadak dan episodik serta memburuk pada malam hari atau dini hari dan saat cuaca dingin, olahraga dan heartburn (refluks cairan lambung). Gejala lain yaitu batuk dengan atau tanpa sputum, dada terasa tertekan seperti diremas, dan sesak napas. Pengobatannya terutama harus menghindari alergen dan iritan pernapasan yang diketahui. Gejala asma dan inflamasi jalan napas harus dikontrol dengan pengobatan. Obat “pereda cepat” atau obat penyelamat direkomendasikan untuk penggunaan segera saat onset serangan. Umumnya digunakan obat bronkodilator, seperti agonis beta kerja pendek yang dengan cepat akan merelaksasi otot pernapasan. Kortikosteroid kerja panjang mencegah inflamasi jalan napas dan digunakan untuk kontrol jangka panjang (Jackson, 2011).

Dokumen yang terkait

Penerimaan suatu hipotesis terjadi karena TIDAK CUKUP BUKTI untuk MENOLAK

0 0 11

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan 2.1.1 Definisi Pengetahuan - Tingkat Pengetahuan Mahasiswa Fakultas Kedokteran USU Stambuk 2013/2014 tentang Akne Vulgaris

0 1 13

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengetahuan 1.1. Definisi Pengetahuan - Pengetahuan dan Peran Keluarga dalam Perawatan Pasien Luka Kaki Diabetes di Asri Wound Care Centre Medan

0 3 24

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Pengetahuan dan Sikap Remaja Puteri Tentang Kanker Serviks di SMA Negeri 2 Pematangsiantar

0 0 18

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pendidikan Kesehatan - Pengaruh Pendidikan Gizi 1000 Hari Pertama Kehidupan terhadap Pengetahuan dan Sikap Siswa SMA Negeri 1 Secanggang Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat 2014

0 0 42

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan 2.1.1. Definisi Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang - Pengetahuan Sikap dan Tindakan Wanita terhadap Kanker Payudara di Puskesmas Padang Bulan Medan Tahun 2012

0 0 19

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Pengetahuan - Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu dengan Status Imunisasi Anak di Sekolah Dasar Negeri 064979 Medan

0 0 17

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan 2.1.1 Definisi Pengetahuan - Tingkat Pengetahuan tentang Bahaya Merokok di Kalangan Mahasiswa Laki-laki Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan Stambuk 2010

0 0 11

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan 2.1.1 Definisi Pengetahuan - Tingkat Pengetahuan tentang Penanganan Awal Kegawatdaruratan pada Perawat dan Bidan di RSUP Haji Adam Malik Medan

0 2 23

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan - Perbandingan Tingkat Pengetahuan Mahasiswa Stambuk 2014 Dengan Stambuk 2012 Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara mengenai Basic Life Support

0 0 16