BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Pengetahuan dan Sikap Remaja Puteri Tentang Kanker Serviks di SMA Negeri 2 Pematangsiantar

  2.1. Pengetahuan

  2.1.1. Pengertian Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan sesorang (Notoatmodjo,2007).

  2.1.2. Jenis Pengetahuan Pengetahuan masyarakat dalam konteks kesehatan beraneka ragam pemahamannya. Pengetahuan merupakan bagian perilaku kesehatan. Jenis pengetahuan di antaranya sebagai berikut.

  a. Pengetahuan implisit.

  Pengetahuan implisit adalah pengetahuan yang masih tertanam dalam bentuk pengalaman seseorang dan berisi faktor-faktor yang tidak bersifat nyata seperti keyakinan pribadi, perspektif, dan prinsip. Pengetahuan seseorang biasanya sulit untuk ditransfer ke orang lain baik secara tertulis ataupun lisan. Pengetahuan implisit sering kali berisi kebiasaan dan budaya bahkan bisa tidak disadari.

  6 Contoh sederhana: seseorang mengetahui tentang bahaya merokok bagi kesehatan, namun ternyata dia merokok.

  b. Pengetahuan eksplisit.

  Pengetahuan eksplisit adalah pengetahuan yang telah didokumentasikan atau disimpan dalam wujud nyata, bisa dalam wujud perilaku kesehatan. Pengetahuan nyata dideskripsikan dalam tindakan-tindakan yang berhubungan dengan kesehatan. Contoh sederhana: seseorang yang telah mengetahui tentang bahaya merokok bagi kesehatan dan ternyata dia tidak merokok (Budiman & Agus, 2013).

  2.1.3. Proses Adopsi Perilaku Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru, didalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni.

  a. Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.

  b. Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus.

  c. Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

  d. Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru. e. Adoption, dan sikapnya terhadap stimulus.

  Namun demikian dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap diatas (Notoatmodjo, 2007).

  2.1.4. Tingkat Pengetahuan di Dalam Domain Kognitif Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan.

  a. Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau ransangan telah diterima. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, menyatakan, dan sebagainya. Contoh: dapat menyebutkan tanda- tanda kekurangan kalori dan protein pada anak balita.

  b. Memahami (comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat dintrepretasikan materi tersebut secara benar. Misalnya dapat menjelaskan mengapa harus memakan makanan yang bergizi. c. Aplikasi (aplication) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).

  Aplikasi ini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

  d. Analisis (analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.

  e. Sintesis (synthesis) Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

  f. Evaluasi (evaluation) Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.

  Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas (notoatmodjo, 2007).

  2.1.5. Pengukuran Tingkat Pengetahuan Menurut Skinner, bila seseorang mampu menjawab mengenai materi tertentu baik secara lisan maupun tulisan, maka dikatakan seseorang tersebut mengetahui bidang tersebut. Sekumpulan jawaban yang diberikan tersebut dinamakan pengetahuan. Pengukuran bobot pengetahuan seseorang ditetapkan menurut hal-hal sebagai berikut.

  a. Bobot I : tahap tahu dan pemahaman.

  b. Bobot II : tahap tahu, pemahaman, aplikasi, dan analisis.

  c. Bobot III : tahap tahu, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.

  Pengukuran dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang diukur dari subjek penelitian atau responden. Dalam mengukur pengetahuan harus diperhatikan rumusan kalimat pertanyaan menurut tahapan pengetahuan.

  Dalam membuat kategori tingkat pengetahuan bisa juga dikelompokkan menjadi dua kelompok jika yang diteliti masyarakat umum, yaitu sebagai berikut.

  a. Tingkat pengetahuan kategori Baik jika nilainya > 50%.

  b. Tingkat pengetahuan kategori Kurang Baik jika nilainya ≤ 50%.

  Namun, jika yang diteliti respondennya petugas kesehatan, maka persentasenya akan berbeda. a. Tingkat pengetahuan kategori Baik jika nilainya > 75%.

  b. Tingkat pengetahuan kategori Kurang Baik jika nilainya ≤ 75% (Budiman & Agus, 2013).

  2.2. Sikap

  2.2.1. Pengertian Sikap Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari- hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial.

  Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek (Notoatmodjo, 2007).

  2.2.2. Komponen Pokok Sikap Alport (1954) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok.

  a. Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek.

  b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.

  c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).

  Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penetuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting. Suatu contoh misalnya seorang ibu telah mendengar tentang penyakit polio (penyebabnya, akibatnya, pencegahannya, dan sebagainya). Pengetahuan ini akan membawa ibu untuk berpikir dan berusaha supaya anaknya tidak terkena polio. Dalam berpikir ini komponen emosi dan keyakinan ikut bekerja sehingga ibu berniat mengimunisasikan anaknya untuk mencegah supaya anaknya tidak terkena polio. Ibu ini mempunyai sikap tertentu terhadap objek yang berupa penyakit polio (Notoatmodjo, 2007).

  2.2.3. Berbagai tingkatan sikap Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan.

  a. Menerima (receiving), diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

  b. Merespon (responding), yakni memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan.

  Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti bahwa orang menerima ide tersebut.

  c. Menghargai (valuing), yakni mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah.

  d. Bertanggung jawab (responsible), yakni bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko (Notoatmodjo, 2007).

  2.2.4. Pengukuran Sikap Ranah afektif tidak dapat diukur seperti halnya ranah kognitif, karena dalam ranah afektif kemampuan yang diukur adalah: Menerima

  (memperhatikan), Merespons, Menghargai, Mengorganisasi, dan Menghayati. Skala yang digunakan untuk mengukur ranah afektif seseorang terhadap kegiatan suatu objek di antaranya menggunakan skala sikap.

  Hasil pengukuran berupa kategori sikap, yakni mendukung (positif), menolak (negatif), dan netral. Sikap pada hakikatnya adalah kecenderungan berperilaku pada seseorang. Skala sikap dinyatakan dalam bentuk pernyataan untuk dinilai oleh responden, apakah pernyataan itu didukung atau ditolak melalui rentangan nilai tertentu. Oleh sebab itu, pernyataan yang diajukan dibagi ke dalam dua kategori, yakni pernyataan positif dan pernyataan negatif. Salah satu skala sikap yang sering digunakan adalah skala Likert. Dalam skala Likert, pernyataan-pernyataan yang diajukan, baik pernyataan positif maupun negatif, dinilai oleh subjek dengan sangat setuju, setuju, tidak punya pendapat, tidak setuju, sangat tidak setuju (Budiman & Agus, 2013).

  2.3. Remaja Remaja atau “adolescent” (Inggris), berasal dari bahasa Latin “adolescere” yang berarti tumbuh kearah kematangan. Kematangan yang dimaksud adalah bukan hanya kematangan fisik saja, tetapi juga kematangan sosial dan psikologis. Batasan usia remaja menurut WHO adalah 12 sampai 24 tahun. Menurut Depkes

  RI adalah antara 10 sampai 19 tahun. Menurut BKKBN adalah 10 sampai 19 tahun (Widyastuti, dkk, 2010) Masa remaja, menurut perkembangannya dibagi menjadi tiga tahap yaitu :

  a. Masa remaja awal (10-12 tahun) dengan ciri khas antara lain : ingin bebas, lebih dekat dengan teman sebaya, mulai berpikir abstrak dan lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya.

  b. Masa remaja tengah (13-15 tahun), dengan ciri khas antara lain : mencari identitas diri, timbul keinginan untuk berkencan, berkhayal tentang aktivitas seksual, mempunyai rasa cinta yang mendalam.

  c. Masa remaja akhir (16-19 tahun) dengan ciri khas antara lain : mampu berpikir abstrak, lebih selektif dalam mencari teman sebaya, mempunyai citra jasmani dirinya, dapat mewujudkan rasa cinta, pengungkapan kebebasan diri (Pinem, 2009).

  2.4. Kanker Serviks

  2.4.1. Pengertian Kanker Serviks Kanker serviks (Servical Cancer) atau kanker pada leher rahim adalah kanker yang terjadi pada serviks uterus, suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke arah rahim yang terletak antara rahim (uterus) dengan liang senggama (vagina) (Diananda, 2009). Farid, Andrijono dan Abdul (2006) menambahkan bahwa penyakit ini berawal dari infeksi virus yang merangsang perubahan perilaku sel epitel serviks yang mengalami mutasi genetik. Keadaan yang menyebabkan mutasi genetik yang tidak dapat diperbaiki akan menyebabkan terjadinya pertumbuhan kanker ini.

  2.4.2. Penyebab dan Faktor Risiko Kanker Serviks Penyebab kanker serviks antara lain adanya perubahan gen, terkena mikroba, radiasi, atau pencemaran oleh bahan kimia. Yang termasuk mikroba misalnya virus HPV, terutama nomor 16 dan 18. Sementara presentase akibat radiasi nilainya rendah sekali. Penyebab serius lainnya adalah sperma pria. Pasalnya, bagian kepala sperma mengandung protein dasar. Apabila menyatu dengan leher rahim, protein dasar ini dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan sel di serviks.

  Penyebab dan faktor risiko kanker serviks kebanyakan adalah dari faktor luar, yaitu melakukan hubungan seksual pada usia muda (kurang dari 16 tahun), wanita dengan aktivitas seksual yang tinggi, dan sering berganti-ganti pasangan (> 4orang), wanita yang mendapat atau menggunakan penekan kekebalan (immunosuppressive) dan penderita HIV, kebersihan genitalia eksternal yang buruk (seperti jarangnya membersihkan daerah organ intim, penggantian pembalut tidak tepat, jarangnya mengganti pakaian dalam, dll), wanita yang merokok (dapat merusak DNA sel epitel skuamosa), riwayat penyakit kelamin seperti herpes dan kutil genitalia, semakin tinggi resiko pada wanita dengan banyak anak apalagi dengan jarak persalinan yang terlalu dekat serta trauma kronis pada serviks seperti persalinan, infeksi, dan iritasi menahun. Ada beberapa penilitian yang menyimpulkan bahwa dfesiensi asam folat dapat meningkatkan resiko terjadinya displasia ringan dan sedang, serta mungkin juga meningkatkan risiko terjadinya kanker serviks pada wanita yang makanannya rendah beta karoten dan retinol (vitamin A) (Diananda, 2009).

  2.4.3. Tanda dan Gejala Kanker Serviks Kanker serviks pada awalnya ditandai dengan tumbuhnya sel-sel pada mulut rahim yang tidak lazim (abnormal). Sebelum menjadi sel-sel kanker, terjadi beberapa perubahan yang dialami oleh sel-sel tersebut selama bertahun-tahun. Pada stadium awal, kanker ini cenderung tidak terdeteksi. Pada tahap awal atau prakanker, tidak ada gejala khas. Jika pun ada gejala, hanya berupa keputihan, sekret vagina yang agak banyak dan kadang-kadang dengan bercak perdarahan, atau perdarahan bercak setelah bersetubuh atau membersihkan vagina. Namun jika sudah menjadi invasif, gejala yang muncul berupa perdarahan spontan, perdarahan pasca senggama, keputihan dan rasa tidak nyaman saat berhubungan seks dan berlangsung lebih lama dan semakin banyak.

  Pada stadium lanjut ketika tumor telah menyebar ke luar dari serviks dan melibatkan jaringan di rongga pelvis dapat di jumpai tanda lain seperti nyeri yang menjalar ke pinggul atau kaki. Hal ini menandakan keterlibatan ureter, dinding panggul, atau nervus skiatik. Beberapa penderita mengeluhkan nyeri berkemih, hematuria, perdarahan rektum sampai sulit berkemih dan buang air besar.

  Namun perubahan awal yang terjadi pada sel leher rahim tidak selalu merupakan suatu tanda-tanda kanker. Pemeriksaan Pap Smear test yang teratur sangat diperlukan untuk mengetahui lebih dini adanya perubahan awal dari sel-sel kanker. Perubahan sel-sel kanker selanjutnya dapat menyebabkan perdarahan setelah aktivitas seksual atau di antara masa menstruasi.

  Dengan demikian, gejala-gejala dan tanda klinis terjadinya kanker leher rahim adalah : a. keputihan yang makin lama makin berbau busuk

  b. perdarahan setelah melakukan hubungan seksual yang lama-kelamaan dapat terjadi pendarahan spontan (walaupun tidak melakukan hubungan seksual)

  c. mengalami berat badan yang terus turun menurun akibat banyaknya pendarahan yang keluar d. setelah menopause timbul perdarahan, pada fase invasif dapat keluar cairan berwarna kekuning-kuningan, berbau dan dapat bercampur dengan darah

  e. terjadi anemia (kurang darah) yang disebabkan karena perdarahan yang sering timbul f. mengalami rasa nyeri di sekitar genitalia dan timbul nyeri panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah bila ada radang pada panggul.

  Pada stadium lanjut akan mengalami tanda gejala seperti badan menjadi kurus kering karena kurang gizi, edema kaki, timbul iritasi kandung kencing dan poros usus besar bagian bawah (rectum), atau timbul gejala-gejala akibat metastasis jauh (Diananda, 2009)

  2.4.4. Deteksi Dini Kanker Serviks Deteksi dini kanker serviks ialah usaha untuk menemukan adanya kanker yang masih dapat disembuhkan, yaitu kanker yang belum lama tumbuh, masih lokal dan belum invasif seperti pada lesi prakanker dan kanker stadium awal. Menurut Rasjidi, 2008 megatakan bahwa ada beberapa cara deteksi dini kanker serviks, yaitu :

  a. Tes Pap (Pap Smear), adalah pemeriksaan sitologi dari serviks dan porsio untuk melihat adanya perubahan atau keganasan pada epitel serviks atau porsio. Diindikasikan pada wanita yang sudah melakukan seksual aktif,deteksi dini adanya keganasan pada servik, pemantauan setelah tindakan pembedahan, radioterapi, atau kemoterapi kanker serviks.

  b. Pemeriksaan IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat), merupakan metode inspeksi yang sangat sederhana, murah, nyaman, praktis, dan mudah. Pemeriksaan ini mendeteksi kanker serviks dengan cara menggunakan larutan asam cuka (asam asetat 2%) dan larytan iosium lugol pada serviks dan melihat perubahan warna yang terjadi setelah dilakukan olesan. Tujuannya untuk melihat adanya sel yang mengalami displasia sebagai salah satu metode skrining kanker mulut rahim. IVA positif apabila ditemukan adanya area berwarna putih (acetowhite) dan permukaannya meninggi dengan batas yang jelas di sekitar zona transformasi.

  c. Pemeriksaan DNA HPV ini dilakukan berupa pengambilan sampel untuk mengetahui adanya infeksi HPV dengan menggunakan lidi kapas atau sikat.Tes HPV DNA lebih berguna bila dikombinasikan dengan pemeriksaan sitologi. Pasien dengan hasil tes positif sebainya dilakukan pemeriksaan koloskopi. Penderita dengan HPV positif dan tes pap menunjukkan adanya displasia termasuk kelompok risiko tinggi dan harus dilakukan pemeriksaan koloskopi dan bila perlu biopsi.

  d. Kolposkopi merupakan pemeriksaan dengan menggunakan alat koloskop yaitu alat mikroskop binokuler dengan sumber cahaya yang terang untuk memperbesar gambaran visual serviks. Sehingga dapat membantu mendiagnosa neoplasia serviks.

  2.4.5. Stadium Kanker serviks Stadium kanker serviks ditentukan melalui pemeriksaan klinik dan sebaiknya pemeriksaan dilakukan dibawah pengaruh anastesi umum

  (Farid, et al., 2006).

  Stadium secara klinik menurut FIGO 2000 (Yatim, 2005) :

Tabel 2.1. Stadium kanker serviks menurut FIGO 2000

  Sel Kanker masih di selaput lendir serviks (karsinoma insitu)

  I Kanker masih terbatas di dalam jaringan serviks dan belum menyebar ke badan rahim

  IA Karsinoma yang idiagnosa baru hanya secara mikroskop dan belum menunjukkan kelainan/keluhan klinik.

  IA1 Kanker sudah mulai menyebar ke jaringan otot dengan dalam <3 mm, serta ukuran besar tumor <7 mm.

  IA2 Kanker sudah menyebar lebih dalam (>3 mm–5 mm) dengan lebar 7 mm

  IB Ukuran kanker sudah > dari IA2

  IB1 Ukuran tumor = 4 cm

  IB2 Ukuran tumor > 4 cm

  II Kanker sudah menyebar keluar jaringan serviks tetapi belum mengenai dinding rongga panggul. Meskipun sudah menyebar ke vagina tetapi masih terbatas pada 1/3 atas vagina

  IIA Tumor jelas belum menyebar ke sekitar uterus

  IIB Tumor jelas sudah menyebar ke sekitar uterus

  III Kanker sudah menyebar ke dinding panggul dan sudah menyebar jaringan vagina lebih rendah dari 1/3 bawah. Bisa juga penderita sudah mengalami ginjal bengkak karena bendungan air seni (hidronephrosis) dan mengalami gangguan fungsi ginjal

  IIIA Kanker sudah menginfasi dinding panggul

  IIIB Kanker menyerang dinding panggul disertai gangguan fungsi ginjal dan/atau hidronephrosis

  IV IVA

  IVB Kanker sudah menyebar keluar rongga panggul, dan secara klinik sudah terlihat tanda-tanda infasi kanker ke selaput lendir kandung kencing dan/atau rektum Sel kanker menyebar pada alat/organ yang dekat dengan serviks Kanker sudah menyebar pada alat/organ yang jauh dari serviks

  2.4.6. Pencegahan Kanker Serviks

  2.4.6.1. Pencegahan Primer

  a. Menunda onset aktivitas seksual Menunda aktivitas seksual sampai usia 20 tahun dan berhubungan secara monogami(tidak berganti-ganti pasangan) akan mengurangi risiko kanker serviks secara signifikan.

  b. Penggunaan kontrasepsi barier Penggunaan kontrasepsi metode barier (kondom, diafragma, dan spermisida) yang berperan untuk proteksi terhadap agen virus saat berhubungan seks dapat mencegah penularan penyakit infeksi menular seperti Gonorrhoe, chlamydia, sipilis, dan HIV/AIDS. c. Penggunaan vaksinasi HPV Vaksinasi HPV yang diberikan kepada pasien bisa mengurangi infeksi Human Papiloma virus, karena mempunyai kemampuan proteksi >90%.

  d. Berhenti merokok Menghindari merokok atau berhenti merokok dapat meningkatan derajat kesehatan secara umum, dan mencegah CIN (Cervical Intraepitelial Neoplasia = pertumbuhan sel epitel ke arah ganas), dan kanker serviks.

  e. Konsumsi Vitamin A Beberapa peneliti telah membuktikan bahwa vitamin A berperan menghentikan atau mencegah perubahan keganasan sel-sel, seperti yang terjadi pada permukaan serviks.

  f. Menjaga kebersihan daerah genitalia eksterna Menjaga kebersihan daerah genitalia eksterna dapat mencegah terjadinya segala penyakit yang mungkin terjadi di daerah organ intim. Wanita diharuskan membersihkan daerah organ intim dengan bersih dan tidak membiarkan lembab karena dapat mengundang bakteri dan jamur, menggunakan pakain dalam yang kering dan mengganti pakain dalam minimal dua kali sehari, ganti pembalut 4-5 kali sehari disaat darah haid sedang banyak-banyaknya dan 3 kali sehari pada hari-hari haid terakhir (Pribakti, 2012).

  2.4.6.2. Pencegahan Sekunder Tes Pap adalah pemeriksaan sitologi dari serviks dan porsio untuk melihat adanya perubahan atau keganasan pada epitel serviks atau porsio. Tes pap merupakan tes yang dipercaya sebagai pencegahan sekunder kanker serviks dan tidak mahal. Menurut Rasjidi, 2008 pencegahan sekunder terbagi atas dua, yaitu :

  a. Pencegahan sekunder - Pasien dengan resiko sedang Hasil test Pap yang negatif sebanyak tiga kali berturut-turut dengan selisih waktu antarpemeriksaan satu tahun dan atas petunjuk dokter sangat dianjurkan. Untuk pasien atau partner hubungan seksual yang level aktivitasnya tidak diketahui, dianjurkan untuk melakukan tes Pap tiap tahun.

  b. Pencegahan Sekunder – Pasien dengan Resiko Tinggi Pasien yang memulai hubungan seksual saat usia <18 tahun dan wanita yang mempunyai banyak partner (multipel partner) seharusnya melakukan tes Pap tiap tahun, dimulai dari onset seksual intercourse aktif. Interval sekarang ini dapat diturunkan menjadi setiap 6 bulan untuk pasien dengan resiko khusus, seperti mereka yang mempunyai riwayat penyakit seksual berulang.