BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan 2.1.1 Definisi Pengetahuan - Tingkat Pengetahuan Mahasiswa Fakultas Kedokteran USU Stambuk 2013/2014 tentang Akne Vulgaris

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengetahuan

  2.1.1 Definisi Pengetahuan

  Pengetahuan merupakan hasil dari tahu yang terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap obyek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indrayang meliputi indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tidakan seseorang. (Ballanger, 2011).

  2.1.2 Tingkat Pengetahuan

  Kognitif atau pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang.Menuru (Ballanger, 2011). Tingkatan pengetahuan dalam domain kognitif ada 6 yaitu :

  a) Tahu (know)

  Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam tingkat ini adalah mengingat kembali sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain meyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya (Yuindartanto,2009).

  b) Memahami (comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara

  benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari (Yuindartanto, 2009) .

  c) Aplikasi (aplication)

  Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain (Yuindartanto,2009)

  d) Analisis (analysis)

  Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Misalnya mampu membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya (Yuindartanto,2009)

  e) Sintesis (synthesis)

  Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sistesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya dapat menyusun, merencanakan, meringkaskan, menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada (Yuindartanto,2009).

  f) Evaluasi (evaluation)

  Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Misalnya, dapat membedakan antara anak yang gizi baik dengan gizi kurang (Yuindartanto,2009) .

2.1.3 Faktor yang mempengaruhi pengetahuan

  Faktor –faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut (Ballanger, 2011), yaitu : a.

  Tingkat pendidikan Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka seseorang tersebut akan lebih mudah dalam menerima hal-hal baru sehingga akan lebih mudah pula menyelesaikan hal-hal baru tersebut . b.

  Informasi Seseorang yang mempunyai sumber informasi yang lebih baik banyak akan memberikan pengetahuan yang jelas.

  c.

  Budaya Budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan seseorang, karena informasi-informasi baru akan disaring, kira-kira sesuai tidaknya dengan kebudayaan yang ada da agama yang dianut.

  d.

  Pengalaman Pengalaman disini berkaitan dengan umur dan pendidikan individu, artinya, pendidikan yang tinggi, pengalaman akan luas sedang umur bertambha tua.

  e.

  Sosial Ekonomi Tingkatan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidup disesuaikan dengan penghasilan yang ada, sehingga menuntut pengetahuan yang dimiliki harus dipergunakansemaksimal mungkin, begitupun dalam mencari bantuan ke sarana kesehatan yang ada, mereka sesuaikan dengan pendapatan keluarga.

2.2 Akne Vulgaris

  2.2.1.Definisi Akne Vulgaris

  Akne adalah reaksi peradangan dalam folikel sebasea yang pada umumnya dan biasanya disertai dengan pembentukan papula, pustula, dan abses terutama di daerah yang banyak mengandung kelenjar sebasea, seperti muka, dada, dan punggung bagian atas (Yuindartanto, 2009).

  2.2.2. Etiologi dan Patogenesis

  Penyebab akne tidak diketahui, namun ada informasi yang berkaitan dengan patogenesisnya. Ini merupakan penyakit multifaktorial. Pengetahuanmengenai berbagai faktor yang termasuk dalam penyakit ini penting karena penatalaksanaan mungkin ditujukan pada satu atau lebih faktor penyebab ini . Diyakini bahwa penyebab akne adalah sekresi berlebihan dari kelenjar sebaseus dengan penyumbatan duktus pilosebaseus dan infeksi bakteri (Ballanger, 2011).

  Penyebab yang pasti belum diketahui, tetapi banyak faktor yang berpengaruh: a.

  Sebum sebum merupakan faktor utama penyebab timbulnya akne. Akne yang keras selalu disertai pengeluaran sebore yang banyak(Yuindartanto, 2009) b. Bakteria

  Mikroba yang terlibat pada terbentuknya akne adalah corynebacterium acnes, Stafilococcus epidermidis, dan pityrosporum ovale. Dari ketiga mikroba ini yang terpenting yakni C. Acnes yang bekerja secara tidak langsung. (Yuindartanto, 2009) c.

  Herediter Faktor herediter yang sangat berpengaruh pada besar dan aktivitas kelenjar palit (glandula sebasea). Apabila kedua orang tua mempunyai parut bekas akne, kemungkinan besar anaknya akan menderita akne. (Yuindartanto, 2009) d. Hormon

  Hormon androgen. Hormon ini memegang peranan yang penting karena kelenjar palit sangat sensitif terhadap hormon ini. Hormon androgen berasal dari testes dan kelenjar anak ginjal (adrenal). Hormon ini menyebabkan kelenjar palit bertamabah besar dan produksi sebum meningkat. Pada penyelidikan Pochi, Frorstrom dkk. & Lim James didapatkan bahwa konsentrasi testosteron dalam plasma penderita akne pria tidak berbeda dengan yang tidak menderita akne.Berbeda dengan wanita, pada testosteron plasma sangat meningkat pada penderita akne. Estrogen. Pada keadaan fisiologi, estrogen tidak berpengaruh terhadap produksi sebum. Estrogen dapat menurunkan kadar gonadotropin yang berasal dari kelenjar hipofisis. Hormon gonadotropin mempunyai efek menurunkan produksi sebum.

  Progesteron. Progesteron, dalam jumlah fisiologik tak mempunyai efek terhadap efektivitas terhadap kelenjar lemak. Produksi sebum tetap selama siklus menstruasi, akan tetapi kadang-kadang progesteron dapat menyebabkan akne premenstrual. Hormon-hormon dari kelenjar hipofisis. Pada tikus, hormon tirotropin, gonadotropin, dan kortikotropin dari kelenjar hipofisis diperlukan untuk aktivitas kelenjar palit. Pada kegagalan dari kelenjar hiopofisis, sekresi sebum lebih rendah dibandingkan dengan orang normal. Penurunan sebum diduga disebabkan oleh adanya suatu hormon sebotropik yang berasal dari baga tengah (lobus intermediate) kelenjar hipofisis.(Bauer, 1985) e.

  Diet Beberapa pengarang terlalu membesar-besarkan pengaruh makanan terhadap akne, akan tetapi dari penyidikan terakhir ternyata diet sedikit atau tidak berpengaruh terhadap akne. Pada penderita yang makan banyak karbohidrat dan zat lemak, tidak dapat dipastikan akan terjkadi perubahan pada pengeluaran sebum atau komposisinya karena kelenjar lemak bukan alat pengeluaran lemak yang kita makan.(Djuanda, 2010) f.

  Iklim Di daerah yang mempunyai empat musim, biasanya akne bertambah hebat pada musim dingin, sebaliknya kebanyakan membaik pada musim panas.

  Sinar ultraviolet (UV) mempunyai efek membunuh bakteri pada permukaan kulit. Selain itu, sinar ini juga dapat menembus epidermis bagian bawah dan bagian atas dermis sehingga berpengaruh pada bakteri yang berada dibagian dalam kelenjar palit. Sinar UV juga dapat mengadakan pengelupasan kulit yang dapat membantu menghilangkan sumbatan saluran pilosebasea. Menurut Cunliffe, pada musim panas didapatkan 60% perbaikan akne, 20% tidak ada perubahan, dan 20% bertambah hebat. Bertambah hebatnya akne pada musim panas tidak disebabkan oleh sinar UV melainkan oleh banyaknya keringat pada keadaan yang sangat lembab dan panas tersebut. (Williams, 2011) g.

  Psikis Pada beberapa penderita, stress dan gangguan emosi dapat menyebabkan eksaserbasi akne. Mekanisme yang pasti mengenai hal ini belum diketahui. Kecemasan menyebabkan penderita memanipulasi aknenya secara mekanis, sehingga terjadi kerusakan pada dinding folikel dan timbul lesi yang beradang yang baru, teori lain mengatakan bahwa eksaserbasi ini disebabkan oleh meningkatnya produksi hormon androgen dari kelenjar anak ginjal dan sebum, bahkan asam lemak dalam sebum pun meningkat.(Brown, 1998) h.

  Kosmetika Pemakaian bahan-bahan kosmetika tertentu, secara terus menerus dalam waktu lama, dapat menyebabkan suatu bentuk akne ringan yang terutama terdiri dari komedo tertutup dan beberapa lesi papulopustular pada pipi dan dagu. Bahan yang sering menyebabkan akne ini terdapat pada berbagai krem muka seperti bedak dasar (faundation), pelembab (moisturiser), krem penahan sinar matahari (sunscreen), dan krem malam.

  Yang mengandung bahan-bahan, seperti lanolin, pektrolatum, minyak tumbuh-tumbuhan dan bahan-bahan kimia murni (butil stearat, lauril alcohol, dan bahn pewarna merah D &C dan asam oleic). (Paoli, 2012) Jenis kosmetika yang dapat menimbulkan akne tak tergantung pada harga, merk, dan kemurnian bahannya. Suatu kosmetika dapat bersifat lebih komedogenik tanpa mengandung suatu bahan istimewa, tetapi karena kosmetika tersebut memang mengandung campuran bahan yang bersifat komedogenik atau bahan dengan konsentrasi yang lebih besar. Penyelidikan terbaru diLeeds tidak berhasil menemukan hubungan antara lama pemakaian dan jumlah kosmetika yang dicapai dengan hebatnya akne.(Loughnane, 2012) i. Bahan-bahan Kimia

  Beberapa macam bahan kimia dapat menyebabkan erosi yang mirip dengan akne (akneform eruption), seperti yodida, kortikosteroid, INH, obat anti konvulsan (difenilhidantoin, fenobarbital dan trimetandion), tetrasiklin, vitamin B 12.(Agarwal, 2011) Ada empat hal penting yang berhubungan dengan terjadinya akne : 1. kenaikan sekresi sebum 2. Adanya keratinisasi folikel 3. Bakteri 4. Peradangan (inflamasi).

  1. Kenaikan sekresi sebum Akne biasanya mulai timbul pada masa pubertas pada waktu kelenjar sebasea membesar dan mengeluarkan sebum lebih banyak. Terdapat korelasi antara hebatnya akne dan produksi sebum. Pertumbuhan kelenjar palit dan produksi sebum dibawah pengaruh hormon androgen. Pada penderita akne terdapat peningkatan konversi hormon androgen yang normal berada dalam darah (testosteron) kebentuk metabolit yang lebih aktif (5-alfa dihidrotestosteron).

  Hormon ini mengikat reseptor androgen di sitoplasma dan akhirnya menyebabkan proliferasi sel penghasil sebum.

  Meningkatnya produksi sebum pada penderita akne disebabkan oleh respon organ akhir yang berlebihan (end-organ hyperresponse) pada kelenjar palit terhadap kadar normal androgen dalam darah. Terbukti bahwa, pada kebanyakan penderita, lesi akne hanya ditemukan dibeberapa tempat yang kaya akan kelenjar palit.

  Akne mungkin juga berhubungan dengan komposisi lemak. Sebum bersifat komedogenik tersusun dari campuaran skualen, lilin (wax), ester dari sterol, kholesterol, lipid polar, dan trigliserida. Pada penderita akne terdapat kecenderungan mempunyai kadar skualen dan ester lilin (wax) yang tinggi, sedangkan kadar asam lemak terutama asam leinoleik, rendah. Mungkin hal ini ada hubungan dengan terjadinya hiperkeratinisasi pada kelenjar sebasea.(Kraft,2011) `

  2. Keratinisasi folikel Keratinisasi pada saluran pilosebasea disebabkan oleh adanya penumpukan korniosit dalam saluran pilosebasea. o o Hal ini dapat disebabkan : o bertambahnya erupsi korniosis pada saluran pilosebasea o Pelepasan korniosit yang tidak adekuat o Kombinasi kedua faktor diatas.

  Bertambahnya produksi korniosit dari sel keratinosit merupakan salah satu o sifat komedo. Terdapat hubungan terbalik antara sekresi sebum dan konsentrasi asam linoleik dalam sebum. Akibat dari meningkatnya sebum pada penderita akne, terjadi penurunan konsentrasi asam lenolik. Hal ini dapat menyebabkan defisiensi asam lenoleik pada epitel folikel, yang akan menimbulkan hiperkeratosis folikuler dan penurunan fungsi barier dari epitel. Dinding komedo lebih mudah ditembus bahan-bahan yang menimbulkan peradangan. Walaupun asam lenoleik merupakan unsur penting dalam seramaid-1, lemak lain mungkin juga berpengaruh pada patogenesis akne. Kadar sterol bebas juga menurun pada komedo sehingga terjadi ketidak seimbangan antara kholesterol bebas dengan kholesterol sulfat sehinggga adhesi korneosit pada akroinfundibulum bertambah dan terjadi hiperkeratosis folikel.(Toyoda, 2003)

  3. Bakteri Tiga macam mikroba yang terlibat dalam patogenesis akne adalah corynebakterium Acne, Stafylococcus epidermidis, dan pityrosporum ovale

  (malazzea furfur). Adanya sebore pada pubertas biasanya disertai dengan kenaikan jumlah corynebacterium acne, tetapi tidak ada hubungan dengan jumlah bakteri pada permukaan kulit atau dalam saluran pilosebasea dengan derajat hebatnya akne. Tampaknya ketiga macam bakteri ini bukanlah penyebab primer pada proses patologis akne. Beberapa lesi mungkin timbul tanpa ada mikroorganisme yang hidup, sedangkan pada lesi yang lain mikroorganisme mungkin memegang peranan penting. Bakteri mungkin berperan pada lamanya masing-masing lesi. Apakah bakteri yang berdiam dalam folikel (residen bacteria) mengadakan eksaserbasi tergantung pada lingkungan mikro dalam folikel tersebut. Menurut hipotesis Saint-Leger skualen yang dihasilkan oleh kelenjar palit dioksidasi dalam kelenjar folikel dan hasil oksidasi ini dapat menyeebabkan terjadinya komedo. Kadar oksigen dalam folikel berkurang dan akhirnya menjadi kolonisasi C..Acnes. bakteri ini memproduksi porfirin, yang bila dilepaskan dalam folikel akan menjadi katalisator untuk terjadinya oksidasi skualen, sehingga oksigen dalam folikel tambah berkurang lagi. Penurunan tekanan oksigen dan tingginya jumlah bakteri ini dapat menyebabkan peradangan folikel. Hipotesis ini dapat menerangkan mengapa akne hanya dapat terjadi pada beberapa folikel, sedangkan folikel yang lain tetap normal. (Yuindartanto,2009)

  4. Peradangan Faktor yang menyebabkan peradangan pada akne belumlah diketahui dengan pasti. Pencetus kemotaksis adalah dinding sel dan produk yang dihasilkan oleh C. Acnes seperti lipase, hialuronidase, protease, lesitinase dan nioranidase, memegang peranan penting dalam proses peradangan.

  Faktor kemotaktik yang berberat molekul rendah (tidak memerlukan komplemen untuk bekerja aktif), bila keluar dari folikel, dapat menarik leukosit nucleus polimorfi (PMN) dan limfosit. Bila masuk kedalam folikel, PMN dapat mencerna C. Acnes dan mengeluarkan enzim hidrolitik yang bisa menyebabkan kerusakan dari folikel sebasea. Limfosit dapat merupakan pencetus terbentuknya sitokin.

  Bahan keratin yang sukar larut, yang terdapat di dalam sel tanduk serta lemak dari kelenjar palit dapat menyebabkan reaksi non spesifik, yang disertai makrofag dan sel-sel raksasa. Pada masa permulaan peradangan yang ditimbulkan oleh C.Acnes, juga terjadi aktivasi jalur komplemen klasik dan alternatif (classical and alternative complement pathways). Respon penjamu terhadap mediator juga amat penting. Selain itu antibody terhadap C.Acnes juga meningkat pada penderita akne hebat. (Yuindartanto,2009)

2.2.3. Manifestasi Klinis

  Tempat awal predileksi akne adalah wajah, leher, lalu ke punggung, dada, dan bahu. Di tubuh, lesi lebih banyak di dekat garis tengah. Akne merupakanpenyakit yang muncul dengan lesi noninflamatorik dan inflamatorik. . Lesi berupa komedo terbuka, komedo tertutup, pustul, papul eritematosus, dan nodul yang lebih dalam . Pada pasien dengan satu tipe lesi yang lebih banyak, pengamatan yang lebih dekat biasanya menunjukkan beberapa tipe lesi . Isi komedo ialah sebum yang kental atau padat. Isi kista biasanya pus dan darah.(Lever, 1983)

  Nomenklatur diagnosis akne vulgaris dapat dilakukan menurut : a. Berat ringannya penyakit • Akne vulgaris ringan, berat, dan sedang. Akne vulgaris I, II, III, IIV.

  • Morfologi klinis • Akne vulgaris komedonal, papulosa,pustulosa, nodulo-kistik.
  • Akne vulgaris komedonal dan papulosa disebut juga tanpa inflamasi. Akne vulgaris nodulosa-kistik disebut sebagai yang ada inflamasi.
  • Kombinasi 1 & 2
  • Akne vulgaris papulosa ringan • Akne vulgaris pustulosa berat.
  • Penentuan berat ringan penyakit atau tingkat I – II – III – IV berbeda diantara para penyelidik satu dengan yang lainnya. Berikut ini dicantumkan empat gradasi menurut ((Ismail, 2012) 1.

  Komedo di muka 2. Komedo, papul, pustul, dan peradangan lebih dalam di muka 3. Komedo, papul, pustul, dan lebih dalam peradangan di muka, punggung, dan dada.

4. Akne konglobata.

  Bentuk lesi akne vulgaris adalah polimorf. Lesi yang khas adalah komedo. Bila terjadi peradangan akan terbentuk papula, pustula, nodul, dan kista. Bila sembuh, lesi dapat meninggalkan eritem dan hiperpigmentasi pasca inflamasi, bahkan dapat terbentuk sikatrik seperti cetakan es yang atrofik ( Ice pick lilac atropic scar) dan keloid. Lesi terutama timbul di daerah yang banyak mempunyai kelenjar palit seperti muka, punggung dan dada.(Dreno, 2003)

  Komedo lazim dikenal senagai kepala hitam (komedo terbuka) dan kepala putih (komedo tertutup). Komedo dapt menjadi lesi dasar pada akne. Ia akibat fungsi lobang folikular sebasea yang salah maupun oleh proses hiperkeratinisasi yang salah pada lubah folikular. Sumbat yang dihasilkan komedo mendilatasi mulut folikel dan papula dibentuk oleh peradangan sekeliling komedo. Kista kecil, pustula, atau papula yang telah terinfeksi bisa terbentuk disekeliling komedo.

  Selain itu bisa terlihat nodulus, infiltrasi granulomatosa dalam peradangan karena asam lemak atau piokokus, jaringan parut dan keloid.(Dreno, 2003) Walaupun komedo merupakan lesi primer dari akne, mereka tidak khas untuk penyakit ini sebab mereka mungkin bisa tampak pada kondisi lainnya, seperti komedo senil yang sering tampak pada area periorbital pada orang tua (Fleischer, 2000).

2.2.4. Faktor Risiko

  Ada banyak faktor yang memicu terjadinya akne . Faktor yang penting peranannya dalam pembentukan akne adalah keturunan, keseimbangan hormon, makanan, dan kebersihan. Penggunaan kosmetik yang salah juga merupakan faktor yang memicu terjadinya akne . Faktor keturunan dan keseimbangan hormon merupakan faktor tak terkontrol, sedangkan faktor makanan, kebersihan, dan penggunaan kosmetik merupakan faktor terkontrol. (Ismail,2012)

  Faktor genetik merupakan penyebab akne yang paling penting. Satu atau kedua orangtua biasanya terkena akne. Faktor ini muncul sebagai pemicu kelenjar pilosebaseus untuk bereaksi dalam cara yang selektif pada perangsangan hormon (Ballanger, 2006).

  Perubahan hormon testosteron dan progesteron pada usia dewasa dapat mempengaruhi ukuran dan aktivitas kelenjar sebaseus . Stimulasi androgenik penting baik pada pria maupun wanita karena berhubungan dengan sekresi kelenjar sebaseus. Pengaruh hormonal lainnya mungkin memainkan peran; wanita sering memiliki eksaserbasi aktivitas akne pada masa perimenstrual . Hormon androgen berperan dalam keratinosit folikular untuk merangsang hiperproliferasi. Dihydrotestosterone (DHT) merupakan androgen poten yang berperan dalam mekanisme akne. Enzim yang bertanggung jawab dalam pengubahan dehydroepiandrosterone sul fate menjadi DHT adalah 17β-hydroxysteroi ddehydrogenase dan 5α-reductase.

  DHT bisa menstimulasi proliferasi keratinosit. Selain itu, kelenjar adrenal juga berperan dalam produksi akne; mekanismenya tidak jelas, tetapi akne muncul pada orang yang dipicu dengan kortikosteroid dosis tinggi. Kecemasan, stres, tekanan emosi, dan kelemahan memiliki efek pasti pada penyebab akne. Dalam kondisi stres, terjadi pengeluaran hormon adrenalin dalam tubuh yang merangsang keluarnya zat-zat lain yang pada akhirnya mempengaruhi aliran darah sehingga muncul gejala-gejala fisik seperti aknevulgaris. Emosi berperan pada akne akut, tetapi tidak pada akne kronik (Fleischer, 2000).

2.2.5. Penatalaksanaan

  Pemahaman mengenai keempat elemen patogenesis akne penting dalam prinsip terapeutik. Mekanisme aksi penatalaksanaan akne yang paling sering bisa dikelompokkan dalam kategori berikut ini: (1) perbaiki pola keratinisasi folikular yang berubah; (2) turunkan aktivitas kelenjar sebaseus; (3) turunkan populasi bakteri folikular, P. acnes; dan (4) menggunakan efek anti-inflamatorik. Penatalaksanaan pasien akne dengan pengetahuan mengenai patogenesis akne dan mekanisme aksi penatalaksanaan akne yang ada, meyakinkan respon terapeutik yang maksimal. Sering kali, penatalaksanaan multipel digunakan dalam kombinasi yang melawan banyak faktor dalam patogenesis akne (Webster, 2002).

  Penatalaksanaan akne vulgaris mencakup tindakan medis dan non medis . Pemilihan penatalaksanaan dapat dilakukan berdasarkan derajat penyakit. Pada tingkat penyakit ringan, penatalaksanaan cukup dilakukan dengan obat tipikal. Pada tingkat penyakit sedang, dapat diberikan penatalaksanaan topikal dan sistemik.

  Pada tingkat penyakit berat, harus diberikan penatalaksanaan topikal dan sistemik (Yuindartanto,2009) . Kombinasi dari beberapa cara pengobatan sangat diperlukan, dengan tujuan menemukan sekresi kelenjar sebasea (sebosupresi), keratolisis pada intra infundibulum, mengurangi jumlah jasad renik dengan antibiotika, dan mencegah timbulnya jaringan parut (Fleischer,2000).

  Penatalaksanaan topikal berupa bahan-bahan yang dapat mengadakan pengelupasan kulit seperti benzoyl peroxide, asam retinoat, dan asam azaleat. Selain itu, ada pula bahan topikal antibiotika, seperti klindamisin, eritromisin, kloramphenikol, neomisin, dan tetrasiklin. Kadang-kadang, bahan topikal steroid yang ringan seperti hidrokortison 1% diperlukan untuk mengurangi efek iritasi yang ditimbulkan oleh tretinoin, juga untuk menekan lesi yang bersifat nodulo kistik dan granulasi. Hanya saja, sebaiknya tidak digunakan lebih dari seminggu, oleh karena efek komedogenik dari kortikosteroid (Djuanda, 2010).

Dokumen yang terkait

Situs Berita Online dan Pemenuhan Kebutuhan Informasi(Studi Korelasional Situs Berita Online detikcom Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Informasi Mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU)

0 0 11

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 2.1 Gambaran Umum Kelurahan Tuktuk Siadong - Studi Etnografi mengenai Komodifikasi Ukir Batak di Daerah Pariwisata Samosir

0 0 12

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 2.1. Sejarah, Letak, dan Kondisi Geografis - Keberadaan Pertambangan Timah Di Dairi (Studi Etnografi Mengenai Tanggapan Masyarakat Desa Sopokomil Kecamatan Silima Punggapungga Dairi)

0 0 17

KATA PENGANTAR - Keberadaan Pertambangan Timah Di Dairi (Studi Etnografi Mengenai Tanggapan Masyarakat Desa Sopokomil Kecamatan Silima Punggapungga Dairi)

0 1 40

BAB II PROFIL ORGANISASI PANGAN DAN PERTANIAN DUNIA 2.1. Pengertian FAO (Organisasi Pangan dan Pertanian) - Peran Organisasi Pangan Dan Pertanian Dunia Terhadap Ketahanan Pangan Di Indonesia

0 0 14

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Peran Organisasi Pangan Dan Pertanian Dunia Terhadap Ketahanan Pangan Di Indonesia

0 5 24

KATA PENGANTAR - Kualitas Papan Partikel Dari Campuran Sabut Kelapa Dan Kayu Mahoni Dengan Berbagai Variasi Kadar Perekat Phenol Formaldehida

0 0 10

1. DATA MENTAH SKALA TRY OUT - Pengaruh Persepsi Iklim Sekolah Terhadap Kecenderungan Bullying Pada Siswa SMA X Medan

1 1 59

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecenderungan Bullying 1. Definisi Kecenderungan Bullying - Pengaruh Persepsi Iklim Sekolah Terhadap Kecenderungan Bullying Pada Siswa SMA X Medan

0 0 25

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pengaruh Persepsi Iklim Sekolah Terhadap Kecenderungan Bullying Pada Siswa SMA X Medan

0 1 10