Variasi Suhu dan Waktu Pengempaan terhadap Sifat Fisis, Mekanis dan Ketahanan Rayap Partikel dari Limbah Batang Kelapa Sawit Dengan Perekat Phenol Formaldehida

TINJAUAN PUSTAKA Batang Kelapa Sawit (BKS) Kelapa sawit (Elais guinensis Jacq) termasuk dalam famili arecaceae

  Menurut sistem klasifikasinya, sawit termasuk dalam kingdom plantae, divisi spermatophyta, subdivisi angiospermae, kelas monocotyledonae, famili arecaceae, subfamili cocoideae, genus elaeis dan spesies Elaeis guineensis Jacq (Hadi, 2004).

  Tanaman kelapa sawit diyakini dari Afrika Barat. Walaupun demikian tanaman kelapa sawit ternyata cocok dikembangkan di luar daerah asalnya, termasuk Indonesia. Tanaman sawit menghendaki keadaan topografi yang berbentuk datar, landai dengan ketinggian sampai sekitar 500 mdpl. Tanah yang permeabilitasnya baik dan pH antara 4-6. Curah hujan yang diperlukan berkisar 2.000-3.000 mm/tahun yang tersebar merata sepanjang tahun. Temperatur berkisar 20

  ˚C -26˚C dan kelembaban udara antara 50%-90% dengan lama penyinaran (cahaya matahari) antara 5-7 jam setiap hari (Balfas, 2003).

  Tanaman kelapa sawit merupakan tanaman monokotil, yaitu batangnya tidak mempunyai kambium dan umumya tidak bercabang. Batang kelapa sawit berbentuk silinder dengan diameter 45-60 cm. Tanaman yang masih muda, batangnya tidak terlihat karena terlindung oleh pelepah daun, tinggi batang bertambah 35-75 cm/tahun, tapi jika kondisi lingkungan yang sesuai maka pertambahan tinggi batang dapat mencapai 100 cm per tahun dan tinggi maksimum yang ditanam di perkebunan adalah 15-18 meter (Prayetno dan Darmoko, 1994).

  Batang kelapa sawit memiliki variasi bentuk batang berupa tinggi dan diameter batang yang tidak jauh berbeda dengan kayu yang diperoleh dari tanaman monokotil lainnya. Bentuk batang sawit meruncing dari pangkal ke ujung batang. Penurunan diameter batang dari pangkal ke ujung terasa perlahan- lahan kecuali dari bagian pangkal sampai ketinggian 1 meter di atasnya (Prayitno dan Darnoko,1994).

  Bahan baku pembuatan papan partikel dihasilkan dari BKS yaitu setelah umur 25 tahun. Struktur BKS mempunyai sifat yang berbeda antara bagian pangkal batang dan bagian ujung, bagian tengah batang, inti dan bagian tepinya. Sifat-sifat dasar dari BKS yaitu kadar airnya sangat bervariasi pada berbagai posisinya dalam batang. Kadar air batang dapat mencapai 100-500 %. Sifat lain adalah berat jenis yang juga berbeda pada setiap bagian batang. Secara rata-rata berat jenis BKS termasuk kelas kuat IV pada bagian tepi dan kelas kuat V pada bagian tengah dan pusat batang (Bakar, 2003). Sifat-sifat itu dapat dilihat pada Tabel 1.

  Tabel 1. Sifat-sifat dasar BKS

  

Bagian Dalam Batang

Sifat-Sifat Penting Tepi Tengah Pusat Berat Jenis 0,35 0,28 0,20

  Kadar Air (%) 156 257 365 2 Kekuatan Lentur (kg/cm ) 29.996 11.421 6.980 2 Keteguhan Lentur (kg/cm ) 295 129

  67 Susut Volume

  26

  39

  48 Kelas Awet

  V V

  V Kelas Kuat

  

V

V

  Komponen utama yang terkandung pada batang kelapa sawit adalah selululosa, lignin, air, pati dan abu. Kadar air dan pati yang tinggi menyebabkan kestabilan dimensi kayu, sifat fisik, sifat mekanik rendah sehingga mudah patah, retak dan berjamur (Sjostrom, 1993).

  Perekat phenol formaldehida (PF)

  Phenol formaldehida (PF) merupakan hasil kondensasi dengan monohidrikphenol, termasuk phenol itu sendiri, creosol dan xylenol. Phenol formaldehida ini dapat dibagi menjadi dua kelas yaitu resol yang besifat thermoset dan novolak yang bersifat thermoplastik. Perbedaan kedua ini disebabkan oleh perbandingan molar phenol dan formaldehida, serta katalis atau kondisi yang terjadi selama berlangsungnya reaksi (Ruhendi dkk., 2007).

  Kelebihan phenol formaldehida yaitu tahan terhadap perlakuan air, tahan terhadap kelembaban dan temperatur tinggi, tahan terhadap bakteri, jamur, rayap dan mikroorganisme serta tahan terhadap bahan kimia, seperti minyak, basa, dan pengawet kayu. Kelemahanya yaitu memberikan warna gelap, kadar air kayu harus lebih rendah dari pada kadar air kayu yang menggunakan perekat phenol formaldehida atau perekat lainnya serta garis perekatan yang relatif tebal dan mudah patah (Ruhendi dkk., 2007).

  Resol terbentuk bila formaldehida terdapat pada jumlah yang berlebihan dibanding phenol yaitu 1,8-2,2. Dengan alkali kuat sebagai kualitasnya, seperti natrium hiroksida. Sedangkan novolak terbentuk bila phenol terdapat dalam jumlah yang lebih berbanding formaldehida yaitu 1 (0,8-1) dengan asam kuat sebagai katalisnya, seperti para-toluena, asam sulfonim, asam oksalat dan asam sulfat (Rehendi dkk., 2007).

  Perekat phenol formaldehida mengeras lebih lambat dari perekat urea formaldehida, dan membutuhkan temperatur yang lebih tinggi, yaitu antara

  121 ˚C-149˚C (250˚F-300˚F) untuk bagian tengah dan 204˚C (400˚F) untuk bagian permukaan lembaran. Perekat PF tahan terhadap air dingin dan air mendidih.

  Perekat PF memberikan pengikatan yang tahan terhadap iklim dan uap panas (Hadi, 1988).

  Papan Partikel

  Papan partikel merupakan salah satu produk biokomposit yang dihasilkan dari potongan kayu kecil (partikel) atau bahan berlignoselulosa lainnya, yang diikat dengan menggunakan perekat dan dibantu oleh faktor suhu, tekanan dan waktu kempa (Haygreen dan Bowyer, 1996). Bentuk partikel yang digunakan dalam pembuatan partikel dapat mermacam-macam seperti bentuk serbuk, serpih

  

(flake ), hasil ketaman (shaving), potongan kecil (chips), untai (strand), sliver dan

wafer .

  Menurut Haygreen dan Bowyer (1996), tipe partikel yang digunakan untuk bahan baku pembuatan papan partikel adalah : a.

  Pasahan (shaving), partikel kayu kecil berdimensi tidak menentu yang dihasilkan apabila mengetam lebar atau mengetam sisi ketebalan kayu.

  b.

  Serpih (flake), partikel kecil dengan dimensi yang telah ditentukan sebelumnya yang dihasilkan dalam peralatan yang dikhususkan.

  c.

  Biskit (wafer), serupa serpih dalam bentuknya tetapi lebih besar. Biasanya lebih dari 0,025 inci tebalnya dan lebih dari 1 inci panjangnya.

  d.

  Tatal (chips), sekeping kayu yang dipotong dari suatu blok dengan pisau yang besar atau pemukul, seperti dengan mesin pembuat tatal kayu pulp.

  e.

  Serbuk gergaji (sawdust), berupa serpih yang dihasilkan oleh pemotongan dengan gergaji. f.

  Untaian (strand), pasahan panjang, tetapi pipih dengan permukaan yang sejajar.

  g.

  Kerat (silver), hampir persegi potongan melintangnya dengan panjang paling sedikit 4 kali ketebalannya.

  h.

Wol kayu (excelsior), keratin yang panjang, berombak, ramping juga digunakan sebagai kasuran pada pengepakan

  Maloney (1993) menyatakan bahwa dibandingkan dengan kayu asalnya, papan partikel mempunyai beberapa kelebihan diantaranya papan partikel bebas mata kayu, ukuran dan kerapatannya dapat disesuaikan dengan kebutuhan, tebal dan kerapatannya seragam serta mudah dikerjakan, mempunyai sifat isotropis, kemudian sifat dan kualitasnya dapat diatur. Papan partikel juga mempunyai beberapa kelemahan yaitu ketahanan yang rendah terhadap air yang menyebabkan papan partikel mudah menyerap air dan dalam keadaan basah sifat-sifat yang berhubungan dengan kekuatan menurun drastis.

  Menurut Sutigno (1994) ada beberapa macam papan partikel yang dibedakan berdasarkan : a. Bentuk Papan partikel pada umumnya berbentuk datar dengan ukuran relatif panjang tipis sehingga disebut panel. Ada beberapa papan partikel yang tidak datar (papan partikel lengkung) dan mempunyai bentuk tertentu tergantung pada cetakan yang dipakai seperti bentuk kotak radio.

  b. Pengempaan Cara pengempaan dapat secara mendatar atau secara ekstrusi. Cara mendatar ada yang kontinyu dan tidak kontinyu. Cara kontinyu berlangsung melalui ban baja yang menekan pada saat bergerak memutar. Cara tidak kontinyu pengempaan berlangsung pada lempeng yang bergerak vertikal dan banyaknya celah dapat satu atau lebih. Pada cara ekstrusi, pengempaan berlangsung kontinyudiantara dua lempeng statis. Penekanan dilakukan oleh semacam piston yang bergerak vertikal dan horizontal.

  c. Kerapatan Ada tiga kelompok kerapatan papan partikel, yaitu rendah, sedang dan tinggi. Terdapat perbedaan batas antara setiap kelompok tersebut, tergantung pada standar yang digunakan.

  d. Kekuatan (Sifat Mekanis) Pada prinsipnya sama seperti kerapatan, pembagian berdasarkan kekuatan pun ada yang rendah, sedang dan tinggi. Terdapat perbedaan batas antara setiap macam (tipe) tersebut, tergantung pada standar yang digunakan.

  e. Macam perekat Macam perekat yang dipakai mempengaruhi ketahanan papan partikel terhadap pengaruh kelembaban, yang selanjutnya menentukan penggunaannya. Ada standar yang membedakan berdasarkan sifat perekatnya, yaitu interior dan eksterior. Ada standar yang memakai penggolongan berdasarkam macam perekat, yaitu Tipe U (urea

  formaldehyde atau yang setara), Tipe M (melamin urea formaldehyde atau yang setara) dan tipe P (phenol formaldehyde atau yang setara). f. Susunan partikel Pada saat membuat partikel dapat dibedakan berdasarkan ukurannya, yaitu halus dan kasar. Pada saat membuat papan partikel kedua macam partikel tersebut dapat disusun tiga macam sehingga menghasilkan papan partikel yang berbedayaitu papan partikel homogeny (berlapis tunggal), papan partikel berlapis tiga dan papan partikel berlapis bertingkat.

  g. Arah partikel Pada saat membuat hamparan, penaburan partikel (yang sudah dicampur dengan perekat) dapat dilakukan secara acak (arah serat partikel tidak teratur) atau arah serat diatur, misalnya sejajar atau bersilangan tegak lurus. Untuk yang disebutkan terakhir dipakai partikel yang relatif panjang, biasanya berbentuk untai (strand) sehingga disebut papan untai terarah (oriented strand board atau OSB).

  h. Penggunaan Berdasarkan penggunaan yang berhubungan dengan beban, papan partikel dibedakan menjadi papan partikel penggunaan umum dan papan partikel struktural (memerlukan kekuatan yang lebih tinggi). Untuk membuat mebel, pengikat dinding dipakai papan partikel penggunaan umum. Untuk membuat komposisi dinding, peti kemas dipakai papan partikel struktural. i. Pengolahan Ada dua macam papan partikel berdasarkan tingkat pengolahannya, yaitu pengolahan primer dan pengolahan sekunder. Papan partikel pengolahan primer adalah papan partikel yang dibuat melalui pembuatan partikel, pembentukan hamparan dan pengempaan yang menghasilkan papan partikel. Papan partikel pengolahan sekunder adalah pengolahan lanjutan dari papan partikel pengolahan primer misalnya dilapisi vinir indah, dilapisi kertas aneka corak. Menurut Haygreen dan Bowyer (1996), proses pembuatan papan partikel secara garis besar dapat dibagi dalam tahapan sebagai berikut:

  1. Penerimaan dan penyimpanan bahan baku.

  2. Proses pembuatan papan partikel kayu sesuai dengan tujuan produksi.

  3. Penyaringan dan pengeringan partikel sampai mencapai kadar air 5-12%.

  4. Pencampuran perekat dengan partikel sebanyak 6%-10% dari berat partikel kering tanur .

  5. Pembentukan lembaran di atas plat logam, kemudian ditekan (prakempa).

  6. Pengempaan panas.

  Suhu kempa sebaiknya tidak melebihi 170 ˚C karena dapat mengakibatkan kerusakan ikatan perekat dan partikel kayu. Semakin tinggi suhu kempa semakin cepat waktu pengempaan yang diperlukan. Lama pengempaan baervariasi antara 1-45 menit. Besarnya tekanan yang digunakan dalam pengempaan sangat tergantung pada ketebalan dan kerapatan papan partikel yang diharapkan.

  7. Pengkondisian untuk penyeragaman kadar air untuk mencapai persentasi yang diinginkan.

  8. Pemotongan keempat sisi papan menjadi ukuran yang diinginkan.

  9. Finishing, untuk meningkatkan kegunaan papan partikel.

  Pengempaan

  Pengempaan bertujuan untuk membantu proses pengaliran perekat membentuk lapisan tipis, membantu proses pemindahan perekat agar dapat berpindah dari satu permukaan kepermukaan lain, membantu proses penembusan rongga sel kayu. Pengempaan produk perekatan bertujuan untuk menempelkan perekat lebih rapat sehingga garis perekat dapat terbentuk serata mungkin dengan ketebalan yang setipis mungkin. Pengempaan di dalam proses perekatan dibagi ke dalam dua tipe yaitu pengempaan dingin (repressing atau cold pressing) dan pengempaan panas (hot pressing) yang dijalankan dengan suhu dan tekanan tertentu (Sutigno, 1988).

  Perekatan partikel terjadi pada saat proses pengempaan dan dipengaruhi oleh suhu, waktu dan tekanan pengempaan. Suhu pengempaan yang rendah perlu diimbangi dengan waktu yang lama. Suhu yang terlalu rendah ataupun terlalu tinggi akan mengurangi keteguhan rekatnya. Masa kempa perlu disesuaikan dengan perekat yang digunakan serta suhu pada proses pengempaan. Tekanan

  2

  saat pengempaan biasanya berkisar 5-25 kg/cm (Sutigno, 1988). Suhu pada saat

  

o

  proses kempa berkisar antara 130-150 C dan besarnya tekanan antara 15-35

  2 kg/cm (FAO, 1996).

  Salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam pencapaian keberhasilan proses perekatan adalah waktu pengempaan. Waktu kempa tergantung dari beberapa faktor antara lain tipe atau jenis perekat yang dipergunakan. Prinsip yang dipakai untuk menentukan lama waktu pengempaan adalah perilaku jenis perekat dan kondisi adonan perekat yang dipakai sewaktu dikenai tekanan. Waktu kempa juga dipengaruhi oleh ketebalan bahan yang direkat dan komposisi adonan atau larutan perekat (Ruhendi dkk., 2007).

  Suhu pengempaan berhubungan dengan waktu pengempaan. Suhu yang tinggi diperlukan untuk mematangkan perekat dengan cepat tetapi kurang ekonomis karena diperlukan biaya yang tinggi untuk membawa suhu kempa ke suhu yang lebih tinggi dari suhu kamar. Suhu yang rendah dipakai untuk mematangkan perekat tetapi diperlukan waktu yang lebih lama. Hubungan antara biaya dan waktu pengempaan berarti membentuk kombinasi keduanya yang selanjutnya akan menentukan kapasitas pabrik berjalan untuk memproduksi produk perekatan (Ruhendi dkk., 2007).

  Rayap Tanah

  Rayap merupakan serangga sosial, dan terdapat pembagian kerja di antara kastanya. Hampir setiap jenis rayap mempunyai kasta reproduktif, kasta prajurit dan kasta pekerja yang mempunyai tugas yang sangat spesifik yaitu membangun sarang, mengumpulkan makanan dan memberi makan kasta reproduktif dan prajuritnya (Sigit dan Hadi, 2006).

  Menurut Nandika dkk. (2003), rayap tanah memiliki ciri-ciri sebagai berikut: kepala berwarna kuning, antena, labrum, dan pronotum kuning pucat; antena terdiri dari 15 segmen, segmen kedua dan keempat sama panjangnya, mandibel berbentuk seperti arit dan melengkung diujungnya, batas antar sebelah dalam dari mandibel sama sekali rata; panjang kepala dengan mandibel 2,46-2,66 mm, panjang kepala tanpa mandibel 1,56-1,68 mm, lebar kepala 1,40-1,44 mm dengan lebar pronotum 1,00-1,03 mm dan panjangnya 0,56 mm, dengan panjang badan 5,5-6,0 mm. Selain itu, bagian abdomen ditutupi dengan rambut yang menyerupai duri dan abdomen berwarna putih kekuningan.

  Rayap selalu hidup dalam satu kelompok yang disebut koloni dengan pola hidup sosial. Satu koloni terbentuk dari sepasang laron (alates) betina dan jantan yang melakukan kopulasi dan mampu memperoleh habitat yang cocok yaitu bahan berselulosa untuk membentuk sarang utama. Koloni rayap dapat juga terbentuk dari fragmen koloni yang terpisah dari koloni utama karena sesuatu bencana yang menimpa koloni utama itu. Individu betina pertama yang dapat kita sebut ratu meletakkan beribu-ribu telur yang kemudian menetas dan berkembang menjadi individu-individu yang polimorfis (Tarumingkeng, 2001).

  Rayap merupakan serangga kecil berwarna putih pemakan selulosa yang sangat berbahaya bagi bangunan yang dibangun dengan bahan-bahan yang mengandung selulosa seperti kayu dan produk turunan kayu (papan partikel, papan serat, plywood, blockboard dan laminated board). Rayap termasuk ke dalam ordo blatodea, mempunyai 7 (tujuh) family termitidae yang merupakan kelompok rayap tinggi. Rayap merupakan serangga pemakan kayu (Xylophagus) atau bahan-bahan yang mengandung selulosa. Rayap juga hidup berkoloni dan mempunyai sistem kasta dalam kehidupannya (Nandika dkk. 2003).

Dokumen yang terkait

Pengaruh Perendaman Awal Terhadap Sifat Fisis, Mekanis dan Ketahanan Rayap Papan Partikel dari Limbah Batang Kelapa Sawit dengan Perekat Urea Formaldehida

1 50 64

Pengaruh Perendaman Awal Terhadap Sifat Fisis, Mekanis, dan Ketahanan Rayap Papan Partikel dari Limbah Batang Kelapa Sawit dengan Perekat Phenol Formaldehida

1 87 79

Variasi Suhu dan Waktu Pengempaan terhadap Sifat Fisis, Mekanis dan Ketahanan Rayap Partikel dari Limbah Batang Kelapa Sawit Dengan Perekat Phenol Formaldehida

2 59 69

Pengaruh Suhu dan Waktu Pengempaan Terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Papan Partikel dari Limbah Batang Kelapa Sawit dengan Perekat Urea Formaldehida

1 64 71

Pengaruh Suhu dan Waktu Pengempaan terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Papan Partikel dari Limbah Batang Kelapa Sawit dengan Perekat Isosianat

5 59 68

Pengaruh Ukuran Partikel dan Kadar Perekat Terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Papan Partikel dari Limbah Batang Kelapa Sawit dengan Perekat Phenol Formaldehida

0 0 11

Pengaruh Ukuran Partikel dan Kadar Perekat Terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Papan Partikel dari Limbah Batang Kelapa Sawit dengan Perekat Phenol Formaldehida

0 0 11

Variasi Ukuran Partikel dan Perbandingan Kadar Perekat Urea Formaldehida dan Phenol Formaldehida Terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Papan Partikel Limbah Batang Kelapa Sawit

0 0 12

Variasi Ukuran Partikel dan Perbandingan Kadar Perekat Urea Formaldehida dan Phenol Formaldehida Terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Papan Partikel Limbah Batang Kelapa Sawit

0 0 11

Pengaruh Perendaman Awal Terhadap Sifat Fisis, Mekanis dan Ketahanan Rayap Papan Partikel dari Limbah Batang Kelapa Sawit dengan Perekat Urea Formaldehida

0 0 9