BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Suhu Vulkanisasi Pada Pembuatan Produk Film Lateks Karet Alam Berpengisi Tepung Kulit Singkong Termodifikasi Penyerasi Alkanolamida

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 LATEKS KARET ALAM

  Lateks karet alam didapat dari pohon Hevea Brasiliensis yang berasal dari famili Euphorbiaceae ditemukan dikawasan tropikal Amazon, Amerika Selatan sebelum di bawa ke benua lain. Lateks karet alam yang berasal dari lateks Hevea

  Brasiliensis

  ini adalah cairan seperti susu yang diperoleh dari proses penorehan batang pohon karet. Cairan ini terdiri dari 30-40% partikel hidrokarbon yang terkandung di dalam serum juga mengandung protein, karbohidrat dan komposisi- komposisi organik serta bukan organik. Lateks karet alam terdiri dari sistem koloid cis-1,4-poliisoprena yang tersebar secara stabil dengan jumlah molekul yang tinggi dalam serum. Struktur umum cis-1,4-poliisoprena dapat dilihat pada Gambar 2.1

  H CH3

C C

CH2 CH2

Gambar 2.1 Struktur Umum Lateks cis-1,4-poliisoprena [26]

  Komposisi lateks Hevea Bransiliensis bila disentrifugasi dengan kecepatan 18.000 rpm adalah sebagai berikut [26] :  Fraksi karet (37%) : karet (isoprena), protein, lipida dan ion logam.

   Fraksi Frey Wyssling (1-3%) : karotinoid, lipida air, karbohidrat dan inositol, protein dan turunannya.  Fraksi serum (48%) : senyawa nitrogen, asam nukleat dan nukleotida, senyawa organik, ion anorganik dan logam.  Fraksi dasar (14%) : fraksi ini mengandung partikel disebut lutoid. Lutoid ini mempunyai dinding semi permiabel. Cairan dalam lutoid ini (serum B) mengandung protein, lipida dan logam.

  Kandungan karet dalam lateks segar biasanya ditingkatkan menjadi 60% kandungan karet kering (dry rubber content) melalui proses pemekatan sebelum digunakan untuk membuat produk. Proses pengawetan dilakukan di kebun untuk sementara waktu, sebelum proses pemekatan dilakukan. Amonia dengan kepekatan tinggi digunakan untuk pengawetan lateks pekat dalam jangka panjang. Lateks pekat dengan penambahan amonia minimal 1,6% disebut amonia tinggi (High Ammonia lateks) dan lateks pekat yang mengandung amonia maksimal 0,8% disebut amonia rendah (Low Ammonia lateks). Dalam penelitian ini, digunakan lateks pekat amonia tinggi (High Ammonia lateks) dengan kandungan karet kering sebesar 60%.

  Lateks pekat umumnya bersifat tidak stabil atau cepat mengalami penggumpalan. Lateks dikatakan stabil apabila sistem koloidnya stabil yaitu tidak terjadi flokulasi atau penggumpalan selama penyimpanan. Ketidakstabilan lateks terjadi disebabkan karena rusaknya lapisan pelindung karet yang terdispersi dalam serum lateks. Dengan rusaknya sistem kestabilan lateks, maka mutu lateks yang dihasilkan menjadi kurang baik [26]. Untuk tetap menjaga kestabilan lateks, maka lateks pekat harus memenuhi persyaratan mutu menurut ASTM D 1076 dan ISO 2004 yang ditunjukkan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Spesifikasi Mutu Lateks Pekat ASTM D 1076 dan ISO 2004 [26]

  ASTM D 1076

  ISO 2004 No. Parameter HA LA HA LA

  1. Kandungan padatan total (TSC) min (%) 61,5 61,5 61,5 61,5

  2. Kandungan karet kering (DRC) min (%) 60,0 60,0 60,0 60,0

  3. Kandungan non karet maks (%) 2,0 2,0 2,0 2,0

  4. Kadar amoniak min (%) 1,6 1,0 1,0 0,8

  5. Waktu kemantapan mekanis min (detik) 650 650 540 540

  6. Bilangan KOH maks (%) 0,8 0,8 1,0 1,0

  7. Asam lemak eteris (ALE) maks (%) 0,2 0,2 - -

  8. Tembaga maks (ppm)

  8

  8

  8

  8

  9. Mangan maks (ppm)

  8

  8

  8

  8

2.2 PEMBUATAN SENYAWA LATEKS KARET ALAM

  Campuran lateks karet alam dengan bahan kimia karet disebut senyawa (compound) lateks karet alam. Bahan kimia karet terdiri atas bahan kimia pokok dan bahan kimia tambahan. Bahan kimia pokok yaitu bahan vulkanisasi, pencepat reaksi, pengaktif, penstabil, antioksidan, dan pengisi. Sedangkan bahan kimia tambahan adalah bahan penyerasi antara pengisi dengan lateks karet alam.

2.2.1 BAHAN VULKANISASI

  Vulkanisasi adalah suatu proses dimana molekul karet yang linier mengalami reaksi sambung silang sulfur (sulfur crosslinking) sehingga menjadi molekul polimer yang membentuk rangkaian tiga dimensi. Reaksi ini merubah karet yang bersifat plastis (lembut) dan menjadi karet yang elastis, keras dan kuat. Vulkanisasi yang dikenal dengan proses pematangan (curing) dan molekul karet yang sudah tersambung silang (crosslinked rubber) di rujuk sebagai vulkanisat karet [27].

  Secara umum sistem pemvulkanisasi di klasifikasikan menjadi tiga yaitu pemvulkanisasi konvensional, pemvulkanisasi semi effisien, dan pemvulkanisasi effisien. Untuk membedakan ketiga sistem ini dibedakan berdasarkan jumlah kuratif (perbandingan antara sulfur dan pencepat). Untuk sistem konvensional mengandung sulfur lebih banyak bila dibandingkan dengan pencepat. Sistem efisiensi mengandung pencepat lebih banyak dari pada sulfur. Sedangkan sistem semi effisiensi jumlah sulfur dan pencepat sama banyaknya [26].

  Proses vulkanisasi secara konvensional menggunakan belerang pertama kali ditemukan oleh Charles Goodyear tahun 1839, untuk proses vulkanisasi ini sering dipakai senyawa belerang (sulfur) sebagai pengikat polimer karet tersebut. Pada proses vulkanisasi konvensional yang menggunakan belerang ini, dibutuhkan tiga sampai empat macam bahan kimia yaitu bahan pemvulkanisasi yaitu belerang, bahan pencepat (accelerator) berupa senyawa karbamat, bahan pengaktif (activator), dan bahan penstabil (stabilizer) yaitu KOH lalu dipanaskan pada suhu 40-50 °C selama 2-3 hari, pemanasan kedua 70 °C selama 2 jam, dan pemanasan akhir 100 °C selama 1 jam [28]. Proses vulkanisasi secara konvensional menggunakan belerang terlihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Reaksi Vulkanisasi Secara Konvensional Menggunakan Belerang [28]

2.2.2 BAHAN PENCEPAT REAKSI (ACCELERATOR)

  Reaksi vulkanisasi dengan menggunakan sulfur biasanya berlangsung sangat lambat. Dalam dunia industri hal ini kurang efisien karena menambah waktu produksi secara tidak langsung juga menambah biaya, dan kekuatan film lateks yang dihasilkan rendah atau lemah. Kekuatan film lateks yang dihasilkan dapat ditingkatkan dengan penambahan bahan-bahan pencepat reaksi dan bahan-bahan penggiat [29].

  Berdasarkan jenisnya, bahan pencepat reaksi dapat digolongkan sebagai berikut [30] :  Golongan thiazol, contohnya MBT (Mercaptobenzothiazole)  Golongan guanidin, contohnya DPG (Diphenyl guanidine)  Golongan sulfenamida, contohnya CBS (N-cyclohexyl-2-benzothiazolseulfen

  amide ).

   Golongan dithiocarbamate, contohnya ZDEC (Zinc diethyl dithiocarbamate)  Golongan thiuram disulfida, contohnya TMTD (Tetramethylthiuram disulfide)

  Pada penelitian ini, digunakan bahan pencepat reaksi (accelerator) golongan

  

dithiocarbamate yaitu ZDEC (Zinc diethyl dithiocarbamate). ZDEC (Zinc diethyl

dithiocarbamate ) dipilih karena memiliki sifat pematangan (curing) yang sangat

  cepat dan efektif untuk suhu vulkanisasi sekitar 100 °C [30].

2.2.3 BAHAN PENGAKTIF (ACTIVATOR)

  Sebagian besar dari bahan pencepat reaksi (accelerator) memerlukan bantuan dari bahan pengaktif pencepat (accelator activator) seperti zink oksida dan asam stearat untuk dapat bekerja maksimal. Zink oksida bereaksi dengan asam stearat untuk membentuk zink stearat (dalam beberapa kasus, zink stearat digunakan untuk menggantikan zink oksida dan asam stearat). Bahan ini digunakan bersamaan dengan bahan pencepat reaksi untuk mempercepat reaksi vulkanisasi. Jika hanya menggunakan sulfur, reaksi akan berjalan selama berjam-jam. Dengan adanya bahan pengaktif ini, reaksi hanya berjalan dalam hitungan menit [30]. Pada penelitian ini, digunakan bahan pengaktif (activator) yaitu ZnO (zink oksida). ZnO (zink oksida) dipilih karena selain sebagai bahan pengaktif (activator), ZnO (zink oksida) juga berfungsi sebagai pengisi yang dapat memperkuat produk lateks karet alam [31].

  Perbandingan kekuatan film lateks yang telah di vulkanisasi dengan penambahan bahan pengaktif (ZnO) dan bahan pencepat (ZDEC) dapat ditunjukkan dalam Gambar 2.3.

  Sulfur, ZnO, ZDEC Sulfur, ZnO

  Kekuatan Tarik Sulfur

  (Mpa) Waktu Vulkanisasi (menit)

Gambar 2.3 Pengaruh Bahan Pengaktif dan Pencepat Terhadap Kekuatan Tarik Film

  Lateks Karet Alam Dengan Vulkanisasi Sulfur Pada Suhu 93 °C [26] Dari Gambar 2.3 terlihat bahwa pengaruh pengaktif dan pencepat terhadap kekuatan tarik film lateks karet alam yang di vulkanisasi dengan sulfur pada suhu

  93 °C mengalami perbedaan yang nyata. Apabila agen vulkanisasi tidak ditambahkan ke dalam formulasi lateks karet alam, kekuatan tariknya rendah dibandingkan dengan formulasi yang telah ditambahkan pengaktif dan pencepat reaksi [26].

  2.2.4 BAHAN PENSTABIL (STABILIZER)

  Pada karet alam telah terdapat penstabil alami, tetapi bahan penstabil tambahan masih diperlukan yaitu KOH. Potasium hidroksida (KOH) selain berfungsi sebagai pengawet yang dapat mencegah pembiakan bakteri, dan dapat juga menjaga kestabilan koloid lateks dengan menghindarkan berlakunya fenomena pemekatan ZnO yang digunakan sebagai pengaktif. Selain daripada itu dapat juga meningkatkan kemampuan partikel lateks dan kemudian meningkatkan kestabilan lateks tersebut [32].

  2.2.5 BAHAN ANTIOKSIDAN (ANTIOXIDANT)

  Antioksidan adalah bahan kimia yang digunakan untuk mencegah oksidasi (mencegah reaksi dengan oksigen) pada produk karet. Antioksidan menstabilkan radikal bebas dengan melengkapi kekurangan elektron yang dimiliki radikal bebas, dan menghambat terjadinya reaksi berantai dari pembentukan radikal bebas yang dapat menimbulkan stres oksidatif [33]. Bahan antioksidan ditambahkan dalam pembuatan lateks karet alam agar melindungi karet sebelum dan sesudah vulkanisasi, terhadap pengusangan oleh oksidasi, panas, sinar matahari (ozon) dan pengaruh mekanis. Karet alam telah memiliki bahan antioksidan alami, tetapi karena kadarnya rendah tidak cukup untuk melindungi karet terhadap proses oksidasi. Bila tidak ditambahkan bahan antioksidan tersebut pada karet, maka karet akan mudah lengket dan lunak serta menjadi keras dan retak

  • – retak ataupun rapuh [34]. .

  2.2.6 BAHAN PENGISI (FILLER)

  Bahan pengisi ditambahkan ke dalam kompon lateks karet alam untuk menambah berat dan mengurangi biaya produksi dimana penambahan bahan pengisi tanpa mengurangi kualitasnya. Beberapa bahan pengisi digunakan untuk memberikan kekakuan, kekerasan dan tipe benda mekanik dengan kualitas yang diinginkan. Bahan pengisi merupakan bahan penting yang dapat mempengaruhi sifat-sifat vulkanisasi ke dalam komponen lateks, bahan pengisi ditambahkan dalam jumlah besar dengan tujuan meningkatkan sifat fisik, memperbaiki karakteristik pengolahan lateks, dan menurunkan biaya [26]. Bahan pengisi dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu [26] :

  1. Bahan pengisi penguat Bahan pengisi penguat yang paling penting adalah karbon hitam dan silika.

  Bahan pengisi penguat tersebut dengan dimensi 100

  • – 200 Å, membentuk bermacam-macam ikatan fisika dan kimia dengan rantai polimer. Kekuatan tarik dan sobek meningkat dan modulus meninggi. Bahan pengisi penguat secara luas digunakan pada ban otomotif untuk meningkatkan daya tahan terhadap abrasi.

  2. Bahan pengisi bukan penguat Bahan pengisi bukan penguat yang paling banyak digunakan adalah kalsium karbonat dan kaolin. Kaolin dikenal sebagai pengisi ekonomis untuk memodifikasi proses dan penampilan karet alam dan karet sintesis. Mereka ditambahkan pada karet alam untuk mengurangi daya rekat, meningkatkan kekerasan, memperbaiki daya tahan dan mengurangi biaya.

2.2.7 BAHAN PENYERASI (COMPATIBILIZER)

  Pengolahan kimia dilakukan dengan merubah permukaan pengisi atau matriks dengan menggunakan bahan kimia tertentu. Umumnya perubahan permukaan pengisi dilakukan dengan penambahan bahan penggandeng sedangkan perubahan matriks dilakukan dengan menggunakan bahan penyerasi. Bahan penggandeng atau bahan penyerasi yang digunakan harus serasi atau dapat bereaksi dengan senyawa-senyawa kimia yang terdapat pada permukaan pengisi atau matriks [35].

  Bahan penyerasi adalah bahan kimia yang mempunyai satu segmen kimia untuk menyambungkan satu polimer dan segmen kimia yang kedua dengan polimer yang lain dengan cara membentuk ikatan kovalen antara dua fasa. Penggunaan bahan penyerasi akan mengurangi kedua fasa polimer terpisah dengan cara meningkatkan pelekatan antar muka antara kedua fasa. Umumnya bahan penyerasi merupakan kopolimer blok atau cangkok yang terdiri dari segmen berlainan dengan cara kimia akan serasi dengan fasa matriks polimer yang digunakan. Secara umum fungsi bahan penyerasi adalah untuk [35] : a. Mengurangi tegangan antar muka peleburan polimer dengan memberikan pengemulsian dan seterusnya menyebarkan satu fasa ke dalam fasa yang lain. b. Menambah pelekatan antar muka.

  c. Menstabilkan fasa tersebar sewaktu pemprosesan.

2.3 PENELITIAN TERDAHULU

  Adapun penelitian terdahulu tentang pembuatan produk lateks karet alam dengan penambahan pengisi organik dan anorganik adalah sebagai berikut :

  1. Manroshan, et al [3] meneliti pembuatan produk lateks karet alam berpengisi nano kalsium karbonat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai modulus tarik dan pemanjangan saat putus meningkat seiring dengan bertambahnya pengisi (filler loading).

  2. Ruangudomsakul, et al [5] meneliti pembuatan produk lateks karet alam berpengisi limbah pulp singkong. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan pengisi pulp singkong hingga 20 phr dapat meningkatkan nilai kekuatan tarik dari produk vulkanisat.

  3. Bouthergourd, et al [15] meneliti pengaruh penambahan pati kentang dalam produk lateks karet alam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pati kentang dapat terdispersi dengan baik dalam matriks lateks karet alam hingga konsentrasi sebesar 15%.

4. Keawkumay, et al [20] meneliti pembuatan produk lateks karet alam berpengisi

  montmorillonite (MMT) termodifikasi surfaktan octadecylamine dan octadecyltrimethyl ammonium bromide (ODTMA). Hasil penelitian

  menunjukkan bahwa pengisi termodifikasi dapat terdispersi dengan baik dalam matriks. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya sifat kekuatan tarik dari produk lateks karet alam.

  5. Harahap, et al [25] meneliti pembuatan produk lateks karet alam berpengisi kaolin termodifikasi alkanolamida. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan alkanolamida dapat membuat ikatan antarfasa yang baik antara pengisi kaolin dan matriks lateks karet alam.

2.4 KULIT SINGKONG

  Kulit singkong merupakan limbah hasil pengupasan pengolahan produk pangan berbahan dasar umbi singkong, jadi keberadaannya sangat dipengaruhi oleh eksistensi tanaman singkong yang ada di Indonesia. Kulit singkong terkandung dalam setiap umbi singkong dan keberadaannya mencapai 16% dari berat umbi singkong tersebut. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia tahun 2008, diketahui bahwa produksi umbi singkong pada tahun 2008 adalah sebanyak 20,8 juta ton, artinya potensi kulit singkong di Indonesia mencapai angka 3,3 juta ton/tahun [18]. Tabel produksi umbi singkong di Indonesia ditunjukkan pada Tabel 2.2 dan hasil analisa komposisi kimia tepung kulit singkong ditunjukkan pada Tabel 2.3.

Tabel 2.2 Jumlah Produksi Umbi Singkong di Indonesia [18]

  Tahun Jumlah Produksi (Ton)

  2004 19.424.707 2005 19.321.183 2006 19.986.640 2007 19.988.058 2008 20.794.929

  Dari Tabel 2.2 di atas, terlihat bahwa produksi umbi singkong di Indonesia tiap tahunnya mengalami kenaikan. Hal ini menunjukkan bahwa potensi kulit singkong dapat ditemukan secara melimpah di Indonesia. Jadi berdasarkan penyebaran dan jumlah ketersediaannya, kulit singkong sangat potensial untuk dijadikan sebagai bahan pengisi pada produk lateks karet alam.

Tabel 2.3 Komposisi Kimia Kulit Singkong Berdasarkan Bahan Kering [36]

  Parameter Kandungan (%)

  Selulosa 37,9 Hemiselulosa 37,0

  Lignin 7,5 Abu 4,5

  Lain-lain 13,1 Dari Tabel 2.3 di atas, dapat dilihat bahwa kulit singkong memiliki kandungan selulosa sebesar 37,9%. Melihat potensi dari limbah kulit singkong yang mengandung selulosa yang cukup tinggi, maka kulit singkong cocok digunakan sebagai pengisi organik dalam produk lateks karet alam. Hal ini disebabkan karena selulosa memiliki ikatan hidrogen yang kuat dan tidak mudah larut dalam pelarut (solvent) yang umum [18]. Penggunaan selulosa sebagai bahan pengisi berfungsi untuk menahan sebagian besar gaya yang bekerja pada produk lateks karet alam, sehingga sifat mekanik dan karakteristik produk lateks karet alam diharapkan menjadi lebih baik.

2.5 ALKANOLAMIDA

  Adapun kendala yang terdapat dalam penyediaan produk lateks karet alam yaitu kurang serasinya sifat kimia antara pengisi yang hidrofilik dan lateks karet alam yang hidrofobik. Untuk itu, diperlukan suatu modifikasi seperti pertukaran ion pada kation di bagian luar pengisi dengan menggunakan surfaktan organik.

  Surfaktan merupakan suatu molekul yang sekaligus memiliki gugus hidrofil dan gugus lipofil sehingga dapat mempersatukan campuran yang terdiri dari air dan minyak. Surfaktan adalah bahan aktif permukaan. Aktifitas surfaktan diperoleh karena sifat ganda dari molekulnya. Molekul surfaktan memiliki bagian polar yang suka akan air (hidrofilik) dan bagian non polar yang suka akan minyak/lemak (lipofilik). Umumnya bagian non polar (lipofilik) adalah merupakan rantai alkil yang panjang, sementara bagian yang non polar (hidrofilik) mengandung gugus hidroksil [37]. Pola penambahan surfaktan dalam matriks polimer ditunjukkan pada Gambar 2.4 berikut ini.

Gambar 2.4 Pola Penambahan Surfaktan Dalam Matriks Polimer [38]

  Surfaktan dapat digolongkan berdasarkan muatan pada gugus hidrofiliknya, yaitu [21] :  Surfaktan non-ionik

  Surfaktan non-ionik memiliki gugus hidrofilik yang tidak bermuatan di dalam larutan. Umumnya surfaktan non-ionik merupakan senyawa alkohol. Contoh surfaktan non-ionik adalah eter alkohol.

   Surfaktan kationik Surfaktan kationik memiliki gugus hidrofilik yang bermuatan positif di dalam larutan. Umumnya surfaktan kationik merupakan senyawa amonium kuartener.

  Contoh surfaktan kationik adalah heksadesitrimetil amonium bromida.  Surfaktan anionik

  Surfaktan anionik memiliki gugus hidrofilik yang bermuatan negatif di dalam larutan. Surfaktan anionik mengandung gugus sulfat, sulfonat dan karboksilat. Contoh surfaktan anionik adalah alkil sulfat.  Surfaktan zwitter ionik (amfoter)

  Surfaktan zwitter ionik memiliki gugus hidrofilik yang dapat bermuatan positif (kationik), negatif (anionik) maupun tidak bermuatan (non-ionik) di dalam larutan, bergantung pada pH larutan. Contoh senyawa zwitter ionik adalah alkil betaine.

  Dalam penelitian ini, jenis surfaktan yang digunakan adalah alkanolamida. Alkanolamida adalah surfaktan non ionik dimana rantai hidrokarbon yang panjang bersifat non polar sedangkan gugus amidanya bersifat sangat polar. Oleh karena itu, diharapkan penggunaan alkanolamida dapat membuat interaksi antar fasa (interphase) antara tepung kulit singkong dan lateks karet alam menjadi lebih kuat, dengan asumsi rantai hidrokarbon yang panjang akan berinteraksi dengan lateks karet alam yang bersifat non polar, sedangkan gugus amida akan berinteraksi dengan tepung kulit singkong yang bersifat polar. Struktur alkanolamida dapat dilihat pada

Gambar 2.5 berikut.Gambar 2.5 Molekul Polar dan Non-polar Senyawa Alkanolamida [38]

  C O NH2

  gugus non-polar gugus polar Senyawa alkanolamida dapat disintesis melalui reaksi amidasi langsung menggunakan trigliserida dan dietanolamina sehingga akan menghasilkan senyawa alkanolamida yang memiliki dua gugus hidroksi (poliol). Tahap awal dari reaksi ini akan menghasilkan metil ester sebagai zat antara. Selanjutnya dengan adanya penambahan dietanolamina yang berlebih, metil ester yang terbentuk akan segera berubah menghasilkan alkanolamida, selanjutnya sisa dietanolamina dan natrium metoksida sebagai katalis dapat dipisahkan dengan mencucinya menggunakan larutan NaCl jenuh yang terlebih dahulu dilarutkan dalam dietil eter sehingga diperoleh senyawa alkanolamida [24].

  Dalam penelitian ini, sumber trigliserida yang digunakan adalah asam palmitat dari turunan minyak kelapa sawit yaitu RBDPS (Refined Bleached

  Deodorized Palm Stearin

  ). RBDPS (Refined Bleached Deodorized Palm Stearin) dipilih sebagai sumber trigliserida karena memiliki sifat kemurnian yang tinggi serta harga yang relatif lebih terjangkau. Mekanisme reaksi pembuatan alkanolamida dapat dilihat pada Gambar 2.6 berikut.

  Adapun mekanisme reaksi yang diperkirakan terjadi adalah sebagai berikut :

Gambar 2.6 Reaksi Amidasi Trigliserida dengan Dietanolamina Membentuk

  Alkanolamida [24]

2.6 PROSES PENCELUPAN

  Proses pencelupan merupakan suau teknik yang menghasilkan barang dari lateks yang dilakukan dengan mencelup suatu pembentuk, yang telah dibersihkan ke dalam formulasi lateks, semasa pembentuk dicelupkan di dalam formulasi lateks, partikel-partikel lateks yang bersentuhan dengan permukaan pembentuk mengalami proses penghilang kestabilan dan membentuk suatu lapisan atau film, dimana film yang terbentuk mempunyai bentuk yang sama dengan pembentuk (cetakan) yang dicelupkan ke dalam formulasi lateks tersebut dan apabila film ini dikeringkan produk lateks akan terhasil. Dalam industri, teknik pencelupan ini selalu digunakan untuk menghasilkan produk yang tipis dan berongga seperti sarung tangan, balon dan lain-lain. Teknik pencelupan terdiri dari tiga cara yaitu [5] :

  1. Pencelupan terus (straight dipping) 2.

  Pencelupan berkoagulan (coagulant dipping) 3. Pencelupan pengaktifan panas (heat sensitized dipping)

  Pencelupan berkoagulan merupakan teknik pencelupan yang digunakan untuk menghasilkan produk yang mempunyai ketebalan sederhana yaitu 0,2-0,8 mm. Contoh produk yang mempunyai ketebalan ini adalah sarung tangan. Pencelupan berkoagulan pada umumnya dapat dibagi atas dua jenis yaitu [39] :

  1. Pencelupan berkoagulan basah Pencelupan berkoagulan basah ialah teknik pencelupan dimana pembentuk dilapisi oleh koagulan dicelupkan ke dalam formulasi lateks semasa koagulan itu masih basah. Contoh koagulan yang digunakan dalam pencelupan berkoagulan basah asam asetat. Keburukan dari koagulan basah ini sering menetes ke dalam tangki lateks menyebabkan penghilang kestabilan lateks terjadi di dalam tangki lateks dan partikel kecil karet akan terhasil. Tangki lateks yang berisi partikel kecil karet tidak dapat digunakan untuk menghasilkan produk, karena partikel kecil karet ini akan melekat pada permukaan produk dan mengakibatkan kecacatan.

2. Pencelupan berkoagulan kering

  Pencelupan berkoagulan kering ialah teknik pencelupan dimana pembentuk dimasukkan ke dalam formulasi lateks selepas koagulan yang meliputi pembentukan dikeringkan dahulu. Contoh koagulan yang digunakan dalam pencelupan berkoagulan kering ialah kalsium nitrat. Pencelupan berkoagulan kering lebih sering digunakan dari pada pencelupan berkoagulan basah.

2.7 PENGUJIAN DAN KARAKTERISASI

2.7.1 UJI KEKUATAN TARIK (TENSILE STRENGTH)

  Kekuatan tarik dari karet lebih sering diukur dibandingkan sifat-sifat yang lain kecuali kekerasan dan karet sering digunakan pada berbagai aplikasinya, contohnya sarung tangan dan kondom tergantung pada sifat kekuatan tariknya. Alasannya adalah bahwa kekuatan tarik merupakan ukuran kualitas senyawa tersebut dan ikut berperan dalam pengaturan penggunaan bahan pengisi berbiaya rendah. Senyawa-senyawa yang dipakai untuk industri umumnya memiliki kualitas yang tinggi, sehingga kekuatan tarik mengambil bagian penting pada spesifikasi senyawa- senyawa yang dipakai untuk industri.

  Kekuatan tarik karet juga memiliki ketertarikan sains tersendiri dan tipe ikat silang serta derajat ikat silang mempunyai pengaruh yang signifikan pada kekuatan tarik karet alam. Umumnya, kekuatan tarik akan mencapai maksimum seiring dengan meningkatnya derajat ikat silang. Nilai maksimum kekuatan tarik terjadi pada densitas ikat silang yang lebih tinggi [40].

  Kekuatan tarik adalah salah satu sifat dasar dari bahan polimer yang terpenting dan sering digunakan untuk karakteristik suatu bahan polimer. Kekuatan tarik suatu bahan didefenisikan sebagai besarnya beban maksimum (F maks) yang digunakan untuk memutuskan spesimennya bahan dibagi dengan luas penampang awal (Ao) [41]. Nilai kekuatan tarik dapat ditunjukkan pada Persamaan 2.1 berikut ini.

  ......................................................(2.1) σ =

  Dimana :

  2

  = kekuatan tarik (kgf/mm ) σ F maks = beban maksimum (kgf)

2 Ao = luas penampang awal (mm )

2.7.2 UJI DENSITAS SAMBUNG SILANG (CROSSLINK DENSITY)

  Pelarutan suatu polimer tidak sama dengan pelarutan senyawa yang mempunyai berat molekul rendah karena adanya dimensi-dimensi yang sangat berbeda antara pelarut dan molekul polimer. Pelarutan polimer terjadi dalam dua tahap. Mula-mula molekul pelarut berdifusi melewati matriks polimer untuk membentuk suatu massa menggembung dan tersolvasi yang disebut gel. Dalam tahap kedua, gel tersebut pecah (bercerai-berai) dan molekul-molekulnya terdispersi ke dalam larutan sejati. Pelarutan sering kali merupakan proses yang lambat. Sementara beberapa jenis polimer bisa larut dengan cepat dalam pelarut-pelarut tertentu, polimer yang lainnya bisa jadi membutuhkan periode pemanasan yang lama dekat titik lebur dari polimer tersebut. Polimer-polimer jaringan tidak dapat larut, tetapi biasanya membengkak (menggelembung / mengembang / swelling) dengan hadirnya pelarut [42].

  Swelling merupakan sifat non-mekanis, tetapi secara luas digunakan untuk

  mengkarakterisasi material elastomer. Swelling merupakan suatu perubahan bentuk yang tidak biasa karena perubahan volume merupakan suatu faktor yang tidak dapat diabaikan begitu saja, seperti halnya perubahan mekanik. Swelling merupakan pembesaran tiga dimensi dimana jaringan mengabsorpsi pelarut hingga mencapai derajat keseimbangan swelling. Pada titik ini, energi bebas berkurang diakibatkan pencampuran pelarut dengan rantai jaringan diseimbangkan oleh energi bebas yang meningkat seiring dengan meregangnya rantai. Pada prakteknya, polimer ditempatkan pada suatu wadah yang mengandung pelarut dimana polimer akan mengabsorpsi sampai peregangan rantai melebar, mencegah absorpsi yang lebih jauh lagi [43].

  Uji swelling index dan kerapatan sambung silang (crosslink density) dilakukan sebagai berikut. Produk lateks karet alam dipotong sedemikian rupa hingga massanya mencapai 0,2 gram. Uji kerapatan sambung silang (crosslink

  density

  ) dihitung dengan menggunakan persamaan Flory-Rehner seperti Persamaan 2.2 berikut [44] : 2

   ln( 1 

  

V ) 

V  .

  V

   1

r r r

  (

  2 M )  C 1 / 3 ......................................(2.2) 2 .  .

NRL r

V ( V ) Dimana :

  • 1

  (2M ) = densitas sambung silang

  C

  V dan χ = volume molar dan parameter interaksi dari pelarut

  • 3

  (untuk toluene, V = 108,5 mol.cm nd χ = 0,39) = densitas karet = 0,932 [45]

  ρ NRL V r adalah fraksi volume karet dalam gel yang membengkak, dihitung dari Persamaan 2.3 [44] :

  

W / 

d d

  

  V

  .........................................(2.3)

  r

W /   W / 

d d sol sol

  Dimana : W d = massa awal karet

  • 3

  ρ d = densitas karet (untuk karet vulkanisasi , ρ d = 0,9203 g.cm ) [45] W sol = massa pelarut yang terserap dalam karet

  • 3 sol = 0,87 g.cm )

  ρ l = densitas pelarut (untuk t luene, ρ

2.7.3 KARAKTERISASI FOURIER TRANSFORM INFRA RED (FT-IR)

  Pada tahun 1965, Cooley dan Turky mendemonstrasikan teknik spektroskopi FT-IR. Pada dasarnya teknik ini sama dengan spektroskopi infra merah biasa, kecuali dilengkapi dengan cara perhitungan Fourier Transform dan pengolahan data untuk mendapatkan resolusi dan kepekaan yang lebih tinggi. Teknik ini dilakukan dengan penambahan peralatan interferometer yang telah lama ditemukan oleh Michelson pada akhir abad 19.

  Penggunaan spektrofotometer FT-IR untuk analisa banyak diajukan untuk identifikasi suatu senyawa. Hal ini disebabkan spektrum FT-IR suatu senyawa (misalnya organik) bersifat khas, artinya senyawa yang berbeda akan mempunyai spektrum berbeda pula. Vibrasi ikatan kimia pada suatu molekul menyebabkan pita

  • 1 serapan hampir seluruh di daerah spektrum IR 4000-450 cm .
Formulasi bahan polimer dengan kandungan aditif bervariasi seperti pemlastis, pengisi, pemantap dan antioksidan memberikan kekhasan pada spektrum inframerahnya. Analisis infra merah memberikan informasi tentang kandungan aditif, panjang rantai, dan struktur rantai polimer. Di samping itu, analisis IR dapat digunakan untuk karakterisasi bahan polimer yang terdegradasi oksidatif dengan munculnya gugus karbonil dan pembentukan ikatan rangkap pada rantai polimer [48].

2.7.4 KARAKTERISASI SCANNING ELECTRON MICROSCOPE (SEM)

  SEM adalah alat yang dapat membentuk bayangan permukaan spesimen secara mikroskopik. Berkas elektron dengan diameter 5-10 nm diarahkan pada spesimen. Interaksi berkas elektron dengan spesimen menghasilkan beberapa fenomena yaitu hamburan balik berkas elektron, Sinar X, elektron sekunder dan absorbsi elektron.

  Teknik SEM pada hakikatnya merupakan pemeriksaan dan analisa permukaan. Data atau tampilan yang diperoleh adalah data dari permukaan atau dari lapisan yang tebalnya sekitar 2 0 μ d ri per u n. G b r per u n y ng diperoleh merupakan tofografi segala tonjolan, lekukan dan lubang pada permukaan.

  Gambar topografi diperoleh dari penangkapan elektron sekunder yang dipancarkan oleh spesimen. Sinyal elektron sekunder yang dihasilkan ditangkap oleh detektor dan diteruskan ke monitor. Pada monitor akan diperoleh gambar yang khas yang menggambarkan struktur permukaan spesimen. Selanjutnya gambar dimonitor dapat dipotret dengan menggunakan film hitam putih atau dapat pula direkam ke dalam suatu disket [26].

2.8 APLIKASI DAN KEGUNAAN PRODUK LATEKS KARET ALAM

  Karet alam merupakan salah satu polimer dengan monomer isoprena yang berasal dari air getah dari tumbuhan Hevea brasiliensis dari famili Euphorbiceae. Penggunaan karet alam sebagai matriks, disebabkan karet alam juga merupakan satu biosentesis yang paling penting pada polimer yang memiliki sifat fisik dan kimia yang baik, sehingga banyak diaplikasikan dalam berbagai bidang. Selanjutnya, sebagai biomakromolekul yang baik maka lateks karet alam banyak diaplikasikan dalam produk-produk medis, yaitu sebagai tabung transfusi darah, kondom, sarung tangan medis maupun pipa dalam saluran tubuh. Hal ini disebabkan oleh sifat elastisitas, fleksibilitas, penyebaran antivirus, formabilitas dan biodegradabilitas yang baik. Namun kekuatan tarik yang rendah dan ketahanan sobek yang kurang baik merupakan kelemahan utama dari produk karet alam, terutama untuk produk sarung tangan medis dan kondom [47].

  Sarung tangan karet banyak digunakan untuk keperluan medis, kimia, klinik, industri kimia dan makanan, serta keperluan rumah tangga (house hold). Permintaan komoditas sarung tangan karet dunia selalu meningkat rata-rata 20 % per tahun terutama di negara-negara Afrika dan Asia. Produksi sarung tangan dunia saat ini mencapai ±100 milyar buah. Sarung tangan dipasarkan dalam berbagai jenis dan ukuran, untuk keperluan medis (surgical/medical glove), pemeriksaan teknis (examination glove), industri (industrial glove), dan rumah tangga/umum (household glove ) [48].

Gambar 2.7 Berbagai Macam Produk Lateks Karet Alam [48]

  Dalam penelitian ini, lateks karet alam berpengisi organik tepung kulit singkong dapat digunakan sebagai bahan baku untuk berbagai macam produk-produk medis, yaitu sebagai tabung transfusi darah, kondom, sarung tangan medis maupun pipa dalam saluran tubuh. Pengunaan bahan tambahan pengisi diharapkan dapat menggantikan kelemahan utama dari produk lateks karet alam, seperti kekuatan tarik dan ketahanan sobek. Sekitar 90% bahan baku yang digunakan untuk pembuatan sarung tangan dari karet alam adalah lateks pekat. Selain lateks pekat, sejumlah bahan kimia yang diperlukan, seperti bahan kimia untuk pembuatan dispersi, bahan untuk vulkanisasi, antioksidan, bahan akselerator, powder, dan lainnya [48].

2.9 ANALISA EKONOMI

  Dalam penelitian ini, dilakukan suatu analisa biaya terhadap pembuatan produk lateks karet alam berpengisi tepung kulit singkong termodifikasi penyerasi alkanolamida. Rincian biaya diberikan dalam Tabel 2.4 berikut ini.

Tabel 2.4 Rincian Biaya Pembuatan Produk Lateks Karet Alam Berpengisi Tepung

  Kulit Singkong Termodifikasi Penyerasi Alkanolamida

  Bahan dan Peralatan Jumlah Harga (Rp) Total (Rp)

  Dietanolamina 1 liter 624.000,-/liter 624.000,-

  Refined Bleached Deodorized

  1 kg 0,-/kg 0,-

  Palm Stearin

  Natrium Metoksida 250 gram 2428,-/gram 607.000,- Metanol 1 liter 310.000,-/liter 310.000,-

  Dietil eter 1 liter 688.000,-/liter 688.000,- Natrium Sulfat Anhidrat 500 gram 822,-/gram 411.000,-

  Natrium Klorida 500 gram 980,-/gram 490.000,- Kulit singkong 1 kg 0,-/kg 0,-

  Aquadest 5 liter 2000,-/liter 10.000,-

  High Ammonia Lateks 1 kg 28.000,-/kg 28.000,-

  Zink Oksida 500 gram 260,-/gram 130.000,-

  Zinc Diethyl Dithiocarbamate

  500 gram 35,-/gram 17.500,- Kalium Hidroksida 500 gram 710,-/gram 355.000,-

  Sulfur 500 gram 26,-/gram 13.000,- Kloroform 1 liter 433.000,-/liter 433.000,-

  Kalsium Karbonat 250 gram 2560,-/gram 640.000,- Kalsium Nitrat 500 gram 1238,-/gram 619.000,-

  Pembuatan Wadah Pencelupan 5 buah 10.000,-/buah 50.000,- Lateks Karet Alam

  Pembuatan Plat Seng 10 buah 2000,-/buah 20,000,- Pencelupan Lateks Karet Alam

  Analisa Fourier Transform 6 sampel 75.000,-/buah 450.000,-

  Infra-Red

  (FTIR) Analisa Scanning Electron 5 sampel 200.000,-/buah 1.000.000,-

  Microscopy (SEM) TOTAL 6.895.550,-

  Dari rincian biaya yang telah dilakukan diatas maka total biaya yang diperlukan untuk membuat produk lateks karet alam berpengisi tepung kulit singkong termodifikasi penyerasi alkanolamida yaitu sebesar Rp 6.895.550,-.

  Adapun biaya untuk perancangan bahan mentah (raw material) produk membutuhkan bahan-bahan yakni sebagai berikut :

  1. High Ammonia Lateks dengan kandungan 60% karet kering.

  2. Bahan kuratif lateks karet alam seperti sulfur, zink oksida (ZnO), zinc diethyldithiocarbamate (ZDEC), dan antioksidan (AO).

  3. Tepung kulit singkong.

  4. Alkanolamida.

  5. Biaya tambahan seperti wadah pencelupan dan plat seng pencelupan.

  Produk yang dihasilkan nantinnya akan memiliki sifat kekuatan tarik dan keelastisan yang tinggi oleh karena itu maka sasaran produk yang ingin dihasilkan dapat berupa produk sarung tangan yang memiliki kekuatan tarik dan keelastisan yang tinggi.

  Diasumsikan bahwa pembuatan produk lateks karet alam menggunakan basis 1 kg High Ammonia Lateks, maka perkiraan produk yang dapat dibuat sekitar 60 buah pasang sarung tangan. Perkiraan rincian biaya pembuatan produk sarung tangan diberikan dalam Tabel 2.5 berikut ini.

Tabel 2.5 Perkiraan Rincian Biaya Pembuatan Produk Lateks Karet Alam

  

Bahan dan Peralatan Jumlah yang Biaya Total (Rp)

diperlukan

High Ammonia Lateks 1 kg 28.000,-

  Zink Oksida 1,5 gram 390,-

  

Zinc Diethyl Dithiocarbamate 9 gram 315,-

  Sulfur 9 gram 234,- Tepung Kulit Singkong 60 gram 0,-

  Alkanolamida 6 gram 117,- Plat Pencelupan 5 buah 10.000,-

  Wadah Pencelupan 1 buah 10.000,-

  Total 49.056,-

  Total biaya yang diperkirakan untuk membuat 60 buah pasang sarung tangan yaitu sebesar Rp 49.056,-. Bila harga ini dibagi menjadi per buah pasang sarung tangan maka satu buah pasang sarung tangan memiliki harga Rp 817,6,-

  ≈ Rp 820,-. Harga produk sejenis di pasaran memiliki rentang harga Rp 1000,- s/d Rp 2000,-. Oleh karena itu, maka produk ini memiliki potensi untuk dipasarkan dan bersaing dengan produk lainnya yang sejenis.

Dokumen yang terkait

Pengaruh Waktu Vulkanisasi dan Pembebanan Pengisi Tepung Kulit Singkong Termodifikasi Penyerasi Alkanolamida pada Pembuatan Produk Film Lateks Karet Alam

5 231 102

Pengaruh Suhu Vulkanisasi dan Komposisi Bentonite Clay yang Dimodifikasi dengan Alkanolamida dari Bahan Baku RBDPKO Pada Produk Lateks Karet Alam

2 92 90

Pengaruh Suhu Vulkanisasi Pada Pembuatan Produk Film Lateks Karet Alam Berpengisi Tepung Kulit Singkong Termodifikasi Penyerasi Alkanolamida

3 50 110

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Waktu Vulkanisasi dan Pembebanan Pengisi Tepung Kulit Singkong Termodifikasi Penyerasi Alkanolamida pada Pembuatan Produk Film Lateks Karet Alam

0 0 15

BAB 1 PENDAHULUAN - Pengaruh Waktu Vulkanisasi dan Pembebanan Pengisi Tepung Kulit Singkong Termodifikasi Penyerasi Alkanolamida pada Pembuatan Produk Film Lateks Karet Alam

0 2 6

Pengaruh Waktu Vulkanisasi dan Pembebanan Pengisi Tepung Kulit Singkong Termodifikasi Penyerasi Alkanolamida pada Pembuatan Produk Film Lateks Karet Alam

0 0 22

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Suhu Vulkanisasi dan Komposisi Bentonite Clay yang Dimodifikasi dengan Alkanolamida dari Bahan Baku RBDPKO Pada Produk Lateks Karet Alam

0 0 15

BAB I PENDAHULUAN - Pengaruh Suhu Vulkanisasi dan Komposisi Bentonite Clay yang Dimodifikasi dengan Alkanolamida dari Bahan Baku RBDPKO Pada Produk Lateks Karet Alam

0 0 5

Pengaruh Suhu Vulkanisasi dan Komposisi Bentonite Clay yang Dimodifikasi dengan Alkanolamida dari Bahan Baku RBDPKO Pada Produk Lateks Karet Alam

0 0 20

Pengaruh Suhu Vulkanisasi Pada Pembuatan Produk Film Lateks Karet Alam Berpengisi Tepung Kulit Singkong Termodifikasi Penyerasi Alkanolamida

0 0 6