Pengaruh Suhu Vulkanisasi Pada Pembuatan Produk Film Lateks Karet Alam Berpengisi Tepung Kulit Singkong Termodifikasi Penyerasi Alkanolamida

(1)

PENGARUH SUHU VULKANISASI PADA PEMBUATAN

PRODUK FILM LATEKS KARET ALAM BERPENGISI

TEPUNG KULIT SINGKONG TERMODIFIKASI

PENYERASI ALKANOLAMIDA

SKRIPSI

Oleh

KELVIN HADINATAN

110405032

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

APRIL 2015


(2)

PENGARUH SUHU VULKANISASI PADA PEMBUATAN

PRODUK FILM LATEKS KARET ALAM BERPENGISI

TEPUNG KULIT SINGKONG TERMODIFIKASI

PENYERASI ALKANOLAMIDA

SKRIPSI

Oleh

KELVIN HADINATAN

110405032

SKRIPSI INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN

PERSYARATAN MENJADI SARJANA TEKNIK

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

APRIL 2015


(3)

PERNYATAAN

KEASLIAN SKRIPSI

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi dengan judul :

PENGARUH

SIIIU

VULKAMSASI PADA PEMBUATAII PRODUK FILM LATEKS KARET ALAM BERPENGISI TEPUNG

KULIT

SINGKONG TERMOI}IFIKASI PENYERASI ALKANOLAMIDA yang dibuat untuk melengkapi sebagian persyaratan menjadi Sarjana Teknik pada Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Skripsi

ini

adalah hasil karya saya kecuali kutipan-kutipan yang telah saya sebutkan sebelumnya.

Demikian pernyataan ini diperbuat, apabila dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya saya atau merupakan hasil jiplakan maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku.

Medan, 20 April2015

Kglvin Hadinatan


(4)

(5)

iii

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Tulisan ini merupakan

Skrip i engan ju u “Pengaruh Suhu Vulkanisasi Pada Pembuatan Produk Film Lateks Karet Alam Berpengisi Tepung Kulit Singkong Termodifikasi Penyerasi Alkanolamida” ber a arkan ha i pene itian yang penu i akukan i

Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana teknik.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran kepada dunia industri tentang pemanfaatan limbah kulit singkong yang dapat diolah lebih lanjut sehingga didapat selulosa yang memiliki potensi untuk dijadikan pengisi dalam pembuatan produk film lateks karet alam. Beberapa data dari skripsi ini telah diterima untuk dipresentasikan pada :

1. 2nd International Conference on Advanced Materials Science and Technology (ICAMST) di Solo, Indonesia pada tanggal 16-17 September 2014 dengan judul “EFFECT OF AGING ON MECHANICAL PROPERTIES OF

NATURAL RUBBER LATEX PRODUCTS FILLED WITH

ALKANOLAMIDE-MODIFIED CASSAVA PEEL WASTE POWDER (CPWP)”.

2. 27th Symposium of Malaysian Chemical Engineers (SOMChE 2014) & 21st Regional Symposium on Chemical Engineering (RSCE 2014) di Selangor, Malaysia pada tanggal 29-30 Oktober 2014 engan ju u “THE EFFECT OF DRYING TEMPERATURE ON MECHANICAL PROPERTIES OF NATURAL RUBBER LATEX PRODUCTS FILLED WITH CASSAVA

PEEL WASTE POWDER MODIFIED ALKANOLAMIDE.

3. International Conference on Sensors, Materials and Manufacturing (ICSMM 2015) di Ho Chi Minh, Vietnam pada tanggal 6-7 Februari 2015 dengan judul

“INFLUENCE OF MODIFIED CASSAVA PEEL WASTE (CPW)

LOADING ON TENSILE PROPERTIES OF NATURAL RUBBER LATEX (NRL) PRODUCTS.


(6)

iv

Sedangkan karya ilmiah yang telah diterima untuk terbit pada Journal of Procedia Engineering Elsevier engan ju u “THE EFFECT OF DRYING TEMPERATURE ON MECHANICAL PROPERTIES OF NATURAL RUBBER LATEX PRODUCTS FILLED WITH CASSAVA PEEL WASTE POWDER

MODIFIED ALKANOLAMIDE”.

Selama melakukan penelitian sampai penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu Dr. Ir. Hamidah Harahap, M.Sc selaku Dosen Pembimbing atas kesabarannya dalam membimbing penulis pada penyusunan dan penulisan skripsi ini.

2. Bapak Dr. Eng. Ir. Irvan, M.Si selaku Ketua Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Ir. Renita Manurung, M.T selaku Koordinator Penelitian Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Dr. Halimatuddahliana, ST, M.Sc selaku Dosen Penguji I yang telah memberikan saran dan masukan yang membangun dalam penulisan skripsi ini.

5. Ibu Dr. Maulida, ST, M.Sc selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan kritik dan saran yang membangun dalam penulisan skripsi ini.

6. Adrian Hartanto, selaku partner penelitian penulis.

7. Bapak Saharman Gea, Ph.D, yang telah memberikan semangat dan dorongan kepada penulis untuk melakukan penelitian.

8. Bapak Dr. Mimpin Ginting, M.Si dan Bapak Ir. Indra Surya, M.Sc yang telah memberikan bantuan dan arahan dalam pelaksanaan kegiatan penelitian ini. 9. Bang Elmer Surya, ST yang selalu mendukung dan memotivasi penulis dalam

penyelesaian kegiatan penelitian ini.

10. Rekan-rekan Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara yang telah membagikan informasi kepada penulis.


(7)

v

12. Abang dan kakak senior, teman-teman stambuk 2011, dan adik-adik stambuk 2012 hingga 2014 yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan masukan demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, 6 April 2015 Penulis


(8)

vi

DEDIKASI

Skripsi ini saya persembahkan untuk :

Bapak & Ibu tercinta

Bapak Tan Sun Ho dan Ibu Pho Lian

Mereka adalah orang tua hebat yang telah membesarkan dan

mendidikku dengan penuh kasih sayang.

Terima kasih atas pengorbanan, nasehat dan do’a yang tiada hentinya


(9)

vii

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nama : Kelvin Hadinatan NIM : 110405032

Tempat/Tgl. Lahir : Medan, 3 Desember 1993 Nama orang tua : Tan Sun Ho

Alamat orang tua :

Jalan M.H.Thamrin No. 71 D Medan, 20211 Asal Sekolah :

 SD Swasta Budi Murni 3 Medan, tahun 1996-2005  SMP Swasta Methodist 2 Medan, tahun 2005-2008  SMA Swasta Methodist 2 Medan, tahun 2008-2011 Pengalaman Organisasi/Kerja :

1. Asisten Laboratorium Ilmu Teknik Kimia I tahun 2014-2015 modul Adjustable Bed Flow Channel, Kolom Absorpsi Gas dan Tray Dryer. Artikel yang telah dipublikasi dalam Jurnal/Pertemuan Ilmiah :

1. Journal of Procedia Engineering Elsevier.

2. 2nd International Conference on Advanced Materials Science and Technology (ICAMST) di Solo, Indonesia pada tanggal 16-17 September 2014.

3. 27th Symposium of Malaysian Chemical Engineers (SOMChE 2014) & 21st Regional Symposium on Chemical Engineering (RSCE 2014) di Selangor, Malaysia pada tanggal 29-30 Oktober 2014.

4. International Conference on Sensors, Materials and Manufacturing (ICSMM 2015) di Ho Chi Minh, Vietnam pada tanggal 6-7 Februari 2015. Prestasi akademik/non akademik yang pernah dicapai :

1. Juara I Cerdas Cermat SMA Se-Sumatera Utara di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Sumatera Utara tahun 2011.


(10)

viii

ABSTRAK

Kulit singkong merupakan limbah industri yang mengandung selulosa dan berpotensi menjadi bahan pengisi dalam produk film lateks karet alam. Kajian tentang pengaruh suhu vulkanisasi dan penyerasi alkanolamida pada pembuatan produk film lateks karet alam telah dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan suhu vulkanisasi dan komposisi penyerasi alkanolamida yang optimum dalam menghasilkan densitas sambung silang dan sifat mekanik seperti kekuatan tarik, pemanjangan saat putus, dan modulus tarik yang terbaik. Pembuatan produk film lateks karet alam dilakukan dengan teknik pencelupan berkoagulan. Lateks karet alam berpengisi tepung kulit singkong dan alkanolamida sebanyak 0; 0,5; 1,0; 1,5; 2,0 dan 2,5% berat. Pembuatan produk lateks karet alam dimulai dengan proses pra-vulkanisasi pada suhu 70°C dan diikuti dengan proses pra-vulkanisasi pada suhu 100°C dan 120°C selama 20 menit. Dari hasil karakterisasi FTIR diperoleh bahwa alkanolamida sebagai bahan penyerasi memiliki gugus polar yang mampu memodifikasi pengisi tepung kulit singkong dan gugus non polar yang mampu memodifikasi matriks lateks karet alam. Hasil pengujian sifat-sifat mekanik menunjukkan bahwa suhu vulkanisasi yang lebih tinggi akan meningkatkan terjadinya reaksi sambung silang yang ditunjukkan dengan meningkatnya sifat mekanik produk lateks karet alam pada suhu vulkanisasi 120°C dibandingkan dengan 100°C. Alkanolamida merupakan senyawa yang dapat bertindak sebagai agen vulkanisasi dalam produk lateks karet alam yang dibuktikan dengan meningkatnya nilai densitas sambung silang hingga penambahan 1% senyawa alkanolamida. Hasil uji mekanik selanjutnya didukung oleh analisa scanning electron microscopy (SEM)

yang menunjukkan adanya permukaan patahan yang mulus dan efek sobekan matriks pada produk lateks karet alam dengan penambahan 1% senyawa alkanolamida. Kata kunci : lateks karet alam, kulit singkong, alkanolamida, suhu vulkanisasi,


(11)

ix

ABSTRACT

Cassava peel is a waste by-product that contains cellulose which was potential to be used as fillers in natural rubber latex products. The study on the effect of drying temperature and alkanolamide compositon on the mechanical properties of natural rubber latex products was done in order to obtain the optimum drying temperature and alkanolamide composition in producing crosslink density and mechanical properties such as tensile strength, elongation at break, and tensile modulus. Natural rubber latex was produced by using coagulant dipping method. Natural rubber latex was filled with cassava peel waste powder and alkanolamide with composition 0; 0,5; 1,0; 1,5; 2,0; 2,5% wt. The manufacture of natural rubber latex products was started by pre-vulcanization process at 70°C and followed with vulcanization process at 100°C and 120°C for 20 minutes. The result of FTIR characterization showed that alkanolamide as compatibilizer has polar group which can modified cassava peel waste and non-polar group which can modified the natural rubber latex. The results of mechanical properties showed that higher drying temperature will improved the crosslink reaction which was shown from the mechanical properties at 120°C were higher than the mechanical properties at 100°C. Meanwhile, alkanolamide was a substance that can be used as co-curing agent in natural rubber latex which was proven from the improvement of crosslink density until the addition of 1% alkanolamide. The results of mechanical properties were supported by Scanning Electron Microscopy which showed smooth surface and some matrix tearing on the morphology of natural rubber latex products with the addition of 1% alkanolamide.

Kata kunci : natural rubber latex, cassava peel, alkanolamide, drying temperature, coagulant dipping method


(12)

x

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI i

PENGESAHAN UNTUK UJIAN SKRIPSI ii

PRAKATA iii

DEDIKASI vi

RIWAYAT HIDUP PENULIS vii

ABSTRAK viii

ABSTRACT ix

DAFTAR ISI x

DAFTAR GAMBAR xv

DAFTAR TABEL xviii

DAFTAR LAMPIRAN xx

DAFTAR SINGKATAN xxii

DAFTAR ISTILAH / SIMBOL xxiii

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 LATAR BELAKANG 1

1.2 PERUMUSAN MASALAH 3

1.3 TUJUAN PENELITIAN 3

1.4 MANFAAT PENELITIAN 4

1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6

2.1 LATEKS KARET ALAM 6

2.2 PEMBUATAN SENYAWA LATEKS KARET ALAM 7

2.2.1 Bahan Vulkanisasi (Vulcanizing Agent) 8

2.2.2 Bahan Pencepat Reaksi (Accelerator) 9

2.2.3 Bahan Pengaktif (Activator) 10

2.2.4 Bahan Penstabil (Stabilizer) 11

2.2.5 Bahan Antioksidan (Antioxidant) 11


(13)

xi

2.2.7 Bahan Penyerasi (Compatibilizer) 12

2.3 PENELITIAN TERDAHULU 13

2.4 KULIT SINGKONG 13

2.5 ALKANOLAMIDA 15

2.6 PROSES PENCELUPAN 18

2.7 PENGUJIAN DAN KARAKTERISASI 19

2.6.1 Uji Kekuatan Tarik (Tensile Strength) 19

2.6.2 Uji Densitas Sambung Silang (Crosslink Density) 20

2.6.3 Karakterisasi Fourier-Transform Infra-Red (FTIR) 21

2.6.4 Karakterisasi Scanning Electron Microscope (SEM) 22

2.8 APLIKASI DAN KEGUNAAN PRODUK LATEKS KARET

ALAM

22

2.9 ANALISA EKONOMI 24

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 26

3.1 LOKASI PENELITIAN 26

3.2 BAHAN DAN PERALATAN 26

3.2.1 Bahan 26

3.2.1.1 Bahan Yang Digunakan Untuk Pembuatan Bahan Penyerasi Alkanolamida

26

3.2.1.2 Bahan Yang Digunakan Untuk Pembuatan Tepung Kulit Singkong

27

3.2.1.3 Bahan Yang Digunakan Untuk Pembuatan Senyawa Lateks Karet Alam

27

3.2.2 Peralatan 28

3.2.2.1 Peralatan Yang Digunakan Untuk Pembuatan Bahan Penyerasi Alkanolamida

28

3.2.2.2 Peralatan Yang Digunakan Untuk Pembuatan Tepung Kulit Singkong

28

3.2.2.3 Peralatan Yang Digunakan Untuk Pembuatan Senyawa Lateks Karet Alam

29

3.3 FORMULASI BAHAN 29


(14)

xii

3.3.2 Formulasi Dispersi Tepung Kulit Singkong dan Alkanolamida 29

3.4 PROSEDUR PENELITIAN 30

3.4.1 Prosedur Pembuatan Bahan Penyerasi Alkanolamida 30

3.4.2 Prosedur Pembuatan Tepung Kulit Singkong 31

3.4.3 Prosedur Pendispersian Tepung Kulit Singkong dan Alkanolamida

31 3.4.4 Prosedur Analisa Hasil Dispersi Tepung Kulit Singkong dan

Alkanolamida

31 3.4.5 Prosedur Analisa Kandungan Padatan Total (TSC) Dari Lateks

Karet Alam

32

3.4.6 Prosedur Pembuatan Senyawa Lateks Karet Alam 32

3.4.6.1 Prosedur Pra-Vulkanisasi Lateks Karet Alam 32 3.4.6.2 Prosedur Uji Kloroform Pada Lateks Karet Alam

Pra-Vulkanisasi

33

3.4.6.3 Prosedur Vulkanisasi dan Pembuatan Film Lateks Karet Alam

33

3.5 FLOWCHART PERCOBAAN 34

3.5.1 Flowchart Pembuatan Bahan Penyerasi Alkanolamida 34

3.5.2 Flowchart Pembuatan Tepung Kulit Singkong 36

3.5.3 Flowchart Pendispersian Tepung Kulit Singkong dan Alkanolamida

37 3.5.4 Flowchart Analisa Hasil Dispersi Tepung Kulit Singkong dan

Alkanolamida

38 3.5.5 Flowchart Analisa Kandungan Padatan Total (TSC) Dari

Lateks Karet Alam

39 3.5.6 Flowchart Pra-Vulkanisasi Senyawa Lateks Karet Alam 40 3.5.7 Flowchart Uji Kloroform Pada Lateks Karet Alam Pra-

Vulkanisasi

41 3.5.8 Flowchart Vulkanisasi dan Pembuatan Film Lateks Karet Alam 42

3.6 PENGUJIAN PRODUK LATEKS KARET ALAM 43

3.6.1 Uji Kekuatan Tarik (Tensile Strength) Dengan ASTM D412 43


(15)

xiii ASTM D471

3.6.3 Karakterisasi Fourier-Transform Infra-Red (FTIR) 44

3.6.4 Karakterisasi Scanning Electron Microscope (SEM) 45

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 46

4.1 KARAKTERISTIK FTIR (FOURIER TRANSFORM INFRA RED)

BAHAN PENYERASI ALKANOLAMIDA

46 4.2 KARAKTERISTIK FTIR (FOURIER TRANSFORM INFRA RED)

TEPUNG KULIT SINGKONG

47 4.3 KARAKTERISTIK FTIR (FOURIER TRANSFORM INFRA RED)

DISPERSI TEPUNG KULIT SINGKONG DAN

ALKANOLAMIDA

49

4.4 PENGARUH SUHU VULKANISASI DAN PENAMBAHAN

ALKANOLAMIDA PADA PENGISI TEPUNG KULIT

SINGKONG TERHADAP SIFAT-SIFAT MEKANIK PRODUK LATEKS KARET ALAM

51

4.4.1 Pengaruh Suhu Vulkanisasi dan Penambahan Alkanolamida Pada Pengisi Tepung Kulit Singkong Terhadap Densitas Sambung Silang (Crosslink Density) Produk Lateks Karet

Alam

51

4.4.2 Pengaruh Suhu Vulkanisasi dan Penambahan Alkanolamida Pada Pengisi Tepung Kulit Singkong Terhadap Kekuatan Tarik (Tensile Strength) Produk Lateks Karet Alam

53

4.4.3 Pengaruh Suhu Vulkanisasi dan Penambahan Alkanolamida Pada Pengisi Tepung Kulit Singkong Terhadap Pemanjangan Saat Putus (Elongation at Break) Produk Lateks Karet Alam

54

4.4.4 Pengaruh Suhu Vulkanisasi dan Penambahan Alkanolamida Pada Pengisi Tepung Kulit Singkong Terhadap Modulus Tarik (Tensile Modulus) Produk Lateks Karet Alam

55

4.5 KARAKTERISTIK SEM (SCANNING ELECTRON MICROSCOPE)

PENGISI TEPUNG KULIT SINGKONG

60 4.6 KARAKTERISTIK SEM (SCANNING ELECTRON MICROSCOPE)

PATAHAN PRODUK LATEKS KARET ALAM DENGAN DAN


(16)

xiv

TANPA PENAMBAHAN PENGISI TEPUNG KULIT SINGKONG DAN PENYERASI ALKANOLAMIDA

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 63

5.1 KESIMPULAN 63

5.2 SARAN 64


(17)

xv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Struktur Umum Lateks cis-1,4-poliisoprena 6

Gambar 2.2 Reaksi Vulkanisasi Secara Konvensional Menggunakan Belerang

9 Gambar 2.3 Pengaruh Bahan Pengaktif dan Pencepat Terhadap

Kekuatan Tarik Film Lateks Karet Alam Dengan Vulkanisasi Sulfur Pada Suhu 93 °C

10

Gambar 2.4 Pola Penambahan Surfaktan Dalam Matriks Polimer 15 Gambar 2.5 Molekul Polar dan Non-polar Senyawa Alkanolamida 16 Gambar 2.6 Reaksi Amidasi Trigliserida dengan Dietanolamina

Membentuk Alkanolamida

18

Gambar 2.7 Berbagai Macam Produk Lateks Karet Alam 23

Gambar 3.1 Flowchart Pembuatan Bahan Penyerasi Alkanolamida 34

Gambar 3.2 Flowchart Pembuatan Tepung Kulit Singkong 36

Gambar 3.3 Flowchart Pendispersian Tepung Kulit Singkong dan Alkanolamida

37 Gambar 3.4 Flowchart Analisa Hasil Dispersi Tepung Kulit Singkong

dan Alkanolamida

38 Gambar 3.5 Flowchart Analisa Kandungan Padatan Total (TSC) dari

Lateks Karet Alam

39

Gambar 3.6 Flowchart Pra-vulkanisasi Lateks Karet Alam 40

Gambar 3.7 Flowchart Uji Kloroform Pada Lateks Karet Alam Pra-Vulkanisasi

41 Gambar 3.8 Flowchart Vulkanisasi dan Pembuatan Film Lateks Karet

Alam

42

Gambar 3.9 Sketsa Spesimen Uji Tarik ASTM D 412 43

Gambar 4.1 Karakteristik FTIR Bahan Penyerasi Alkanolamida 46

Gambar 4.2 Karakteristik FTIR Tepung Kulit Singkong 48


(18)

xvi Alkanolamida

Gambar 4.4 Reaksi Antara Alkanolamida Dengan Selulosa Kulit Singkong

50 Gambar 4.5 Reaksi Antara Surfaktan HTAB dengan Selulosa Anyam 50 Gambar 4.6 Pengaruh Suhu Vulkanisasi dan Penambahan

Alkanolamida Pada Pengisi Tepung Kulit Singkong Terhadap Densitas Sambung Silang (Crosslink Density)

Produk Lateks Karet Alam

51

Gambar 4.7 Pengaruh Suhu Vulkanisasi dan Penambahan Alkanolamida Pada Pengisi Tepung Kulit Singkong Terhadap Kekuatan Tarik (Tensile Strength) Produk

Lateks Karet Alam

53

Gambar 4.8 Pengaruh Suhu Vulkanisasi dan Penambahan Alkanolamida Pada Pengisi Tepung Kulit Singkong Terhadap Pemanjangan Saat Putus (Elongation at Break)

Produk Lateks Karet Alam

54

Gambar 4.9 Pengaruh Suhu Vulkanisasi dan Penambahan Alkanolamida Pada Pengisi Tepung Kulit Singkong Terhadap Modulus Tarik (Tensile Modulus) Produk

Lateks Karet Alam

55

Gambar 4.10 Karakteristik FTIR Produk Lateks Karet Alam Dengan dan Tanpa Penambahan Pengisi Tepung Kulit Singkong dan Penyerasi Alkanolamida

57

Gambar 4.11 Kemungkinan Reaksi Antara Lateks Karet Alam Dengan Pengisi Selulosa Kulit Singkong dan Bahan Kuratif

58 Gambar 4.12 Kemungkinan Reaksi Antara Lateks Karet Alam Dengan

Pengisi Tepung Kulit Singkong dan Penyerasi Alkanolamida

59

Gambar 4.13 Analisa SEM Tepung Kulit Singkong (a) Perbesaran 1000x (b) Perbesaran 2000x

60 Gambar 4.14 Analisa SEM Patahan Produk Lateks Karet Alam 61 Gambar C.1 Proses Pembuatan Bahan Penyerasi Alkanolamida 76


(19)

xvii

Gambar C.2 Proses Ekstraksi Bahan Penyerasi Alkanolamida 76

Gambar C.3 Bahan Penyerasi Alkanolamida 77

Gambar C.4 Tepung Kulit Singkong Dengan Ukuran 100 Mesh 77 Gambar C.5 Proses Pendispersian Tepung Kulit Singkong dan

Alkanolamida

77 Gambar C.6 Larutan Hasil Dispersi Tepung Kulit Singkong dan

Alkanolamida

78

Gambar C.7 Bahan Kuratif Produk Lateks Karet Alam 78

Gambar C.8 Proses Pra-Vulkanisasi Produk Lateks Karet Alam 78 Gambar C.9 Proses Uji Kloroform Produk Lateks Karet Alam 79 Gambar C.10 Larutan Pembersih Plat Pencelupan Produk Lateks Karet

Alam

79

Gambar C.11 Wadah Pencelupan Produk Lateks Karet Alam 79

Gambar C.12 Proses Vulkanisasi Produk Lateks Karet Alam 80

Gambar C.13 Proses Pembedakan Produk Lateks Karet Alam 80

Gambar C.14 Produk Lateks Karet Alam Berpengisi Tepung Kulit Singkong dan Bahan Penyerasi Alkanolamida

80

Gambar D.1 Hasil FTIR Alkanolamida 81

Gambar D.2 Hasil FTIR Tepung Kulit Singkong 81

Gambar D.3 Hasil FTIR Dispersi Tepung Kulit Singkong dan Alkanolamida

82 Gambar D.4 Hasil FTIR Produk Lateks Karet Alam Tanpa

Penambahan Pengisi Tepung Kulit Singkong dan Tanpa Penyerasi Alkanolamida

82

Gambar D.5 Hasil FTIR Produk Lateks Karet Alam Dengan Penambahan Pengisi Tepung Kulit Singkong dan Tanpa Penyerasi Alkanolamida

83

Gambar D.6 Hasil FTIR Produk Lateks Karet Alam Dengan Penambahan Pengisi Tepung Kulit Singkong dan Penyerasi Alkanolamida


(20)

xviii

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1.1 Variabel Tetap Yang Dilakukan Dalam Penelitian 4 Tabel 1.2 Variabel Berubah Yang Dilakukan Dalam Penelitian 5 Tabel 1.3 Formulasi Larutan Dispersi Tepung Kulit Singkong dan

Alkanolamida

5 Tabel 1.4 Formulasi Lateks Karet Alam dan Bahan Kuratif 5 Tabel 2.1 Spesifikasi Mutu Lateks Pekat ASTM D 1076 dan ISO

2004

7

Tabel 2.2 Jumlah Produksi Umbi Singkong di Indonesia 14

Tabel 2.3 Komposisi Kimia Kulit Singkong Berdasarkan Bahan Kering

14 Tabel 2.4 Rincian Biaya Pembuatan Produk Lateks Karet Alam

Berpengisi Tepung Kulit Singkong Termodifikasi Penyerasi Alkanolamida

24

Tabel 2.5 Perkiraan Rincian Biaya Pembuatan Produk Lateks Karet Alam

25 Tabel 3.1 Formulasi Lateks Karet Alam dan Bahan Kuratif 29 Tabel 3.2 Formulasi Dispersi Tepung Kulit Singkong dan

Alkanolamida

30 Tabel 3.3 Tingkat Pematangan Lateks Karet Alam Pra-Vulkanisasi

Melalui Tes Koagulasi-Kloroform

33 Tabel A.1 Data Hasil Densitas Sambung Silang (Crosslink Density) 71

Tabel A.2 Data Hasil Kekuatan Tarik (Tensile Strength) 71

Tabel A.3 Data Hasil Modulus Tarik Saat Pemanjangan 100% (M100)

72 Tabel A.4 Data Hasil Modulus Tarik Saat Pemanjangan 300%

(M300)

72 Tabel A.5 Data Hasil Pemanjangan Saat Putus (Elongation at

Break)


(21)

xix

Tabel B.1 Perhitungan Densitas Sambung Silang (Crosslink Density)Produk Lateks Karet Alam


(22)

xx

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran A Data Penelitian 71

A.1 Data Hasil Densitas Sambung Silang (Crosslink Density)

71 A.2 Data Hasil Kekuatan Tarik (Tensile Strength) 71

A.3 Data Hasil Modulus Tarik Saat Pemanjangan 100% (M100)

72 A.4 Data Hasil Modulus Tarik Saat Pemanjangan 300%

(M300)

72 A.5 Data Hasil Pemanjangan Saat Putus (Elongation at

Break)

73

Lampiran B Contoh Perhitungan 74

B.1 Perhitungan Densitas Sambung Silang (Crosslink Density)Produk Lateks Karet Alam

74

Lampiran C Dokumentasi Penelitian 76

C.1 Proses Pembuatan Bahan Penyerasi Alkanolamida 76 C.2 Proses Ekstraksi Bahan Penyerasi Alkanolamida 76

C.3 Bahan Penyerasi Alkanolamida 77

C.4 Tepung Kulit Singkong Dengan Ukuran 100 Mesh 77 C.5 Proses Pendispersian Tepung Kulit Singkong dan

Alkanolamida

77 C.6 Larutan Hasil Dispersi Tepung Kulit Singkong dan

Alkanolamida

78

C.7 Bahan Kuratif Produk Lateks Karet Alam 78

C.8 Proses Pra-Vulkanisasi Produk Lateks Karet Alam 78 C.9 Proses Uji Kloroform Produk Lateks Karet Alam 79 C.10 Larutan Pembersih Plat Pencelupan Produk Lateks

Karet Alam

79 C.11 Wadah Pencelupan Produk Lateks Karet Alam 79


(23)

xxi

C.12 Proses Vulkanisasi Produk Lateks Karet Alam 80 C.13 Proses Pembedakan Produk Lateks Karet Alam 80 C.14 Produk Lateks Karet Alam Berpengisi Tepung Kulit

Singkong dan Bahan Penyerasi Alkanolamida

80

Lampiran D Hasil Pengujian Lab Analisis dan Instrumen 81

D.1 Hasil FTIR Alkanolamida 81

D.2 Hasil FTIR Tepung Kulit Singkong 81

D.3 Hasil FTIR Dispersi Tepung Kulit Singkong dan Alkanolamida

82 D.4 Hasil FTIR Produk Lateks Karet Alam Tanpa

Penambahan Pengisi Tepung Kulit Singkong dan Tanpa Penyerasi Alkanolamida

82

D.5 Hasil FTIR Produk Lateks Karet Alam Dengan Penambahan Pengisi Tepung Kulit Singkong dan Tanpa Penyerasi Alkanolamida

83

D.6 Hasil FTIR Produk Lateks Karet Alam Dengan Penambahan Pengisi Tepung Kulit Singkong dan Penyerasi Alkanolamida


(24)

xxii

DAFTAR SINGKATAN

ASTM American Standard Testing Method

FTIR Fourier Transform Infra-Red

ISO International Standard Organization

LDPE Low Density Polyethylene

RBDPS Refined Bleached Deodorized Palm Stearin


(25)

xxiii

DAFTAR SIMBOL

Simbol Keterangan Dimensi

Ao luas penampang awal mm2

F maks beban maksimum kgf

σ kekuatan tarik kgf/mm2

ρ massa jenis lateks karet alam tervulkanisasi gr/cm3

ρ massa jenis toluena gr/cm3

ρNRL massa jenis lateks karet alam gr/cm3

Vo toluena volume molar toluena mol.cm-3

Wd massa awal produk lateks karet alam gram

Wsol massa pelarut yang terjerap dalam produk lateks karet alam

gram X toluena parameter interaksi toluena


(26)

viii

ABSTRAK

Kulit singkong merupakan limbah industri yang mengandung selulosa dan berpotensi menjadi bahan pengisi dalam produk film lateks karet alam. Kajian tentang pengaruh suhu vulkanisasi dan penyerasi alkanolamida pada pembuatan produk film lateks karet alam telah dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan suhu vulkanisasi dan komposisi penyerasi alkanolamida yang optimum dalam menghasilkan densitas sambung silang dan sifat mekanik seperti kekuatan tarik, pemanjangan saat putus, dan modulus tarik yang terbaik. Pembuatan produk film lateks karet alam dilakukan dengan teknik pencelupan berkoagulan. Lateks karet alam berpengisi tepung kulit singkong dan alkanolamida sebanyak 0; 0,5; 1,0; 1,5; 2,0 dan 2,5% berat. Pembuatan produk lateks karet alam dimulai dengan proses pra-vulkanisasi pada suhu 70°C dan diikuti dengan proses pra-vulkanisasi pada suhu 100°C dan 120°C selama 20 menit. Dari hasil karakterisasi FTIR diperoleh bahwa alkanolamida sebagai bahan penyerasi memiliki gugus polar yang mampu memodifikasi pengisi tepung kulit singkong dan gugus non polar yang mampu memodifikasi matriks lateks karet alam. Hasil pengujian sifat-sifat mekanik menunjukkan bahwa suhu vulkanisasi yang lebih tinggi akan meningkatkan terjadinya reaksi sambung silang yang ditunjukkan dengan meningkatnya sifat mekanik produk lateks karet alam pada suhu vulkanisasi 120°C dibandingkan dengan 100°C. Alkanolamida merupakan senyawa yang dapat bertindak sebagai agen vulkanisasi dalam produk lateks karet alam yang dibuktikan dengan meningkatnya nilai densitas sambung silang hingga penambahan 1% senyawa alkanolamida. Hasil uji mekanik selanjutnya didukung oleh analisa scanning electron microscopy (SEM)

yang menunjukkan adanya permukaan patahan yang mulus dan efek sobekan matriks pada produk lateks karet alam dengan penambahan 1% senyawa alkanolamida. Kata kunci : lateks karet alam, kulit singkong, alkanolamida, suhu vulkanisasi,


(27)

ix

ABSTRACT

Cassava peel is a waste by-product that contains cellulose which was potential to be used as fillers in natural rubber latex products. The study on the effect of drying temperature and alkanolamide compositon on the mechanical properties of natural rubber latex products was done in order to obtain the optimum drying temperature and alkanolamide composition in producing crosslink density and mechanical properties such as tensile strength, elongation at break, and tensile modulus. Natural rubber latex was produced by using coagulant dipping method. Natural rubber latex was filled with cassava peel waste powder and alkanolamide with composition 0; 0,5; 1,0; 1,5; 2,0; 2,5% wt. The manufacture of natural rubber latex products was started by pre-vulcanization process at 70°C and followed with vulcanization process at 100°C and 120°C for 20 minutes. The result of FTIR characterization showed that alkanolamide as compatibilizer has polar group which can modified cassava peel waste and non-polar group which can modified the natural rubber latex. The results of mechanical properties showed that higher drying temperature will improved the crosslink reaction which was shown from the mechanical properties at 120°C were higher than the mechanical properties at 100°C. Meanwhile, alkanolamide was a substance that can be used as co-curing agent in natural rubber latex which was proven from the improvement of crosslink density until the addition of 1% alkanolamide. The results of mechanical properties were supported by Scanning Electron Microscopy which showed smooth surface and some matrix tearing on the morphology of natural rubber latex products with the addition of 1% alkanolamide.

Kata kunci : natural rubber latex, cassava peel, alkanolamide, drying temperature, coagulant dipping method


(28)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Dewasa ini, pembuatan produk lateks karet alam dengan penambahan pengisi organik maupun anorganik telah menyita banyak perhatian peneliti karena menunjukkan adanya sifat dan karakteristik yang khusus dan unik pada produk lateks karet alam [1-3]. Lateks karet alam terdiri dari 93-95% cis-1,4-poliisoprena yang diperoleh dari hasil penyadapan batang pohon karet Hevea Brasiliensis. Lateks karet

alam merupakan sumber daya alam terbarukan yang memiliki kekuatan (strength)

dan pemanjangan (elongation) yang baik [4-5]. Produk-produk yang dihasilkan dari

lateks karet alam antara lain seperti sarung tangan, benang karet, balon, kateter, pembalut luka elastis, kondom, tiup stetoskop dan lain-lain [6].

Produk lateks karet alam umumnya mempunyai sifat mekanik yang lebih rendah dibandingkan dengan produk lateks karet alam yang sudah diberi tambahan seperti bahan pengisi [7]. Untuk meningkatkan sifat mekanik dari lateks karet alam perlu dilakukan kajian dengan menambahkan bahan pengisi (filler) ke dalam

formulasi lateks karet alam [8]. Penambahan bahan pengisi di dalam lateks karet alam diyakini dapat menguatkan vulkanisat produk karet, sehingga sifat-sifat mekanik seperti kekuatan tarik (tensile strength) menjadi meningkat [9].

Beberapa penelitian tentang pembuatan produk lateks karet alam umumnya menggunakan pengisi mineral anorganik seperti kalsium karbonat [10], sodium montmorillonite [11], dan kaolin [12]. Adapun pengisi organik seperti pati singkong

[13], pati jagung [14], dan pati kentang [15] juga pernah digunakan sebagai bahan pengisi dalam produk lateks karet alam. Hasil-hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa adanya penambahan pengisi organik maupun anorganik dalam produk lateks karet alam dapat meningkatkan kekuatan tarik (tensile strength) dan

densitas sambung silang (crosslink density) dari produk vulkanisat [10-15].

Di samping itu, masalah lingkungan merupakan hal yang serius sehingga menuntut pemanfaatan limbah untuk sesuatu yang berguna baik dari segi sudut pandang ekologi dan ekonomi [16]. Pemanfaatan limbah dari hasil pertanian yang


(29)

2

melimpah dan dapat diperoleh sepanjang tahun seperti limbah kulit singkong sudah pernah dilakukan, seperti bahan baku pembuatan bioetanol dengan bakteri

Saccharomyes cereviseae [17]. Melihat potensi dari limbah kulit singkong yang

mengandung selulosa yang cukup tinggi, maka kulit singkong cocok digunakan sebagai pengisi organik dalam produk lateks karet alam. Hal ini disebabkan karena selulosa memiliki ikatan hidrogen yang kuat dan tidak mudah larut dalam pelarut (solvent) yang umum [18]. Akaranta, et al [19] meneliti bahwa penambahan pengisi

tepung kulit singkong termodifikasi menjadi selulosa asetat dalam matriks LDPE (Low Density Polyethylene) dapat meningkatkan sifat mekanik dan karakteristik

produk komposit LDPE (Low Density Polyethylene) [19].

Adapun kendala yang terdapat dalam penyediaan produk lateks karet alam yaitu kurang serasinya antara pengisi yang hidrofilik dan lateks karet alam yang hidrofobik. Untuk itu, diperlukan modifikasi seperti pertukaran ion pada kation di bagian luar pengisi dengan menggunakan surfaktan organik [20]. Proses ini dilakukan dengan mengikatkan rantai hidrokarbon (surfaktan) pada permukaan lapisan pengisi yang hidrofilik sehingga memungkinkan pengisi bercampur dengan lateks karet alam yang hidrofobik [21].

Surfaktan organik yang pernah digunakan dalam beberapa penelitian sebelumnya yakni octadecylamine dan octadecyltrimethyl ammonium bromide

(ODTMA) [20] dan polietilen glikol [22]. Keawkumay, et al [20] meneliti bahwa penambahan surfaktan octadecylamine dan octadecyltrimethyl ammonium bromide

(ODTMA) dalam produk lateks karet alam berpengisi montmorillonite (MMT)

meningkatkan kekuatan antarfasa antara matriks dan pengisi [20]. Gonzalez, et al [22] meneliti bahwa penambahan surfaktan polietilen glikol dalam produk lateks karet alam berpengisi montmorillonite (MMT) meningkatkan kekuatan tarik (tensile strength) dan meningkatkan kekuatan antarfasa antara matriks dan pengisi [22].

Adapun jenis surfaktan organik lain yang pernah digunakan adalah alkanolamida. Alkanolamida merupakan hasil reaksi antara asam lemak turunan minyak sawit yaitu RBDPS (Refined Bleached Deodorized Palm Stearin) dengan

dietanolamina, dimana molekul-molekul alkanolamida tersebut memiliki sifat polar dan non polar, rantai hidrokarbon yang panjang bersifat non polar sedangkan gugus amidanya bersifat sangat polar [23]. Alkanolamida banyak digunakan sebagai bahan


(30)

3

foam boosting dan dalam campuran bahan surfaktan lain berguna sebagai cairan

pencuci piring dan juga dalam pembuatan shampoo [24]. Oleh karena itu,

alkanolamida memiliki potensi untuk digunakan sebagai bahan penyerasi pada produk lateks karet alam seperti penelitian sebelumnya. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa penggunaan alkanolamida dapat memodifikasi pengisi silika [23] dan kaolin [25] sehingga produk lateks karet alam yang dihasilkan memiliki sifat mekanik yang lebih baik dibandingkan tanpa adanya modifikasi.

Berdasarkan uraian di atas, maka tepung kulit singkong sesuai digunakan sebagai salah satu pengisi organik karena memiliki sifat yang ramah lingkungan serta berasal dari pemanfaatan limbah buangan kulit singkong. Penggunaan bahan penyerasi alkanolamida juga diharapkan dapat meningkatkan interaksi antarfasa (interfacial adhesion) antara pengisi tepung kulit singkong dengan matriks lateks

karet alam.

1.2 PERUMUSAN MASALAH

Dalam penelitian ini yang menjadi permasalahan adalah :

1. Pengaruh suhu vulkanisasi terhadap sifat mekanik dan karakteristik produk lateks karet alam berpengisi tepung kulit singkong dengan adanya perbandingan suhu vulkanisasi.

2. Pengaruh penambahan alkanolamida sebagai bahan penyerasi terhadap sifat mekanik dan karakteristik produk lateks karet alam berpengisi tepung kulit singkong dengan adanya perbandingan komposisi alkanolamida.

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan suhu vulkanisasi dan komposisi bahan penyerasi alkanolamida yang terbaik terhadap sifat mekanik dan karakteristik produk lateks karet alam berpengisi tepung kulit singkong seperti densitas sambung silang (crosslink density), kekuatan tarik (tensile strength), pemanjangan saat putus

(elongation at break), dan modulus tarik (tensile modulus) serta ditunjukkan oleh

karakteristik Fourier Transform Infra-Red (FTIR) dan didukung oleh analisa Scanning Electron Microscope (SEM).


(31)

4

1.4 MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Salah satu alternatif untuk mengurangi pencemaran lingkungan yang diakibatkan limbah padat kulit singkong yang dihasilkan oleh industri rumah tangga.

2. Memberikan informasi tambahan bagi dunia industri tentang pemanfaatan lanjutan limbah padat kulit singkong.

3. Memberikan informasi terutama dalam bidang rekayasa teknologi tentang pengaruh komposisi alkanolamida sebagai bahan penyerasi pada produk lateks karet alam sehingga dapat diketahui komposisi penyerasi yang terbaik.

1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Organik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Departemen Kimia, Universitas Sumatera Utara dan Laboratorium Lateks, Fakultas Teknik, Departemen Teknik Kimia, Universitas Sumatera Utara. Adapun bahan baku yang digunakan pada penelitian ini yaitu :

1. High Ammonia Lateks dengan kandungan 60% karet kering.

2. Bahan kuratif lateks karet alam seperti sulfur, zink oksida (ZnO), zinc diethyldithiocarbamate (ZDEC), dan antioksidan (AO). Bahan-bahan kuratif

ini diperoleh dari Farten Technique (M) Sdn Bhd, Pulau Penang, Malaysia. 3. Kulit singkong yang telah dikeringkan dan dihancurkan hingga berukuran 100

mesh (150 µm).

4. Alkanolamida yang disintesa dari bahan baku RBDPS (Refined Bleached Deodorized Palm Stearin) yang diperoleh dari PT. Socfin Indonesia.

Variabel-variabel yang dilakukan dalam penelitian ini adalah : Tabel 1.1 Variabel Tetap Yang Dilakukan Dalam Penelitian

No Variabel Keterangan

1 Kadar tepung kulit singkong 10%

2 Larutan dispersi tepung kulit singkong dan alkanolamida 10 phr

3 Ukuran partikel tepung kulit singkong 100 mesh

4 Suhu pra-vulkanisasi 70 °C


(32)

5

Tabel 1.2 Variabel Berubah Yang Dilakukan Dalam Penelitian

No Variabel Keterangan

1 Suhu vulkanisasi 100 °C; 120 °C

2 Kadar alkanolamida 0%; 0,5%; 1%; 1,5%; 2%; 2,5%

Formulasi larutan dispersi tepung kulit singkong dan alkanolamida yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

Tabel 1.3 Formulasi Larutan Dispersi Tepung Kulit Singkong dan Alkanolamida

Bahan Persentase (%)

Tepung kulit singkong 10 10 10 10 10 10

Alkanolamida 0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5

Air 90 89,5 89 88,5 88 87,5

Formulasi lateks karet alam dan bahan kuratif yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

Tabel 1.4 Formulasi Lateks Karet Alam dan Bahan Kuratif

Bahan Kadar (phr)

High Ammonia Lateks 60 % karet kering 100

Larutan Sulfur 50 % 1,8

Larutan ZDEC 50 % 1,8

Larutan ZnO 30 % 0,5

Larutan Antioksidan 50 % 1,2

Larutan KOH 10 % 1,8

Larutan Dispersi Tepung Kulit Singkong dan Alkanolamida 10 Uji-uji yang dilakukan dalam penelitian ini adalah :

1. Uji kekuatan tarik (tensile strength), pemanjangan saat putus (elongation at break), dan modulus tarik (tensile modulus) dengan standar internasional

ASTM D412.

2. Uji densitas sambung silang (crosslink density) dengan standar internasional

ASTM D471.

3. Analisa Scanning Electron Microscopy (SEM) di Laboratorium Scanning Electron Microscope (SEM), Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Alam, Institut Teknologi Bandung.

4. Karakterisasi Fourier Transform Infra Red (FTIR) di Laboratorium Penelitian,


(33)

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 LATEKS KARET ALAM

Lateks karet alam didapat dari pohon Hevea Brasiliensis yang berasal dari

famili Euphorbiaceae ditemukan dikawasan tropikal Amazon, Amerika Selatan

sebelum di bawa ke benua lain. Lateks karet alam yang berasal dari lateks Hevea Brasiliensis ini adalah cairan seperti susu yang diperoleh dari proses penorehan

batang pohon karet. Cairan ini terdiri dari 30-40% partikel hidrokarbon yang terkandung di dalam serum juga mengandung protein, karbohidrat dan komposisi-komposisi organik serta bukan organik. Lateks karet alam terdiri dari sistem koloid cis-1,4-poliisoprena yang tersebar secara stabil dengan jumlah molekul yang tinggi dalam serum. Struktur umum cis-1,4-poliisoprena dapat dilihat pada Gambar 2.1

Gambar 2.1 Struktur Umum Lateks cis-1,4-poliisoprena [26]

Komposisi lateks Hevea Bransiliensis bila disentrifugasi dengan kecepatan

18.000 rpm adalah sebagai berikut [26] :

 Fraksi karet (37%) : karet (isoprena), protein, lipida dan ion logam.

 Fraksi Frey Wyssling (1-3%) : karotinoid, lipida air, karbohidrat dan inositol, protein dan turunannya.

 Fraksi serum (48%) : senyawa nitrogen, asam nukleat dan nukleotida, senyawa organik, ion anorganik dan logam.

 Fraksi dasar (14%) : fraksi ini mengandung partikel disebut lutoid. Lutoid ini mempunyai dinding semi permiabel. Cairan dalam lutoid ini (serum B) mengandung protein, lipida dan logam.

C

C

CH2

CH3

H


(34)

7

Kandungan karet dalam lateks segar biasanya ditingkatkan menjadi 60% kandungan karet kering (dry rubber content) melalui proses pemekatan sebelum

digunakan untuk membuat produk. Proses pengawetan dilakukan di kebun untuk sementara waktu, sebelum proses pemekatan dilakukan. Amonia dengan kepekatan tinggi digunakan untuk pengawetan lateks pekat dalam jangka panjang. Lateks pekat dengan penambahan amonia minimal 1,6% disebut amonia tinggi (High Ammonia

lateks) dan lateks pekat yang mengandung amonia maksimal 0,8% disebut amonia rendah (Low Ammonia lateks). Dalam penelitian ini, digunakan lateks pekat amonia

tinggi (High Ammonia lateks) dengan kandungan karet kering sebesar 60%.

Lateks pekat umumnya bersifat tidak stabil atau cepat mengalami penggumpalan. Lateks dikatakan stabil apabila sistem koloidnya stabil yaitu tidak terjadi flokulasi atau penggumpalan selama penyimpanan. Ketidakstabilan lateks terjadi disebabkan karena rusaknya lapisan pelindung karet yang terdispersi dalam serum lateks. Dengan rusaknya sistem kestabilan lateks, maka mutu lateks yang dihasilkan menjadi kurang baik [26]. Untuk tetap menjaga kestabilan lateks, maka lateks pekat harus memenuhi persyaratan mutu menurut ASTM D 1076 dan ISO 2004 yang ditunjukkan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Spesifikasi Mutu Lateks Pekat ASTM D 1076 dan ISO 2004 [26]

No. Parameter ASTM D 1076 ISO 2004

HA LA HA LA

1. Kandungan padatan total (TSC) min (%) 61,5 61,5 61,5 61,5 2. Kandungan karet kering (DRC) min (%) 60,0 60,0 60,0 60,0

3. Kandungan non karet maks (%) 2,0 2,0 2,0 2,0

4. Kadar amoniak min (%) 1,6 1,0 1,0 0,8

5. Waktu kemantapan mekanis min (detik) 650 650 540 540

6. Bilangan KOH maks (%) 0,8 0,8 1,0 1,0

7. Asam lemak eteris (ALE) maks (%) - - 0,2 0,2

8. Tembaga maks (ppm) 8 8 8 8

9. Mangan maks (ppm) 8 8 8 8

2.2 PEMBUATAN SENYAWA LATEKS KARET ALAM

Campuran lateks karet alam dengan bahan kimia karet disebut senyawa (compound) lateks karet alam. Bahan kimia karet terdiri atas bahan kimia pokok dan


(35)

8

pengaktif, penstabil, antioksidan, dan pengisi. Sedangkan bahan kimia tambahan adalah bahan penyerasi antara pengisi dengan lateks karet alam.

2.2.1 BAHAN VULKANISASI

Vulkanisasi adalah suatu proses dimana molekul karet yang linier mengalami reaksi sambung silang sulfur (sulfur crosslinking) sehingga menjadi molekul polimer

yang membentuk rangkaian tiga dimensi. Reaksi ini merubah karet yang bersifat plastis (lembut) dan menjadi karet yang elastis, keras dan kuat. Vulkanisasi yang dikenal dengan proses pematangan (curing) dan molekul karet yang sudah

tersambung silang (crosslinked rubber) di rujuk sebagai vulkanisat karet [27].

Secara umum sistem pemvulkanisasi di klasifikasikan menjadi tiga yaitu pemvulkanisasi konvensional, pemvulkanisasi semi effisien, dan pemvulkanisasi effisien. Untuk membedakan ketiga sistem ini dibedakan berdasarkan jumlah kuratif (perbandingan antara sulfur dan pencepat). Untuk sistem konvensional mengandung sulfur lebih banyak bila dibandingkan dengan pencepat. Sistem efisiensi mengandung pencepat lebih banyak dari pada sulfur. Sedangkan sistem semi effisiensi jumlah sulfur dan pencepat sama banyaknya [26].

Proses vulkanisasi secara konvensional menggunakan belerang pertama kali ditemukan oleh Charles Goodyear tahun 1839, untuk proses vulkanisasi ini sering dipakai senyawa belerang (sulfur) sebagai pengikat polimer karet tersebut. Pada proses vulkanisasi konvensional yang menggunakan belerang ini, dibutuhkan tiga sampai empat macam bahan kimia yaitu bahan pemvulkanisasi yaitu belerang, bahan pencepat (accelerator) berupa senyawa karbamat, bahan pengaktif (activator), dan

bahan penstabil (stabilizer) yaitu KOH lalu dipanaskan pada suhu 40-50 °C selama

2-3 hari, pemanasan kedua 70 °C selama 2 jam, dan pemanasan akhir 100 °C selama 1 jam [28]. Proses vulkanisasi secara konvensional menggunakan belerang terlihat pada Gambar 2.2.


(36)

9

Gambar 2.2 Reaksi Vulkanisasi Secara Konvensional Menggunakan Belerang [28]

2.2.2 BAHAN PENCEPAT REAKSI (ACCELERATOR)

Reaksi vulkanisasi dengan menggunakan sulfur biasanya berlangsung sangat lambat. Dalam dunia industri hal ini kurang efisien karena menambah waktu produksi secara tidak langsung juga menambah biaya, dan kekuatan film lateks yang dihasilkan rendah atau lemah. Kekuatan film lateks yang dihasilkan dapat ditingkatkan dengan penambahan bahan-bahan pencepat reaksi dan bahan-bahan penggiat [29].

Berdasarkan jenisnya, bahan pencepat reaksi dapat digolongkan sebagai berikut [30] :

 Golongan thiazol, contohnya MBT (Mercaptobenzothiazole)

 Golongan guanidin, contohnya DPG (Diphenyl guanidine)

 Golongan sulfenamida, contohnya CBS (N-cyclohexyl-2-benzothiazolseulfen amide).

 Golongan dithiocarbamate, contohnya ZDEC (Zinc diethyl dithiocarbamate)

 Golongan thiuram disulfida, contohnya TMTD (Tetramethylthiuram disulfide)

Pada penelitian ini, digunakan bahan pencepat reaksi (accelerator) golongan dithiocarbamate yaitu ZDEC (Zinc diethyl dithiocarbamate). ZDEC (Zinc diethyl dithiocarbamate) dipilih karena memiliki sifat pematangan (curing) yang sangat


(37)

10

2.2.3 BAHAN PENGAKTIF (ACTIVATOR)

Sebagian besar dari bahan pencepat reaksi (accelerator) memerlukan bantuan

dari bahan pengaktif pencepat (accelator activator) seperti zink oksida dan asam

stearat untuk dapat bekerja maksimal. Zink oksida bereaksi dengan asam stearat untuk membentuk zink stearat (dalam beberapa kasus, zink stearat digunakan untuk menggantikan zink oksida dan asam stearat). Bahan ini digunakan bersamaan dengan bahan pencepat reaksi untuk mempercepat reaksi vulkanisasi. Jika hanya menggunakan sulfur, reaksi akan berjalan selama berjam-jam. Dengan adanya bahan pengaktif ini, reaksi hanya berjalan dalam hitungan menit [30]. Pada penelitian ini, digunakan bahan pengaktif (activator) yaitu ZnO (zink oksida). ZnO (zink oksida)

dipilih karena selain sebagai bahan pengaktif (activator), ZnO (zink oksida) juga

berfungsi sebagai pengisi yang dapat memperkuat produk lateks karet alam [31]. Perbandingan kekuatan film lateks yang telah di vulkanisasi dengan penambahan bahan pengaktif (ZnO) dan bahan pencepat (ZDEC) dapat ditunjukkan dalam Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Pengaruh Bahan Pengaktif dan Pencepat Terhadap Kekuatan Tarik Film Lateks Karet Alam Dengan Vulkanisasi Sulfur Pada Suhu 93 °C [26]

Dari Gambar 2.3 terlihat bahwa pengaruh pengaktif dan pencepat terhadap kekuatan tarik film lateks karet alam yang di vulkanisasi dengan sulfur pada suhu 93 °C mengalami perbedaan yang nyata. Apabila agen vulkanisasi tidak ditambahkan ke dalam formulasi lateks karet alam, kekuatan tariknya rendah dibandingkan dengan formulasi yang telah ditambahkan pengaktif dan pencepat reaksi [26].

Sulfur, ZnO, ZDEC Sulfur, ZnO

Sulfur

Waktu Vulkanisasi (menit) Kekuatan Tarik


(38)

11

2.2.4 BAHAN PENSTABIL (STABILIZER)

Pada karet alam telah terdapat penstabil alami, tetapi bahan penstabil tambahan masih diperlukan yaitu KOH. Potasium hidroksida (KOH) selain berfungsi sebagai pengawet yang dapat mencegah pembiakan bakteri, dan dapat juga menjaga kestabilan koloid lateks dengan menghindarkan berlakunya fenomena pemekatan ZnO yang digunakan sebagai pengaktif. Selain daripada itu dapat juga meningkatkan kemampuan partikel lateks dan kemudian meningkatkan kestabilan lateks tersebut [32].

2.2.5 BAHAN ANTIOKSIDAN (ANTIOXIDANT)

Antioksidan adalah bahan kimia yang digunakan untuk mencegah oksidasi (mencegah reaksi dengan oksigen) pada produk karet. Antioksidan menstabilkan radikal bebas dengan melengkapi kekurangan elektron yang dimiliki radikal bebas, dan menghambat terjadinya reaksi berantai dari pembentukan radikal bebas yang dapat menimbulkan stres oksidatif [33]. Bahan antioksidan ditambahkan dalam pembuatan lateks karet alam agar melindungi karet sebelum dan sesudah vulkanisasi, terhadap pengusangan oleh oksidasi, panas, sinar matahari (ozon) dan pengaruh mekanis. Karet alam telah memiliki bahan antioksidan alami, tetapi karena kadarnya rendah tidak cukup untuk melindungi karet terhadap proses oksidasi. Bila tidak ditambahkan bahan antioksidan tersebut pada karet, maka karet akan mudah lengket dan lunak serta menjadi keras dan retak retak ataupun rapuh [34].

.

2.2.6 BAHAN PENGISI (FILLER)

Bahan pengisi ditambahkan ke dalam kompon lateks karet alam untuk menambah berat dan mengurangi biaya produksi dimana penambahan bahan pengisi tanpa mengurangi kualitasnya. Beberapa bahan pengisi digunakan untuk memberikan kekakuan, kekerasan dan tipe benda mekanik dengan kualitas yang diinginkan. Bahan pengisi merupakan bahan penting yang dapat mempengaruhi sifat-sifat vulkanisasi ke dalam komponen lateks, bahan pengisi ditambahkan dalam jumlah besar dengan tujuan meningkatkan sifat fisik, memperbaiki karakteristik pengolahan lateks, dan menurunkan biaya [26].


(39)

12

Bahan pengisi dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu [26] : 1. Bahan pengisi penguat

Bahan pengisi penguat yang paling penting adalah karbon hitam dan silika. Bahan pengisi penguat tersebut dengan dimensi 100 – 200 Å, membentuk bermacam-macam ikatan fisika dan kimia dengan rantai polimer. Kekuatan tarik dan sobek meningkat dan modulus meninggi. Bahan pengisi penguat secara luas digunakan pada ban otomotif untuk meningkatkan daya tahan terhadap abrasi. 2. Bahan pengisi bukan penguat

Bahan pengisi bukan penguat yang paling banyak digunakan adalah kalsium karbonat dan kaolin. Kaolin dikenal sebagai pengisi ekonomis untuk memodifikasi proses dan penampilan karet alam dan karet sintesis. Mereka ditambahkan pada karet alam untuk mengurangi daya rekat, meningkatkan kekerasan, memperbaiki daya tahan dan mengurangi biaya.

2.2.7 BAHAN PENYERASI (COMPATIBILIZER)

Pengolahan kimia dilakukan dengan merubah permukaan pengisi atau matriks dengan menggunakan bahan kimia tertentu. Umumnya perubahan permukaan pengisi dilakukan dengan penambahan bahan penggandeng sedangkan perubahan matriks dilakukan dengan menggunakan bahan penyerasi. Bahan penggandeng atau bahan penyerasi yang digunakan harus serasi atau dapat bereaksi dengan senyawa-senyawa kimia yang terdapat pada permukaan pengisi atau matriks [35].

Bahan penyerasi adalah bahan kimia yang mempunyai satu segmen kimia untuk menyambungkan satu polimer dan segmen kimia yang kedua dengan polimer yang lain dengan cara membentuk ikatan kovalen antara dua fasa. Penggunaan bahan penyerasi akan mengurangi kedua fasa polimer terpisah dengan cara meningkatkan pelekatan antar muka antara kedua fasa. Umumnya bahan penyerasi merupakan kopolimer blok atau cangkok yang terdiri dari segmen berlainan dengan cara kimia akan serasi dengan fasa matriks polimer yang digunakan. Secara umum fungsi bahan penyerasi adalah untuk [35] :

a. Mengurangi tegangan antar muka peleburan polimer dengan memberikan pengemulsian dan seterusnya menyebarkan satu fasa ke dalam fasa yang lain.


(40)

13 b. Menambah pelekatan antar muka.

c. Menstabilkan fasa tersebar sewaktu pemprosesan.

2.3 PENELITIAN TERDAHULU

Adapun penelitian terdahulu tentang pembuatan produk lateks karet alam dengan penambahan pengisi organik dan anorganik adalah sebagai berikut :

1. Manroshan, et al [3] meneliti pembuatan produk lateks karet alam berpengisi nano kalsium karbonat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai modulus tarik dan pemanjangan saat putus meningkat seiring dengan bertambahnya pengisi (filler loading).

2. Ruangudomsakul, et al [5] meneliti pembuatan produk lateks karet alam berpengisi limbah pulp singkong. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

penambahan pengisi pulp singkong hingga 20 phr dapat meningkatkan nilai

kekuatan tarik dari produk vulkanisat.

3. Bouthergourd, et al [15] meneliti pengaruh penambahan pati kentang dalam produk lateks karet alam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pati kentang dapat terdispersi dengan baik dalam matriks lateks karet alam hingga konsentrasi sebesar 15%.

4. Keawkumay, et al [20] meneliti pembuatan produk lateks karet alam berpengisi

montmorillonite (MMT) termodifikasi surfaktan octadecylamine dan octadecyltrimethyl ammonium bromide (ODTMA). Hasil penelitian

menunjukkan bahwa pengisi termodifikasi dapat terdispersi dengan baik dalam matriks. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya sifat kekuatan tarik dari produk lateks karet alam.

5. Harahap, et al [25] meneliti pembuatan produk lateks karet alam berpengisi kaolin termodifikasi alkanolamida. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan alkanolamida dapat membuat ikatan antarfasa yang baik antara pengisi kaolin dan matriks lateks karet alam.

2.4 KULIT SINGKONG

Kulit singkong merupakan limbah hasil pengupasan pengolahan produk pangan berbahan dasar umbi singkong, jadi keberadaannya sangat dipengaruhi oleh


(41)

14

eksistensi tanaman singkong yang ada di Indonesia. Kulit singkong terkandung dalam setiap umbi singkong dan keberadaannya mencapai 16% dari berat umbi singkong tersebut. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia tahun 2008, diketahui bahwa produksi umbi singkong pada tahun 2008 adalah sebanyak 20,8 juta ton, artinya potensi kulit singkong di Indonesia mencapai angka 3,3 juta ton/tahun [18]. Tabel produksi umbi singkong di Indonesia ditunjukkan pada Tabel 2.2 dan hasil analisa komposisi kimia tepung kulit singkong ditunjukkan pada Tabel 2.3.

Tabel 2.2 Jumlah Produksi Umbi Singkong di Indonesia [18]

Tahun Jumlah Produksi (Ton)

2004 19.424.707

2005 19.321.183

2006 19.986.640

2007 19.988.058

2008 20.794.929

Dari Tabel 2.2 di atas, terlihat bahwa produksi umbi singkong di Indonesia tiap tahunnya mengalami kenaikan. Hal ini menunjukkan bahwa potensi kulit singkong dapat ditemukan secara melimpah di Indonesia. Jadi berdasarkan penyebaran dan jumlah ketersediaannya, kulit singkong sangat potensial untuk dijadikan sebagai bahan pengisi pada produk lateks karet alam.

Tabel 2.3 Komposisi Kimia Kulit Singkong Berdasarkan Bahan Kering [36]

Parameter Kandungan (%)

Selulosa 37,9

Hemiselulosa 37,0

Lignin 7,5

Abu 4,5

Lain-lain 13,1

Dari Tabel 2.3 di atas, dapat dilihat bahwa kulit singkong memiliki kandungan selulosa sebesar 37,9%. Melihat potensi dari limbah kulit singkong yang mengandung selulosa yang cukup tinggi, maka kulit singkong cocok digunakan sebagai pengisi organik dalam produk lateks karet alam. Hal ini disebabkan karena selulosa memiliki ikatan hidrogen yang kuat dan tidak mudah larut dalam pelarut (solvent) yang umum [18]. Penggunaan selulosa sebagai bahan pengisi berfungsi


(42)

15

sehingga sifat mekanik dan karakteristik produk lateks karet alam diharapkan menjadi lebih baik.

2.5 ALKANOLAMIDA

Adapun kendala yang terdapat dalam penyediaan produk lateks karet alam yaitu kurang serasinya sifat kimia antara pengisi yang hidrofilik dan lateks karet alam yang hidrofobik. Untuk itu, diperlukan suatu modifikasi seperti pertukaran ion pada kation di bagian luar pengisi dengan menggunakan surfaktan organik.

Surfaktan merupakan suatu molekul yang sekaligus memiliki gugus hidrofil dan gugus lipofil sehingga dapat mempersatukan campuran yang terdiri dari air dan minyak. Surfaktan adalah bahan aktif permukaan. Aktifitas surfaktan diperoleh karena sifat ganda dari molekulnya. Molekul surfaktan memiliki bagian polar yang suka akan air (hidrofilik) dan bagian non polar yang suka akan minyak/lemak

(lipofilik). Umumnya bagian non polar (lipofilik) adalah merupakan rantai alkil yang

panjang, sementara bagian yang non polar (hidrofilik) mengandung gugus hidroksil

[37]. Pola penambahan surfaktan dalam matriks polimer ditunjukkan pada Gambar 2.4 berikut ini.

Gambar 2.4 Pola Penambahan Surfaktan Dalam Matriks Polimer [38]

Surfaktan dapat digolongkan berdasarkan muatan pada gugus hidrofiliknya, yaitu [21] :

 Surfaktan non-ionik

Surfaktan non-ionik memiliki gugus hidrofilik yang tidak bermuatan di dalam larutan. Umumnya surfaktan non-ionik merupakan senyawa alkohol. Contoh surfaktan non-ionik adalah eter alkohol.


(43)

16

 Surfaktan kationik

Surfaktan kationik memiliki gugus hidrofilik yang bermuatan positif di dalam larutan. Umumnya surfaktan kationik merupakan senyawa amonium kuartener. Contoh surfaktan kationik adalah heksadesitrimetil amonium bromida.

 Surfaktan anionik

Surfaktan anionik memiliki gugus hidrofilik yang bermuatan negatif di dalam larutan. Surfaktan anionik mengandung gugus sulfat, sulfonat dan karboksilat. Contoh surfaktan anionik adalah alkil sulfat.

 Surfaktan zwitter ionik (amfoter)

Surfaktan zwitter ionik memiliki gugus hidrofilik yang dapat bermuatan positif (kationik), negatif (anionik) maupun tidak bermuatan (non-ionik) di dalam larutan, bergantung pada pH larutan. Contoh senyawa zwitter ionik adalah alkil betaine.

Dalam penelitian ini, jenis surfaktan yang digunakan adalah alkanolamida. Alkanolamida adalah surfaktan non ionik dimana rantai hidrokarbon yang panjang bersifat non polar sedangkan gugus amidanya bersifat sangat polar. Oleh karena itu, diharapkan penggunaan alkanolamida dapat membuat interaksi antar fasa (interphase) antara tepung kulit singkong dan lateks karet alam menjadi lebih kuat,

dengan asumsi rantai hidrokarbon yang panjang akan berinteraksi dengan lateks karet alam yang bersifat non polar, sedangkan gugus amida akan berinteraksi dengan tepung kulit singkong yang bersifat polar. Struktur alkanolamida dapat dilihat pada Gambar 2.5 berikut.

Gambar 2.5 Molekul Polar dan Non-polar Senyawa Alkanolamida [38]

C O

NH2

gugus non-polar


(44)

17

Senyawa alkanolamida dapat disintesis melalui reaksi amidasi langsung menggunakan trigliserida dan dietanolamina sehingga akan menghasilkan senyawa alkanolamida yang memiliki dua gugus hidroksi (poliol). Tahap awal dari reaksi ini akan menghasilkan metil ester sebagai zat antara. Selanjutnya dengan adanya penambahan dietanolamina yang berlebih, metil ester yang terbentuk akan segera berubah menghasilkan alkanolamida, selanjutnya sisa dietanolamina dan natrium metoksida sebagai katalis dapat dipisahkan dengan mencucinya menggunakan larutan NaCl jenuh yang terlebih dahulu dilarutkan dalam dietil eter sehingga diperoleh senyawa alkanolamida [24].

Dalam penelitian ini, sumber trigliserida yang digunakan adalah asam palmitat dari turunan minyak kelapa sawit yaitu RBDPS (Refined Bleached Deodorized Palm Stearin). RBDPS (Refined Bleached Deodorized Palm Stearin)

dipilih sebagai sumber trigliserida karena memiliki sifat kemurnian yang tinggi serta harga yang relatif lebih terjangkau. Mekanisme reaksi pembuatan alkanolamida dapat dilihat pada Gambar 2.6 berikut.

Adapun mekanisme reaksi yang diperkirakan terjadi adalah sebagai berikut :


(45)

18

Gambar 2.6 Reaksi Amidasi Trigliserida dengan Dietanolamina Membentuk Alkanolamida [24]

2.6 PROSES PENCELUPAN

Proses pencelupan merupakan suau teknik yang menghasilkan barang dari lateks yang dilakukan dengan mencelup suatu pembentuk, yang telah dibersihkan ke dalam formulasi lateks, semasa pembentuk dicelupkan di dalam formulasi lateks, partikel-partikel lateks yang bersentuhan dengan permukaan pembentuk mengalami proses penghilang kestabilan dan membentuk suatu lapisan atau film, dimana film yang terbentuk mempunyai bentuk yang sama dengan pembentuk (cetakan) yang dicelupkan ke dalam formulasi lateks tersebut dan apabila film ini dikeringkan produk lateks akan terhasil. Dalam industri, teknik pencelupan ini selalu digunakan untuk menghasilkan produk yang tipis dan berongga seperti sarung tangan, balon dan lain-lain. Teknik pencelupan terdiri dari tiga cara yaitu [5] :

1. Pencelupan terus (straight dipping)

2. Pencelupan berkoagulan (coagulant dipping)

3. Pencelupan pengaktifan panas (heat sensitized dipping)

Pencelupan berkoagulan merupakan teknik pencelupan yang digunakan untuk menghasilkan produk yang mempunyai ketebalan sederhana yaitu 0,2-0,8 mm. Contoh produk yang mempunyai ketebalan ini adalah sarung tangan. Pencelupan berkoagulan pada umumnya dapat dibagi atas dua jenis yaitu [39] :

1. Pencelupan berkoagulan basah

Pencelupan berkoagulan basah ialah teknik pencelupan dimana pembentuk dilapisi oleh koagulan dicelupkan ke dalam formulasi lateks semasa koagulan itu masih basah. Contoh koagulan yang digunakan dalam pencelupan berkoagulan basah asam asetat. Keburukan dari koagulan basah ini sering menetes ke dalam tangki lateks menyebabkan penghilang kestabilan lateks terjadi di dalam tangki


(46)

19

lateks dan partikel kecil karet akan terhasil. Tangki lateks yang berisi partikel kecil karet tidak dapat digunakan untuk menghasilkan produk, karena partikel kecil karet ini akan melekat pada permukaan produk dan mengakibatkan kecacatan.

2. Pencelupan berkoagulan kering

Pencelupan berkoagulan kering ialah teknik pencelupan dimana pembentuk dimasukkan ke dalam formulasi lateks selepas koagulan yang meliputi pembentukan dikeringkan dahulu. Contoh koagulan yang digunakan dalam pencelupan berkoagulan kering ialah kalsium nitrat. Pencelupan berkoagulan kering lebih sering digunakan dari pada pencelupan berkoagulan basah.

2.7 PENGUJIAN DAN KARAKTERISASI

2.7.1 UJI KEKUATAN TARIK (TENSILE STRENGTH)

Kekuatan tarik dari karet lebih sering diukur dibandingkan sifat-sifat yang lain kecuali kekerasan dan karet sering digunakan pada berbagai aplikasinya, contohnya sarung tangan dan kondom tergantung pada sifat kekuatan tariknya. Alasannya adalah bahwa kekuatan tarik merupakan ukuran kualitas senyawa tersebut dan ikut berperan dalam pengaturan penggunaan bahan pengisi berbiaya rendah. Senyawa-senyawa yang dipakai untuk industri umumnya memiliki kualitas yang tinggi, sehingga kekuatan tarik mengambil bagian penting pada spesifikasi senyawa-senyawa yang dipakai untuk industri.

Kekuatan tarik karet juga memiliki ketertarikan sains tersendiri dan tipe ikat silang serta derajat ikat silang mempunyai pengaruh yang signifikan pada kekuatan tarik karet alam. Umumnya, kekuatan tarik akan mencapai maksimum seiring dengan meningkatnya derajat ikat silang. Nilai maksimum kekuatan tarik terjadi pada densitas ikat silang yang lebih tinggi [40].

Kekuatan tarik adalah salah satu sifat dasar dari bahan polimer yang terpenting dan sering digunakan untuk karakteristik suatu bahan polimer. Kekuatan tarik suatu bahan didefenisikan sebagai besarnya beban maksimum (F maks) yang digunakan untuk memutuskan spesimennya bahan dibagi dengan luas penampang awal (Ao) [41]. Nilai kekuatan tarik dapat ditunjukkan pada Persamaan 2.1 berikut ini.


(47)

20

σ = Fmak A ...(2.1) Dimana :

σ = kekuatan tarik (kgf/mm2) F maks = beban maksimum (kgf) Ao = luas penampang awal (mm2)

2.7.2 UJI DENSITAS SAMBUNG SILANG (CROSSLINK DENSITY)

Pelarutan suatu polimer tidak sama dengan pelarutan senyawa yang mempunyai berat molekul rendah karena adanya dimensi-dimensi yang sangat berbeda antara pelarut dan molekul polimer. Pelarutan polimer terjadi dalam dua tahap. Mula-mula molekul pelarut berdifusi melewati matriks polimer untuk membentuk suatu massa menggembung dan tersolvasi yang disebut gel. Dalam tahap kedua, gel tersebut pecah (bercerai-berai) dan molekul-molekulnya terdispersi ke dalam larutan sejati. Pelarutan sering kali merupakan proses yang lambat. Sementara beberapa jenis polimer bisa larut dengan cepat dalam pelarut-pelarut tertentu, polimer yang lainnya bisa jadi membutuhkan periode pemanasan yang lama dekat titik lebur dari polimer tersebut. Polimer-polimer jaringan tidak dapat larut, tetapi biasanya membengkak (menggelembung / mengembang / swelling) dengan hadirnya

pelarut [42].

Swelling merupakan sifat non-mekanis, tetapi secara luas digunakan untuk

mengkarakterisasi material elastomer. Swelling merupakan suatu perubahan bentuk

yang tidak biasa karena perubahan volume merupakan suatu faktor yang tidak dapat diabaikan begitu saja, seperti halnya perubahan mekanik. Swelling merupakan

pembesaran tiga dimensi dimana jaringan mengabsorpsi pelarut hingga mencapai derajat keseimbangan swelling. Pada titik ini, energi bebas berkurang diakibatkan

pencampuran pelarut dengan rantai jaringan diseimbangkan oleh energi bebas yang meningkat seiring dengan meregangnya rantai. Pada prakteknya, polimer ditempatkan pada suatu wadah yang mengandung pelarut dimana polimer akan mengabsorpsi sampai peregangan rantai melebar, mencegah absorpsi yang lebih jauh lagi [43].

Uji swelling index dan kerapatan sambung silang (crosslink density)


(48)

21

hingga massanya mencapai 0,2 gram. Uji kerapatan sambung silang (crosslink density) dihitung dengan menggunakan persamaan Flory-Rehner seperti Persamaan

2.2 berikut [44] :

) ( . . 2 . ) 1 ln( ) 2

( 1/3

0 2 1 r NRL r r r C V V V V V M         ...(2.2) Dimana :

(2MC-1) = densitas sambung silang

V0 dan χ = volume molar dan parameter interaksi dari pelarut (untuk toluene, V0 = 108,5 mol.cm-3an χ = )

ρNRL = densitas karet = 0,932 [45]

Vr adalah fraksi volume karet dalam gel yang membengkak, dihitung dari Persamaan 2.3 [44] :

sol sol d d d d r / W / W / W V

  ...(2.3) Dimana :

Wd = massa awal karet

ρd = densitas karet (untuk karet vulkanisasi ρd = 0,9203 g.cm-3) [45] Wsol = massa pelarut yang terserap dalam karet

ρ = densitas pelarut (untuk t uene ρsol = 0,87 g.cm-3)

2.7.3 KARAKTERISASI FOURIER TRANSFORM INFRA RED (FT-IR)

Pada tahun 1965, Cooley dan Turky mendemonstrasikan teknik spektroskopi FT-IR. Pada dasarnya teknik ini sama dengan spektroskopi infra merah biasa, kecuali dilengkapi dengan cara perhitungan Fourier Transform dan pengolahan data untuk mendapatkan resolusi dan kepekaan yang lebih tinggi. Teknik ini dilakukan dengan penambahan peralatan interferometer yang telah lama ditemukan oleh Michelson pada akhir abad 19.

Penggunaan spektrofotometer FT-IR untuk analisa banyak diajukan untuk identifikasi suatu senyawa. Hal ini disebabkan spektrum FT-IR suatu senyawa (misalnya organik) bersifat khas, artinya senyawa yang berbeda akan mempunyai spektrum berbeda pula. Vibrasi ikatan kimia pada suatu molekul menyebabkan pita serapan hampir seluruh di daerah spektrum IR 4000-450 cm-1.


(49)

22

Formulasi bahan polimer dengan kandungan aditif bervariasi seperti pemlastis, pengisi, pemantap dan antioksidan memberikan kekhasan pada spektrum inframerahnya. Analisis infra merah memberikan informasi tentang kandungan aditif, panjang rantai, dan struktur rantai polimer. Di samping itu, analisis IR dapat digunakan untuk karakterisasi bahan polimer yang terdegradasi oksidatif dengan munculnya gugus karbonil dan pembentukan ikatan rangkap pada rantai polimer [48].

2.7.4 KARAKTERISASI SCANNING ELECTRON MICROSCOPE (SEM)

SEM adalah alat yang dapat membentuk bayangan permukaan spesimen secara mikroskopik. Berkas elektron dengan diameter 5-10 nm diarahkan pada spesimen. Interaksi berkas elektron dengan spesimen menghasilkan beberapa fenomena yaitu hamburan balik berkas elektron, Sinar X, elektron sekunder dan absorbsi elektron.

Teknik SEM pada hakikatnya merupakan pemeriksaan dan analisa permukaan. Data atau tampilan yang diperoleh adalah data dari permukaan atau dari lapisan yang tebalnya sekitar 2 μm ari permukaan. Gambar permukaan yang diperoleh merupakan tofografi segala tonjolan, lekukan dan lubang pada permukaan. Gambar topografi diperoleh dari penangkapan elektron sekunder yang dipancarkan oleh spesimen. Sinyal elektron sekunder yang dihasilkan ditangkap oleh detektor dan diteruskan ke monitor. Pada monitor akan diperoleh gambar yang khas yang menggambarkan struktur permukaan spesimen. Selanjutnya gambar dimonitor dapat dipotret dengan menggunakan film hitam putih atau dapat pula direkam ke dalam suatu disket [26].

2.8 APLIKASI DAN KEGUNAAN PRODUK LATEKS KARET ALAM

Karet alam merupakan salah satu polimer dengan monomer isoprena yang berasal dari air getah dari tumbuhan Hevea brasiliensis dari famili Euphorbiceae.

Penggunaan karet alam sebagai matriks, disebabkan karet alam juga merupakan satu biosentesis yang paling penting pada polimer yang memiliki sifat fisik dan kimia yang baik, sehingga banyak diaplikasikan dalam berbagai bidang. Selanjutnya, sebagai biomakromolekul yang baik maka lateks karet alam banyak diaplikasikan


(50)

23

dalam produk-produk medis, yaitu sebagai tabung transfusi darah, kondom, sarung tangan medis maupun pipa dalam saluran tubuh. Hal ini disebabkan oleh sifat elastisitas, fleksibilitas, penyebaran antivirus, formabilitas dan biodegradabilitas yang baik. Namun kekuatan tarik yang rendah dan ketahanan sobek yang kurang baik merupakan kelemahan utama dari produk karet alam, terutama untuk produk sarung tangan medis dan kondom [47].

Sarung tangan karet banyak digunakan untuk keperluan medis, kimia, klinik, industri kimia dan makanan, serta keperluan rumah tangga (house hold). Permintaan

komoditas sarung tangan karet dunia selalu meningkat rata-rata 20 % per tahun terutama di negara-negara Afrika dan Asia. Produksi sarung tangan dunia saat ini mencapai ±100 milyar buah. Sarung tangan dipasarkan dalam berbagai jenis dan ukuran, untuk keperluan medis (surgical/medical glove), pemeriksaan teknis

(examination glove), industri (industrial glove), dan rumah tangga/umum (household glove) [48].

Gambar 2.7 Berbagai Macam Produk Lateks Karet Alam [48]

Dalam penelitian ini, lateks karet alam berpengisi organik tepung kulit singkong dapat digunakan sebagai bahan baku untuk berbagai macam produk-produk medis, yaitu sebagai tabung transfusi darah, kondom, sarung tangan medis maupun pipa dalam saluran tubuh. Pengunaan bahan tambahan pengisi diharapkan dapat menggantikan kelemahan utama dari produk lateks karet alam, seperti kekuatan tarik dan ketahanan sobek. Sekitar 90% bahan baku yang digunakan untuk pembuatan sarung tangan dari karet alam adalah lateks pekat. Selain lateks pekat, sejumlah bahan kimia yang diperlukan, seperti bahan kimia untuk pembuatan dispersi, bahan untuk vulkanisasi, antioksidan, bahan akselerator, powder, dan lainnya [48].


(51)

24

2.9 ANALISA EKONOMI

Dalam penelitian ini, dilakukan suatu analisa biaya terhadap pembuatan produk lateks karet alam berpengisi tepung kulit singkong termodifikasi penyerasi alkanolamida. Rincian biaya diberikan dalam Tabel 2.4 berikut ini.

Tabel 2.4 Rincian Biaya Pembuatan Produk Lateks Karet Alam Berpengisi Tepung Kulit Singkong Termodifikasi Penyerasi Alkanolamida

Bahan dan Peralatan Jumlah Harga (Rp) Total (Rp)

Dietanolamina 1 liter 624.000,-/liter 624.000,-

Refined Bleached Deodorized

Palm Stearin 1 kg 0,-/kg 0,-

Natrium Metoksida 250 gram 2428,-/gram 607.000,-

Metanol 1 liter 310.000,-/liter 310.000,-

Dietil eter 1 liter 688.000,-/liter 688.000,-

Natrium Sulfat Anhidrat 500 gram 822,-/gram 411.000,-

Natrium Klorida 500 gram 980,-/gram 490.000,-

Kulit singkong 1 kg 0,-/kg 0,-

Aquadest 5 liter 2000,-/liter 10.000,-

High Ammonia Lateks 1 kg 28.000,-/kg 28.000,-

Zink Oksida 500 gram 260,-/gram 130.000,-

Zinc Diethyl Dithiocarbamate 500 gram 35,-/gram 17.500,-

Kalium Hidroksida 500 gram 710,-/gram 355.000,-

Sulfur 500 gram 26,-/gram 13.000,-

Kloroform 1 liter 433.000,-/liter 433.000,-

Kalsium Karbonat 250 gram 2560,-/gram 640.000,-

Kalsium Nitrat 500 gram 1238,-/gram 619.000,-

Pembuatan Wadah Pencelupan

Lateks Karet Alam 5 buah 10.000,-/buah 50.000,-

Pembuatan Plat Seng

Pencelupan Lateks Karet Alam 10 buah 2000,-/buah 20,000,-

Analisa Fourier Transform

Infra-Red (FTIR) 6 sampel 75.000,-/buah 450.000,-

Analisa Scanning Electron

Microscopy (SEM) 5 sampel 200.000,-/buah 1.000.000,-

TOTAL 6.895.550,-

Dari rincian biaya yang telah dilakukan diatas maka total biaya yang diperlukan untuk membuat produk lateks karet alam berpengisi tepung kulit singkong termodifikasi penyerasi alkanolamida yaitu sebesar Rp 6.895.550,-.


(52)

25

Adapun biaya untuk perancangan bahan mentah (raw material) produk

membutuhkan bahan-bahan yakni sebagai berikut :

1. High Ammonia Lateks dengan kandungan 60% karet kering.

2. Bahan kuratif lateks karet alam seperti sulfur, zink oksida (ZnO), zinc diethyldithiocarbamate (ZDEC), dan antioksidan (AO).

3. Tepung kulit singkong. 4. Alkanolamida.

5. Biaya tambahan seperti wadah pencelupan dan plat seng pencelupan.

Produk yang dihasilkan nantinnya akan memiliki sifat kekuatan tarik dan keelastisan yang tinggi oleh karena itu maka sasaran produk yang ingin dihasilkan dapat berupa produk sarung tangan yang memiliki kekuatan tarik dan keelastisan yang tinggi.

Diasumsikan bahwa pembuatan produk lateks karet alam menggunakan basis 1 kg High Ammonia Lateks, maka perkiraan produk yang dapat dibuat sekitar 60

buah pasang sarung tangan. Perkiraan rincian biaya pembuatan produk sarung tangan diberikan dalam Tabel 2.5 berikut ini.

Tabel 2.5 Perkiraan Rincian Biaya Pembuatan Produk Lateks Karet Alam

Bahan dan Peralatan Jumlah yang diperlukan

Biaya Total (Rp)

High Ammonia Lateks 1 kg 28.000,-

Zink Oksida 1,5 gram 390,-

Zinc Diethyl Dithiocarbamate 9 gram 315,-

Sulfur 9 gram 234,-

Tepung Kulit Singkong 60 gram 0,-

Alkanolamida 6 gram 117,-

Plat Pencelupan 5 buah 10.000,-

Wadah Pencelupan 1 buah 10.000,-

Total 49.056,-

Total biaya yang diperkirakan untuk membuat 60 buah pasang sarung tangan yaitu sebesar Rp 49.056,-. Bila harga ini dibagi menjadi per buah pasang sarung tangan maka satu buah pasang sarung tangan memiliki harga Rp 817,6,- ≈ Rp 820,-. Harga produk sejenis di pasaran memiliki rentang harga Rp 1000,- s/d Rp 2000,-. Oleh karena itu, maka produk ini memiliki potensi untuk dipasarkan dan bersaing dengan produk lainnya yang sejenis.


(53)

26

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 LOKASI PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Organik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Departemen Kimia, Universitas Sumatera Utara dan Laboratorium Lateks, Fakultas Teknik, Departemen Teknik Kimia, Universitas Sumatera Utara.

3.2 BAHAN DAN PERALATAN 3.2.1 BAHAN

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bahan yang digunakan untuk pembuatan bahan penyerasi alkanolamida, pembuatan tepung kulit singkong dan pembuatan senyawa lateks karet alam.

3.2.1.1 BAHAN YANG DIGUNAKAN UNTUK PEMBUATAN BAHAN PENYERASI ALKANOLAMIDA

Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan bahan penyerasi alkanolamida adalah sebagai berikut :

1. Dietanolamina (C4H11NO2), diperoleh dari CV. Multi Kreasi Bersama di Medan, Sumatera Utara.

2. Refined Bleached Deodorized Palm Stearin (RBDPS), diperoleh dari PT.

Socfin Indonesia (Socfindo) di Medan, Sumatera Utara.

3. Natrium Metoksida (CH3ONa), diperoleh dari CV. Multi Kreasi Bersama di Medan, Sumatera Utara.

4. Metanol (CH3OH), diperoleh dari CV. Multi Kreasi Bersama di Medan, Sumatera Utara.

5. Dietil eter ((C2H5)2O), diperoleh dari CV. Multi Kreasi Bersama di Medan, Sumatera Utara.

6. Natrium Sulfat Anhidrat (Na2SO4), diperoleh dari CV. Multi Kreasi Bersama di Medan, Sumatera Utara.


(54)

27

7. Natrium Klorida (NaCl), diperoleh dari CV. Multi Kreasi Bersama di Medan, Sumatera Utara.

3.2.1.2 BAHAN YANG DIGUNAKAN UNTUK PEMBUATAN TEPUNG KULIT SINGKONG

Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan tepung kulit singkong adalah sebagai berikut :

1. Kulit singkong, diperoleh dari industri keripik singkong rumah tangga di Medan, Sumatera Utara.

2. Aquadest (H2O), diperoleh dari CV. Multi Kreasi Bersama di Medan, Sumatera Utara.

3.2.1.3 BAHAN YANG DIGUNAKAN UNTUK PEMBUATAN SENYAWA LATEKS KARET ALAM

Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan senyawa lateks karet alam adalah sebagai berikut :

1. High Ammonia Lateks dengan kandungan 60% karet kering, diperoleh dari

PT. Socfin Indonesia (Socfindo) di Medan, Sumatera Utara.

2. Zinc Oksida (ZnO), diperoleh dari Farten Technique (M) Sdn Bhd di Pulau Penang, Malaysia.

3. Zinc Diethyl Dithiocarbamate (ZDEC), diperoleh dari Farten Technique (M)

Sdn Bhd di Pulau Penang, Malaysia.

4. Kalium Hidroksida (KOH), diperoleh dari CV. Multi Kreasi Bersama di Medan, Sumatera Utara.

5. Sulfur (S), diperoleh dari Farten Technique (M) Sdn Bhd di Pulau Penang, Malaysia.

6. Kloroform (CHCl3), diperoleh dari CV. Multi Kreasi Bersama di Medan, Sumatera Utara.

7. Kalsium Karbonat (CaCO3), diperoleh dari CV. Multi Kreasi Bersama di Medan, Sumatera Utara.

8. Kalsium Nitrat (Ca(NO3)2), diperoleh dari CV. Multi Kreasi Bersama di Medan, Sumatera Utara.


(55)

28

3.2.2 PERALATAN

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari peralatan yang digunakan untuk pembuatan bahan penyerasi alkanolamida, pembuatan tepung kulit singkong dan pembuatan senyawa lateks karet alam.

3.2.2.1 PERALATAN YANG DIGUNAKAN UNTUK PEMBUATAN BAHAN PENYERASI ALKANOLAMIDA

Peralatan yang digunakan untuk pembuatan bahan penyerasi alkanolamida adalah sebagai berikut :

1. Rotary Evaporator

2. Oven

3. Hot Plate

4. Neraca Analitik 5. Refluks Kondensor 6. Termometer

7. Magnetic Stirer

8. Labu Leher Tiga 9. Gelas Ukur 10. Beaker Glass

11. Corong Gelas 12. Kertas Saring

3.2.2.2 PERALATAN YANG DIGUNAKAN UNTUK PEMBUATAN TEPUNG KULIT SINGKONG

Peralatan yang digunakan untuk pembuatan tepung kulit singkong adalah sebagai berikut :

1. Neraca Analitik 2. Oven

3. Blender


(1)

78

C.6 LARUTAN HASIL DISPERSI TEPUNG KULIT SINGKONG DAN ALKANOLAMIDA

Gambar C.6 Larutan Hasil Dispersi Tepung Kulit Singkong dan Alkanolamida

C.7 BAHAN KURATIF PRODUK LATEKS KARET ALAM

Gambar C.7 Bahan Kuratif Produk Lateks Karet Alam

C.8 PROSES PRA-VULKANISASI PRODUK LATEKS KARET ALAM


(2)

79

C.9 PROSES UJI KLOROFORM LATEKS KARET ALAM

Gambar C.9 Proses Uji Kloroform Produk Lateks Karet Alam

C.10 LARUTAN PEMBERSIH PLAT PENCELUPAN PRODUK LATEKS KARET ALAM

Gambar C.10 Larutan Pembersih Plat Pencelupan Produk Lateks Karet Alam

C.11 WADAH PENCELUPAN PRODUK LATEKS KARET ALAM


(3)

80

C.12 PROSES VULKANISASI PRODUK LATEKS KARET ALAM

Gambar C.12 Proses Vulkanisasi Produk Lateks Karet Alam

C.13 PROSES PEMBEDAKAN PRODUK LATEKS KARET ALAM

Gambar C.13 Proses Pembedakan Produk Lateks Karet Alam

C.14 PRODUK LATEKS KARET ALAM BERPENGISI TEPUNG KULIT SINGKONG DAN BAHAN PENYERASI ALKANOLAMIDA

Gambar C.14 Produk Lateks Karet Alam Berpengisi Tepung Kulit Singkong dan Bahan Penyerasi Alkanolamida


(4)

81

LAMPIRAN D

HASIL PENGUJIAN LAB ANALISIS DAN INSTRUMEN

D.1 HASIL FTIR ALKANOLAMIDA

Gambar D.1 Hasil FTIR Alkanolamida

D.2 HASIL FTIR TEPUNG KULIT SINGKONG


(5)

82

D.3 HASIL FTIR DISPERSI TEPUNG KULIT SINGKONG DAN ALKANOLAMIDA

Gambar D.3 Hasil FTIR Dispersi Tepung Kulit Singkong dan Alkanolamida

D.4 HASIL FTIR PRODUK LATEKS KARET ALAM TANPA PENAMBAHAN PENGISI TEPUNG KULIT SINGKONG DAN TANPA PENYERASI ALKANOLAMIDA

Gambar D.4 Hasil FTIR Produk Lateks Karet Alam Tanpa Penambahan Pengisi Tepung Kulit Singkong dan Tanpa Penyerasi Alkanolamida


(6)

83

D.5 HASIL FTIR PRODUK LATEKS KARET ALAM DENGAN PENAMBAHAN PENGISI TEPUNG KULIT SINGKONG DAN TANPA PENYERASI ALKANOLAMIDA

Gambar D.5 Hasil FTIR Produk Lateks Karet Alam Dengan Penambahan Pengisi Tepung Kulit Singkong dan Tanpa Penyerasi Alkanolamida

D.6 HASIL FTIR PRODUK LATEKS KARET ALAM DENGAN PENAMBAHAN PENGISI TEPUNG KULIT SINGKONG DAN PENYERASI ALKANOLAMIDA

Gambar D.6 Hasil FTIR Produk Lateks Karet Alam Dengan Penambahan Pengisi Tepung Kulit Singkong dan Penyerasi Alkanolamida


Dokumen yang terkait

Pengaruh Waktu Vulkanisasi dan Pembebanan Pengisi Tepung Kulit Singkong Termodifikasi Penyerasi Alkanolamida pada Pembuatan Produk Film Lateks Karet Alam

5 231 102

Pengaruh Waktu Vulkanisasi Pada Pembuatan Produk Film Lateks Karet Alam Berpengisi Selulosa Mikrokristalin dari Tepung Kulit Singkong Dengan Penambahan Penyerasi Alkanolamida

8 26 116

Pengaruh Waktu Vulkanisasi Pada Pembuatan Produk Film Lateks Karet Alam Berpengisi Selulosa Mikrokristalin dari Tepung Kulit Singkong Dengan Penambahan Penyerasi Alkanolamida

0 0 23

Pengaruh Waktu Vulkanisasi Pada Pembuatan Produk Film Lateks Karet Alam Berpengisi Selulosa Mikrokristalin dari Tepung Kulit Singkong Dengan Penambahan Penyerasi Alkanolamida

0 0 2

Pengaruh Waktu Vulkanisasi Pada Pembuatan Produk Film Lateks Karet Alam Berpengisi Selulosa Mikrokristalin dari Tepung Kulit Singkong Dengan Penambahan Penyerasi Alkanolamida

0 0 6

Pengaruh Waktu Vulkanisasi Pada Pembuatan Produk Film Lateks Karet Alam Berpengisi Selulosa Mikrokristalin dari Tepung Kulit Singkong Dengan Penambahan Penyerasi Alkanolamida

0 0 17

Pengaruh Waktu Vulkanisasi dan Pembebanan Pengisi Tepung Kulit Singkong Termodifikasi Penyerasi Alkanolamida pada Pembuatan Produk Film Lateks Karet Alam

0 0 22

Pengaruh Suhu Vulkanisasi Pada Pembuatan Produk Film Lateks Karet Alam Berpengisi Tepung Kulit Singkong Termodifikasi Penyerasi Alkanolamida

0 0 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Suhu Vulkanisasi Pada Pembuatan Produk Film Lateks Karet Alam Berpengisi Tepung Kulit Singkong Termodifikasi Penyerasi Alkanolamida

0 0 20

Pengaruh Suhu Vulkanisasi Pada Pembuatan Produk Film Lateks Karet Alam Berpengisi Tepung Kulit Singkong Termodifikasi Penyerasi Alkanolamida

0 0 25