BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Gigi - Prediksi Leeway Space Dengan Menggunakan Tabel Moyers Pada Murid Sekolah Suku Batak Di Kota Medan
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perkembangan Gigi Perkembangan gigi dimulai selama minggu ke-6 perkembangan embrio.
Perkembangan gigi setiap individu dimulai dengan pembentukan suatu benih gigi. Benih gigi tersebut berasal dari dua jaringan embrio yaitu bagian yang berkembang dari lamina gigi yang berasal dari ektodermal dan bagian lain dari mesenkim yang
29
terletak di mandibula ektodermal. Perkembangan gigi terbagi atas 4 periode, yaitu periode predental, periode gigi desidui, periode gigi bercampur dan periode gigi
7-9 permanen.
2.1.1 Periode Predental
7-9
Periode predental dimulai setelah lahir hingga usia 6 bulan. Pada fase ini, prosesus alveoris masih berbentuk bantalan gusi. Bantalan gusi berwarna merah jambu, padat dan ditutupi selapis jaringan ikat padat fibrous periosteum. Pada rahang atas bantalan gusi berbentuk tapal kuda sementara pada rahang bawah
7,8,30
berbentuk U. Bantalan gusi dipisahkan oleh dental groove sehingga menjadi dua bagian yaitu bagian labiobukal dan bagian lingual. Bagian bantalan gigi tersebut kemudian terbagi menjadi sepuluh segmen oleh adanya transverse grooves yang
8 setiap segmennya berisi satu sakus gigi desidui.
Bantalan gusi pada rahang atas maupun rahang bawah hampir memiliki ukuran yang sama. Namun pada rahang atas lebih luas dibanding dengan rahang
8 bawah sehingga ketika keduanya dikontakkan terdapat rongga pada bagian anterior.
7 Gambar 1. Bantalan gusi (A) rahang atas (B) rahang bawah
2.1.2 Periode Gigi Desidui
Periode gigi desidui dimulai sejak erupsi gigi pertama desidui yaitu pada usia
30 6 bulan hingga erupsi gigi pertama permanen pada usia sekitar 2,5 hingga 3 tahun.
Pada periode ini lengkung gigi berbentuk oval dengan overbite serta dijumpai celah diantara gigi desidui yang disebut dengan physiological space atau developmental
space . Ketiadaan celah gigi ini dapat mengindikasikan bahwa gigi tersebut
kemungkinan akan mengalami crowding dikarenakan ukuran gigi permanen yang akan erupsi berukuran lebih besar. Selain itu, pada periode ini juga dijumpai adanya celah pada mesial gigi kaninus rahang atas dan distal kaninus rahang bawah yang
8,30 disebut juga primate space atau anthropoid space atau simian space (Gambar 2).
Selama periode gigi desidui overbite, overjet, dan hubungan anteroposterior tidak berubah secara signifikan kecuali oleh adanya faktor seperti trauma, kebiasaan dan
9
karies. Urutan erupsi gigi pada periode ini dapat bervariasi namun memiliki ciri yang
30
khas sebagai berikut:
- Dimulai dengan erupsinya gigi insisivus sentralis rahang bawah
- Gigi kaninus desidui rahang atas dan bawah
- Gigi molar kedua desidui rahang bawah lalu molar kedua desidui rahang atas.
30 Gambar 2. Periode gigi desidui
2.1.3 Periode Gigi Bercampur Periode gigi bercampur dimulai sejak usia 6 tahun hingga pada usia 12 tahun.
7,8,31
Periode ini ditandai dengan erupsinya gigi molar pertama permanen. Periode ini merupakan periode yang paling kritis dalam perkembangan oklusi, sebab pada periode ini oklusi bersifat sementara dan tidak statis sehingga memungkinkan
6
berkembangnya maloklusi. Bhalajhi mengklasifikasi periode gigi bercampur menjadi
8 tiga fase yaitu fase transisi pertama, inter-transisi dan transisi kedua.
2.1.3.1 Fase transisi pertama
Fase transisi pertama ditandai dengan erupsinya molar petama permanen dan pergantian gigi insisivus desidui dengan gigi insisivus permanen. Lokasi dan hubungan molar pertama permanen sangat bergantung pada kontak permukaan distal a.
Flush terminal plane
Flush terminal plane merupakan keadaan ketika permukaan distal molar
kedua desidui rahang atas dan rahang bawah berkontak pada satu dataran vertikal sehingga diperoleh relasi molar pertama tonjol lawan tonjol. Keadaan ini dapat terkoreksi dengan pergerakan molar rahang bawah ke depan sejauh 3-5 mm terhadap rahang atas dengan memanfaatkan developmental space maupun Leeway space yang ada sehingga relasi molar Klas I Angle dapat tercapai.
7,8
Penelitian Nance menyatakan dari 122 subjek penelitian selama 8 tahun dengan hubungan flush
terminal plane , 56% berkembang menjadi oklusi Klas I Angle.
10 Pergeseran molar
dari flush terminal plane menjadi Klas I Angle dapat terjadi dengan dua cara yaitu : early mesial shift dan late mesial shift.
7,8,30,31
- Early mesial shift terjadi karena adanya tekanan erupsi gigi molar pertama permanen terhadap gigi molar pertama dan kedua desidui sehingga menutup primate space dengan demikian terbentuklah hubungan molar Klas I Angle (Gambar 3 A).
- Late mesial shift terjadi karena hilangnya gigi molar kedua desidui sehingga gigi molar pertama permanen rahang bawah bergerak ke mesial. Akibat adanya perbedaan mesiodistal dari mahkota gigi molar kedua desidui pada rahang atas, sehingga kehilangan tersebut menghasilkan pergerakan mesial yang besar oleh molar permanen rahang bawah (Gambar 3 B).
A B b.
Mesial step terminal plane
Mesial step terminal plane yaitu ketika permukaan distal molar kedua desidui
rahang bawah lebih ke mesial dari pada molar kedua desidui rahang atas sehingga saat gigi molar permanen erupsi akan terbentuklah hubungan molar Klas I Angle (Gambar 4). Tipe ini paling sering terjadi sehingga menyebabkan pertumbuhan rahang bawah ke depan. Jika perubahan pertumbuhan rahang bawah terus berlanjut dan menetap maka dapat menyebabkan relasi molar Klas III Angle. Namun, bila pertumbuhan dari rahang bawah minimal, hal tersebut dapat menyebabkan relasi Klas
7-9,30 I Angle.
c.
Distal step terminal plane
Distal step terminal plane merupakan keadaan dimana permukaan distal
molar kedua desidui rahang bawah lebih distal daripada molar kedua desidui rahang
7-9,30 atas (Gambar 4). Kemungkinan relasi molar pada tipe ini adalah Klas II Angle. Selama fase transisi pertama terjadi perubahan inklinasi pada gigi insisivus. Hal ini disebabkan gigi insisisvus desidui akan digantikan oleh gigi insisivus
7,8,30
permanen. Gigi insisivus desidui lebih tegak dibandingkan gigi insisivus permanen sehingga saat gigi insisivus permanen erupsi inklinasi lebih ke arah labial (Gambar 5). Perbedaan mesiodistal antara insisivus desidui dan permanen disebut dengan incisal liability. Pada segmen anterior, keempat insisivus permanen rahang atas rata-rata 7,6 mm lebih besar daripada insisivus desidui. Sedangkan insisivus
8 permanen mandibula rata-rata 6,0 mm lebih besar daripada insisivus desidui.
Gambar 5. Pandangan sagital perbedaan inklinasi gigi
32
insisivus permanen dan desidui
2.1.3.2 Fase inter-transisi
Fase inter-transisi merupakan fase yang cukup stabil karena hanya terjadi sedikit perubahan. Fase ini memiliki karakteristik yaitu :
7
- Bagian oklusal dan interproksimal dari gigi desidui terlihat rata karena bentuk dari bagian oklusal yang menyerupai dataran.
- Ugly duckling stage.
- Pembentukan akar gigi pada gigi insisivus, kaninus dan molar yang akan erupsi yang meningkatkan puncak prosesus alveolar.
- Resopsi akar dari gigi molar desidui.
Ugly duckling stage
menurut Broatbent merupakan fase transisi atau maloklusi yang dapat terkoreksi sendiri yang terlihat pada regio insisivus rahang atas yang terjadi pada usia 8 hingga 9 tahun. Kondisi ini akan terkoreksi bila benih gigi kaninus permanen yang akan erupsi akan menolak akar gigi insisivus lateralis permanen rahang atas sehingga mendorong gigi insisivus lateralis ke mesial. Saat gigi kaninus erupsi, gigi insisivus lateralis dapat menegakkan diri dan diastema tertutup (Gambar 6).
7,8,30
Gambar 6. Ugly duckling stage
30
2.1.3.3 Fase transisi kedua
Fase transisi kedua ditandai dengan pergantian gigi molar dan kaninus desidui dengan gigi premolar dan kaninus permanen.
8,29
Umumnya lebar mesiodistal dari gigi kaninus dan premolar permanen lebih kecil dibandingkan dengan gigi kaninus dan molar desidui. Perbedaan ukuran ini menyebabkan adanya kelebihan ruang yang disebut dengan Leeway space.
9,10
2.1.4 Periode Gigi Permanen
kecuali gigi molar ketiga. Urutan erupsi dimulai dengan gigi molar pertama permanen rahang bawah, diikuti gigi insisivus sentralis, insisivus lateralis, kaninus, premolar pertama, premolar kedua, dan molar kedua. Sementara pada rahang atas, premolar pertama dan kedua erupsi terlebih dahulu kemudian diikuti kaninus.
10,29,30
Pada periode ini Angle mengklasifikasi 3 jenis oklusi yaitu Klas I Angle, Klas II Angle, dan Klas III Angle.
- Klas I Angle yaitu saat tonjol mesiobukal molar pertama permanen rahang atas tepat pada bukal groove molar pertama permanen rahang bawah. Keadaan ini disebut juga dengan Neutrocclusion.
- Klas II Angle yaitu saat tonjol mesiobukal molar pertama permanen rahang atas lebih ke mesial dari bucal groove molar pertama rahang bawah sehingga keaadan ini disebut juga dengan distoclusion.
- Klas III Angle yaitu keadaan ketika tonjol mesiobukal molar pertama rahang atas lebih ke distal dari bucal groove molar pertama rahang bawah sehingga keadaan ini disebut juga sebagai mesiocclusion (Gambar 7).
9,10,32 Gambar 7. Klasifikas hubungan molar menurut Angle
33
(A) Klas I (B) Klas II (C) Klas I
Leeway space
Nance menyatakan bahwa Leeway space terjadi akibat adanya perbedaan lebar mesiodistal gigi kaninus dan molar desidui dengan gigi pengganti yaitu gigi kaninus dan premolar permanen. Menurut Nance, besar Leeway space pada rahang
9,10 atas 0,9 mm pada setiap sisinya dan pada rahang bawah 1,7 mm pada setiap sisi.
Namun ukuran Leeway space dapat berkurang ketika gigi desidui mengalami karies, sehingga mempengaruhi panjang dari lengkung rahang yang juga merupakan tempat erupsinya gigi permanen. Oleh sebab itu, pemanfaatan Leeway space selama periode
5,11
gigi bercampur mempunyai pengaruh yang sangat besar. Klinisi juga dapat memanfaatkan nilai dari Leeway space untuk mengoreksi crowded pada periode gigi
11 bercampur.
Ukuran Leeway space pada rahang bawah lebih besar dibandingkan rahang atas. Hal ini berhubungan dengan ukuran gigi molar desidui rahang bawah yang lebih
12
besar dibandingkan gigi molar desidui rahang atas. Selain itu, ukuran gigi molar kedua desidui memiliki selisih lebih besar hingga 2 mm dibandingkan gigi premolar kedua permanen. Gigi molar rahang bawah biasanya bergerak lebih ke mesial dibandingkan gigi molar rahang atas, sehingga sekitar 2 mm dari Leeway space akan
11
3 Gambar 8. Leeway space
2.3 Analisis dalam Memprediksi Gigi Kaninus dan Premolar yang akan Erupsi
Analisis dalam memprediksi gigi kaninus dan premolar yang akan erupsi merupakan hal yang sangat penting dalam menetapkan diagnosis dan rencana perawatan. Beberapa literatur mengelompokkan analisis tersebut dalam tiga kelompok yaitu: analisis dengan menggunakan radiografi, analisis dengan persamaan
19,20 regresi dan analisis kombinasi.
Analisis dengan menggunakan radiografi diperkenalkan oleh Nance, Bull dan Huckaba. Analisis ini menggunakan foto periapikal dan sefalometri dalam memprediksi gigi kaninus dan premolar permanen yang akan erupsi. Namun, dalam menggunakan analisis ini tidak selalu efektif dikarenakan hasil foto dapat mengalami distorsi, elongasi, maupun kesalahan teknik pengambilan gambar yang dapat
13,15 mempengaruhi keakuratan hasil pengukurannya.
Analisis dengan persamaan regresi merupakan analisis yang paling banyak
21
digunakan khususnya analisis Moyers dan Tanaka-Johnston. Analisis ini menghubungkan lebar mesiodistal gigi yang telah erupsi terhadap lebar mesiodistal gigi yang belum erupsi. Analisis dengan persamaan regresi digunakan oleh Ballard dan Wylie, Moyers dan Tanaka-Johnston. Analisis ini sangat sederhana karena tidak memerlukan peralatan khusus seperti halnya radiografi serta dapat dilakukan bagi
Oldfather, namun pada tahun 1984 Stanley dan Kerber memodifikasi analisis ini sehingga standard error of estimate turun menjadi 0,44 yang sebelumnya 0,57. Bila nilai dari standard error of estimate semakin kecil, maka semakin akurat suatu analisis. Analisis kombinasi merupakan analisis yang memiliki standard of error yang paling kecil dibanding analisis lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa analisis ini
22 paling akurat.
Tabel 1. Perbandingan dari Standard of estimate dari Berbagai Analisis Gigi
34 Bercampur
Rahang Metode prediksi Standard error (mm)*
Atas Iowa, 1984 0,48 Atas Tanaka-Johston, 1974 0,86 Atas Moyers, 1988 1,0
Bawah Revisi Hixon-Oldfather, 1980 0,44 Bawah Iowa, 1984 0,48 Bawah Hixon-Oldfather, 1958 0,57 Bawah Tanaka-Johston, 1974 0,85 Bawah Moyers, 1988 1,1
- *Standard error of estimate pada satu sisi rahang
2.3.1 Analisis Moyers
Analisis Moyers merupakan salah satu analisis persamaan regresi yang banyak digunakan oleh klinisi. Moyers menggunakan keempat gigi insisivus rahang bawah untuk memprediksi gigi kaninus dan premolar yang belum erupsi baik pada rahang atas maupun rahang bawah. Gigi insisivus permanen rahang bawah dipilih dalam pengukuran analisis Moyers karena gigi insisivus memiliki korelasi yang cukup besar dengan gigi kaninus dan premolar yang akan erupsi. Selain itu, gigi insisvus merupakan gigi yang muncul pertama kali pada rongga mulut saat periode dilakukan oleh pemula karena tidak membutuhkan keahlian khusus. Analisis ini juga dapat digunakan menganalisis kedua lengkung rahang baik pada rahang atas maupun
2,23,33
rahang bawah. Moyers menggunakan tabel probabilitasas dengan tingkat kepercayaan 5-95%. Namun Moyers merekomendasikan pada derajat kepercayaan 75% sebagai acuan karena tingkat tersebut dianggap aman dari maloklusi baik
2,17 crowded maupun diastema.
2,33
Adapun cara penggunaan tabel probabilitas Moyers adalah sebagai berikut : 1.
Lebar mesiodistal keempat gigi insisvus permanen bawah diukur dan dijumlahkan.
2. Jika terdapat gigi insisivus yang berjejal, tandai jarak antar insisivus dalam lengkung gigi tiap kuadran dimulai dari titik kontak gigi insisivus sentralis mandibula.
3. Gunakan jumlah lebar mesiodistal keempat insisivus permanen bawah untuk memprediksi jumlah lebar mesiodistal kaninus, premolar pertama dan premolar kedua pada rahang bawah dan rahang atas dengan menggunakan tabel probabilitias derajat kepercayaan 75%.
4. Tentukan jumlah ruang yang tersedia pada regio kaninus-premolar dengan mengukur jarak antara distal insisivus lateral sampai mesial molar pertama permanen.
5. Bandingkan jumlah ruang yang tersedia dengan ruang yang diprediksi (dari tabel) pada rahang atas dan rahang bawah. Jika diperoleh negatif, maka disimpulkan adanya kekurangan ruang.
2.4 Metode Pengukuran Mesiodistal Gigi
2.4.1 Metode Moorrees
2.4.2 Metode Mullen
Mullen dkk., dalam penelitiannya melakukan pengukuran mesiodistal gigi menggunakan kaliper digital dengan cara meletakkkan ujung tip kaliper tegak lurus
36
dengan bidang oklusal gigi (Gambar 9 B). Sutan dalam penelitiannya menyatakan metode Mullen lebih mudah dilakukan dan dapat dilakukan pada gigi yang
37 mengalami rotasi.
A B
Gambar 9. Pengukuran lebar mesiodistal gigi pada model dengan (A) metode Moorreess dan (B) metode Mullen
2.5.1 Faktor yang mempengaruhi Ukuran Mesiodistal Gigi
2.5.1 Ras
Lavelle menyatakan dalam penelitiannya bahwa gigi insisivus sentralis dan insisivus lateralis mandibula pada populasi Mongoloid adalah 0,17 mm lebih kecil dibandingkan pada populasi Kaukasoid. Sementara pada gigi kaninus, premolar pertama dan premolar kedua mandibula pada populasi Mongoloid adalah lebih besar 1,30 mm dibandingkan pada populasi Kaukasoid. Penelitian Sumantri menyatakan
2.5.2 Genetik
Penelitian Kabban pada tahun 2011 mengukur ukuran dan bentuk gigi pada anak kembar menemukan adanya kesamaan dari ukuran dan bentuk gigi pada kembar monozigot serta terdapat hubungan faktor genetik yang kuat terhadap ukuran gigi dan
10
morfologi gigi. Berdasarkan penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara faktor genetik dengan ukuran gigi.
2.5.3 Jenis Kelamin
besar dibanding wanita kecuali pada gigi insisivus permanen pertama bawah
39
(cit.Budiman). Penelitian lainnya oleh Sutan menyatakan terdapat diskrepansi lebar mesiodistal gigi geligi laki-laki dan perempuan suku Batak yaitu pada gigi kaninus rahang atas, kaninus rahang bawah, premolar pertama rahang bawah, dan premolar kedua rahang bawah, sehingga secara keseluruhan lebar mesiodistal gigi geligi lelaki
37 lebih besar dibandingkan perempuan.
2.5.4 Lingkungan
Dempsey dan Townsend menyakan bahwa ukuran gigi dikontrol oleh faktor genetik dan lingkungan. Ukuran gigi akan terus bervariasi selama berlangsungnya evolusi manusia. Sesuai dengan penelitian Bailit yang menyatakan variasi ukuran gigi merupakan cerminan proses evolusi yang sedang berlangsung dan ukuran gigi berhubungan dengan faktor genetik, sedangkan faktor lingkungan setelah kelahiran
38 hanya mempengaruhi sedikit.
2.6 Suku Batak
Di dunia secara umum ada tiga ras manusia, yaitu ras Kaukasoid, ras Mongoloid, dan ras Negroid. Sebagian besar penduduk Indonesia didominasi oleh ras
PaleoMongoloid yang merupakan turunan dari ras Mongoloid. Ras Paleomongoloid
merupakan sebutan yang diberikan oleh Von Eickstedt untuk ras Melayu. Ras Melayu terdiri atas dua kelompok yaitu Proto-Melayu (Melayu tua) dan Deutro-Melayu (Melayu muda). Yang termasuk pada ras Proto-Melayu adalah Batak, Gayo, Sasak dan Toraja sedangkan ras Deutro-Melayu yaitu Aceh, Minangkabau, Bugis, Manado
27 Pesisir, Sunda Kecil Timur dan Melayu. Ciri fisik dari kedua ras ini sangat berbeda,
ras Proto-Melayu memiliki bentuk kepala yang lebih panjang (dolichocephalic) sedangkan pada ras Deutro-Melayu memiliki bentuk kepala yang lebih pendek
14 (brachycephalic).
Suku Batak yang merupakan bagian dari ras Proto-Melayu serta merupakan suku terbesar pada penduduk Kota Medan. Menurut Badan Pusat Statistik Sumatera Utara tahun 2000, persentase penduduk Kota Medan berdasarkan suku yaitu Batak (34,40), Jawa (33,03%), Tionghoa (10,65%), Minangkabau (8,60%), Melayu
28
(6,59%), Aceh (2,78%), Sunda dan etnis lainnya 3,95%. Suku Batak sendiri terdiri dari enam sub-suku yaitu : Toba, Simalunguun, Karo, Mandailing, Angkola, dan
40 Pakpak.
2.7 KERANGKA TEORI
Perkembangan gigi manusia Pre dental Desidui Permanen Bercampur
Fase Transisi Kedua
Fase Intertransisi
Fase Transisi Pertama
Analisa ruang pada Masa gigi bercampur
Leeway space Faktor yang mempengaruhi ukuran Mesiodistal gigi
Genetik Radiografi
Jenis Kelamin Kombinasi
Lingkungan Ras
Persamaan regresi Mongoloid Negroid Kaukasoid
Prediksi nilai rata-rata Leeway space dengan menggunakan tabel Moyers pada murid Sekolah Dasar ras Proto-
Proto-Melayu Deutro-Melayu
2.8 KERANGKA KONSEP
Besar Leeway space pada Ukuran dan bentuk gigi rahang atas dan bawah
- Murid Sekolah dasar usia • Genetik 8-10 tahun
- Lingkungan • Jenis Kelamin • Suku Batak • Bahan c
- Bahan pengisi cetakan
- Waktu pencetakan dan pengisia model
- Kemampuan Operator Keterangan :
= Variabel Bebas = Variabel Terkendali = Variabel Tergantung