STANDARD PENETRATION TEST KITA

  STANDARD PENETRATION TEST KITA 

  Tidak diragukan lagi bahwa salah satu aspek terpenting dalam geoteknik adalah penyelidikan tanah yang baik dan benar.

   Salah satu uji lapangan yang dapat dikatakan hampir

selalu dilakukan dalam setiap penyelidikan tanah di

Indonesia adalah Uji Penetrasi Standar (Standard Penetrotion Test) atau umum dikenal dengan nama SPT.

   Tidak saja di Indonesia, SPT yang dikembangkan sejak 1927 ini juga dipakai secara luas di seluruh

dunia. Hal ini dikarenakan uji SPT ini menggunakan

peralatan yang sederhana, mudah pengoperasiannya, mudah pemeliharaannya, dan relatif murah.

  

Standard Penetration Test (SPT)

(Wesley, 1997: 37)

  

Alat dinamis yang berasal dari Amerika Serikat.

  “split spoon sampler” dimasukkan kedalam tanah pada dasar lubang bor dgn memakai suatu beban

penumbuk (drive weight) seberat 140 pound (63

kg) yg dijatuhkan dari ketinggian 30 in (75cm).

  

Jumlah pukulan untuk memasukkan spoon 12 in

(30 cm), disebut nilai N (N number or N value).

   Umumnya hasil percobaan penetrasi statis seperti alat sondir lebih dapat dipercaya daripada hasil percobaan dinamis seperti SPT

Standard Penetration Test (SPT)

  Sudah standarkah SPT kita ?

   Cacatan: Dalam negara-negara yang menggunakan sistem ukuran metrik (seperti di

Indonesia), pemancangan palu SPT umumnya

dilakukan hingga penetrasi 450 mm (atau 3 kali 150 mm) dan bukan 457,2 mm. Tinggi jatuh yang digunakan juga hanya 760 mm (bukan 762 mm)

  Standard Penetration Test (SPT) Kesukaran mereproduksi nilai ‘N’ SPT

  Sejak thn 1956 uji spt distandarisaikan dalam ASTM D 1586 dengan judul “Standard Method for Penetration Test and Spilt-Barrel Sampling of Soil”. Meskipun demikian, ternyata uji yang relatif sederhana ini sulit untuk menghasilkan nilai ‘N’ yg sama, sekalipun dilakukan pada jarak yang berdekatan. Dalam istilah teknisnya ‘sukar direproduksi’. Kesulitan ini berakibat parameter nuilai N SPT yg diperoleh sukar digunakan untuk perencanaan, terutama bila diperlukan perbandingan dgn nilai SPT dari tempat lain dan korelasi dgn para meter tanah lain yg diperlukan untuk perencanaan.

  Faktor-fektor kesukaran mereproduksi nilai SPT (penelitian ahli) 1.Variasi dalam peralatan SPT yang digunakan.

  2.Variasi tinggi jatuh yang tidak selalu 760 mm.

  3.Gesekan yg terjadi antara palu penumbuk dgn batang pengarah yg digunakan.

  4.Pemakaian mata tabung belah yg sudah aus, bengkok atau rusak.

  5.Kegagalan menempatkan tabung belah pada dasar lubang bor yg tidak terganggu.

  6.Lubang bor yg tidak bersih drilling fluid) dalam lubang bor lebih rendah dari MAT. Akibatnya dasar

  7.Muka air atau lumpur bor ( quick) lubang bor dapat mengalami pelunakan atau membubur (

  8.Ada krikil pada mata tabung belah SPT

  9.Pengeboran yang tidak baik

  

10.Efek tekanan tanah (overburden pressure). Tanah dgn pedatan sama akan memberikan nilai N yg lebih rendah bila berada dekat dengan permukaan tanah. Data SPT 

  Nilai N value yang diperoleh dengan

percobaan standard Penetration Test dapat

dihubungkan secara impiris dengan beberapa sifat lain dari pada tanah yang bersangkutan.

   Hasil dari SPT ini sebaiknya selalu dianggap sebagai perkiraan kasar saja, bukan sebagai nilai-nilai yang teliti.

  

Umumnya hasil percobaan penetrasi statis

seperti alat sondir lebih dapat dipercaya dari pada hasil percobaan dinamis SPT.

  Cara Kerja Alat SPT

  Membuat lubang bor hingga ke kedalaman uji SPT akan dilakukan

  

  Suatu alat yang dinamakan ”standard split-barrel spoon sampler” dimasukan ke dalam tanah pada dasar lubang bor dengan memakai suatu beban penumbuk (drive weight) seberat 140 pound (63,5kg) yang dijatuhkan pada ketinggian 30 in (76cm)...........(762 cm)

  

  Setelah split spoon ini dimasukkan 6 in (15 cm) jumlah pukulan ditentukan untuk memasukkannya 12 in (30 cm) berikutnya.

  

  Jumlah pukulan ini disebut nilai N (N number or N value) dengan satuan pukulan per kaki (blows per foot).

  

  Setelah percobaan selesai, split spoon dikeluarkan dari lubang bor dan dibuka untuk mengambil contoh tanah yang tertahan didalamnya.

  

  Contoh ini dapat dipakai untuk percobaan klasifikasi semacam batas Atterberg dan ukuran butir, tetapi kurang sesuai untuk percobaan lain karena diameter terlampau kecil dan tidak dapat dianggap sungguh-sungguh asli.

  Pukulan 6 inch pertama dimaksudkan untuk menempatkan

tabung belah pada lapisan tanah yang tidak terganggu. Jumlah

pukulan dua interval 6 inch berikutnya diambil sebagai nilai ‘N’

CARA KERJA ALAT SPT

  Cara melakukan percobaan pada alat SPT sebagai berikut; Suatu alat yang dinamakan “split spoon samper” dimasukkan kedalam tanah dasar lubang bor dengan memakai beban penumbuk (drive weight) seberat 140 pound (63 kg) yang dijatuhkan dari ketinggian 30 in (76 cm). Setelah “split spoon” dimasukkan 6 in (15 cm) jumlah pukulan ditentukan untuk memasukannya 12 in (30,5 cm) berikutnya. Jumlah pukulan disebut N (N number or N value) dengan satuan pukulan/kaki (blow per foot). Pemboran menunjukan “penolakan” dan pengujian diberhentikan apabila ; diperlukan 50 kali pukulan untuk setiap pertambahan 150 mm, atau telah mencapai 100 kali pukulan, atau 10 pukulan berturut-turut tidak menunjukan kemajuan.

Alat SPT

   Percobaan ini adalah suatu macam percobaan dinamis yang berasal dari Amerika Serikat.

   Alat serta cara melakukan percobaan seperti yang diperlihatkan pada Gambar

  distandarisasi dalam ASTM D 1586 dengan judul “Standard Method for Pentration Test and Spilt Barrel Smpling of Soil”.

Gambar 3.2 SPT

  Bila mana penetrasi yang disyaratkan tidak tercapai karena dijumpai tanah keras (batuan) maka jumlah pukulan yang diperlukan untuk mancapai 12 inch pertama yang diambil sebagai nilai N. Bilamana ini juga tidak tercapai maka biasanya nilai N disebut dengan menyatakan kedalaman penetrasi yang dapat tercapai (contoh: 70/100 artinya diperlukan sejumlah 70 pukulan untuk mencapai penetrasi sebesar 100 mm.

  Cara Kerja SPT

  Bila penetrasi awal melebihi 450 mm, maka pengujian ditiadakan dan nilai N

  Beban penumbuk 140 pound

  diambil sama dengan nol

  (63,5 kg) Tinggi jatuh 30 in (75 cm)

  Kecepatan pemukulan direkomendasi adalah rata-rata 30 pukulan per menit.

  casing Jumlah pukulan Split spoon sampler Ditentukan pada Jarak 12 inc (30 cm)

  ISSMFE merekomendasi tabung belah SPT harus terbuat dari baja yang diperkeras (hardened steel) dengan kedua permukaan luar dan dalam yang halus.

  Diameter luar berukuran 51+ 1 mm dan diameter dalamnya 31 + 1 mm. Panjangnya minimal 457 mm.

  Ujung bawah tabung belah tersebut dilengkapi dengan sepatu pancang (driving shoe) sepanjang 76 + 1 mm dengan diameter dalam dan diameter dalam dan diameter luar yang sama dengan tabung belahnya. Sisi luar ujung sepatu pancang dibuat memipih kearah dalam sepanjang 19 mm. Bahan sepatu pancang ini harus terbuat dari bahan yang sama dengan bahan tabung belah. Bila sepatu pancang telah mulai aus atau berubah bentuk maka sepatu pancang ini harus segera diganti. Sepatu pancang dapat dilengkapi dengan penahan contoh tanah sebagaimana diperlihatkan dalam Gambar 1(b). Terdapat tiga tipe penahan contoh tanah yang dapat digunakan: Basket Shoe): Penahan contoh tanah ini berupa plat-plat baja

  • Sepatu keranjang ( tipis yang fleksibel. Saat dipancang, contoh tanah dapat masuk relatif tanpa tahanan, setelah contoh tanah berada dalam tabung SPT dan saat tabung SPT diangkat, plat-plat baja tipis tersebut menutup. Biasanya alat ini dipergunakan untuk mengambil contoh tanah pasir.

  Spring Sample Retainer): Cara kerja Penahan contoh tanah pegas ( • penahan contoh tanah ini mirip dengan yang sebelumnya, hanya saja plat-plat penutup tidak serapat sistem sepatu keranjang. Biasanya digunakan untuk membantu mengambil tanah lempung keras atau kerikil halus.

  Trap Valve): Penahan contoh tanah jenis ini Katup penjebak ( • dipergunakan untuk mengambil contoh tanah yang berair atau lumpur. Katup akan membuka saat tabung SPT ditekan dan akan menutup (kedap air) saat tabung ditarik keluar. Bagian atas tabung belah dilengkapi dengan kopler ( coupler) atau penyambung yang menghubungkan tabung dengan batang pancang. Bagian dalam kopler dilengkapi dengan bola baja yang berfungsi sebagai katup. Pada saat pemukulan dilakukan dan contoh tanah masuk ke dalam tabung belah, air dan udara dapat keluar melalui bola katup ini. Sebaliknya pada saat tabung belah ditarik keluar lubang, bola katup akan menutup bagian atas tabung belah sehingga air tidak dapat masuk kembali ke dalam tabung belah

  Teknik pemboran yang baik merupakan salah satu prasyarat untuk mendapatkan hasil uji SPT yang baik. Teknik pemboran yang umum digunakan adalah teknik bor bilas ( wash boring), teknik bor inti (core drilling) dan bor ulir ( auger boring). Peralatan yang digunakan pada masing-masing teknik pemboran harus mampu menghasilkan lubang bor yang bersih untuk memastikan bahwa uji SPT dilakukan pada tanah yang relatif tidak terganggu.

  PENGEBORAN Bila digunakan teknik bor bilas maka mata bor yang digunakan harus mempunyai jalan air melalui samping mata bor dan bukan melalui ujung mata bor. Apa bila air yang dipompakan melalui batang pancang kedasar lubang keluar dari ujung mata bor maka aliran air dari ujung mata bor tersebut dapat mengakibatkan terjadinya pelunakan\ganguan pada dasar lubang bor, yang pada gilirannya akan menghasikkan nilai N yang lebih rendah dari pada yang seharusnya

  .

  

Walaupun sudah distandarisasi, ternyata kemudian bahwa uji yang relatif sederhana ini sulit

untuk menghasilkan nilai N yang sama, sekalipun dilakukan pada jarak yang berdekatan. Dalam istilah teknisnya, uji SPT dikatakan sukar direproduksi. Padahal reproduksi dan ketepatan hasil uji merupakan persyaratan penting dalam segala macam metoda pengujian di lapangan.

  Kesulitan mengakibatkan parameter nilai N SPT yang didapat sukar digunakan untuk

perencanaan, terutama bila diperlukan perbandingan dengan nilai SPT dari tempat lain dan

korelasi dengan parameter tanah lainnya yang diperlukan untuk perencanaan.

Penelitian yang dilakukan oleh para ahli menunjukkan bahwa kesukaran meresproduksi nilai

SPT adalah karena faktor-faktor sbb:

  1.Variasi dalam peralatan SPT yang digunakan.

  2.Variasi tinggi jatuh yang tidak selalu tepat 760 mm.

  3.Gesekan yang terjadi antara palu penumbk dengan batang pengarah yang digunakan.

  4.Pemakaian mata tabung belah SPT yang sudah aus, bengkok tau rusak.

  5.Kegagalan untuk menempatkan mata tabung belah SPT pada dasar bor yang tidak terganggu.

  6.Dsar lubang bor yang tidak bersih.

  7.Muka air atau lumpur (drilling fluid) di dalam lubang bor lebih rendah dari pada

permukaan tanah. Akibat dari hal ini dasar lubang dapat mengalami pelunakan atau bahkan

membubur.

  8.Adanya krikil pada mata tabung belah SPT.

  9.Pengeboran yang tidak baik.

  10. Efek tekanan tanah ( overburden pressure). Tanah dengan kepadatan yang sama akan memberikan nilai N yang lebih rendah bila berada dekat dengan permukaan tanah.

  Pada tanah pasir halus dan pasir kelanauan pada saat penetrasi tabung belah SPT akan timbul tegangan air pori yang cukup besar. Hal ini dapat berakibat nilai N yang diperoleh lebih tinggi dari seharusnya. Koreksi yang dinajurkan oleh Terzaghi dan Peck (1948) adalah sbb:

  N = 15 + ½ (N’ – 15)

  Dengan N = N SPT hasil koreksi

  N’ = n SPT lapangan; bila N’ < 15 nilai N tidak perlu dikoreksi Akan jauh lebih baik tentunya bila laporan hasil uji, disamping memuat informasi standar, juga dilengkapi dengan informasi lain. Agar hasil uji SPT bisa diinterprestasikan dan

dipergunakan secara maksimal, sebaiknya lporan hasil uji memuat informasi-informasi sbb:

  1.Lokasi

  2.Tanggal pemboran sampai di elevasi pengujian

  3.Tanggal dan waktu dimulainya pengujian SPT

  4.Nomor lubang bor

  5.Kedalaman muka air tanah

  6.Diameter lubang bor

  7.Cara pengeboran dan ukuran casing (bila diperlukan)

  8.Kedalaman dasar bor

  9.Kedalaman dasar casing

  10.Kedalaman muka air atau lumpur boir di dalam lubang bor pada saat uji SPT dilakukan

  11.Jenis palu SPT dan metoda penjatuhannya

  12.Ukuran dan berat batang yang digunakan untuk uji SPT

  13.Tinggi jatuh palu

  14.Kedalaman penetrasi awal akibat berat sendiri rangkaian alat

  15.Perlawanan penetrasi tahap awal dan perlawanan penetrasi uji SPT (3 kali per 150 mm)

  16.Deskripsi tanah sebagaimana diperoleh dalam tabung SPT

  17.Catatan pengamatan mengenai kestabilan lapisan yang diuji, atau hambatan yang dialami selama proses pengujian yang akan sangat membantu dalam menginterprestasi hasil pengujian

  18.Hasil kalibrasi, bila ada. (catatan: kalibrasi harus dilakukan pada setiap alat dan juga

  2 4 6 8

  10 12 14 16

  18 20 22 24

  26 28 30 32

  34 36 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 Perlaw anan Konus (kg/cm K 2 ) e d a la m a n - m 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000 2200 2400 2600 2800 Jum lah Ham batan Pelek at (kg/cm ) Perlaw anan Konus Ham batan Pelekat 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34 36 38 40

  Tanah Pasir:

  Korelasi antara nilai N SPT degan kepadatan relatif ( relatif density), Dr, tanah pasi pertama-tama diperkenalkan oleh Terzaghi dan Peck (1948). Kemudian Gibbs dan Holtz (1957) menambahkan nilai Dr untuk definisi kepadatan yang dikemukakan Terzaghi dan Peck tersebut. Bentuk akhir korelasi yang diberikan mereka adalah seperti yang disajikan pada tabel berikut ini.

  Kepadatan Relatif Dr N

  Sangat lepas <0,15 <4 Lepas 0,15-0,35 4-10 Sedang 0,35-0,65 10-30 Padat 0,65-0,85 30-50 Sangat Padat 0,85-1,00 >50

  Skemton (1986): Korelasi ini berdasarkan hasil uji Amerika dengan energi efektif

  Tabel 4. Kepadatan Relatif, Dr, Pasir Agar dapat digunakan secara lebih universal, nilai N pada Tabel 4. perlu diubah ke energi standar tertentu dengan tegangan vertikal efektif sebesar 1 kg/cm2.

  60 Tabel 5. N1. Vs Kepadatan Relatif, Dr, Pasir

Kepadatan Dr N N1

   60 Relatif

  Sangat lepas <0,15 <4 <3 Lepas 0,15-0,35 4-10 3-8 Sedang 0,35-0,65 10-30 8-25 Padat 0,65-0,85 30-50 25-42 Sangat 0,85-1,00 >50 >42 Padat

  Tabel 5. Hasil Pengukuran Energi pada Berbagai Sistem SPT (SKEMPTON, 1986; Carter & Bentley, 1991)

  Sistem Penjatuhan Palu Jenis Palu Negara Sistem Ukuran µ Palu Berat ŋ Er Pemutar (%) (kg) (%) (%) Bantala n

  • Otomatis

  Jepang

  10 Donut

  2.0

  0.7

  78

  (Tombi)

  8 T-K-P Kecil Jepang

  83 Donut

  2.0

  0.7

  65

  (2 putaran) 130 mm

  8 Otomatis

  • (Pilcon)

  Donut

  Inggris

  10

  19.0

  0.6

  60

  (pilcon) T-K-P Kecil Selubung

  Inggris

  85

  3.0

  0.7

  60

  (Old (1 putaran) 100 mm

  1 Standard

  ) Otomatis

  Donut

  RRC

  60

  (Pilcon) (pilcon)

  Tambang & Donut

  RRC

  55

  katrol (manual) T-K-P Besar Pengaman

  Amerik

  70

  2.5

  0.7

  55

  Tabel 7. Hubungan Nilai N SPT dengan Kepadatan tanah Lempung

Kepadatan N N Pengujian dengan Berat

(Consistency) 45%

  Sangat lunak <2 <2 Keluar dari jari-jari 1.44-1.60 (very Soft) tangan bila ditekan dalam gengaman

  Lunak (soft) 2-4 2-3 Dapat dibentuk hanya 1.60-1.76 dengan tekanan lemah Teguh (Firm) 4-8 3-6 Dapat dibentuk engan 1.76-1.92 tekanan kuat

  Kokoh (Stif) 8-15 6-11 Bertanda bila ditekan 1.92-2.08 kuat Sangat Kokoh 15-30 11- Bertanda bila ditekan 2.08-2.24

  (Very Stif) 23 dengan ibu jari

  Tanah Lempung:

  Keras (Hard) >30 >23 Sukar digurat dengan 2>2.00 Hubungan kepadatan tanah lempung dengan nilai N SPT pertama kali kuku ibu jari juga dikembangkan oleh Terzaghi dan Peck (1948) di Amerika. Seperti juga alat SPT ener 45% dikonversikan ke standar 60%

  Tanah Pasir:

  Tanah pasir adalah tanah yang tidak shear berkohesi kuat gesernya ( strength) semata-mata ditentukan oleh parameter Sudut Geser Dalam ( Angle of Internal Friction), ф.

  Grafik korelasi nilai N SPT vs ф yang sangat populer adalah grafik korelasi yang diberikan oleh Peck, Hansen dan Thomburn (1974), sebagaimana disajikan pada Gambar 12. Nilai N yang digunakan disini adalah nilai N yang diperoleh dengan ala SPT ber- energi efektif Er = 45 %. Sebelum dipergunakan nilai N dari hasil uji perlu dikoreksi ke energi efektif 45% dan tegangan vertikal efektif 1 kg/cm2

  45 (N1. ).

  Gambar 12. N vs ф

Dokumen yang terkait

ANALISA TARIF ANGKUTAN UMUM BERDASARKAN BIAYA OPERASIONAL KENDARAAN (Studi Kasus PO. KAWAN KITA trayek terminal Kota Blitar – Tulungagung)

10 84 18

UJI PRASKRINING AKTIVITAS ANTIKANKER KULIT BATANG TABEBUIA BUNGA KUNING (Tabebuia chrysantha Nichols.) DENGAN METODE BRINE SHRIMP LETHALITY TEST (BST) (Ekstrak n-Heksana dan Ekstrak Metanol)

2 47 22

ANALISIS PERBANDINGAN PENGARUH DEBU SEMEN ANTARA ISOLATOR POS PIN DAN ISOLATOR GANTUNG TERHADAP FLASHOVER MENGGUNAKAN METODE SHORT TIME TEST

0 9 18

ANALISIS PERBANDINGAN PENGARUH DEBU SEMEN ANTARA ISOLATOR POS PIN DAN ISOLATOR GANTUNG TERHADAP FLASHOVER MENGGUNAKAN METODE SHORT TIME TEST

1 17 18

EFEK TOKSIK EKSTRAK AIR POHON PATAH TULANG PEMANASAN DENGAN METODE HET-CAM TEST

0 32 16

ANALISIS DAMPAK ADOPSI INTERNATIONAL FINANCIAL REPORTING STANDARD (IFRS) TERHADAP RELEVANSI NILAI BUKU EKUITAS DAN LABA PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI INDONESIA

2 51 49

PHYSICAL CHARACTERISTICS TEST OF ANALOG RICE COMPOSED OF TARO AND “ONGGOK” FLOURS UJI KARAKTERISTIK FISIK BERAS ANALOG BERBAHAN DASAR TEPUNG TALAS

3 27 45

UJI SITOTOKSIK EKSTRAK ETANOL BUAH KETUMBAR (Coriandrum sativum Linn) TERHADAP Artemia salina Leach DENGAN METODE BRINE SHRIMP LETHALITY TEST (BSLT)

0 2 5

ANALISIS MISKONSEPSI SISWA PADA SUBMATERI INVERTEBRATA MENGGUNAKAN TWO TIER TEST DI KELAS X MIPA MADRASAH ALIYAH NEGERI 2 PONTIANAK

0 0 6

UJI EFEK HEPATOPROTEKTIF EKSTRAK ETANOL BUAH DEWANDARU (Eugenia uniflora L.) TERHADAP KADAR SGOT DAN SGPT PADA TIKUS PUTIH YANG DIINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA (CCL4) EFFECT TEST HEPATOPROTEKTIVE OF EXTRACT ETHANOL FRUIT OF DEWANDARU (Eugenia uniflora L.) T

0 0 5