PHYSICAL CHARACTERISTICS TEST OF ANALOG RICE COMPOSED OF TARO AND “ONGGOK” FLOURS UJI KARAKTERISTIK FISIK BERAS ANALOG BERBAHAN DASAR TEPUNG TALAS

(1)

ABSTRACT

PHYSICAL CHARACTERISTICS TEST OF ANALOG RICE

COMPOSED OF TARO AND “ONGGOK” FLOURS

By

Anis Dinarki

Analog rice is made of non paddy flour. The utilization of taro flour as material for analog rice needs to be developed. The purpose of this study was to measure the characteristics of analog rice made from taro flour and onggok flour such as uniformity of grain, bulk density, moisture content, water absorption, and extention ability. Granulation of the analog rice was done using a granulator with 6 different compositions of taro flour-coarse cassava flour, and taro flour – fine cassava flour with ratio of 75:25 , 85:15 , 95:5, respectively. The results showed that the diameter of grain of analog rice affect uniformity, moisture content, water absorption, and extention ability. In mixture of taro flour and coarse cassava flour yielded diameter of 2-4.70 mm, bulk density of 0.77-0.84 g/cm3, the water content of 11.84-12.85 %, 62.15-94.25 % water absorption, 9.30-13.46 % extention ability, whereas the mixture of cassava flour and taro flour produced diameter > 4.70, bulk density 0.74-0.83 g/cm3, the water content of 10.76-13.31 %, 57.03-76.94 % water absorption, 11.33-12:53 % extention ability. Starch content of material affect the water absorption and extention ability of the analog rice.


(2)

ABSTRAK

UJI KARAKTERISTIK FISIK BERAS ANALOG BERBAHAN

DASAR TEPUNG TALAS

Oleh

Anis Dinarki

Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung selain padi. Penggunaan tepung talas sebagai bahan pembuatan beras analog perlu dikembangkan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengukur karakteristik beras analog berbahan baku tepung talas meliputi keseragaman butiran, kerapatan curah, kadar air, daya serap air, dan daya pengembangan. Granulasi beras analog dibuat menggunakan granulator dengan variasi campuran bahan sebanyak 6 jenis yaitu kompisisi campuran tepung talas dan tepung onggok kasar dan campuran tepung talas dan tepung onggok halus dengan masing – masing perbandingan 75:25, 85:15, dan 95:5. Hasil penelitian menunjukkan diameter butiran beras analog dapat mempengaruhi keseragaman butiran, kadar air, daya serap air, dan daya pengembangan. Pada campuran tepung talas dan tepung onggok kasar menghasilkan diameter butiran berkisar 2-4.70 mm, kerapatan curah 0.77-0.84 g/cm3, kadar air 11.84-12.85 %, daya serap air 62.15-94.25 %, daya pengembangan 9.30-13.46 %, sedangkan pada campuran tepung talas dan tepung onggok halus diameter > 4.70 lebih banyak dihasilkan, kerapatan curah 0.74-0.83 g/cm3, kadar air 10.76-13.31 %, daya serap air 57.03-76.94 %, daya pengembangan 11.33-12.53 %. Kadar pati pada komposisi bahan mempengaruhi daya serap air dan daya pengembangan pada beras analog.


(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada 03 Februari 1991, sebagai anak keempat dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Dimus Riswandi dan Ibu Ratna Dewi. Penulis menempuh pendidikan formal dimulai pada jenjang pendidikan Sekolah Dasar (SD) di SD N 5 Labuhan Ratu, diselesaikan pada 2002. Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Muhammadiyah 3 Bandar Lampung, diselesaikan pada 2005, dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di SMTI (Sekolah Menengah Teknologi Industri) di Tanjung Karang, diselesaikan pada 2008.

Pada tahun 2008 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian (FP) Universitas Lampung melalui jalur Ujian Mandiri (UM). Pada 2011, penulis melaksanakan Praktik Umum di PTPN VII (Persero) Unit Usaha Bungamayang Lampung Utara. Pada 2012 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Negri Agung – Lampung Timur. Penulis aktif dalam kegiatan kemahasiswaan sebagai anggota Departemen Dana dan Usaha di Perhimpunan Mahasiswa Teknik Pertanian (PERMATEP) pada 2009/2010.


(8)

Alhamdulillahirabbil’alamin, Puji syukur atas segala berkah, nikmat, dan karunia

yang Allah SWT limpahkan kepada setiap hambanya, sehingga aku mampu

menyusun sebuah karya sederhanaku, yang ku persembahkan untuk cahaya hidup, yang senantiasa ada saat suka ,ataupun duka, selalu setia mendampingi, saat ku lelah tak berdaya

(Ayah dan ibu ku tercinta)

yang selalu memanjatkan doa untuk putri tercinta dalam setiap sujudnya.

terima kasih atas kasih sayang kalian kupersembahkan karya tulisku ini sebagai

salah satu wujud terima kasihku atas kesabaran, pengertian, penantian,

serta pengorbanan kalian untukku hingga aku sampai pada tahap ini,

dan masih banyak lagi yang harus aku lakukan untuk membalas budi baik kalian.

“Almamaterku Tercinta”

Yang telah banyak melukiskan cerita serta banyak pelajaran yang telah aku dapatkan disini


(9)

“Dia memberikan hikmah (ilmu yang berguna) Kepada siapa yang dikehendaki-Nya Barang siapa yang mendapat hikmah itu

Sesungguhnya ia telah mendapat kebijakan yang banyak. Dan tiadalah yang menerima peringatan

Melainkan orang-orang yang berakal. (Q.S. Al-Baqarah: 269)

“…kaki yang akan berjalan lebih jauh, tangan yang akan berbuat lebih banyak,

mata yang akan menatap lebih lama, leher yang akan lebih sering melihat ke atas, lapisan tekat yang seribu kali lebih keras dari baja,

dan hati yang akan bekerja lebih keras, serta mulut yang akan selalu berdoa…”

(-5cm)

Melakukan memang tidak semudah berbicara,

tapi jika kita mau berupaya, melakukan akan sama mudahnya seperti berbicara.

(Mario teguh)

Jangan pernah takut gagal, karna gagal adalah awal dari kesuksesan asalkan ada


(10)

SANWACANA

Segala puja dan puji syukur hanyalah milik Allah SWT, karena atas rahmat hidayah dan kehendak-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul :

“Uji Karakteristik Fisik Beras Analog Berbahan Dasar Tepung Talas”

Shalawat beriring salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat, dan para pengikutnya hingga akhir zaman nanti.

Bersamaan dengan selesainya skripsi ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak Sri Waluyo, S.T.P., M.Si., Ph.D., selaku dosen pembimbing utama sekaligus pembimbing akademik atas ketersediaannya untuk memberikan ilmu, bimbingan, masukan, nasihat, kritik dan saran, serta bimbingan selama penulis menjadi mahasiswi dan proses penyelesaian skripsi ini.

2. Bapak Warji, S. TP., M.Si., selaku pembimbing kedua yang telah memberikan bimbingan, masukan, nasihat, arahan serta kritik dan saran kepada penulis dalam penyelesaian skrpsi ini.

3. Bapak Dr. Ir. Tamrin, M.S., selaku penguji yang telah banyak memberikan kritik dan saran serta pengarahan kepada penulis selama proses penyelesaian skripsi.


(11)

4. Bapak Dr. Ir. Agus Haryanto, MP., selaku Ketua Jurusan Teknik Pertanian Universitas Lampung.

5. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

6. Seluruh dosen dan karyawan Jurusan Teknik Pertanian atas bantuan, pengetahuan, teladan dan arahan yang telah diberikan.

7. Bak dan Mak yang selalu senantiasa memberikan nasehat, do’a, perhatian, motivasi, dukungan dan dorongan baik material maupun spiritual, serta cinta kasih yang tulus dalam penyelesaian skripsi ini.

8. Kakakku, Zed Arfah, Rifah Aini, Liharti kakak iparku Deny Sumanti terima kasih telah memberikan nasehat, perhatian, dan doa kalian selama ini kepadaku dan Keponakan-keponakanku Abu dan Wawa terima kasih sudah menghibur ibung dalam lelahnya menyelesaikan skripsi. Aku bersyukur kepada Allah SWT telah memberikan keluarga yang sangat penuh cinta kasih kepadaku dalam penyelesaian skripsi ini.

9. Ferro Govinda, terima kasih atas support, perhatian, dan motivasi setiap hari kepadaku sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

10.Sahabatku Rima Rodita terima kasih atas support, dukungan serta motivasi kepadaku sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

11.Teman-teman angkatan 09, 010, 011: Novita, Yolanda, Tata, Ully, Ayu, Rofi, Mahendra, pipit, Novi, Olla, Dea, Fathia (mpo), Jenny, Karunia, Zaini, Darma, dan yang lainnya yang tidak dapat di sebutkan satu persatu. Terima kasih atas dukungan kalian.


(12)

12.Special seperjuangan angkatan “08” : Annisa, Astrid, Leny, Uci, Bik Nanik, Dwi, Marinda, Malyan, Octa, Zulfikar, Nanda, Bagus, Hendra, Fendri, Juliardi, Adi, Ade, Aulia, Agus, Wawan, Gandi, Herlambang, Gerry, Fadil, dan yang lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terima kasih atas kebersamaan, bantuan dan semangat yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua, Amin.

Bandar Lampung, 19 Juni 2014 Penulis


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 2

C. Tujuan Penelitian ... 3

D. Manfaat Penelitian ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

A. Talas ... 4

B. Komposisi Kimia Talas ... 7

C. Tapung Talas ... 9

D. Pati Umbi Talas ... 11

E. Tepung Onggok ... 12

F. Beras Analog ... 13

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 15

A. Waktu dan Tampat Penelitian ... 15

B. Alat dan Bahan ... 15


(14)

1. Pembuatan Tepung Talas ... 16

2. Pembuatan Butiran Beras Analog ... 16

D. Parameter Pengamatan ... 19

1. Keseragaman Butiran ... 19

2. Kerapatan Curah ... 20

3. Kadar Air ... 20

4. Daya Serap Air ... 21

5. Daya Pengembangan ... 22

E. Analisis Data ... 23

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 24

A. Keseragaman Butiran ... 24

B. Kerapatan Curah ... 28

C. Kadar Air ... 30

D. Daya Serap Air ... 32

E. Daya Pengembangan ... 33

V. KESIMPULAN ... 36

A. Kesimpulan ... 36

B. Saran ... 36

DAFTAR PUSTAKA ... 38


(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

Teks

1. Perbandingan kadar zat gizi dari talas, kentang, ubi jalar ... 7

2. Komposisi kimia talas mentah (per 100 gram) ... 8

3. Komposisi kimia tepung umbi talas dan tepung beras ... 10

4. Komposisi kimia onggok ubi kayu ... 13

5. Kode bahan masing-masing perlakuan ... 18

6. Ukuran diameter butiran ... 19

Lampiran 7. Pengukuran keseragaman butiran pada campuran tepung onggok kasar ... 51

8. Rerata keseragaman butiran pada campuran tepung onggok kasar ... 51

9. Pengukuran keseragaman butiran pada campuran tepung onggok halus ... 51

10. Rerata keseragaman butiran pada campuran tepung onggok halus ... 52

11. Pengukuran kadar air pada campuran tepung onggok halus ... 52

12. Pengukuran kadar air pada campuran tepung onggok kasar ... 53


(16)

14. Pengukuran kerapatan curah pada campuran tepung onggok halus... 54 15. Pengukuran daya serap air pada campuran tepung onggok kasar ... 54 16. Pengukuran daya serap air pada campuran tepung onggok halus ... 55 17. Pengukuran daya pengembangan pada campuran tepung onggok

kasar ... 56 18. Pengukuran daya pengembangan pada campuran tepung onggok


(17)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Teks

1. Diagram air pembuatan tepung talas ... 17

2. Proses pembuatan pembuatan beras analog ... 18

3. Pengukuran dengan 2 orientasi ... 22

4. Pengelompokan butiran beras analog berdasarkan diameter ... 25

5. Jumlah granul pada perbedaan komposisi tepung talas dan tepung onggok kasar pada masing-masing mesh ... 26

6. Jumlah granul pada perbedaan komposisi tepung talas dan tepung onggok halus pada masing-masing mesh ... 26

7. Kerapatan curah pada masing-masing campuran tepung talas dan tepung onggok kasar dan halus ... 29

8. Kadar air pada masing-masing campuran tepung talas dan tepung onggok kasar dan halus ... 30

9. Daya serap air pada masing-masing campuran tepung talas dan tepung onggok kasar dan halus ... 32

10.Daya pengembangan pada masing-masing campuran tepung talas dan tepung onggok kasar dan halus ... 34


(18)

Lampiran

1. Ayakan tyler ... 41

2. Penyusuna ayakan tyler ... 41

3. Neraca ohaus ... 42

4. Neraca analitik ... 42

5. Oven listrik ... 43

6. Desikator ... 43

7. Water bath ... 44

8. Timbangan ... 44

9. Digitalcaliper ... 45

10. Gelas ukur ... 45

11. Granulator ... 46

12. Bidang granulator ... 46

13. Semprotan air ... 47

14. Stopwatch ... 47

15. Pembutiran beras analog ... 48

16. Granul beras analog ... 48

17. Granul beras analog kering ... 49

18. Disk mill ... 49


(19)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kecukupan pangan manusia dapat didefinisikan sebagai kebutuhan harian yang paling sedikit di dalam pemenuhan kebutuhan gizi, yaitu sumber kalori atau energi yang dapat berasal dari semua bahan pangan, biasanya dinyatakan berdasarkan kandungan karbohidrat dan lemak. Unsur – unsur gizi yang perlu ada dalam makanan, tercermin pada komposisi tubuh yaitu air, zat putih telur (protein), lemak, zat hidrat arang (karbohidrat), mineral dan berbagai komponen – komponen minor lainnya (Buckle, et. al, 1987).

Beras dan terigu merupakan sumber karbohidrat yang paling sering dikonsumsi oleh masyarakat. Sementara itu Indonesia sesungguhnya kaya akan sumber karbohidrat lain seperti singkong, jagung, sorgum, sagu, talas dan umbi – umbian lainnya (Budijanto dan Yuliyanti, 2012). Bahan – bahan tersebut dapat dikembangkan menjadi produk olahan pangan melalui aneka bentuk olahan, seperti tepung talas yang dapat diolah menjadi beras analog yang merupakan salah satu cara untuk menambah nilai ekonomi produk pangan.


(20)

2

Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung umbi – umbian dan seralia yang bentuk dan komposisi gizinya hampir mirip dengan beras (Lumba, 2012). Dalam hal ini beras analog berbahan dasar tepung talas diharapkan dapat menjadi sumber karbohidrat pengganti beras yang dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif pangan masyarakat.

Talas (Colocasia esculenta (L) Schot) merupakan salah satu tanaman pangan penting di Indonesia. Talas umumnya lebih dikenal sebagai bahan pangan untuk kudapan atau bahan sayuran (Richana, 2012). Tepung talas mengandung gizi yang cukup tinggi dibandingkan umbi – umbian lainnya, kandungan tepung talas meliputi air 7.86 g, karbohidrat 84 g, protein 4.69 g, serat kasar 2.96 g dan mengandung kadar pati 18.2 % serta kandungan gula yang cukup rendah sekitar 1.42 %. Atas dasar potensi gizinya yang sangat besar maka rekayasa diversifikasi pangan dalam bentuk beras analog berbahan baku tepung talas layak diuji coba.

Kandungan gizi di atas tepung talas memiliki kadar protein yang cukup tinggi, tekstur tepung talas juga sangat halus dan lengket setelah pemberian air. Sehingga perlu adanya tambahan tepung campuran yang mampu mengurai kelengketan pada tepung talas. Pada penelitian ini digunakan tepung onggok untuk mengurai kelengketan pada tepung talas karena memiliki kadar protein yang cukup rendah yaitu 2.5 %. Hal ini dikarenakan tepung onggok merupakan ampas dari pembuatan tapioka yang diproses kembali menjadi tepung onggok.

Penelitian tentang penggunaan tepung talas dalam produk makanan masih jarang dilakukan. Oleh karena itu diperlukan upaya dalam pengembangan tepung talas untuk menjadi bahan baku makanan seperti beras analog. Sehingga dapat


(21)

3

diketahui karakteristik fisik beras analog seperti kadar air, keseragaman butiran, kerapatan curah, daya serap air, dan daya pengembangan.

B. Perumusan Masalah

Potensi talas dapat dijadikan tepung/bahan baku beras analog. Oleh karena itu pengolahan umbi talas menjadi beras analog sangat diperlukan untuk meningkatkan nilai jual komoditas talas, serta dapat menjadi makanan berkarbohidrat pengganti nasi.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah membuat beras analog berbahan baku tepung talas yang disebut dengan beras talas serta menguji karakteristik mutu beras talas yang meliputi : pengukuran keseragaman butiran beras analog, kerapatan curah, pengukuran kadar air, daya serap air, dan daya pengembangan.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah memberikan informasi ilmiah bagi masyarakat mengenai karakteristik beras analog berbahan baku tepung talas. Penelitian juga diharapkan dapat digunakan sebagai bahan referensi ilmiah dalam proses pembuatan beras analog baik dari tepung talas maupun dari bahan baku lainnya.


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Talas

Talas (Colocasia esculenta (L) Schot), termasuk genus Colocasia monokotiledon

dengan famili Araceae. Talas dibudidayakan secara luas di kawasan Asia, Pasifik, Amerika Tengah, dan Afrika. Di kepulauan Pasifik Selatan (Papua Nugini, Kepulauan Solomon, Fiji, Samoa, dan sebagainya) talas merupakan salah satu tanaman pangan penting, sementara di Indonesia dan negara – negara Asia lainnya, talas umumnya lebih dikenal sebagai bahan pangan untuk kudapan atau bahan sayuran. Perannya sebagai makanan pokok kini hanya dijumpai di beberapa daerah saja seperti Kepulauan Mentawai dan Papua (Richana, 2012).

Talas dapat tumbuh di daerah beriklim tropis, subtropik dan sedang, bahkan beberapa kultivarnya dapat beradaptasi pada tanah yang kering sampai basah dan pada dataran rendah sampai ketinggian 2700 mdpl. Suhu untuk pertumbuhannya berkisar antara 21-27 ⁰C dengan curah hujan optimal ialah 250 cm per tahun (Kay, 1973 dalam Richana, 2012).

Sebagai tanaman asli Indonesia yang telah lama dibudidayakan, talas memiliki keanekaragaman genetik yang luar biasa banyaknya. Hal tersebut


(23)

5

tercermin pada variasi bentuk, ukuran, dan warna daun, umbi, maupun bunganya, serta sifat fisikokimiawi, fisiologi dan agronominya serta rasa umbi, sifat gatal, umur panen, ketahanan hama/penyakit, toleransi terhadap kekeringan/genangan air.

Umbi talas terdiri atas tiga bagian yaitu kulit luar, korteks atau kulit dalam, dan daging. Daging umbi talas mempunyai warna yang bervariasi seperti, kuning muda, kuning tua, orange, merah muda sampai ungu, atau merupakan kombinasi antara putih dengan ungu. Tanaman ini dipanen umbinya setelah berumur 6-9 bulan. Di sekitar umbi induk dapat tumbuh anakan yang berbentuk sulur dengan arah ke samping. Ujung sulur akan muncul ke permukaan tanah dan tumbuh sebagai anakan talas di sekitar tanaman induknya. Banyaknya anakan yang tumbuh dapat mengganggu perkembangan umbi induk.

Kultivar talas banyak ragamnya, terutama di daerah – daerah yang merupakan sentra produksi talas seperti di Bogor, Malang, Kepulauan Mentawai, Lampung, Sulawesi (Selatan dan Utara), dan Papua. Menurut Rukmana (1997) dalam Richana (2012) di Bogor dapat ditemukan lima kultivar talas yaitu:

1. Talas Pandan

Talas pandan mempunyai ciri berupa pohon pendek, bertangkai, daun berwarna keunguan, pangkal batang merah atau kemerahan, umbi berbentuk lonjong dan berkulit coklat. Daging umbi berwarna keunguan dan setelah direbus berbau pandan.


(24)

6

2. Talas Sutra

Talas sutra memiliki daun yang halus dan berwarna hijau muda, pelepah daun berwarna putih di bagian pangkalnya. Bila umbinya direbus maka akan lembek dan berwarna putih.

3. Talas Ketan

Talas ketan memiliki ciri – ciri berupa batang di atas umbi yang mengecil, dengan pelepah daun berwarna hijau disertai garis hitam, umbi pudar dan daging umbi berwarna kuning. Umbi terasa gatal jika direbus.

4. Talas Lampung

Talas Lampung dapat dicirikan dari daun dan pelepahnya yang berwarna kuning keunguan, dengan umbi besar berbentuk bulat. Daging umbi berwarna kuning dan terasa gatal apabila direbus. Talas ini sering disebut talas mentega.

5. Talas Bentul

Talas bentul memiliki batang yang mengecil dibagian atas umbi, pelepah berwarnna hijau dan memiliki garis hitam keunguan. Umbi berbentuk bundar dengan daging umbi berwarna kuning dan terasa gatal jika direbus.

Perbandingan komposisi talas dengan sumber karbohidrat lainnya yaitu kentang, umbi jalar, dan nasi dapat dilihat di Tabel 1. Dapat dilihat bahwa umbi – umbian yaitu talas, kentang, dan umbi jalar memiliki kadar air lebih tinggi dibandingkan beras yang sudah dimasak (nasi). Kandungan karbohidrat umbi – umbian pun


(25)

7

relatif lebih sedikit daripada nasi sehingga nilai energinya (kalori) menjadi lebih kecil pula.

Tabel 1.Perbandingan kadar zat gizi dari talas, kentang, ubi jalar. Komposisi Talas Kentang Ubi Jalar

Air (g) 73.0 77.8 68.5

Protein (g) 1.9 2.0 1.8

Lemak (g) 0.2 0.1 0.7

Karbohidrat (g) 23.7 19.1 27.9 Kalori (kal) 98.0 83.0 123.0 Sumber : Depkes (1989) dalam Widarso (2009).

B. Komposisi Kimia Talas

Talas dari mulai daun dan umbinya mempunyai kandungan gizi yang cukup baik. Daunnya mengandung protein 23% berat kering serta kaya akan unsur hara Ca, P, Fe, Vitamin A, riboflavin dan niasin. Daun dan batang talas sering dimanfaatkan sebagai sayuran.

Umbi talas berpotensi sebagai sumber karbohidrat dan protein yang cukup tinggi. Umbi talas juga mengandung lemak, vitamin (A, B1 dan sedikit vitamin C), dan

mineral dalam jumlah sedikit. Komposisi kimia talas tergantung pada varietas, iklim, kesuburan tanah, umur panen, dan lain – lain. Komposisi talas dapat dilihat di Tabel 2.


(26)

8

Tabel 2. Komposisi kimia talas mentah (per 100 gram)

Komposisi 1 2 3

Kalori (kal) 98.0 85.00

Air (g) 73.00 77.50 69.1 Karbohidrat (g) 23.70 19.00 24.5 Protein (g) 1.90 2.50 1.12

Gula (g) - -

Abu (g) - - 0.87

Serat kasar (g) - - 1.46 Lemak (g) 0.20 0.20 0.10 Fosfor (mg) 61.00 64.00 70 Kalsium (mg) 28.00 32.00 32 Besi (mg) 1.00 1.00 0.43 Natrium (mg) - 7.00 1.8 Vitamin C (mg) 4.00 10.00 15 Vitamin B1 (mg) 0.13 0.81 0.032

Vitamin A (mg) 20.00 - - Riboflavin (mg) 0.41 0.025

Sumber : 1) Direktorat Gizi (1992), 2) Rangai (1997), 3) Bradbury (1998) dalam Richana (2012)

Menurut Danimihardja (1978) dalam Richana (2012), komposisi kimia bagian – bagian umbi talas tidak sama. Kandungan pati pada bagian ujung umbi lebih rendah dibandingkan bagian pangkalnya, sedangkan kandungan non pati lebih banyak terdapat pada kulitnya. Kandungan protein pada tanaman talas terutama banyak terdapat di bagian daunnya. Umbi talas mengandung Ca, P, Fe, yang jumlahnya masih lebih besar dibandingkan umbi – umbian lainnya seperti umbi kayu dan ubi jalar. Umbi talas mengandung suatu senyawa yang menyebabkan rasa gatal yaitu kalsium oksalat. Kalsium oksalat banyak terdapat di dalam cairan umbi, rasa gatal bukan disebabkan oleh reaksi kimia pada kulit yang peka melainkan karena fenomena mekanis. Rasa gatal yang merangsang rongga mulut dan kulit disebabkan oleh adanya kristal kecil berbentuk jarum halus yang tersusun dari kalsium oksalat yang disebut rhapid. Rhapid tersebut terkurung dalam kapsul yang dikelilingi lendir (Richana, 2012).


(27)

9

C. Tepung Talas

Tepung adalah bentuk hasil pengolahan bahan dengan cara penggilingan. Pada penggilingan ukuran bahan diperkecil dengan cara penggilingan dengan gaya mekanis dari alat penggiling tepung. Tepung mekanis pada proses penggilingan diikuti dengan permukaan bahan dan energi yang dikeluarkan sangat dipengaruhi oleh kekerasan bahan dan kecenderungan bahan untuk dihancurkan (Hubies, 1984 dalam Ridal, 2003). Biasanya tepung talas digunakan untuk keperluan penelitian, rumah tangga, dan bahan baku industri. Tepung bisa berasal dari bahan nabati misalnya tepung terigu dari gandum, tapioka dari singkong, maizena dari jagung atau hewani misalnya tepung tulang dan tepung ikan.

Umumnya tepung yang sering digunakan oleh masyarakat adalah tepung terigu, Sampai saat ini gandum masih sulit tumbuh di Indonesia sehingga tepung terigu masih harus diimpor dari negara lain. Tepung talas dapat menjadi salah satu alternatif bahan pengganti tepung terigu dalam pembuatan cookies sehingga dapat menurunkan jumlah tepung terigu yang diimpor (Nurbaya, 2013).

Umbi talas dapat diolah menjadi tepung talas. Tepung umbi talas ini dapat dimanfaatkan lebih lanjut sebagai bahan baku industri makanan seperti biskuit, cake, kripik, dll. Tepung umbi talas dapat menghasilkan produk yang lebih awet karena daya mengikat airnya yang tinggi. Tepung umbi talas mengandung gizi yang cukup tinggi dibandingkan dengan umbi – umbi yang lainnya. Kandungan kalsium (Ca) dan posfor (P) dari tepung umbi talas cukup tinggi dan lebih tinggi


(28)

10

dibandingkan beras (Richana, 2012). Komposisi kimia tepung umbi talas dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Komposisi kimia tepung umbi talas dan tepung beras Komposisi Tepung Talas Tepung Beras

Air (g) 7.86 10.1

Karbohidrat (g) 84 81.3

Protein (g) 4.69 7.3

Serat kasar (g) 2.69 0.2

Abu (g) 1.16 0.4

Lemak (g) 0.50 0.34

Posfor (mg) 0.061 -

Fe (mg) - 9.10-3

Ca (mg) 0.028 6.10-3

Thiamin (mg) - 0.007

Riboflavin (mg) 0.04 0.003

Nikotinamid (mg) - -

HCN (ppm) - -

Sumber : Ali (1996), Sunarti dan Richana (2004), Richana dan Damardjati (1990), Hawtorn (1981) dalam Richana (2012).

Menurut Lingga (1986) dalam Wulandari (2011), pembuatan tepung talas dilakukan dengan mencuci dan mengupas umbi segar kemudian diiris tipis dan direndam dalam air, selanjutnya beberapa tahap dilakuakn untuk mendapatkan kualitas tepung yang baik. Langkah – langkah yang dilakukan dalam pembuatan tepung talas dapat dilihat pada Gambar 1.

Tepung merupakan salah satu produk pengolahan yang sangat fleksibel. Dalam penggunaannya, tepung sangat mudah untuk digunakan, penggunaan tepung sebagai bahan makanan hampir dapat diimplementasikan pada semua proses pengolahan makanan. Pemilihan produk akhir talas dalam bentuk tepung memiliki nilai tambah tersendiri, pengolahan talas menjadi tepung talas akan


(29)

11

memudahkan talas untuk di campur ataupun ditambahkan ke dalam bahan makanan lainnya misalnya pada pembuatan beras analog.

D. Pati Umbi Talas

Pati adalah suatu polisakarida yang mengandung amilosa dan amilopektin. Amilosa merupakan polisakarida berantai lurus bagian dari butir – butir pati yang terdiri atas molekul – molekul glukosa -1,4 glikosidik. Amilosa merupakan bagian dari pati yang larut dalam air, yang mempunyai berat molekul antara 50.000-200.000, dan bila ditambah dengan iodium akan memberikan warna biru.

Umbi talas mengandung pati sekitar 18.2 %, sedangkan kandungan gulanya sekitar 1.42 %. Karbohidrat pada umbi talas sebagian besar merupakan komponen pati, sedangkan komponen lainnya pentosa, serat kasar, dekstrin, sukrosa, dan gula pereduksi. Pati talas mengandung 17-28 % amilosa, dan sisanya adalah amilopektin. Amilosa memiliki 490 unit glikosa per molekul dan amilopektin memiliki 22 unit glukosa per molekul. Talas mempunyai granula pati sangat kecil yaitu berkisar 3-4 µm. Komposisi pati talas dipengaruhi oleh varietas iklim, kesuburan tanah, umur panen, dll. (Richana, 2012). Menurut Rahmawati (2012), kadar pati merupakan kriteria mutu terpenting pada tepung baik sebagai bahan pangan maupaun non pangan. kadar pati yang dihasilkan pada umbi talas sekitar 80% dan kadar pati pada tepung talas sekitar 75 %. Pemanfaatan talas sebagai tepung talas maupun pati talas akan meningkatkan nilai ekonomis dan daya simpan produk talas.


(30)

12

E. Tepung Onggok

Produksi ubi kayu (singkong) mengalami peningkatan dari 24.04 juta ton pada tahun 2011 menjadi 24.17 juta ton pada tahun 2012 (Badan Pusat Statistik, 2013). Setiap ton ubi kayu dapat dihasilkan 250 kg tepung tapioka dan 114 kg onggok. (Tarmudji, 2004)

Industri yang paling banyak menggunakan ubi kayu adalah industri tapioka. Proses pengolahan ubi kayu menjadi tepung tapioka menghasilkan produk sampingan berupa padatan yang disebut dengan onggok, dari proses pengolahan ubi kayu menjadi tepung tapioka dihasilkan 75 % dari bahan mentahnya adalah hasil samping yang berupa onggok (ampas dari ubi kayu) (Sari, 2013). Limbah padat yang dihasilkan oleh industri tapioka yang sudah maju terutama berupa selulosa. Sebaliknya, kandungan pati dalam limbah padat dihasilkan oleh pengrajin tapioka (industri kecil) jauh lebih tinggi dari pada kadar selulosanya (Rinaldy, 1987 dalam Widiyanto, 2011). Komposisi kimia onggok dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Komposisi kimia onggok ubi kayu Komposisi Kadar (%)

Air 12.7

Abu 9.1

Protein 2.5

Lemak 1.0

Karbohidrat 74.7

Sumber : Rinaldy, 1987 dalam Widiyanto, 2011

Kandungan air yang terdapat pada onggok segar cukup tinggi (10-20 %) sehingga perlu dilakukan pengeringan terlebih dahulu untuk menghindari pembusukan (Widiyanto, 2011). Menurut Jenie & Fachda (1989, dalam Widiyanto, 2011)


(31)

13

onggok dapat mengeluarkan bau tidak sedap yang muncul akibat terjadinya proses pembusukan yang amat cepat. Bau yang tidak sedap yang muncul pada onggok disebabkan kandungan karbohidrat dan air yang tinggi dari onggok mempermudah aktivitas mikroba pengurai yang menghasilkan senyawa kimia (NH3 dan H2O) (Pudjiastuti et al, 1999 dalam Widiyanto, 2011). Onggok dapat

dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan tepung melalui tahap pengeringan (Sari, 2013).

F. Beras Analog

Salah satu produk olahan sumber karbohidrat non padi yang dikembangkan akhir - akhir ini adalah beras tiruan atau beras analog. Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari bahan – bahan pangan seperti umbi – umbian dan serelia yang bentuk maupun komposisi gizinya mirip seperti beras. Khusus untuk komposisi gizinya, beras analog bahkan dapat melebihi apa yang dimiliki beras (Slamet, 2012 dalam Lumba, 2012). Sehingga dapat menjadi solusi yang dapat dikembangkan baik dalam hal penggunaan sumber pangan baru ataupun untuk penganekaragaman pangan.

Menurut Budijayanto dan Yuliyanti (2012) beras analog merupakan beras tiruan yang hanya terbuat dari tepung – tepungan. Beras analog memiliki karakteristik yang hampir mirip dengan beras. Sementara itu Indonesia kaya akan sumber karbohidrat lain seperti jagung, sorgum, singkong dan sagu yang dapat diolah menjadi beras analog yang diharapkan dapat mendukung program diversifikasi pangan.


(32)

14

Beras analog mempunyai potensi untuk digunakan dalam program diversifikasi pangan guna menurunkan tingkat konsumsi beras yang tinggi dan menggantikan nya dengan bahan lain non beras setelah dilakukan proses produsi secara komersial dengan industrialisasi (Budi, 2013).


(33)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November – Desember 2013 di Laboratorium Daya dan Alat, Mesin Pertanian, dan Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen Jurusan Teknik Pertanian Universitas Lampung.

B. Alat dan Bahan

Pembuatan beras analog dari tepung umbi talas ini menggunakan alat dan bahan sebagai berikut :

1. Alat yang digunakan dalam pembuatan beras analog ini adalah : seperangkat mesin pembuat beras analog (granulator), nampan, baskom,

stopwach, oven, mesin penggiling tepung (disk mill), gelas ukur, water bath, neraca analitik, neraca ohaus, digital caliper, baskom, ayakan tyler. 2. Bahan yang digunakan yaitu : tepung talas, tepung onggok kasar, tepung


(34)

16

C. Metode Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahapan, diantaranya adalah:

1. Pembuatan Tepung Talas

Menurut Lingga (1986 dalam Wulandari, 2011) pembuatan tepung talas dilakukan dengan beberapa langkah. Langkah yang pertama talas dikupas untuk menghilangkan bagian yang tidak dimakan. Kemudian talas dipotong dan dicuci dengan air untuk menghilangkan getah. Selanjutnya talas disawut tipis dengan ketebalan ± 0,1 mm. Talas kemudian direndam pada larutan NaCL 10% selama 60 menit. Langkah selanjutnya talas direndam dengan air selama 3 jam. Setelah perendaman talas ditiriskan dan ditata pada loyang untuk selanjutnya dikeringkan di dalam oven sehingga menjadi keripik. Keripik talas kemudian digiling dan diayak hingga diperoleh tepung talas dengan ukuran 100 mesh. Diagram alir pembuatan tepung talas dapat dilihat pada Gambar 1.

2. Pembuatan Butiran Beras Analog

Tepung talas yang sudah jadi selanjutnya akan diproses menjadi beras analog. Beras analog yang dibuat yaitu dari tepung talas yang dicampur dengan tepung onggok kasar atau tepung onggok halus dengan masing – masing sampel sebanyak 1 kg. Tepung talas yang sudah dicampur kemudian ditambahkan air dan diputar dengan menggunakan mesin granulator hingga mendapatkan granular yang berdiameter 2-5 mm. Langkah – langkah yang dilakukan dalam pembuatan butiran beras analog dapat dilihat pada Gambar 2.


(35)

17

Gambar 1. Diagram alir pembuatan tepung talas

Umbi talas

Pengupasan

Perendaman dengan NaCL 10% selama 60 menit

Pencucian dengan air

Penyawutan dengan ketebalan ±0,1 mm

Perendaman dengan air selama 3 jam

Pengeringan dengan oven pada

suhu 60° C, waktu 6-12 jam

Penggilingan menjadi tepung


(36)

18

Gambar 2. Proses pembuatan butiran beras analog

Variasi komposisi campuran antara tepung talas dengan tepung onggok kasar atau onggok halus dapat dilihat pada Tabel 5 berikut :

Tabel 5. Kode bahan masing – masing perlakuan No Tepung

talas (%)

Tepung onggok kasar (%)

Tepung onggok halus (%)

Kode perlakuan

1 75 25 - P1

2 85 15 - P2

3 95 5 - P3

4 75 - 25 H1

5 85 - 15 H2

6 95 - 5 H3

Mulai

Pembutiran dengan granulator Penambahan air hingga merata Pencampuran bahan sampai homogen

Penimbangan bahan

Butiran beras analog


(37)

19

D. Parameter Pengamatan

1. Keseragaman Butiran Beras Analog

Pengukuran diameter butiran beras analog dilakukan dengan penggolongan ukuran terlebih dahulu dengan ayakan tyler. Untuk mengetahui keseragaman butiran beras analog dilakukan dengan cara menimbang butiran beras analog sebanyak 500 g, kemudian dilakukan pengayakan dengan menggunakan ayakan

tyler selama 10 menit yang digolongkan menjadi 4 kelompok, yaitu diameter lebih dari 4.70 mm, 3.33-4.70 mm, 2.36-3.33 mm, 2.00-2.36 mm dan kurang dari 2 mm. Butiran granular yang diinginkan berdiameter 2-4.70 mm.

Ukuran diameter saringan yang digunakan dapat dilihat pada tabel perbandingan ukuran diameter lubang, yang berdasarkan pada ukuran standar yang umumnya digunakan seperti Tabel 6.

Tabel 6. Ukuran diameter butiran Standar Mesh Ukuran

Tyler U.S. mm Inches

4 4 4.70 0.185 6 6 3.33 0.131 8 8 2.36 0.094 10 12 1.65 0.065 12 14 1.40 0.056 14 16 1,17 0.047 16 18 0.991 0.039 24 25 0.701 0.028 32 35 0.495 0.020 35 40 0.417 0.016 42 45 0.351 0.014 48 50 0.295 0.012 Sumber : www.tramfloc.com/tfl2.html2.


(38)

20

2. Kerapatan Curah

Kerapatan curah adalah perbandingan bobot bahan dengan volume yang ditempatinya, termasuk ruang kosong diantara butiran bahan. Dalam penelitian ini penentuan kerapatan curah dilakukan dengan menimbang gelas ukur (W1)

yang volumenya diketahui (misalnya V 250 ml), kemudian diisi dengan beras analog hingga rata dibibir gelas ukur, lalu gelas ukur diketuk – ketuk sebanyak 10 kali untuk memadatkan beras analog. Jika terjadi penurunan diisi kembali hingga rata permukaan, lalu ditimbang (W2). Pengukuran kerapatan curah sebagai

ulangan dilakukan sebanyak 3 kali.

Kerapatan curah dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

Berat sampel W2 W1 (g) ... (1)

Kerapatan curah = (g/cm3) ... (2) Keterangan :

W1 = Berat gelas ukur (g)

W2 = Berat gelas ukur + Beras Analog (g)

V = Volume gelas ukur (cm3)

3. Kadar Air

Penentuan kadar air dapat dilakukan dengan beberapa cara. Tergantung pada sifat bahannya. Pada umumnya penentuan kadar air dilakukan dengan mengeringkan dalam oven pada suhu 105-110º C. Selisih berat sebelum dan sesudah pengeringan adalah banyaknya air yang diuapkan (Winarno, 1991). Dalam pengukuran kadar air dilakukan dengan cara menimbang beras analog sebanyak 5


(39)

21

g (Wi) kemudian dikeringkan dalam oven dengan suhu 105ºC selama 24 jam.

Setelah itu sampel didinginkan dalam desikator ± 15 menit dan ditimbang (Wa).

Pengeringan diulangi sehingga mendapat berat yang konstan. Sampel yang dikeringkan diberi ulangan sebanyak 3 kali lalu dirata – ratakan dan nilainya digunakan untuk perhitungan. Kadar air dihitung dengan rumus :

Kadar air (%) ... (3) Keterangan :

berat sampel awal sebelum dioven (g) berat sampel akhir setelah pengovenan (g)

4. Daya Serap Air

Pengukuran daya serap air pada butiran beras analog dilakukan dengan menimbang butiran beras analog sebanyak 20 g (WA) direndam dalam air selama

5 menit. Kemudian diangkat dan ditiriskan lalu ditimbang kembali (WB).

Perlakuan ini diulang sebanyak 3 kali lalu dirata – ratakan dan nilainya digunakan untuk perhitungan. Daya serap air dihitung dengan rumus :

Daya serap air (%) ... (4) Keterangan :

WA = Berat sampel sebelum perendaman (g)


(40)

22

5. Daya Pengembangan

Beras analog yang telah selesai diuji keseragaman butirannya kemudian diambil sebanyak 5 g sebagai sampel untuk pengujian daya pengembangan. Sampel tersebut diukur diameternya dalam 2 orientasi sebagaimana Gambar 3 dan kemudian direndam dalam air panas dengan suhu 70° C selama 10 menit. Setelah direndam dengan air sampel tersebut mungkin sudah mengembang diukur kembali diameternya. Pengukuran diameter dilakukan menggunakan digital caliper. Perlakuan ini diulang sebanyak 3 kali.

Perhitungan daya pengembangan adalah :

Daya pengembangan = ... (5) Keterangan :

= diameter beras analog sebelum perendaman (mm). = diameter beras analog sesudah perendaman (mm).


(41)

23

E. Analisis Data

Data – data hasil pengukuran parameter keseragaman butiran, kerapatan curah, kadar air, daya serap air, dan daya pengembangan akan dilakukan secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik.


(42)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat diambil kesimpulan bahwa diameter butiran beras analog dapat mempengaruhi keseragaman butiran, kadar air, daya serap air, dan daya pengembangan. Pada campuran tepung talas dan tepung onggok kasar menghasilkan diameter butiran berkisar 2-4.70 mm, kerapatan curah 0.77-0.84 g/cm3, kadar air 11.84-12.85 %, daya serap air 62.15-94.25 %, daya pengembangan 9.30-13.46 %, sedangkan pada campuran tepung talas dan tepung onggok halus diameter > 4,70 lebih banyak dihasilkan, kerapatan curah 0.74-0.83 g/cm3, kadar air 10.76-13.31 %, daya serap air 57.03-76.94 %, daya pengembangan 11.33-12.53 %. Kadar pati pada komposisi bahan akan mempengaruhi daya serap air dan daya pengembangan pada beras analog.

B. Saran

Saran yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah perlu diadakan penelitian lanjutan untuk mengetahui kandungan gizi pada beras analog, sehingga


(43)

di-37

dapatkan data kandungan gizi beras analog yang dapat digunakan sebagai acuan dalam pengembangan beras analog.


(44)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2014. Mesh Size Comparison Table. http://www.tramfloc.com/tf2.html.

Tanggal 28 Maret 2014.

Badan Pusat Statistik. 2012. Statistik Industri Indonesia 2012. Jakarta. Badan Pusat Statistik.

Buckle, K.A., R. A. Edward., G. H. Fleet., and M. Wootton. 1987. Food Science. Universitas Indonesia. Jakarta. 364 hal.

Budi, F.S. 2013. Teknologi Proses Ekstrusi untuk Membuat Beras Analog.

JurnalPangan Vol. 22 No 3: 263 – 273.

Budijanto, S. dan Yuliyanti. 2012. Studi persiapan tepung sorgum (Sorghum Bicolor L. Moench) dan aplikasinya pada pembuatan beras analog. Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 13 No. 3: 177 – 186.

Herawati, H. dan Widowati, S. 2009. Karakteristik beras mutiara dari ubi jalar (ipomea batatas). Bulletin Teknologi Pascapanen Pertanian Vol. 5: 37 – 44.

Lumba, R. 2012. Kajian pembuatan beras analog berbasis tepung umbi daluga (Cyrtosperma merkusii (Hassk) Schott). Jurnal Teknologi Pangan. Fakultas Pertanian. Universitas Sam Ratulangi. Manado. 12 hal.

Nurbaya, S. R. 2013. Pemanfaatan talas berdaging umbi kuning (colocasia Esculenta (L) Schoott) dalam pembuatan Cookies. Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 1 No1 p: 46 – 55.

Rahmawati, W. 2012. Karakteristik pati talas (colocasia Esculenta (L) Schoott) sebagai alternatif sumber pati industri di Indonesia. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri, Vol. No. 1: 347 – 351.

Richana, N. 2012. Araceae & Dioscorea : Manfaat Umbi – umbian Indonesia. Nuansa. Bandung. 95 hal.


(45)

39

Ridal, S. 2003. Karakteristik sifat Fisiko-Kimia tepung dan pati talas (Colocasia esculenta) dan kimpul (Xanthosoma sp.) dan uji penerimaan α-amilase terhadap patinya. [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor. 60 hal.

Sari, M. 2013. Karakteristik tepung onggok menggunakan tiga metode pengeringan. Jurnal Teknik Pertanian – Vol. 2, No. 1: 43 – 48.

Santoso, A. 2013. Pembuatan dan uji karakteristik beras sintetis berbahan dasar tepung jagung. Jurnal Teknik Pertanian Lampung Vol. 2, No. 1: 27 – 34. Tarmudji, M. S. 2004. Pemanfaatan onggok untuk pakan unggas. Tabloid Sinar

Tani. Bogor. 3 hal.

Widarso, T. D. 2009. Pengembangan kari talas sebagai pangan siap saji [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 72 hal. Widiyanto. 2011. Super absorben hasil pencangkokan dan penautan-silang fraksi

nonpati onggok dengan akrilamida [Skripsi]. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Insitut Pertanian Bogor. Bogor. 9 hal.

Winarno, F. G. 1991. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 253 hal.

Wulandari. 2011. Optimasi formula brownies berbasis tepung talas banten (Xanthosoma undipes K. Koch) sebagai pangan sumber serat [Skripsi]. Fakultas Ekologi Manusia. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 58 hal.


(1)

5. Daya Pengembangan

Beras analog yang telah selesai diuji keseragaman butirannya kemudian diambil sebanyak 5 g sebagai sampel untuk pengujian daya pengembangan. Sampel tersebut diukur diameternya dalam 2 orientasi sebagaimana Gambar 3 dan kemudian direndam dalam air panas dengan suhu 70° C selama 10 menit. Setelah direndam dengan air sampel tersebut mungkin sudah mengembang diukur kembali diameternya. Pengukuran diameter dilakukan menggunakan digital caliper. Perlakuan ini diulang sebanyak 3 kali.

Perhitungan daya pengembangan adalah :

Daya pengembangan = ... (5) Keterangan :

= diameter beras analog sebelum perendaman (mm). = diameter beras analog sesudah perendaman (mm).

Gambar 3. Pengukuran dengan 2 orientasi.


(2)

23

E. Analisis Data

Data – data hasil pengukuran parameter keseragaman butiran, kerapatan curah, kadar air, daya serap air, dan daya pengembangan akan dilakukan secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik.


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat diambil kesimpulan bahwa diameter butiran beras analog dapat mempengaruhi keseragaman butiran, kadar air, daya serap air, dan daya pengembangan. Pada campuran tepung talas dan tepung onggok kasar menghasilkan diameter butiran berkisar 2-4.70 mm, kerapatan curah 0.77-0.84 g/cm3, kadar air 11.84-12.85 %, daya serap air 62.15-94.25 %, daya pengembangan 9.30-13.46 %, sedangkan pada campuran tepung talas dan tepung onggok halus diameter > 4,70 lebih banyak dihasilkan, kerapatan curah 0.74-0.83 g/cm3, kadar air 10.76-13.31 %, daya serap air 57.03-76.94 %, daya pengembangan 11.33-12.53 %. Kadar pati pada komposisi bahan akan mempengaruhi daya serap air dan daya pengembangan pada beras analog.

B. Saran

Saran yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah perlu diadakan penelitian lanjutan untuk mengetahui kandungan gizi pada beras analog, sehingga


(4)

di-37

dapatkan data kandungan gizi beras analog yang dapat digunakan sebagai acuan dalam pengembangan beras analog.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2014. Mesh Size Comparison Table. http://www.tramfloc.com/tf2.html. Tanggal 28 Maret 2014.

Badan Pusat Statistik. 2012. Statistik Industri Indonesia 2012. Jakarta. Badan Pusat Statistik.

Buckle, K.A., R. A. Edward., G. H. Fleet., and M. Wootton. 1987. Food Science. Universitas Indonesia. Jakarta. 364 hal.

Budi, F.S. 2013. Teknologi Proses Ekstrusi untuk Membuat Beras Analog. Jurnal Pangan Vol. 22 No 3: 263 – 273.

Budijanto, S. dan Yuliyanti. 2012. Studi persiapan tepung sorgum (Sorghum Bicolor L. Moench) dan aplikasinya pada pembuatan beras analog. Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 13 No. 3: 177 – 186.

Herawati, H. dan Widowati, S. 2009. Karakteristik beras mutiara dari ubi jalar (ipomea batatas). Bulletin Teknologi Pascapanen Pertanian Vol. 5: 37 – 44.

Lumba, R. 2012. Kajian pembuatan beras analog berbasis tepung umbi daluga (Cyrtosperma merkusii (Hassk) Schott). Jurnal Teknologi Pangan. Fakultas Pertanian. Universitas Sam Ratulangi. Manado. 12 hal.

Nurbaya, S. R. 2013. Pemanfaatan talas berdaging umbi kuning (colocasia Esculenta (L) Schoott) dalam pembuatan Cookies. Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 1 No1 p: 46 – 55.

Rahmawati, W. 2012. Karakteristik pati talas (colocasia Esculenta (L) Schoott) sebagai alternatif sumber pati industri di Indonesia. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri, Vol. No. 1: 347 – 351.

Richana, N. 2012. Araceae & Dioscorea : Manfaat Umbi – umbian Indonesia. Nuansa. Bandung. 95 hal.


(6)

39

Ridal, S. 2003. Karakteristik sifat Fisiko-Kimia tepung dan pati talas (Colocasia esculenta) dan kimpul (Xanthosoma sp.) dan uji penerimaan α-amilase terhadap patinya. [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor. 60 hal.

Sari, M. 2013. Karakteristik tepung onggok menggunakan tiga metode pengeringan. Jurnal Teknik Pertanian – Vol. 2, No. 1: 43 – 48.

Santoso, A. 2013. Pembuatan dan uji karakteristik beras sintetis berbahan dasar tepung jagung. Jurnal Teknik Pertanian Lampung Vol. 2, No. 1: 27 – 34. Tarmudji, M. S. 2004. Pemanfaatan onggok untuk pakan unggas. Tabloid Sinar

Tani. Bogor. 3 hal.

Widarso, T. D. 2009. Pengembangan kari talas sebagai pangan siap saji [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 72 hal. Widiyanto. 2011. Super absorben hasil pencangkokan dan penautan-silang fraksi

nonpati onggok dengan akrilamida [Skripsi]. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Insitut Pertanian Bogor. Bogor. 9 hal.

Winarno, F. G. 1991. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 253 hal.

Wulandari. 2011. Optimasi formula brownies berbasis tepung talas banten (Xanthosoma undipes K. Koch) sebagai pangan sumber serat [Skripsi]. Fakultas Ekologi Manusia. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 58 hal.