PENERAPAN ACTIVITY BASED COSTING UNTUK MENENTUKAN HARGA POKOK PRODUKSI PADA PT. GUNUNG GAHAPI SAKTI ADALAH PERHITUNGAN HARGA POKOK PRODUKSI DENGAN SISTEM TRADISIONAL PT. GUNUNG GAHAPI SAKTI MEDAN

  

PENERAPAN ACTIVITY BASED COSTING UNTUK MENENTUKAN HARGA

POKOK PRODUKSI PADA PT. GUNUNG GAHAPI SAKTI ADALAH

PERHITUNGAN HARGA POKOK PRODUKSI DENGAN SISTEM

TRADISIONAL PT. GUNUNG GAHAPI SAKTI MEDAN

Drs. Zainal Abidin, MH

Yulianti

  

Fakultas Ekonomi Universitas Medan Area

  

Abstract

The aim of this study is to investigate the calculation of Cost of Products by using Activity

Based Costing at PT. Mount Gahapi Way Belawan and compare the calculation of Cost of

Products at PT by using Traditional System and Activity Based Costing. For the research

done using the descriptive method by arranging and classifying the data, analyzed then

interpreted in order to obtain a clear picture of the object studied. The comparison of the

calculation of Cost of Production with Traditional System and Activity Based Costing for

variations in the size of 30.40 and 50 respectively is Rp. 405.74 (2.45%), Rp. 379.18

(2.39%) and Rp. 1949.42 (17.38%). That is the traditional system, to variations of elbow

sizes 30 and 40 occurs overcost when compared with Activity Based Costing, whereas for

products with variations in the size of the elbow 50 by calculation with Traditional

Openness has occurred undercost when compared with the calculation of the Activity

Based Costing.

  Keywords: Cost of Production, Activity Based Costing, Traditional System.

  

Abstrak

  Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perhitungan Harga Pokok Produk dengan menggunakan Activity Based Costing pada PT. Gunung Gahapi Sakti Belawan dan membandingkan perhitungan Harga Pokok Produk pada PT tersebut dengan menggunakan Sistem Tradisional dan Activity Based Costing. Untuk itu penelitian dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif yakni dengan cara menyusun dan mengelompokkan data, dianalisa kemudian diinterprestasikan sehingga diperoleh gambaran yang jelas mengenai obyek yang diteliti. Hasil perbandingan dari perhitungan Harga Pokok Produksi dengan Sistem Tradisional dan Activity Based Costing untuk variasi ukuran 30,40 dan 50 masing- masing adalah Rp. 405,74 (2,45 %), Rp. 379,18 (2,39 %) dan Rp. 1.949,42 (17,38 %). Artinya dengan Sistem Tradisional, untuk variasi siku ukuran 30 dan 40 terjadi overcost jika dibandingkan dengan Activity Based Costing, sedangkan untuk produk dengan variasi siku ukuran 50 dengan perhitungan dengan Sitem Tradisional telah terjadi undercost jika dibandingkan dengan perhitungan dengan Activity Based Costing.

  Kata kunci : Harga Pokok Produksi, Activity Based Costing, Sistem Tradisional.

  PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

  Dalam menghadapi persaingan global terutama terkait dengan sistem perdagangan bebas, dunia industri harus segera mempersiapkan diri agar dapat terus bertahan dalam persaingan yang semakin ketat. Salah satu strategi yang dilakukan oleh perusahaan agar dapat bersaing dalam bisnis global ini adalah dapat mengurangi biaya, meningkatkan produktivitas, meningkatkan kualitas produk dan meningkatkan kemampuan untuk memberi respons terhadap berbagai kebutuhan konsumen.

  Dengan demikian, dinamika perekonomian global yang maju dengan pesat, kompleks, dan penuh inovasi, teknologi tersebut menuntut para pelaku bisnis untuk dapat mengelola usahanya dengan efektif dan efisien serta membutuhkan tersedianya sistem informasi yang sistematik sehingga kelangsungan hidup usaha dapat terus berlanjut. Semakin derasnya arus teknologi dan informasi menuntut setiap perusahaan untuk dapat mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan tersebut dalam persaingan global. Perkembangan teknologi maju di bidang informasi telah menimbulkan dampak yang sangat komplek bagi suatu perusahaan.

  Perkembangan teknologi dalam pasar global salah satunya berdampak pada perusahaan manufaktur. Perusahaan dituntut untuk dapat memanfaatkan teknologi yang dapat mendukung kinerja perusahaan guna memberikan pelayanan yang terbaik bagi pelanggan. Pemanfaatan teknologi tersebut mengakibatkan biaya operasional yang di keluarkan perusahaan menjadi besar yang akan berdampak pada Harga Pokok Produksi yang tinggi, pesatnya perkembangan teknologi dan informasi juga berpengaruh terhadap produksi.

  Meningkatkan pemakaian mesin - mesin untuk berproduksi yang menggantikan pemakaian tenaga kerja, maka kebutuhan akan tenaga kerja pun berkurang. Penggunaan mesin akan mengakibatkan komposisi biaya produksi perusahaan secara berlahan-lahan mengalami perubahan yaitu adanya penurunan biaya tenaga kerja dan kenaikan Biaya Overhead Pabrik.

  Pembebanan Biaya Bahan Baku dan Biaya Tenaga Kerja Langsung pada produk yang dihasilkan dapat di lakukan dengan tepat dan mudah karena biaya- biaya tersebut dapat di alokasikan secara langsung ke produk jadi, sedangkan pembebanan Biaya Overhead Pabrik pada produk yang di hasilkan perlu dilakukan dengan cermat karena biaya ini tidak dapat didefinisikan secara langsung pada produk sehingga memerlukan metode alokasi tertentu.

  Perhitungan Harga Pokok Produksi merupakan semua biaya produksi yang digunakan untuk memproses suatu bahan baku hingga menjadi barang jadi dalam suatu periode waktu tertentu. Ketidaktepatan dalam perhitungan Harga Pokok Produksi membawa dampak yang merugikan bagi perusahaan, karena Harga Pokok Produksi berfungsi sebagai dasar untuk menetapkan harga jual dan laba, sebagai alat untuk mengukur efisiensi pelaksanaan proses produksi serta sebagai dasar untuk pengambilan keputusan bagi manajemen perusahaan.

  Oleh karena itu, muncul metode baru dalam perhitungan Harga Pokok Produksi yang dikenal dengan nama

  Activity Based Costing (ABC). Activity Based Costing merupakan metode

  perbaikan dari Sistem Tradisional.

  Activity Based Costing

  ini merupakan metode perhitungan biaya yang dapat memberikan alokasi Biaya Overhead Pabrik yang lebih akurat dan relevan. Pada metode ini, seluruh biaya tidak langsung dikelompokkan sesuai dengan aktivitas masing-masing dengan masing- masing aktivitas dan dialokasikan berdasar aktivitasnya masing-masing.

  Dasar alokasi yang digunakan adalah jumlah aktivitas dalam setiap Cost

  Based Costing untuk menentukan Harga

  D. Manfaat Penelitian 1.

  Activity Based Costing .

  Gahapi Sakti dan untuk mengetahui perbandingan Harga Pokok Produksi pada PT. Gunung Gahapi Sakti dengan menggunakan Sistem Tradisional dan

  Based Costing pada PT. Gunung

  Untuk mengetahui perhitungan harga pokok produksi denagn Activity

  C. Tujuan Penelitian

  “ Apakah Activity Based Costing dapat diterapkan pada PT. Gunung Gahapi Sakti Belawan terhadap penentuan Harga Pokok Produksi?

  Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti mencoba merumuskan masalah yang diteliti yaitu

  B. Rumusan Masalah

  Gunung Gahapi Sakti kemudian akan menerapkan Activity Based Costing untuk menentukan Harga Pokok Produksi pada PT. Gunung Gahapi Sakti.

  Pokok Produksi pada PT. Gunung Gahapi Sakti adalah perhitungan Harga Pokok Produksi dengan Sistem Tradisional PT.

  Di dalam penelitian ini yang dimaksud dengan penerapan Activity

  Pool tersebut. Metode ini menggunakan

  harga pokok produksi pada PT. Gunung Gahapi Sakti.

  Activity Based Costing dalam penentuan

  Harga Pokok Produksi sebagai pengganti Sistem Tradisional yang dianggap sudah tidak akurat lagi. Penulis tertarik untuk melakukan penelitian pada PT. Gunung Gahapi Sakti, penulis ingin mengkaji lebih jauh lagi dengan mengadakan penelitian dengan judul Penerapan

  Activity Based Costing dalam perhitungan

  Berdasarkan uraian di atas, dapat dilihat betapa pentingnya menggunakan

  Apabila dalam suatu perusahaan pembebanan Biaya Overhead Pabriknya menggunakan basis alokasi suatu ukuran yang berkaitan dengan volume maka perhitungan Harga Pokok Produksi menjadi tidak akurat dan akan mempengaruhi penentuan harga jual produknya.

  Semua hasil alokasi ini merupakan pemicu biaya yang hanya berhubungan dengan volume atau tingkat produksi yang digunakan untuk mengalokasian Biaya Overhead Pabrik.

  Saat ini perhitungan Harga Pokok Produksi yang dilakukan oleh PT. Gunung Gahapi Sakti masih menggunakan Sistem Tradisonal. Dalam Sistem Tradisional seluruh biaya tidak langsung akan dikumpulkan dalam satu pengelompokkan biaya (Cost Pool ), kemudian seluruh total biaya tersebut dialokasikan dengan satu dasar pengalokasian kepada suatu objek biaya. Basis alokasi yang digunakan dalam Sistem Tradisional adalah berupa jam tenaga kerja langsung, Biaya Tenaga Kerja Langsung, Biaya Bahan Baku, jumlah jam mesin, atau jumlah unit yang di hasilkan.

  10 Medan.

  PT. Gunung Gahapi Sakti adalah suatu perusahaan yang bergerak dalam bidang manufakturing yaitu perusahaan industri besi, Seperti besi beton, besi siku, besi gepeng, paku, kawat, dan lain sebagainya. Produk-produk dari PT. Gunung Gahapi Sakti telah di pasarkan hingga keluar kawasan Sumatera Utara. Perusahaan ini mempunyai lokasi pabrik di jalan Komodor Laut Yos Sudarso, Km

  jenis pemicu biaya yang lebih banyak sehingga dapat mengukur sumber daya yang digunakan oleh produk secara lebih akurat.

  Bagi pihak manajemen khususnya (Perusahaan PT. Gunung Gahapi Sakti) penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan wawasan serta masukan tentang perhitungan Harga Pokok Produksi dengan menggunakan metode Activity Based Costing .

  2. Bagi pihak lain, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan akan

  Activity Based Costing serta dapat

  menjadi acuan dan pembanding bagi penelitian selanjutnya.

  LANDASAN TEORITIS A. Pengertian dan Unsur Harga Pokok Produksi

  1. Pengertian Harga Pokok Produksi Menurut Islahhuzzaman

  (2011:169) “Harga Pokok Produksi merupakan akumulasi dari biaya- biaya yang dibebankan pada produk atau jasa yang dihasilkan oleh perusahaan”. Adapun Charles T. Hongren, dkk (2006:45) “Harga Pokok Produksi (cost of gods

  manufactured ) adalah biaya barang

  yang dibeli untuk diproses sampai selesai, baik sebelum maupun selama periode akuntansi berjalan”. Selain itu, Ray H. Garrison, dkk (2006:60) menyebutkan “Harga Pokok Produksi berupa biaya produksi yang berkaitan dengan barang-barang yang diselesaikan dalam satu periode”.

  Berdasarkan beberapa pendapat akademisi tersebut dapat disimpulkan bahwa Harga Pokok Produksi adalah semua biaya produksi yang digunakan untuk memproses suatu bahan baku hingga menjadi barang jadi dalam suatu periode waktu tertentu. Penentuan Harga Pokok Produksi digunakan untuk perhitungan laba atau rugi perusahaan yang akan dilaporkan kepada pihak eksternal perusahaan. Selain itu, Harga Pokok Produksi memiliki peranan dalam pengambilan keputusan perusahaan untuk beberapa hal seperti menerima atau menolak pesanan, membuat atau membeli bahan baku, dan lain-lain.

  Informasi mengenai Harga Pokok Produksi menjadi dasar bagi manajemen dalam pengambilan keputusan harga jual produk yang bersangkutan. Oleh sebab itu, biaya- biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk memproduksi suatu barang jadi dapat diperhitungkan untuk menentukan harga jual yang tepat.

  1. Unsur Harga Pokok Produksi Harga Pokok Produksi terdiri dari tiga elemen biaya produk yaitu Biaya Bahan Baku, Biaya Tenaga Kerja Langsung, dan Biaya Overhead Pabrik. Harga Pokok Produksi diperhitungkan dari biaya produksi yang terkait dengan produk yang telah selesai selama periode tertentu. Barang dalam proses awal harus ditambahkan dalam biaya produksi periode tersebut dan barang dalam persediaan akhir barang dalam proses harus dikurangkan untuk memperoleh Harga Pokok Produksi Ray H. Garrison (2006:60). Ketiga elemen biaya produksi sebagai pembentuk Harga Pokok Produksi adalah: a.

  Biaya Bahan Baku Biaya Bahan Baku menurut William

  K. Carter (2009:40) “biaya bahan langsung (direct material cost) adalah semua bahan baku yang membentuk

  bagian integral dari produk jadi dan dimasukkan secara eksplisit dalam perhitungan biaya produk”. Besarnya Biaya Bahan Baku ditentukan oleh biaya perolehannya yaitu dari pembelian sampai dengan biaya dapat digunakan dalam proses produksi”. Contoh Biaya Bahan Baku adalah biaya pembelian kayu yang digunakan untuk membuat barang-barang meubel dalam perusahaan furniture atau pembelian tembakau yang digunakan untuk membuat rokok dalam perusahaan rokok.

  b.

  Selain itu Firdaus A. Dunia, dkk (2009:248) memaparkan klasifikasi Biaya Overhead Pabrik berdasarkan sifat atau objek pengeluaran sebagai berikut:

  (a) Penggolongan

  Biaya tidak langsung lainnya Biaya tidak langsung ini meliputi berbagai macam Biaya Overhead Pabrik yang tidak dapat diklasifikasikan sebagai Biaya Bahan Baku maupun Biaya Tenaga Kerja Tidak Langsung. Adapun penggolongan Biaya Overhead Pabrik menurut Mulyadi (2007:193) menyebutkan Biaya Overhead Pabrik dapat digolongkan dengan tiga cara:

  Biaya Tenaga Kerja Tidak Langsung Biaya tenaga kerja tidak langsung adalah biaya yang dikeluarkan untuk tenaga kerja yang secara tidak langsung terlibat dalam proses produksi dari suatu produk, biaya-biaya ini tidak mungkin untuk dibebankan secara langsung objek biaya tertentu. 3)

  Objek biaya tersebut dapat berupa produk atau jumlah unit produk tertentu, pekerjaan-pekerjaan khusus, dan objek biaya lainnya. 2)

  Biaya Bahan Baku dan Perlengkapan adalah biaya yang dikeluarkan untuk semua bahan yang dipakai dalam produksi yang tidak dapat dibebankan secara langsung kepada objek biaya tertentu dengan pertimbangan ekonomis dan praktis.

  1) Bahan Baku dan Perlengkapan

  pembantu, biaya tenaga kerja tidak langsung, pemeliharaan dan perawatan alat produksi, sewa pabrik, penyusutan barik, dan sebagainya.

  Biaya Tenaga Kerja Langsung Pengertian Biaya Tenaga Kerja

  Overhead Pabrik adalah biaya bahan

  Segala jenis biaya produksi tidak langsung dicatat dalam berbagai rekening overhead pabrik yang jumlah maupun namanya bisa berbeda-beda antara perusahaan yang satu dengan perusahaan yang lainnya. Pemilihan nama rekening dan jumlah rekening yang disediakan tergantung pada sifat perusahaan dan informasi yang diinginkan perusahaan. Contoh Biaya

  “Biaya Overhead Pabrik adalah semua biaya manufaktur kecuali Bahan Baku Langsung dan Tenaga Kerja Langsung”. Adapun pengertian Biaya Overhead Pabrik menurut Carl S. Warren, dkk (2008:524) adalah “ semua biaya produksi suatu produk diluar bahan Baku Langsung dan Tenaga Kerja Langsung”

  Biaya Overhead Pabrik Pengertian Biaya Overhead Pabrik menurut William K. Carter (2009:42)

  c.

  Langsung menurut William K. Carter (2009:40) “Tenaga Kerja yang melakukan konversi Bahan Baku Langsung menjadi produk jadi dan dapat dibebankan secara layak ke produk tertentu”. Adapun pengertian Biaya Tenaga Kerja Langsung menurut Carl S. Warren, dkk (2008:524) sebagai berikut “ upah tenaga kerja yang terkait langsug dalam konversi bahan baku menjadi barang jadi”. Biaya Tenaga Kerja Langsung meliputi kompensasi atas semua tenaga kerja yang dapat ditelusuri ke objek biaya dengan cara yang ekonomis. Contoh Biaya Tenaga Kerja Langsung adalah gaji atau tunjangan yang dibayarkan kepada tenaga kerja bagian produksi yang memperoduksi bahan baku menjadi barang jadi.

  Biaya Overhead Pabrik menurut sifatnya dalam perusahaan Biaya Overhead Pabrik adalah biaya produksi selain biaya bahan baku dan tenaga kerja langsung. Biaya-biaya produksi yang termasuk dalam Biaya Overhead Pabrik dikelompokkan menjadi beberapa golongan sebagai berikut:

  (1) Biaya bahan penolong

  (3) Biaya Overhead Pabrik semivariabel Biaya Overhead Pabrik semivariabel adalah Biaya Overhead Pabrik yang berubah tidak sebanding dengan perubahan volume kegiatan. Untuk keperluan penentuan tarif Biaya

  departmental overhead expenses ).

  Biaya Overhead Pabrik tidak langsung dapertemen (indirect

  ) (2)

  overhead expenses

  (1) Biaya Overhead Pabrik langsung departemen (direct departmental

  Pabrik menurut hubungannya dengan dapertemen dilihat dari hubungannya dengan dapertemen-dapaertemen yang ada dipabrik, Biaya Overhead Pabrik dapat digolongkan menjadi dua bagian yaitu:

  Penggolongan Biaya Overhead

  pengendalian biaya, Biaya Overhead Pabrik semivariabel dibagi menjadi dua yaitu biaya tetap dan biaya variabel. (c)

  Overhead Pabrik dan untuk

  Biaya Overhead Pabrik variabel Biaya Overhead Pabrik variabel adalah Biaya Overhead Pabrik yang berubah sebanding dengan perubahan volume kegiatan.

  Biaya bahan penolong adalah bahan yang tidak menjadi bagian produk jadi atau bahan meskipun menjadi bagian produk jadi tetapi nilainya relatif kecil bila dibandingkan dengan Harga Pokok Produksi tersebut. (2)

  Biaya Overhead Pabrik tetap adalah biaya overhead pabrik yang tidak berubah dlam kisar perubahan volume kegiatan tertentu. (2)

  (1) Biaya Overhead Pabrik tetap

  Penggolongan Biaya Overhead Pabrik menurut perilakunya dalam hubungan dengan perubahan volume produksi biaya Overhead Pabrik dilihat dari perilaku dan hubungannya dengan perubahan volume produksi dapat dibagi menjadi tiga golongan yaitu:

  Biaya Overhead Pabrik lain yang secara langsung Contoh biaya overhead pabrik lain yang secara langsung memerlukan pengeluaran uang tunai adalah biaya reparasi yang diserahkan kepada pihak luar perusahaan, biaya listrik PLN dan sebagainya. (b)

  Biaya yang timbul sebagai akibat berlalunya waktu Contoh biaya yang timbul sebagai akibat berlalunya waktu adalah biaya-biaya asuransi gedung dan emplasemen, asuransi mesin dan peralatan, asuransi kendaraan, asuransi kecelakaan karyawan, dan biaya amortisasi kerugian. (6)

  Contoh biaya yang timbul sebagai akibat penilaian terhadap aktiva tetap adalah biaya-biaya depresiasi emplasemen pabrik, bangunan pabrik, mesin dan peralatan, dan aktiva tetap lain yang digunakan di pabrik. (5)

  Biaya yang timbul sebagai akibat penilaian terhadap aktiva tetap.

  Biaya tenaga kerja tidak langsung adalah tenaga kerja pabrik yang upahnya tidak dapat diperhitungkan secara langsung kepada produk atau pesanan tertentu. (4)

  (3) Biaya tenaga kerja tidak langsung

  Biaya reparasi dan pemeliharaan Biaya reparasi dan pemeliharaan berupa biaya suku cadang (sparepats), biaya bahan habis pakai (factory suplies) dan harga perolehan jasa dari pihak luar perusahaan untuk keperluan perbaikan dan pemeliharaan emplasemen, dan aktiva tetap lain yang digunakan untuk keperluan pabrik.

  Dalam perusahaan manufaktur untuk menghasilkan produk yang akan dipasarkan membutuhkan berbagai jenis biaya, dan biaya-biaya ini akan menjadi Activity Based Costing telah dasar dalam penentuan Harga Pokok dikembangkan pada organisasi Produksi. sebagai suatu solusi untuk masalah-masalah yang tidak dapat

  B.

  diselesaikan dengan baik oleh

   Sistem Tradisional 1.

  Sistem Tradisional. Activity Based Pengertian Sistem Tradisional

  Beberapa akademisi menyebutkan Costing ini merupakan hal yang beberapa konsep Sistem Tradisional baru sehingga konsepnya masih yang berbeda-beda. William K.Carter. terus berkembang, sehingga ada (2006) menyatakan Sistem Tradisional berbagai definisi yang adalah sistem akuntansi biaya yang menjelaskan tentang Activity menggunakan semua dasar alokasinya Based Costing . Pengertian Activity berdasarkan unit (unit cost system). Based Costing menurut William K Adapun Islahuzzaman (2011:32)

  Carter (2009: 570) “Sistem biaya menyebutkan Sistem Tradisional adalah berdasar aktivitas (Activity Based sistem penentuan Harga Pokok Produksi Costing ) adalah sistem dimana dengan mengukur kegiatan berdasarkan tempat penampungan biaya unit yang digunakan untuk overhead yang jumlahnya lebih membebankan biaya pada produk. dari satu dialokasikan

  Dari beberapa pendapat akademisi menggunakan dasar yang tersebut dapat disimpulkan bahwa memasukkan satu atau lebih faktor Sistem Tradisional adalah sisitem yang tidak berkaitan dengan penentuan Harga Pokok Produksi volume”. Selain itu, pengertian yang menggunakan dua dasar Activity Based Costing menurut pembebanan biaya sesuai dengan Blocher, dkk (2007: 120) adalah perubahan unit atau volume produk sebagai berikut : “Activity Based yang diproduksi. Sistem Tradisional Costing adalah pendekatan didesain pada waktu teknologi penentuan biaya produk yang manual digunakan untuk pencatatan membebankan biaya ke produk transaksi keuangan. Sistem atau jasa berdasarkan konsumsi Tradisional didesain untuk sumber daya yang disebabkan perusahaan manufaktur. Oleh karena karena aktivitas”. itu, biaya dibagi bedasarkan tiga Pengertian Activity Based fungsi pokok yaitu: fungsi produksi, yang lain juga

  Costing

  fungsi pemasaran dan fungsi dikemukakan oleh Mulyadi (2007: administrasi dan umum.

  53) sebagai berikut: “ Activity Oleh karena itu, dalam Sisitem Based Costing adalah sistem

  Tradisional biaya produksinya terdiri informasi biaya berbasis aktivitas dari tiga elemen yaitu: yang didesain untuk memotivasi a. personal dalam melakukan

  Biaya Bahan Baku

  b. Tenaga Kerja pengurangan biaya dalam jangka Biaya

  Langsung panjang melalui pengolaan c. Biaya Overhead Pabrik aktivitas”. Adapun pengertian

  Activity Based Costing menurut C.

  Garisson (2006: 440) sebagai Activity Based Costing

  1. Pengertian Activity Based berikut: “perhitungan biaya

  Costing berdasarkan aktivitas Activity Based Costing adalah metode perhitungan biaya (costing) yang dirancang untuk menyediakan informasi biaya bagi manajer untuk keputusan strategis dan keputusan lainnya yang mungkin akan mempengaruhi kapasitas dan juga biaya tetap.”

  Berdasarkan pendapat beberapa akademisi tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa

  Kerja Langsung dan overhead pabrik yang digunakan untuk proses peleburan besi menjadi besi dalam suatu proses produksi. Ditinjau dari sudut pandang peneliti terhadap perusahaan:

  3. Sistem Tradisioanal Sistem Tradisional adalah sistem penentuan Harga Pokok Produksi yang menggunakan dasar pembebanan biaya sesuai dengan perubahan unit atau volume produk yang diproduksi.

  produksi suatu produk diluar Bahan Baku Langsung dan Tenaga Kerja Langsung.

  Biaya Overhead Pabrik : Semua biaya

  tenaga kerja yang melakukan konversi bahan baku langsung menjadi produk jadi dan dapat dibebankan secara layak ke produk tertentu.

  Biaya Tenaga Kerja Langsung :

  menjadi produk jadi seperti besi siku, besi beton, besi ulir, dan jenis besi lainnya dalam suatu proses produksi.

  scraff , kapur,mangan dan arang hingga

  yang dibutuhkan untuk pembelian

  Biaya Bahan Baku : Besarnya biaya

  2. Harga Pokok Produksi Harga Pokok Produksi adalah semua biaya bahan baku langsung, Tenaga

  Activity Based Costing merupakan

  perhitungan biaya yang menekankan pada aktivitas-aktivitas yang menggunakan jenis pemicu biaya yang lebih banyak sehingga dapat mengukur sumber daya yang digunakan oleh produk yang secara lebih akurat.

   Activity Based Costing Activity Based Costing merupakan

  Variabel-variabel yang diteliti sehubungan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.

   Defenisi Operasional variabel

  Penelitian ini dilakukan pada PT. Gunung Gahapi Sakti yang berlokasi di Jln.komodor Laut Yos Sudarso, Km 10 Medan B.

  Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian dengan cara menyusun dan mengelompokkan data, dianalisa kemudian diinterprestasikan sehingga diperolah gambaran yang jelas mengenai obyek yang diteliti pada PT. Gunung Gahapi Sakti. Dari analisis tersebut selanjutnya dapat diambil suatu kesimpulan dan memberikan saran yang berguna bagi perusahaan untuk pemecahan masalah.

  METODE PENELITIAN A. Jenis, Lokasi Penelitian 1.

  dalam biaya melalui penyediaan informasi tentang aktivitas yang menjadi penyebab timbulnya biaya.

  Based Costing hanya difokuskan

  perhitungan biaya yang menekankan pada aktivitas- aktivitas yang menguunakan jenis pemicu biaya lebih banyak sehingga dapat mengukur sumber daya yang digunakan oleh produk secara lebih akurat dan dapat membantu pihak manajemen dalam meningkatkan mutu pengambilan keputusan perusahaan. Sistem Activity

2. Lokasi Penelitian

  C. Jenis dan Sumber Data

  184.946.837 yang terdiri dari 72 orang pekerja.

  b.

  184.946.837 yang terdiri dari 82 orang pekerja. Inspeksi mutu dialokasikan sebessar 6,89 % atau Rp. 12.742.837 dari total keseluruhan upah sebesar Rp. 184.946.837 yang terdiri dari 54 orang pekerja. Pengepakan dialokasikan sebesar 10,93 % atau Rp. 20.214.689 dari total keseluruhan upah sebesar Rp. 184.946.837 yang terdiri dari 48 orang pekerja. Riset dan pengembangan dialokasikan sebesar 7,01 % atau Rp. 12.964.773 dari total kesluruhan upah sebesar Rp.184.946.837 yang terdiri dari 48 orang pekerja. Pemeliharaan mesin dialokasikan sebesar 2,67% atau Rp. 4.938.081 dari total keseluruhan upah sebesar Rp. 184.946.837 yang terdiri dari 46 orang pekerja. Pemeliharaan pabrik dialokasikan sebesar 2,56 % atau Rp. 4.938.081 dari total keseluruhan upah sebear Rp. 184.946.837 yang terdiri dari 48 orang.

  64.675.909 dari keseluruhan upah Rp. 64.675.909 dari keseluruhan upah sebesar Rp. 184.946.837 yang terdiri dari 104 orang Pengeringan dialokasikan sebesar 11,20 % atau Rp. 20.714.046 dari total keseluruhan upah sebesar Rp.

  Roughing, intermediate dan finishing dialokasikan sebesar 34,97 % atau Rp.

  dialokasikan sebesar 11,7 % atau Rp. 20.658.562 dari total keseluruhan upah sebesar Rp. 184.946.837 tang terdiri dari 82 orang pekerja.

  Set up

  Upah tidak langsung Pembelian bahan baku dialokasikan sebesar 12,60 % atau Rp. 23.303.302 dari total keseluruhan upah sebesar Rp.

  Jenis data yang digunakan peneliti dalam melakukan penelitian adalah data kualitatif dan kuantitatif. Sumber data penelitian ini diperoleh dari data primer dan sekunder yang diproleh dari bagian produksi di PT. Gunung Gahapi Sakti.

  Perhitungan pengalokasian biaya produksi tidak langsung ke masing- masing aktivitas adalah sebagai berikut: a.

  2. Analisis Data Sekunder Pada metode ini analisa dilakukan dengan pendekatan akuntansi yang dilakukan untuk menganalisis data dalam penelitian ini adalah perhitungan biaya berdasarkan aktivitas untuk menghitung Harga Pokok Produksi.

  1. Analisis Data Primer Data Primer adalah data yang diperoleh langsung dari tempat objek penelitian yang akan digunakan sebagian bahan penelitian yaitu wawancara.

  Teknik analisi data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data primer dan sekunder.

  E. Teknik Analisis Data

  Teknik pengumpulan data yang dilakukan penulis dalam penelitian ini adalah : 1. Wawancara yaitu tanya jawab langsung dengan pihak dalam perusahaan 2. Dokumentasi yaitu teknik yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data melalui dokumen-dokumen perusahaan mengenai data yang terkait dengan masalah penentuan Harga Pokok Produksi.

  D. Teknik Pengumpulan Data

  Biaya makan buruh Pembelian bahan baku dialokasikan sebesar 2,56 % atau Rp. 2.886.436 dari keseluruhan biaya makan sebesar 25.980.523 untuk 72 orang pekerja.

  Set up dialokasikan sebesar 11,1 %

  d.

  h.

  Biaya inspeksi mutu dikeluarkan khusus untuk aktivitas inspeksi mutu yang digunakan untuk membeli perlengkapan inspeksi sesuai dengan yang dikeluarkan pada periode yang bersangkutan.

  g.

  up sebesar yang dibutuhkan periode yang bersangkutan.

  Biaya set up dikeluarkan oleh perusahaan khusus untuk aktivitas set

  f.

  3.621.770 dari total kseluruhan biaya tenaga kerja ahli extern sebesar Rp.16.212.040. Inspeksi mutu sebesar Rp.77,6 % atau Rp. 12.596.270 dari total kseluruhan biaya tenaga ahli extern sebesar Rp.16.212.040 untuk 40 orang ahli.

  Tenaga kerja extern Set up dialoksikan sebesar Rp.

  Telepon, Perlrngkapan kantor, solar, oli mesin, listrik dan air dihitung berdasarkan persentase untuk masing- masing aktivitasa yang besarnya dapat kita lihat pada tabel dan tabel (dalam bentuk persentase) e.

  Inspeksi mutu sebesar 6,11 % untuk masing-msaingnya dari total keseluruhannya. Pengepakan sebesar 11,11 % untuk masing-masing dari total keseluruhannya. Riset dan pengembangan sebesar 6,11 % untuk masing-masing dari totaal keseluruhannya. Pemeliharaan mesin sebesar 6,11 % untuk masing-masing dari total keseluruhannya. Pemeliharaan pabrik sebesar 6,12 % untuk masing-masing dari total keseluruhannya.

  atau 2.886.436 dari total keseluruhan biaya makan sebesar Rp.25.980.523 untuk 72 orang pekerja.

  sebesar 31,11 % untuk masing-masing dari total keseluruhannya. Pengeringan sebesar 11,11 % untuk masing-masingnya dari total keseluruhannya.

  Set up sebesar 11,11 % untuk masing- masing dari total keseluruhannya. Rounghing, intermediate dan finishing

  THR, Jamsostek dan biaya kesehatan, masing-masingnya secara berurutan dialokasikan ke: Pembelian bahan baku sebesar 11 % utnuk masing-masingnya dari toyal keseluruhannya.

  c.

  Pemeliharaan mesin dialokasikan sebesar 6,11 % atau 1.587.410 dari total keseluruhan boaya makan sebesar Rp. 25.980.523 untuk 46 orang. Pemeliharaan pabrik dialokasikan sebesar 12 % atau 1.590.008 dari total keseluruhan biaya makan sebesar Rp. 25.980.523 untuk 48 orang.

  25.980.523 untuk 89 orang pekerja. Riset dan pengembangan dialokasikan sebesar 6,11 % atau 1.587.410 dari total keseluruhan biaya makan sebesar Rp. 25.980.523 untuk 48 orang pekerja.

  25.980.523 untuk 54 orang pekerja. Pengepakan dialokasikan sebesar 11,11 % atau 2.886.436 dari total keseluruhan biaya makan sebesar Rp.

  25.980.523 untuk 82 orang pekerja. Inspeksi mutu dialokasikan sebesar 6,11 % atau 1.587.410 dari total keseluruhan biaya makan sebesar Rp.

  dialokasikan sebesar 31,11 % atau 8.082.541 dari total keseluruhan biaya makan sebesar Rp. 25.980.523 untuk 104 orang pekerja. Pengeringan dialokasikan sebesar 11,11 % atau 2.886.436 dari total keseluruhan biaya makan sebesar Rp.

  Rounghing, intermediate dan finishing

  Biaya paten teknologi dikeluarkan khusus untuk membeli paten terhadap jenis produk berdasarkan jumlah unit yang dihasilkan oleh perusahaan. Pada periode ini perusahaan perlu membayar sebesar Rp. 66.225.220 untuk 138.371 batang. Jadi biaya per batangnya adalah sebesar Rp. 478.606

  Biaya pemeliharaan pabrik Dihitung sebesar 0.11 % per bulannya dari harga perolehan bangunan atau Rp.7.801.643.760 x 0,11 %.

  Berhubungan dengan fasilitas

  istilah umum yang harus dipahami, yaitu obyek, sumber daya, aktivitas serta pemicu biaya. Didalam menentukan suatu

  Baseed Costing , kita mengenal empat

  1. Penentuan cost pool Untuk memahami penerapan Activity

  i.

  batch , produk dan fasilitas.

  Mengenai hubungan antara aktivitas dengan cost pool dapat kita lihat pada tabel dibawah ini: yang dihasilkan pada periode yang bersangkutan.

  a.

  Biaya reperasi mesin Diperhitungkan sebesar 0,625 % dari harga perolehan mesin per bulannya.

  yang merupakan sasaran yang akan dihitung biayanya. Pada perusahaan manufaktur, sasaran tersebut adalah produk final yang mempunyai himpunan- himpunan aktivitas yang ada dalam kegiata produksi. Dalam hal ini kita mengenal empat jenis cost pool secara umum yang sering digunakan, yaitu: unit,

  5 tahun, dan penyusutan per tahunnya adalah Rp.622.999.320 dibagi 5 sama dengan Rp.124.599.864 atau Rp.10.383.322 per bulannya. k.

  method selama

  5 tahun sama dengan Rp.311.499.948 sedangkan penyusutan per bulannya Rp.25.958.329 Pengeringan terdiri dari satu buah mesin induk, disusutkan dengan stragh line method selama 5 tahun, dan penyusuan per tahunnya adalah Rp.934.499.820 dibagi 5 tahun sama dengan Rp.186.859.964 atau sebesar Rp.15.574.997 per bulannya. Pengepakan terdiri dari satu mesin induk disusutkan dengan stragh line

  terdiri dari satu buah mesin induk terkomputerisasi yang disusutkan dengan stragh line method selama 5 tahun, dan penyusutan per tahunnya adalah sebesar Rp.1.557.499.740 dibagi

  Roughing, intermediate dan finishing

  Biaya penyusutan mesin

  Biaya pengembangan produk dikeluarkan oleh perusahaan untuk pengembangan produk percobaan kualitas baru sesuai yang dibutuhkan pada periode yang bersangkutan. j.

  cost pool , kita berhubungan dengan obyek

  • pemeliharaan mesin dan pemeliharaan pabrik. Merupakan kegiatan dimana pembebanan biaya per kativitasnya didasarkan pada berapa besarnya fasilitas yang diberikan terhadap pelaksanaan proses tersebut berdasarkan alokasi jam kerja mesin.

  Biaya penyusutan pabrik Disusutkan selama 10 tahun sebesar Rp.7.801.643.760 dibagi 12 bulan sama dengan Rp.65.013.698. o.

  Biaya asuransi pabrik Diperhitungkan sebesar Rp.5.231.287 per bulannya yang berasal dari pembayaran premi per tahunnya sebesar Rp.62.775.444 dibagi 12. n.

  PBB Diperhitungkan sebesar Rp.5.160.370 per bulannya yang berasal dari pembayaran 1 tahun dibagi 12 atau Rp.61.924.440 dibagi 12. m.

  Jadi sekitar Rp.19.493.660 per bulannya. l.

2. Pembebanan biaya aktivitas ke produk a.

  Penentuan cost driver Pemicu biaya ( cost driver) meefleksikan permintaan terhadap aktivitas pada setiap jenis variasi produk yang mengkonsumsinya. Cost driver inilah yang digunakan untuk menelusuri biaya ke obyek variasi produk. Pada sistem

  Activity Based Costing berlaku lebih dari

  pemicu biaya untuk dijadikan dasar alokasi biaya ke variasi ukuran produk. Berikut ini adalah daftar pemicu biaya dari cost pool yan telah dijabarkan dalam tabel berikut ini:Tabel 4.1

  Penent COST uan COST POOL DRIVER Masin

  berhubungan barang

  g-

  dengan unit jadi

  Masin

  berhubungan banyaknya

  g Cost

  dengan batch batch

  Pool

  berhubungan jenis b.

  Pengal dengan produk produk okasia berhubungan jam kerja n biaya dengan fasilitas mesin

  S etelah ditetapkan cost driver untuk masing-masing cost pool maka dapat dilakukan perthitungan tarifuntuk masing- masing cost pool untuk variasi ukuran berdasakan cost driver yang tercantum dalam tabel dibawah in

Tabel 4.2 Tarif Cost Pool Per Variasi Ukuran Siku

  Harga Pokok Produksi dengan Traditional Costing 16.579,20 15.872,23 11.276,45 Harga Pokok Produksi Dengan ABC 16173,46 14594,06 12013,89 (Under) / Over Cost 405,74 1.278,17 (737,43) Persentase (Under)/ Over Cost 2,45% 8,05% -6,54%

  Activity Based Costing yang dicoba untuk

  Sebaliknya didalam sistem

  rendah jumlah produk yang dihasilkan untuk satu jenis variasi ukuran, semakin tinggi tingkat penyimpangan yang terjadi. Tingkat penyimpangan terjadi pada variasi ukuran siku yang memiliki tingkat produksi tinggi, dimana dengan sistem tradisinal akan menerima pembebanan biaya overhead pabrik yang lebih besar. Pembebanan yang tidak tepat mengakibatkan terjadinya kesalahan didalam melakukan pengambilan keputusan, dengan mengasumsikan bahwa variasi ukuran siku yang memiliki tingkat margin keuntungan yang tinggi pula.

  Costing maka terlihat bahwa semakin

  Dengan melihat perbedaan antara cara perhitungan Harga Pokok Produksi Sistem Tradisional dengan Activity Based

  berdasarkan aktivitas, sehingga variasi ukuran siku dengan aktivitas yang kompleks dan rumit memperoleh pembebanan biaya yag lebih besar daripada variasi ukuran siku dengan aktivitas yang standard atau sederhana.

  Costing ini kita melakukan analisa

  adanya sistem Activity Based Costing, hal tersebut akan ditekan seminimal mungkin karena didalam sistem Activity Based

  overhead pabriknya. Tetapi dengan

  30 dan 40 dengan menggunakan Sistem Tradisional mengalami overcost bila dibandingkan dengan Activity Based Costing yaitu 2,45 % dan 2,39 %, sedangkan untuk variasi ukuran siku 50 mengalami situasi sebaliknya, yaitu undercost sebesar17,38 % hal inilah yang menimbulkan adanya distorsi biaya dari Sistem Tradisional didalam melakukan pembebanan biaya

  Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa Harga Pokok Produksi untuk variasi ukuran siku

  50 (Rp)

  Cost Pool siku 30 siku 40 siku 50 Total

  40 (Rp) siku

  siku 30 (Rp) Siku

Tabel 4.3 Perbandingan Harga Pokok Produksi Secara Traditional Costing Dan ABC

  Dari perhitungan yang telah dilakukan maka dilakukan perbandingan hasil perhitungan harga pokok produksi untuk masing-masing varisi siku sebagai berikut:

  Pembahasan Analisis Perbandingan Harga Pokok Produksi antara Sistem Tradisional dan Activity Based Costing (ABC)

  3 Fasilitas (Jam Kerja Mesin) 9.188 5.419 1.920 16527

  1

  1

  1

  74 62 247 Produk (Jenis Produk)

  Unit (unit barang jadi) 82.776 40.558 24.989 148323 Batch (kali) 111

  diterapkan pada PT. Gunung Gahapi Sakti ini, akan dapat dilihat bahwa variasi ukuran siku yang memiliki tingkat produksi tinggi seperti siku 30 dan 40 dapat menerapkan minimalisasi biaya jika dibandingkan dengan siku 50 yang memiliki tingkat produksi yang rendah. Hal ini tentu saja akan mempengaruhi kebijakan perusahaan, dimana dengan menggunakan informasi yang diberikan oleh sistem Activity Based Costing ini, maka perusahaan akan berusaha untuk meningkatkan efektivitas dari aktivitas- aktivitas produksi yang dikerjakan, terutama bagi variasi siku yang memiliki tingkat produksi dan permintaan yang tinggi seperti siku 30 dan 40 peningkatan didalam aktivitas produksi tersebut dapat mempengaruhi pihak manajemen didalam melakukan perencanaan serta perbaikan mutu produk yang bersangkutan.

  KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1.

  PT. Gunung Gahapi Sakti menerapkan Sistem Tradisional didalam menentukan Harga Pokok Produksinya, yaitu mengalokasikan biaya produksi tidak langsung terhadap produk-produk yang dihasilkanya hanya dengan menggunakan satu pemicu biaya, yaitu jam kerja mesin. Penerapan Sistem Tradisional ini menimbuklan penyimpangan terhadap perhitungan Harga Pokok Produksinya, sehingga dapat mengakibatkan kesalahan didalam pengambilan keputusan yang dilakukan oleh pihak manajemen.

  Harga pokok produksi per batang menurut variasi ukuran siku berdasarkan Sistem Tradisional adalah siku 30 Rp16.579 siku 40 Rp 15.872 dan siku 50 Rp 11.276.

  2. Activity Based Costing bertujuan untuk memperbaiki kelemahan dari Sistem Tradisonal yang diterapkan oleh perusahaan dengan mengalokasikan biaya overheadnya berdasarkan aktivitas, menggunakan pemicu biaya lebih dari satu dasar alokasi ( jadi bergantung kepada banyaknya aktivitas yang terjadi di perusahaan). Sehingga hubungan sebab akibat antara aktivitas dengan biaya overhead dapat lebih mudah dipahami dan lebih logis. Dengan demikian dapat diperoleh hasil perhitungan Harga Pokok Produksi yang lebih akurat. Apabila Activity

  Based Costing diterapkan perusahaan

  ini, maka dapat digunakan pemicu biaya jam kerja mesin, unit produk jadi, batch , jenis produk dan kapasitas normal didalam mengalokasikan biaya overhead pabriknya. Harga batang produksi per batang untuk seap jenis variasi ukuran siku dengan menggunakan metode Activity Based Costing adalah Rp16.173,46 untuk siku 30 Rp15.493 untuk siku 40 dan Rp 13. 235,88 untuk siku 50.

  3. Perbandingan perhitungan Harga Pokok Produksi dengan menggunakan Sistem Tradisional dan Activity Based Costing untuk variasi ukuran 30, 40 dan 50 masing-masing adalah Rp 405,74,- (2,45%), Rp379,18,- (2,39%) dan Rp1.949,42- (17,38%). Artinya dengan Sistem Tradisional, untuk variasi siku ukuran 30 dan 40 telah terjadi

  overcost jika dibandingkan

  dengan Activity Based Costing, sedangkan untuk produk dengan variasi ukuran 50 dengan perhitungan Sistem Tradisional telah terjadi undercost jika dibandingkan denga perhitungan menggunakan

  Activity Based Costing.

  B. Saran

  Setelah melakukan analisis terhadap perhitungan Harga Pokok Produksi yang menggunakan Sistem Tradisional dan Activity Based Costing, Tekana Strategik, Salemba maka dapat ditarik suatu kesimpulan Empat, Jakarta. bahwa sistem Activity Based Costing

  Carter, William K, 2006, Akuntansi dapat memberikan selisih keuntungan

  Biaya, jilid 1, Edisi 13, Salemba

  yang lebih besar jika dibandingkan Empat, Jakarta. dengan Sistem Tradisonal untuk siku 30

  Firdaus Ahmad Dunia dan Wasilah, 2009, dan 40 per batangnya. Namun, haruslah

  Akuntansi Biaya, Edisi 2,

  disadari bahwa perusahaan perlu mengadakan perubahan sistem Salemba Empat, Jakarta. perhitungan Harga Pokok Produksi secara

  Garrison, Ray H, Eric W. Noreen, dan keseluruhan dari Sistem Tradisional Peter C. Brewer, 2006, Akuntansi menjadi metode Activity Based Costing.

  Manajerial, Jilid !, salemba

  Perusahaan sistem ini tentunya Empat, Jakarta. menggunakan biaya yang cukup bersar

  Hongren, Charles T, Srikant M. Datar, yang harus dikeluarkan oleh PT. Gunung dan George Foster, 2008,

  Gahapi Sakti. Biaya-biaya yang perlu dikeluarkan tersebut meliputi penggantian

  Akuntansi Biaya Pendekatan

  sistem perhitungan yaitu sistem

  Manajerial, Jilid 1, Erlangga,

  akumulasi biaya per departemen, diubah Jakarta. menjadi sistem akumulasi biaya