Disaster Management Models Using Knowledge Management Systems
Disaster Management Models Using Knowledge
Management Systems
Tri Pudjadia),Wahyu Sardjonob)
a), b)
Information System Department – School of Information Systems
BINUS University
Jl. K.H. Syahdan No. 9 Palmerah – Kemanggisan ,
Jakarta Barat, Indonesia
a)[email protected]
ABSTRAK
Untuk mempercepat proses peningkatan ketahanan masyarakat
dalam menghadapi bencana, umumnya dilakukan melalui
pelatihan dengan menggunakan modalitas berupa panduan,
standar penanganan, kearifan lokal, menggunakan media tatap
muka, telekonferen, videokonferen, dan lainnya. Pelaksanaan
kegiatan berbentuk transfer pengetahuan atau peningkatan
kapasitas pihak yang berperan dalam usaha pengurangan resiko
bencana. Dalam upaya meningkatkan kemampuan transfer
pengelolaan bencana, dikembangkan Model Knowledge
Management Systems (KMS) jaringan unggulan, yaitu solusi
aplikasi yang dapat dikolaborasikan dengan penanggulangan
bencana. Metode pengembangan berdasarkan konsep dalam
mengumpulkan pengetahuan, mengelola pengetahuan dan
mesdistribusikan kembali model penanggulangan bencana dan
implikasinya pada masyarakat. Sedangkan metode dalam
analisis dan perancangannya mengikuti langkah socialization,
externalization, combination dan internalization seperti
diuraikan pada model SECI. Hasil pengembangan model ini
diharapkan dapat memfasilitasi dan meningkatkan efisiensi
kegiatan pengurangan resiko bencana dengan cara berbagi
(sharing) pengetahuan diantara para pelaku kegiatan seperti
institusi pemerintah, swasta, organisasi masyarakat, individual,
secara kemitraan yang menjamin keterpaduan dan
keberlanjutan.
Kata Kunci :
jaringan unggulan, knowledge
penanggulangan bencana
management
systems,
1. PENDAHULUAN
Sejak tahun 2004, bencana alam yang melanda berbagai
wilayah di Indonesia semakin meningkat baik dari sisi frekuensi
maupun intensitasnya. Kerugian akibat bencana alam ini adalah
berupa hilangnya jiwa manusia, kerusakan infrastruktur serta
dampak negatif lainnya. Selain meningkatnya intensitas dan
frekuensi kejadian bencana alam, faktor lain yang sangat
berpengaruh adalah kerawanan wilayah karena padatnya
penduduk yang tinggal di kawasan yang potensial terkena
bencana alam. Usaha pengurangan resiko bencana alam
menyangkut pengurangan bencana alamnya sendiri, maupun
penurunan tingkat kerawanan di kawasan yang terkena dampak,
termasuk di dalamnya adalah peningkatan ketahanan
masyarakat. Bencana alam berupa gempa bumi sebelumnya
juga terjadi pada tanggal 27 Mei 2006, yang disusul dengan
bencana erupsi Merapi selama April sampai Juni 2006, serta
erupsi pada periode bulan Oktober 2010, yang sungguh
merupakan pembelajaran yang berharga bagi berbagai institusi
pemerintah, swasta, dan kelompok masyarakat. Dalam rangka
lebih mengefisiensikan kegiatan pengurangan resiko bencana
tersebut, dipandang perlu untuk menghimpun berbagai
pengetahuan dan pengalaman praktis, hasil penelitian, modal
sosial, model sinergi, dan lainnya yang pernah, sedang, atau
36
akan dikembangkan, dan kemudian melakukan kegiatan berbagi
(sharing) pengetahuan itu secara terpadu dan berkelanjutan.
Pengembangan kapasitas masyarakat dalam antisipasi dan
mitigasi bencana alam, baik yang bersifat soft skill yaitu
peningkatan pemahaman dan kesadaran bencana melalui
berbagai media virtual ataupun kehadiran fisik, seperti halnya
diskusi panel, seminar, lokakarya, training, pelatihan, maupun
hard skill yaitu kecakapan mengani bencana, ketrampilan fisik
dan lainnya, harus selalu diupayakan secara maksimal. Melalui
pemanfaatan sistem dan teknologi informasi, knowledge
management systems dapat dibangun untuk berbagi pandangan
tentang pengalaman penanganan bencana, baik yang bersifat
pengalaman praktis, kearifan lokal, model kolaborasi, ataupun
hasil penelitian yang relevan dengan tujuan pengurangan resiko
bencana.
Pengembangan modalitas material yang terkait dengan
pengurangan resiko bencana, misalnya dengan membuat
petunjuk, panduan, modul pelatihan, modul pemeriksaan
kemanan bangunan, prosedur tetap, pembangunan berbagai
peta spasial bencana, resiko, evakuasi, dan lainnya. Untuk itu
perlu direncanakan dan dikelola melalui sarana informasi yang
cepat dan terintegrasi serta mampu untuk dapat dilakukan
diseminasi dan pengambilan keputusan strategis dalam
penanggulangan bencana.
Melalui penelitian diharapkan dapat memfasilitasi dan
meningkatkan efisiensi kegiatan pengurangan resiko bencana
dengan cara berbagi (sharing) pengetahuan diantara para pelaku
kegiatan seperti institusi pemerintah, swasta, organisasi
masyarakat, individual, secara kemitraan yang menjamin
keterpaduan
1.1 Knowledge Management
Informasi merupakan sekumpulan fakta dan gambaran,
sementara pengetahuan terdiri dari pandangan dan interpretasi,
yang dipersonalisasi dan mengacu pada situasi-situasi spesifik
(Andriessen, 2006). Selain itu, apa yang disebut dengan
informasi itu ditentukan oleh penerima, bukan pengirim.
Informasi mengalir baik secara formal seperti memo, dan
lainnya dan informal di organisasi. Sedangkan pengetahuan
diturunkan dari pikiran saat kerja, dimana pengetahuan dapat
berupa sebuah proses atau sebuah stok. Pengetahuan meliputi :
perbandingan antara situasi, konsekuensi dan koneksi yang
memungkinkan individu menghubungkan bagian pengetahuan
(informasi) ke bagian lainnya (Gray, 2000).
Persamaan pengetahuan dan informasi menurut Law dan LeePartridge (2001) adalah bahwa pengetahuan merupakan sebuah
ikhtisar dari informasi; sebuah subset dari informasi;
berhubungan atau spesifik disesuaikan pada sebuah domain,
atau pekerjaan, atau untuk mencapai satu tujuan bisnis.
Sedangkan perbedaannya adalah bahwa informasi itu sangat
umum, mencakup scope yang luas; informasi dapat
dikumpulkan, dianalisis, tapi tidak bisa diinternalisasi,
Tri Pudjadi, Wahyu Sardjono
sementara pengetahuan dapat diinternalisasi (tacit), terbangun
di dalam diri individu. Langkah penciptaan diperlihatkan pada
gambar 1, yaitu pengetahuan sebagai informasi yang
terinternalisasi dan mampu dilakukan (actionable).
memiliki fungsi untuk pengkategorian informasi (taksonomi),
pencarian, dan sebagainya sangat membantu dalam proses ini.
Data yang telah tersimpan dalam sistem dianalisis terutama
untuk analisis data kondisi daerah, keuangan, operasional, serta
yang bersifat strategis, seperti pembuatan indikator-indikator
kinerja. Demikian pula content management memiliki fungsi
untuk mengolah informasi perusahaan baik terstruktur
(database) maupun tidak terstruktur (dokumen, laporan,
notulen) dapat mendukung proses kombinasi ini.
Internalisasi
Gambar 1. Proses Penciptaan Pengetahuan
Sumber: Nonaka, Ikujiro. 1994
1.2 SECI
Menurut Setiarso (2009, p35) untuk mendukung proses
aktivitas dan pengembangan SDM disuatu organisasi
merupakan perwujudan dari model SECI (Socialization,
Externalization, Combination, Internalization) milik Nonaka,
digunakan perangkat teknologi yang ada di organisasi tersebut.
Penjelasan tentang SECI sebagai berikut:
Sosialisasi
Proses sosialisasi antar SDM di perusahaan salah satunya
dilakukan melalui pertemuan tatap muka (rapat, diskusi, dan
pertemuan bulanan). Melalui pertemuan tatap muka ini, SDM
dapat saling berbagi knowledge dan pengalaman yang
dimilikinya sehingga tercipta knowledge baru. Rapat dan
diskusi yang dilakukan secara berkala harus memiliki notulen
rapat. Notulen rapat ini kemudian menjadi bentuk explicit
(dokumentasi) dari knowledge. Di dalam sistem KM yang akan
dikembangkan, fitur-fitur Collaboration, seperti e-mail, diskusi
elektronik, communities of practice memungkinkan pertukaran
tacit knowledge yang dimiliki seseorang sehingga perusahaan
semakin mampu belajar serta melahirkan ide-ide baru, kreatif,
dan inovatif. Perusahaan telah mendorong penggunaan intranet
dan e-mail kepada seluruh karyawannya. Hal ini baik untuk
dilakukan karena bermanfaat untuk meningkatkan koordinasi,
mempercepat proses aktivitas, dan menumbuhkan budaya
belajar.
Semua dokumen data, informasi dan knowledge yang sudah
didokumentasikan dapat disebarkan, dan terjadilah peningkatan
knowledge SDM. Sumber-sumber explicit knowledge dapat
diperoleh melalui media intranet (database perusahaan), surat
edaran atau surat keputusan, papan pengumuman dan internet
serta media massa sebagai sumber external untuk dapat
mendukung proses ini sistem perlu memiliki alat bantu
pencarian dan pengambilan dokumen. Content Management,
selain mendukung proses kombinasi, juga dapat memfasilitasi
proses internalisasi pemicu untuk proses ini adalah penerapan
“learning by doing”. Fitur-fitur terdapat pada fungsi learning
akan sangat membantu terlaksananya proses ini. Selain itu
pendidikan dan pelatihan (training) dapat mengubah pelajaran
tertulis (explicit knowledge) menjadi tacit knowledge pada
karyawan.
Agar siklus model SECI dapat tercipta di dalam organisasi
menurut Priambada (2010) perlu diterapkan knowledge
management. Knowledge management (KM) perlu diterapkan
untuk meningkatkan dan memperbaiki pengoperasian
organisasi, baik untuk meraih keuntungan kompetitif,
meningkatkan kualitas organisasi dan meningkatkan laba.
Penerapan knowledge management juga dilakukan untuk
memperbaiki komunikasi antara manajemen puncak dengan
pegawai dan antar pegawai, dengan berbagi pengetahuan.
Untuk merancang sistem knowledge management yang dapat
membantu organisasi dalam meningkatkan kinerjanya
diperlukan empat komponen, yaitu
a)
Manusia, disarankan pada organisasi untuk
menunjuk/mempekerjakan seorang document control
atau knowledge manager yang bertanggung jawab
mengelola sistem knowledge management dengan
cara
mendorong
para
karyawan
untuk
mendokumentasikan
dan
mempublikasikan
knowledge mereka, mengatur file, menghapus
knowledge yang sudah tidak relevan dan mengatur
sistem reward/punishment.
b)
Proses, telah dirancang serangkaian proses yang
mengaplikasikan konsep model SECI dalam
pelaksanaannya.
c)
Teknologi, telah dibuat usulan penambahan
infrastruktur yang diperlukan untuk
menunjang
berjalannya sistem knowledge management yang
efektif.
d)
Content (isi), telah dirancang content dari sistem
knowledge management yaitu berupa database
knowledge dan dokumen yang dibutuhkan karyawan
untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya.
Eksternalisasi
Sistem KM akan sangat membantu proses eksternalisasi ini,
yaitu proses untuk mengartikulasikan tacit knowledge akan
menjadi suatu konsep yang jelas. Dukungan terhadap proses
eksternalisasi ini, dapat diberikan dengan mendokumentasikan
notulen rapat (bentuk eksplisit dari knowledge yang tercipta saat
diadakannya pertemuan) ke dalam bentuk elektronik untuk
kemudian dapat dipublikasikan kepada yang berkepentingan.
Perusahaan telah mendatangkan expert untuk melakukan
serangkaian kegiatan sesuai dengan bidang keahliannya, yang
tidak dimiliki oleh perusahaan. Dengan mendatangkan expert,
akan terdapat knowledge baru dalam perusahaan yang dapat
dipelajari,
dikembangkan
dan
dimanfaatkan
untuk
meningkatkan kompetensi sumber daya.
Kombinasi
Proses konversi knowledge melalui kombinasi adalah
mengkombinasikan berbagai explicit knowledge yang berbeda
untuk disusun ke dalam sistem KM. Media untuk proses ini
dapat melalui intranet (forum diskusi), database perusahaan dan
internet untuk memperoleh sumber eksternal. Fitur-fitur
enterprise portal seperti knowledge organization system yang
1.3 Isu-isu pada Knowledge Management
Dalam tulisannya, Hlupic et al, (2002) yang menguraikan
tentang isu-isu seputar KM yang dibagi dalam 3 (tiga) bagian
pembahasan:
a)
Isu-isu Teknikal, berkaitan dengan aspek teknis KM
tools, evaluasi untuk KM tool, metodologi pemilihan
Jurnal Cybermatika | Vol. 1 No. 2 | Desember 2013 | Artikel 7
37
KM tool, kebutuhan untuk pengembangan KM tool,
teknologi multi-agent untuk menemukan knowledge,
proses dan alat untuk mengenali knowledge, survei
alat KM.
b)
Isu-isu yang berkaitan dengan Manusia dan
Organisasi, isu ini berkenaan dengan budaya, struktur
dan konteks yang secara detil dijabarkan ke:
pembelajaran organisasional, business intelligence,
aspek budaya KM, best practice KM, manajemen
sumber daya dalam konteks KM, Manajemen proyek
dalam konteks KM, manajemen operasional dalam
konteks KM.
Gambar 2. Model Knowledge Management berbasis result
Sumber: Serrat, Olivier. (2008), Notions of Knowledge
c)
Isu-isu yang berkaitan dengan Ontologi dan
Epistemologi, isu ini berkaitan dengan ide/gagasan
dan pendekatan untuk melakukan studi mengenai
KM, sebagaimana dilihat pada gambar 2, terdiri :
definisi KM, aspek filosofis dan psikologis dari
“knowledge”, taksonomi KM, dan metode yang tepat
untuk menginvestigasi fenomena KM
1.4 Knowledge Management Systems
(KMS)
Ruggers di dalam Sharma (2005), menyediakan konsep KMS
yang merupakan teknologi-teknologi yang mendukung di
organisasi yang meliputi: pembangkitan knowledge, kodifikasi
dan transfer. Konsep ini membantu untuk mengidentifikasi
beberapa fungsi KMS dan selanjutnya menyediakan basis untuk
mendefinisikan sistem serupa seperti Sistem Kolaboratif,
Sistem Informasi dan KMS. Penggambaran lainnya, mengacu
pada sebuah kelas sistem informasi yang diaplikasikan untuk
mengelola knowledge organisasional, serta dikembangkan
untuk mendukung dan meningkatkan proses penciptaan
pengetahuan, penyimpanan dan pengambilan kembali, transfer
dan aplikasi dalam sebuah organisasi (Wu & Wang, 2006).
Karena itu, KMS merupakan sistem berbasis IT yang
dikembangkan untuk mendukung dan meningkatkan prosesproses organisasional penciptaan, penyimpanan, transfer dan
aplikasi knowledge organisasional. Maier (2006) memperluas
konsep teknologi informasi untuk KMS dengan definisi bahwa
KMS merupakan sebuah platform ICT yang komprehensif
untuk kolaborasi dan knowledge sharing dengan advanced
knowledge service yang dibangun diatas yang dikontektualisasi
dan diintegrasi pada basis ontology yang disebarluaskan, dan
dipersonalisasi untuk partisipan-partisipan yang dihubungkan
ke dalam komunitas.
menentukan ‘kapan’ sebuah sistem informasi menjadi KMS
atau fitur apa saja yang dicakup oleh sebuah KMS yang tidak
dimiliki oleh sebuah sistem informasi. Galandere-Zile dan Vino
mengidentifikasi batas antara IS dan KMS. Menurut mereka
batas antara IS dan KMS adalah tersebar dan tergantung pada
keberadaan faktor-faktor seperti strategi dan tujuan
organisasional yang berkenaan dengan knowledge, kultur,
inisiatif, teknologi informasi dan komunikasi, dll. Sebuah KMS
yang efektif tidak semata-mata tergantung pada platform
teknologi informasi, melainkan utamanya pada struktur sosial
sebuah organisasi. KMS berfokus untuk menemukan knowledge
yang merespon perubahan lingkungan dan mempertimbangkan
sebuah knowledge implisit yang berperan penting dalam sebuah
keunggulan organisasi.
Sebuah KMS sebaiknya jangan dipandang sebagai basis data
terpusat yang sangat besar dan lebih baik dipandang sebagai
koleksi data dan dokumen kontekstual yang dihubungkan ke
direktori ‘manusia dan skill’ dan menyediakan kecerdasan
untuk menganalisis dokumen-dokumen tersebut, rantai
hubungan, minat dan perilaku pegawai, sebaik-baik fungsifungsi lanjutan untuk knowledge sharing dan kolaborasi. Wu &
Wang (2006) menunjukkan dua karakteristik utama dari KMS.
Yang pertama adalah basis data yang berisi dokumen-dokumen
penting dan berfungsi untuk menangkap, mengatur,
menyimpan, mencari dan mengambil kembali pengetahuan dan
informasi. Berdasarkan sistem penyimpanan pengetahuannya,
sebuah KMS juga merupakan “sistem mesin pengguna yang
terintegrasi yang menyediakan informasi atau pengetahuan
untuk mendukung operasi, manajemen, analisis dan
pengambilan keputusan”. Dengan demikian sebuah KMS
bertindak sebagaimana suatu tempat penyimpanan pengetahuan
untuk perusahaan dengan mengabaikan penghalang waktu dan
jarak, meningkatkan kemampuan untuk kombinasi dan
pertukaran kapasitas intelektual (Wosko, 1999 dalam
Wu&Wang 2006).
Yang kedua adalah peta knowledge yang berupa indeks
pencarian atau katalog dari keahlian-keahlian yang dimiliki oleh
masing-masing individu dalam perusahaan, yang walaupun
susah untuk diambil dan disimpan tetapi cara terbaik untuk
memanfaatkannya adalah dengan memetakannya. Melalui peta
tersebut, KMS menyediakan mekanisme untuk mengatur
pengetahuan tacit atau implisit yang tersimpan dalam pikiran
masing-masing individu dan tidak dapat ditampilkan pada basis
data perusahaan. Karakteristik ini merupakan perbedaan utama
antara KMS dan MIS. KMS kemudian dapat membantu anggota
tim untuk menemukan individu yang memiliki pengetahuan
khusus untuk menolong menganalisis dan menyelesaikan
permasalahan kompleks, dengan demikian meningkatkan
keanekaragaman dalam menganalisis permasalahan. Salah satu
manfaat utama KMS adalah penciptaan pengetahuan dan
pembagian (sharing) dengan dasar ‘menarik’ oleh user dan
bukan ‘mendorong’ informasi kepada mereka (Wu &Wang).
Maier (2002), mengidentifikasi beberapa kemampuan yang
harus dimiliki oleh KMS adalah:
a)
KMS menciptakan sebuah lingkungan teknologi
informasi dan komunikasi perusahaan, sebuah basis
kontekstual,
sebuah
infrastruktur
yang
mempertimbangkan sifat kompleks knowledge dan
kemudian mendukung penanganan knowledge dalam
organisasi. Untuk mencapai hal ini, sejumlah
teknologi informasi dan komunikasi yang beragam
harus diintegrasikan, ditingkatkan, dikombinasikan
ulang dan dikemas ulang.
b)
KMS mampu menangani dan meningkatkan
hubungan dan jaringan kompleks dibandingkan
sekedar menangani elemen knowledge individual atau
1.5 Information System versus Knowledge
Management System
Information System dan KMS berfungsi penting bagi organisasi
dan keduanya memenuhi tugas yang sama. KMS seringkali
dibangun di atas sebuah IS yang ada, sehingga sulit untuk
38
Tri Pudjadi, Wahyu Sardjono
Untuk hal itu, sebuah aplikasi KMS berbasis Web
dapat menjadi solusinya.
sekedar satu lokasi tunggal, misalnya sebuah
knowledge base. Dalam proses implementasi sebuah
KMS, content yang dikelola sangat penting.
c)
Oleh karena itu, sistem informasi yang mendukung aliran
informasi merupakan sebuah komponen yang mendasar dalam
sebuah KMS. IS menciptakan sebuah lingkungan virtual yang
baik untuk knowledge management
1.6 Faktor-faktor Keberhasilan KMS
Sharma (2004) berpendapat bahwa keberhasilan KMS terutama
bergantung pada faktor-faktor yang berada di luar sistem.
Mandviwalla et al. (di dalam Sharma, 2004) menerangkan
beberapa isu strategis yang mempengaruhi perancangan KMS.
Isu-isu ini meliputi: fokus KMS, kuantitas knowledge yang
ditangkap dan dalam format apa, siapa yang memfilter apa, dan
batasan apa yang berada pada penggunaan sebuah knowledge
individu.
Young (2010,p.74), menggunakan pendekatan maturity model
dalam mengembangkan sebuah aplikasi sistem Knowledge
Management System (KM Maturity Model), yang berintikan
langkah pengembangan KMS berikut :
a)
Maturity Level “repeated”
Pada tahap internalisasi atau “repeated” organisasi
telah mulai memahami pentingnya pengetahuan untuk
mendukung pencapaian sasarannya. Selanjutnya
pengetahuan yang ada, diidentifikasi profilnya,
disusun berdasarkan klasifikasi yang membantu
dalam pencarian dan pemanfaatanya. Langkah ini
umumnya dimulai dari beberapa personil sebagai
pionir untuk memulai mengembangkan model profil
dari knowledge organisasi
c)
Maturity Level “defined”
Pada tahap pengembangan KMS atau tahap “defined”
, berbagai aktifitas yang praktis dan stabil akan
mendukung bagian-bagian yang memerlukan
pengetahuan sebagai dasar mengambil keputusan
didalam sebuah organisasi. Aktifitas ini dilakukan
berkesinambungan layaknya kegiatan sehari-hari
yang ada dalam organisasi. Hasilnya adalah
penggunaan pengetahuan didalam kegiatan seharihari ini akan menyempurnakan KMS yang telah
disusun
d)
Maturity Level “optimizing”
Tahap inovasi atau “optimizing” dilakukan dengan
mengukur pencapaian hasil pemanfaatan pengetahuan
dari KMS pada organisasi. Konsistensi dan pola yang
baku dapat mendukung hasil yang lebih optimal
didalamnya
2. METODOLOGI
Pendekatan, Jenis, dan Desain Penelitian
Pengamatan langsung dilakukan terhadap aktivitas koordinasi
penanggulangan bencana untuk mendapatkan model yang ideal
dari knowledge management systems jaringan unggulan
pengelolaan bencana. Perancangan model Knowledge
Management secara konsep digunakan untuk mengumpulkan
pengetahuan, mengelola pengetahuan dan mesdistribusikan
kembali model penanggulangan bencana dan implikasinya pada
masyarakat. Metode dalam analisis dan perancangannya
mengikuti langkah socialization, externalization, combination
dan internalization seperti diuraikan pada model SECI. Dan
untuk pengembangan KMS, melalui 5 tahapan yang diadopsi
dan dimodifikasi dari KM - model maturity meliputi tahapan
Insisiasi, internalisasi (create), pengembangan (defined) KM,
implementasi(managed)
dan
inovasi
pemanfaatannya
(optimizing).
Maturity Level “initial”
Pada tahap ini, organisasi belum mempunyai control
terhadap informasi apalagi pengetahuan yang ada
dilingkungannya. Pengembangan pengetahuan terarah
pada aktifitas yang berhubungan dengan sasaran
organisasi sesuai dengan perencanaan bisnisnya
b)
e)
KMS mengorganisasikan dan menyediakan knowhow yang penting dimanapun dan kapanpun
diperlukan. Hal ini berkisar pada best practice atau
prinsip pelaksanaan,
ramalan yang diproyeksi,
sumber-sumber referensi, proses dan prosedur yang
terbukti, informasi paten, kesulitan perbaikan, dan
item-item serupa.
3. PEMBAHASAN DAN DISKUSI
(1)
Tahap Inisiasi :
Pada tahap awal pengembangan KMS, organisasi tidak
mempunyai proses formal dalam menggunakan pengetahuan
untuk mendukung proses bisnis yang efektif. Inisiasi dilakukan
dengan membuat kelompok data dan informasi berdasarkan ciri
dan karakteristik. Pada tahap inisiasi, dilakukan identifikasi
profil KM, yang terdiri diantaranya peta spatial bencana yang
mencakup lingkungan geografis, geologis, hidrologi, iklim dan
ekologi. Profil berikutnya untuk mengantisipasi dampak
bencana kepada masyarakat, dikembangkan profil sosialekonomi; adapaun profil kondisi sarana infrastruktur di satu
daerah dipetakan sebagai profil prasarana. Sedangkan untuk
menjamin keberlangsungan aplikasi KMS yang dibangun,
dalam hal pemutkahiran data pengetahuan didalamnya juga
pengoperasian aplikasi KMS yang sesuai dengan kondisi dan
situasi terbaru, maka dikembangkan profil kelembagaan;
dimana penanggungjawab pengelolaan dan pengoperasian KMS
yang dibangun ada di institusi dibawah Pemerintah Daerah
setempat(setingkat Propinsi) yang dapat menggerakkan
berbagai Dinas dan Badan penanggulangan bencana
dibawahnya. Hasilnya penyusunan profil, adalah sebuah
struktur berbentuk peta. Profil sebagaimana pada gambar 3
terdiri atas spasial, profil ekonomi, sosial, prasarana dan
kelembagaan.
Maturity Level “managed”
Tahap penerapan KMS memerlukan pengelolaan
(“managed”) agar hasilnya sesuai dengan sasaran
yang ditentukan saat memutuskan pengembangan
sistemnya. Implementasi KMS akan lebih berdayaguna, jika dapat dimanfaatkan secara global, sehingga
setiap individu dapat melakukan sharing didalamnya.
Jurnal Cybermatika | Vol. 1 No. 2 | Desember 2013 | Artikel 7
39
(3)
Tahap pengembangan knowledge :
Pada tahap ini, organisasi telah menerapkan pengetahuan di
dalam prosesnya dan mengamati manfaat yang diperoleh dan
pengaruhnya terhadap organisasi. Peta bencana yang berisi data
spasial akan menjadi sumberdata masukan ke dalam aplikasi
KMS. Apabila berbentuk peta maka diperlukan perangkat lunak
pemetaan (ArcGIS) yang dapat dijalankan di komputer desktop.
Berbagai peta disimpan ke dalam basisdata KMS yang
selanjutnya akan menjadi data masukan kedalam aplikasi KMS
berbasis Web. Model aplikasi Knowledge Management pada
gambar 5 dioperasikan secara luas melalui jaringan berbasis
web, setiap pengguna baik individu ataupun lembaga dapat
memanfaatkan KMS tersebut.
Gambar 3. Profil & komponen pengetahuan tentang
bencana
Setiap profil memperlihatkan komponen atau item yang berbeda
yang akan menentukan fitur dari sistem manajemen
pengetahuan yang akan dibangun.
(2)
Tahap Internalisasi :
Organisasi baru menyadari potensi untuk mempertajam
pengetahuan demi keuntungan organisasi. Profil KM yang
telah di-inisisasi sebelumnya, digunakan sebagai dasar
merancang taksonomi pengetahuan yang akan ditampilkan
sebagai modul-modul pada aplikasi KMS. Setiap modul
merupakan bagian dari peta bencana, yang setiap kali dapat
dilakukan pemutakhiran data maupun petanya. Pemutakhiran
tersebut dilakukan setelah seluruh pemangku kepentingan
memutuskan secara bersama-sama di lokasi atau daerah mana
yang mempunyai tingkat kemungkinan terdampak oleh bencana
paling besar; adapun tujuannya adalah agar memudahkan dalam
pengelolaan
termasuk
perencanaan
penanggulanga
bencananya. Pada gambar 4 taksonomi pengetahuan merupakan
hasil analisis struktur profil yang telah diperoleh, berisi
klasifikasi dari pengetahuan sesuai ciri yang terdapat di dalam
organisasi.
Gambar 5. Model sistem KMS - Bencana
(4)
Tahap implementasi :
Pada tahap ini, organisasi telah memperoleh kematangan dalam
mengolah pengetahuan melalui pemakaian bersama sehingga
muncul manfaat di dalam organisasi. Pengelolaan dapat
dilakukan ditingkat propinsi atupun di tingkat Kabupaten/Kota.
Administrator KMS membuat dan memelihara berbagai peta
spatial bencana serta berbagai data yang dapat menjelaskannya.
Adapun pengguna (user) dapat mengakses aplikasi KMS ini
melalui web untuk memanfaatkan pengetahuan yang ada dalam
mengantisipasi dan menanggulangi bencana.
Pada gambar 6 Sistem Knowledge Management Unggulan
Bencana (KMS-UB) diperlihatkan bagaimana distribusi dan
sharing pengetahuan dilakukan secara regional di tingkat
kabupaten/kota) dan secara nasional.
Sumber data masukan adalah (1) Dokumen informasi
individual, kelompok masyarakat, (2) Dokumen/informasi
instansi BNPB, BMKG, BPS, Dinas Kesehatan serta Dinas
terkait lainnya.
Sedangkan proses pembentukan pengetahuan dan sosialisasi,
mencakup (1) Kategorisasi data dan informasi, (2) Komunikasi
individu, kelompok dan organisasi, (3) Pembentukan
pengetahuan. Hasilnya adalah basis data pengetahuan sebagai
masukan ke dalam model KMS-UB
Gambar 4. Taksonomi pengetahuan
Sebagai contoh, peta bencana diklasifikasikan kedalam
kelompok bencana banjir, wabah penyakit menular, dan gempa
bumi. Adapun pada setiap kelompok dapat diuraikan lagi
kedalam aspek penyebab, pengorganisasian ataupun
pengelolaannya
40
Proses Combination, melalui Pengembangan web organisasi
sebagai pangkalan pengetahuan manajemen bencana serta
Pengembangan Knowledge e-Learning KMS-UB, untuk
selanjutnya dilakukan diseminasi , sosialisasi dan komunikasi
Proses Internalisasi, dilakukan agar (1) isi knowledge selalu
mengikuti perkembangan data sumbernya , (2) Knowledge
learning secara dinamis akan ikut mengembangkan kualitas dan
Tri Pudjadi, Wahyu Sardjono
kuantitas content, (3) Mengembangkan portal KMS-UB, untuk
pemanfaatan bagi masyarakat umumnya
4. SIMPULAN
Adanya solusi aplikasi KMS berbasis web, akan membuat
kegiatan pengurangan resiko bencana lebih efisien. KMS-UB
mempunyai kemampuan untuk menghimpun pengetahuan,
pengalaman praktis, hasil penelitian, modal sosial, model
sinergi lainnya; yang pernah dikembangkan selama ini, untuk
dapat dipergunakan secara terpadu dan berkelanjutan.
5. ACKNOWLEDGMENT
Penulis menyampaikan penghargaan kepada semua pihak yang
telah mendukung selesainya artikel ini, sejawat dosen dengan
interest topic penelitian yang sama, para asisten pada
Laboratorium Sistem Informasi dan terutama kepada Bapak
Johan, S.Kom,MM sebagai Head of School of Information
Systems. Penelian terselenggara atas dukungan dana penelitian
Hibah BINUS tahun anggaran 2012.
Gambar 6. Implementasi sistem KMS – Bencana
(5)
Tahap inovasi :
Pengetahuan organisasi telah digunakan secara konsisten dan
secara optimal memberikan manfaat kepada organisasi
termasuk kemampuan bersaing organisasi. Pengembangan
sistem manajemen pengetahuan dapat dilakukan secara wilayah
maupun dalam lingkup nasional. Pada gambar 7, aplikasi KMSUnggulan Bencana dimanfaatkan dalam forum group discussion
diantara berbagai pihak terkait di lingkungan pemerintah daerah
maupun ditingkat nasional. Para pemangku kepentingan
memanfaatkan pengetahuan yang dapat berbentuk table, peta,
angka dan hasil olahan statistic untuk mengambil keputusan
bersama, terutama pada saat usaha-usaha penanggulanan
maupun pencegahan
6. REFERENSI
Andriessen, J.H., Erik. (2006), To share or not to share, that is
the question. Conditions for the willingness to share knowledge:
Delft Innovation System Papers
Gray. H. Peter. (2001), A Problem-Solving Perspective On
Knowledge Management Practices (Forthcoming in Decision
Support Systems, June 2001, Queen’s University
Hlupic, V., Pouloudi, A. & Rzevski, G. (2002),Towards an
integrated approach to knowledge management: 'hard', 'soft',
and 'abstract' issues., Knowledge and Process Management
Law, D. Y. F., & Lee-Partridge, J. E. (2001), Sense-making of
empirical knowledge management through frames of reference,
Proceedings of the International Conference on Information
Systems
Maier, Ronald. (2006), Knowledge Management Systems,
Springer-Verlag
Sharma, S., Wickramasinghe, N., Gupta, J. (2005), Knowledge
Management in Healthcare, Idea Group Inc. Hershey, PA : dari
http://www.ideagroup.com/downloads/excerpts/01Wickramasin
ghe.pdf
Wu, J.H., & Wang, Y.M. (2006), Measuring KMS success: a
respecification of the DeLone and McLean’s model,
Information & Management
Priambada, Dewa Boy. 2010. Implementasi Knowledge
Management System Di Perusahaan. Program Pascasarjana
Ilmu Komputer. Institut Pertanian Bogor. Diunduh dari
http://www.scribd.com/
doc/28192137/ImplementasiKnowledge-Management-System-di-Perusahaan
pada 17
Desemberi 2013
Gambar 7. Inovasi pemanfaatan KMS – Bencana
Perkembangan teknologi memungkinkan aliran pengetahuan
dan informasi dilakukan melalui berbagai perangkat berbasis
web, sehingga adanya aplikasi KMS tersebut akan mendukung
inovasi dalam pengambilan keputusan berbagai pihak dalam
penanganan bencana di suatu daerah.
Setyarso, Bambang.
2006.
Manajemen Pengetahuan
(Knowledge
Management)
Dan
Proses
Penciptaan
Pengetahuan. Diunduhl dari
www.ilmukomputer.org/ wpcontent/uploads/2006 /09/bse-kmiptek.pdf. pada 17 Desemberi
2013
Young, Ronald, 2010, Knowledge Management Tools and
Techniques Manual, Published by the Asian Productivity
Organization 1-2-10 Hirakawacho, Chiyoda-ku, Tokyo 1020093,url : www.apo-tokyo.org
Jurnal Cybermatika | Vol. 1 No. 2 | Desember 2013 | Artikel 7
41
Management Systems
Tri Pudjadia),Wahyu Sardjonob)
a), b)
Information System Department – School of Information Systems
BINUS University
Jl. K.H. Syahdan No. 9 Palmerah – Kemanggisan ,
Jakarta Barat, Indonesia
a)[email protected]
ABSTRAK
Untuk mempercepat proses peningkatan ketahanan masyarakat
dalam menghadapi bencana, umumnya dilakukan melalui
pelatihan dengan menggunakan modalitas berupa panduan,
standar penanganan, kearifan lokal, menggunakan media tatap
muka, telekonferen, videokonferen, dan lainnya. Pelaksanaan
kegiatan berbentuk transfer pengetahuan atau peningkatan
kapasitas pihak yang berperan dalam usaha pengurangan resiko
bencana. Dalam upaya meningkatkan kemampuan transfer
pengelolaan bencana, dikembangkan Model Knowledge
Management Systems (KMS) jaringan unggulan, yaitu solusi
aplikasi yang dapat dikolaborasikan dengan penanggulangan
bencana. Metode pengembangan berdasarkan konsep dalam
mengumpulkan pengetahuan, mengelola pengetahuan dan
mesdistribusikan kembali model penanggulangan bencana dan
implikasinya pada masyarakat. Sedangkan metode dalam
analisis dan perancangannya mengikuti langkah socialization,
externalization, combination dan internalization seperti
diuraikan pada model SECI. Hasil pengembangan model ini
diharapkan dapat memfasilitasi dan meningkatkan efisiensi
kegiatan pengurangan resiko bencana dengan cara berbagi
(sharing) pengetahuan diantara para pelaku kegiatan seperti
institusi pemerintah, swasta, organisasi masyarakat, individual,
secara kemitraan yang menjamin keterpaduan dan
keberlanjutan.
Kata Kunci :
jaringan unggulan, knowledge
penanggulangan bencana
management
systems,
1. PENDAHULUAN
Sejak tahun 2004, bencana alam yang melanda berbagai
wilayah di Indonesia semakin meningkat baik dari sisi frekuensi
maupun intensitasnya. Kerugian akibat bencana alam ini adalah
berupa hilangnya jiwa manusia, kerusakan infrastruktur serta
dampak negatif lainnya. Selain meningkatnya intensitas dan
frekuensi kejadian bencana alam, faktor lain yang sangat
berpengaruh adalah kerawanan wilayah karena padatnya
penduduk yang tinggal di kawasan yang potensial terkena
bencana alam. Usaha pengurangan resiko bencana alam
menyangkut pengurangan bencana alamnya sendiri, maupun
penurunan tingkat kerawanan di kawasan yang terkena dampak,
termasuk di dalamnya adalah peningkatan ketahanan
masyarakat. Bencana alam berupa gempa bumi sebelumnya
juga terjadi pada tanggal 27 Mei 2006, yang disusul dengan
bencana erupsi Merapi selama April sampai Juni 2006, serta
erupsi pada periode bulan Oktober 2010, yang sungguh
merupakan pembelajaran yang berharga bagi berbagai institusi
pemerintah, swasta, dan kelompok masyarakat. Dalam rangka
lebih mengefisiensikan kegiatan pengurangan resiko bencana
tersebut, dipandang perlu untuk menghimpun berbagai
pengetahuan dan pengalaman praktis, hasil penelitian, modal
sosial, model sinergi, dan lainnya yang pernah, sedang, atau
36
akan dikembangkan, dan kemudian melakukan kegiatan berbagi
(sharing) pengetahuan itu secara terpadu dan berkelanjutan.
Pengembangan kapasitas masyarakat dalam antisipasi dan
mitigasi bencana alam, baik yang bersifat soft skill yaitu
peningkatan pemahaman dan kesadaran bencana melalui
berbagai media virtual ataupun kehadiran fisik, seperti halnya
diskusi panel, seminar, lokakarya, training, pelatihan, maupun
hard skill yaitu kecakapan mengani bencana, ketrampilan fisik
dan lainnya, harus selalu diupayakan secara maksimal. Melalui
pemanfaatan sistem dan teknologi informasi, knowledge
management systems dapat dibangun untuk berbagi pandangan
tentang pengalaman penanganan bencana, baik yang bersifat
pengalaman praktis, kearifan lokal, model kolaborasi, ataupun
hasil penelitian yang relevan dengan tujuan pengurangan resiko
bencana.
Pengembangan modalitas material yang terkait dengan
pengurangan resiko bencana, misalnya dengan membuat
petunjuk, panduan, modul pelatihan, modul pemeriksaan
kemanan bangunan, prosedur tetap, pembangunan berbagai
peta spasial bencana, resiko, evakuasi, dan lainnya. Untuk itu
perlu direncanakan dan dikelola melalui sarana informasi yang
cepat dan terintegrasi serta mampu untuk dapat dilakukan
diseminasi dan pengambilan keputusan strategis dalam
penanggulangan bencana.
Melalui penelitian diharapkan dapat memfasilitasi dan
meningkatkan efisiensi kegiatan pengurangan resiko bencana
dengan cara berbagi (sharing) pengetahuan diantara para pelaku
kegiatan seperti institusi pemerintah, swasta, organisasi
masyarakat, individual, secara kemitraan yang menjamin
keterpaduan
1.1 Knowledge Management
Informasi merupakan sekumpulan fakta dan gambaran,
sementara pengetahuan terdiri dari pandangan dan interpretasi,
yang dipersonalisasi dan mengacu pada situasi-situasi spesifik
(Andriessen, 2006). Selain itu, apa yang disebut dengan
informasi itu ditentukan oleh penerima, bukan pengirim.
Informasi mengalir baik secara formal seperti memo, dan
lainnya dan informal di organisasi. Sedangkan pengetahuan
diturunkan dari pikiran saat kerja, dimana pengetahuan dapat
berupa sebuah proses atau sebuah stok. Pengetahuan meliputi :
perbandingan antara situasi, konsekuensi dan koneksi yang
memungkinkan individu menghubungkan bagian pengetahuan
(informasi) ke bagian lainnya (Gray, 2000).
Persamaan pengetahuan dan informasi menurut Law dan LeePartridge (2001) adalah bahwa pengetahuan merupakan sebuah
ikhtisar dari informasi; sebuah subset dari informasi;
berhubungan atau spesifik disesuaikan pada sebuah domain,
atau pekerjaan, atau untuk mencapai satu tujuan bisnis.
Sedangkan perbedaannya adalah bahwa informasi itu sangat
umum, mencakup scope yang luas; informasi dapat
dikumpulkan, dianalisis, tapi tidak bisa diinternalisasi,
Tri Pudjadi, Wahyu Sardjono
sementara pengetahuan dapat diinternalisasi (tacit), terbangun
di dalam diri individu. Langkah penciptaan diperlihatkan pada
gambar 1, yaitu pengetahuan sebagai informasi yang
terinternalisasi dan mampu dilakukan (actionable).
memiliki fungsi untuk pengkategorian informasi (taksonomi),
pencarian, dan sebagainya sangat membantu dalam proses ini.
Data yang telah tersimpan dalam sistem dianalisis terutama
untuk analisis data kondisi daerah, keuangan, operasional, serta
yang bersifat strategis, seperti pembuatan indikator-indikator
kinerja. Demikian pula content management memiliki fungsi
untuk mengolah informasi perusahaan baik terstruktur
(database) maupun tidak terstruktur (dokumen, laporan,
notulen) dapat mendukung proses kombinasi ini.
Internalisasi
Gambar 1. Proses Penciptaan Pengetahuan
Sumber: Nonaka, Ikujiro. 1994
1.2 SECI
Menurut Setiarso (2009, p35) untuk mendukung proses
aktivitas dan pengembangan SDM disuatu organisasi
merupakan perwujudan dari model SECI (Socialization,
Externalization, Combination, Internalization) milik Nonaka,
digunakan perangkat teknologi yang ada di organisasi tersebut.
Penjelasan tentang SECI sebagai berikut:
Sosialisasi
Proses sosialisasi antar SDM di perusahaan salah satunya
dilakukan melalui pertemuan tatap muka (rapat, diskusi, dan
pertemuan bulanan). Melalui pertemuan tatap muka ini, SDM
dapat saling berbagi knowledge dan pengalaman yang
dimilikinya sehingga tercipta knowledge baru. Rapat dan
diskusi yang dilakukan secara berkala harus memiliki notulen
rapat. Notulen rapat ini kemudian menjadi bentuk explicit
(dokumentasi) dari knowledge. Di dalam sistem KM yang akan
dikembangkan, fitur-fitur Collaboration, seperti e-mail, diskusi
elektronik, communities of practice memungkinkan pertukaran
tacit knowledge yang dimiliki seseorang sehingga perusahaan
semakin mampu belajar serta melahirkan ide-ide baru, kreatif,
dan inovatif. Perusahaan telah mendorong penggunaan intranet
dan e-mail kepada seluruh karyawannya. Hal ini baik untuk
dilakukan karena bermanfaat untuk meningkatkan koordinasi,
mempercepat proses aktivitas, dan menumbuhkan budaya
belajar.
Semua dokumen data, informasi dan knowledge yang sudah
didokumentasikan dapat disebarkan, dan terjadilah peningkatan
knowledge SDM. Sumber-sumber explicit knowledge dapat
diperoleh melalui media intranet (database perusahaan), surat
edaran atau surat keputusan, papan pengumuman dan internet
serta media massa sebagai sumber external untuk dapat
mendukung proses ini sistem perlu memiliki alat bantu
pencarian dan pengambilan dokumen. Content Management,
selain mendukung proses kombinasi, juga dapat memfasilitasi
proses internalisasi pemicu untuk proses ini adalah penerapan
“learning by doing”. Fitur-fitur terdapat pada fungsi learning
akan sangat membantu terlaksananya proses ini. Selain itu
pendidikan dan pelatihan (training) dapat mengubah pelajaran
tertulis (explicit knowledge) menjadi tacit knowledge pada
karyawan.
Agar siklus model SECI dapat tercipta di dalam organisasi
menurut Priambada (2010) perlu diterapkan knowledge
management. Knowledge management (KM) perlu diterapkan
untuk meningkatkan dan memperbaiki pengoperasian
organisasi, baik untuk meraih keuntungan kompetitif,
meningkatkan kualitas organisasi dan meningkatkan laba.
Penerapan knowledge management juga dilakukan untuk
memperbaiki komunikasi antara manajemen puncak dengan
pegawai dan antar pegawai, dengan berbagi pengetahuan.
Untuk merancang sistem knowledge management yang dapat
membantu organisasi dalam meningkatkan kinerjanya
diperlukan empat komponen, yaitu
a)
Manusia, disarankan pada organisasi untuk
menunjuk/mempekerjakan seorang document control
atau knowledge manager yang bertanggung jawab
mengelola sistem knowledge management dengan
cara
mendorong
para
karyawan
untuk
mendokumentasikan
dan
mempublikasikan
knowledge mereka, mengatur file, menghapus
knowledge yang sudah tidak relevan dan mengatur
sistem reward/punishment.
b)
Proses, telah dirancang serangkaian proses yang
mengaplikasikan konsep model SECI dalam
pelaksanaannya.
c)
Teknologi, telah dibuat usulan penambahan
infrastruktur yang diperlukan untuk
menunjang
berjalannya sistem knowledge management yang
efektif.
d)
Content (isi), telah dirancang content dari sistem
knowledge management yaitu berupa database
knowledge dan dokumen yang dibutuhkan karyawan
untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya.
Eksternalisasi
Sistem KM akan sangat membantu proses eksternalisasi ini,
yaitu proses untuk mengartikulasikan tacit knowledge akan
menjadi suatu konsep yang jelas. Dukungan terhadap proses
eksternalisasi ini, dapat diberikan dengan mendokumentasikan
notulen rapat (bentuk eksplisit dari knowledge yang tercipta saat
diadakannya pertemuan) ke dalam bentuk elektronik untuk
kemudian dapat dipublikasikan kepada yang berkepentingan.
Perusahaan telah mendatangkan expert untuk melakukan
serangkaian kegiatan sesuai dengan bidang keahliannya, yang
tidak dimiliki oleh perusahaan. Dengan mendatangkan expert,
akan terdapat knowledge baru dalam perusahaan yang dapat
dipelajari,
dikembangkan
dan
dimanfaatkan
untuk
meningkatkan kompetensi sumber daya.
Kombinasi
Proses konversi knowledge melalui kombinasi adalah
mengkombinasikan berbagai explicit knowledge yang berbeda
untuk disusun ke dalam sistem KM. Media untuk proses ini
dapat melalui intranet (forum diskusi), database perusahaan dan
internet untuk memperoleh sumber eksternal. Fitur-fitur
enterprise portal seperti knowledge organization system yang
1.3 Isu-isu pada Knowledge Management
Dalam tulisannya, Hlupic et al, (2002) yang menguraikan
tentang isu-isu seputar KM yang dibagi dalam 3 (tiga) bagian
pembahasan:
a)
Isu-isu Teknikal, berkaitan dengan aspek teknis KM
tools, evaluasi untuk KM tool, metodologi pemilihan
Jurnal Cybermatika | Vol. 1 No. 2 | Desember 2013 | Artikel 7
37
KM tool, kebutuhan untuk pengembangan KM tool,
teknologi multi-agent untuk menemukan knowledge,
proses dan alat untuk mengenali knowledge, survei
alat KM.
b)
Isu-isu yang berkaitan dengan Manusia dan
Organisasi, isu ini berkenaan dengan budaya, struktur
dan konteks yang secara detil dijabarkan ke:
pembelajaran organisasional, business intelligence,
aspek budaya KM, best practice KM, manajemen
sumber daya dalam konteks KM, Manajemen proyek
dalam konteks KM, manajemen operasional dalam
konteks KM.
Gambar 2. Model Knowledge Management berbasis result
Sumber: Serrat, Olivier. (2008), Notions of Knowledge
c)
Isu-isu yang berkaitan dengan Ontologi dan
Epistemologi, isu ini berkaitan dengan ide/gagasan
dan pendekatan untuk melakukan studi mengenai
KM, sebagaimana dilihat pada gambar 2, terdiri :
definisi KM, aspek filosofis dan psikologis dari
“knowledge”, taksonomi KM, dan metode yang tepat
untuk menginvestigasi fenomena KM
1.4 Knowledge Management Systems
(KMS)
Ruggers di dalam Sharma (2005), menyediakan konsep KMS
yang merupakan teknologi-teknologi yang mendukung di
organisasi yang meliputi: pembangkitan knowledge, kodifikasi
dan transfer. Konsep ini membantu untuk mengidentifikasi
beberapa fungsi KMS dan selanjutnya menyediakan basis untuk
mendefinisikan sistem serupa seperti Sistem Kolaboratif,
Sistem Informasi dan KMS. Penggambaran lainnya, mengacu
pada sebuah kelas sistem informasi yang diaplikasikan untuk
mengelola knowledge organisasional, serta dikembangkan
untuk mendukung dan meningkatkan proses penciptaan
pengetahuan, penyimpanan dan pengambilan kembali, transfer
dan aplikasi dalam sebuah organisasi (Wu & Wang, 2006).
Karena itu, KMS merupakan sistem berbasis IT yang
dikembangkan untuk mendukung dan meningkatkan prosesproses organisasional penciptaan, penyimpanan, transfer dan
aplikasi knowledge organisasional. Maier (2006) memperluas
konsep teknologi informasi untuk KMS dengan definisi bahwa
KMS merupakan sebuah platform ICT yang komprehensif
untuk kolaborasi dan knowledge sharing dengan advanced
knowledge service yang dibangun diatas yang dikontektualisasi
dan diintegrasi pada basis ontology yang disebarluaskan, dan
dipersonalisasi untuk partisipan-partisipan yang dihubungkan
ke dalam komunitas.
menentukan ‘kapan’ sebuah sistem informasi menjadi KMS
atau fitur apa saja yang dicakup oleh sebuah KMS yang tidak
dimiliki oleh sebuah sistem informasi. Galandere-Zile dan Vino
mengidentifikasi batas antara IS dan KMS. Menurut mereka
batas antara IS dan KMS adalah tersebar dan tergantung pada
keberadaan faktor-faktor seperti strategi dan tujuan
organisasional yang berkenaan dengan knowledge, kultur,
inisiatif, teknologi informasi dan komunikasi, dll. Sebuah KMS
yang efektif tidak semata-mata tergantung pada platform
teknologi informasi, melainkan utamanya pada struktur sosial
sebuah organisasi. KMS berfokus untuk menemukan knowledge
yang merespon perubahan lingkungan dan mempertimbangkan
sebuah knowledge implisit yang berperan penting dalam sebuah
keunggulan organisasi.
Sebuah KMS sebaiknya jangan dipandang sebagai basis data
terpusat yang sangat besar dan lebih baik dipandang sebagai
koleksi data dan dokumen kontekstual yang dihubungkan ke
direktori ‘manusia dan skill’ dan menyediakan kecerdasan
untuk menganalisis dokumen-dokumen tersebut, rantai
hubungan, minat dan perilaku pegawai, sebaik-baik fungsifungsi lanjutan untuk knowledge sharing dan kolaborasi. Wu &
Wang (2006) menunjukkan dua karakteristik utama dari KMS.
Yang pertama adalah basis data yang berisi dokumen-dokumen
penting dan berfungsi untuk menangkap, mengatur,
menyimpan, mencari dan mengambil kembali pengetahuan dan
informasi. Berdasarkan sistem penyimpanan pengetahuannya,
sebuah KMS juga merupakan “sistem mesin pengguna yang
terintegrasi yang menyediakan informasi atau pengetahuan
untuk mendukung operasi, manajemen, analisis dan
pengambilan keputusan”. Dengan demikian sebuah KMS
bertindak sebagaimana suatu tempat penyimpanan pengetahuan
untuk perusahaan dengan mengabaikan penghalang waktu dan
jarak, meningkatkan kemampuan untuk kombinasi dan
pertukaran kapasitas intelektual (Wosko, 1999 dalam
Wu&Wang 2006).
Yang kedua adalah peta knowledge yang berupa indeks
pencarian atau katalog dari keahlian-keahlian yang dimiliki oleh
masing-masing individu dalam perusahaan, yang walaupun
susah untuk diambil dan disimpan tetapi cara terbaik untuk
memanfaatkannya adalah dengan memetakannya. Melalui peta
tersebut, KMS menyediakan mekanisme untuk mengatur
pengetahuan tacit atau implisit yang tersimpan dalam pikiran
masing-masing individu dan tidak dapat ditampilkan pada basis
data perusahaan. Karakteristik ini merupakan perbedaan utama
antara KMS dan MIS. KMS kemudian dapat membantu anggota
tim untuk menemukan individu yang memiliki pengetahuan
khusus untuk menolong menganalisis dan menyelesaikan
permasalahan kompleks, dengan demikian meningkatkan
keanekaragaman dalam menganalisis permasalahan. Salah satu
manfaat utama KMS adalah penciptaan pengetahuan dan
pembagian (sharing) dengan dasar ‘menarik’ oleh user dan
bukan ‘mendorong’ informasi kepada mereka (Wu &Wang).
Maier (2002), mengidentifikasi beberapa kemampuan yang
harus dimiliki oleh KMS adalah:
a)
KMS menciptakan sebuah lingkungan teknologi
informasi dan komunikasi perusahaan, sebuah basis
kontekstual,
sebuah
infrastruktur
yang
mempertimbangkan sifat kompleks knowledge dan
kemudian mendukung penanganan knowledge dalam
organisasi. Untuk mencapai hal ini, sejumlah
teknologi informasi dan komunikasi yang beragam
harus diintegrasikan, ditingkatkan, dikombinasikan
ulang dan dikemas ulang.
b)
KMS mampu menangani dan meningkatkan
hubungan dan jaringan kompleks dibandingkan
sekedar menangani elemen knowledge individual atau
1.5 Information System versus Knowledge
Management System
Information System dan KMS berfungsi penting bagi organisasi
dan keduanya memenuhi tugas yang sama. KMS seringkali
dibangun di atas sebuah IS yang ada, sehingga sulit untuk
38
Tri Pudjadi, Wahyu Sardjono
Untuk hal itu, sebuah aplikasi KMS berbasis Web
dapat menjadi solusinya.
sekedar satu lokasi tunggal, misalnya sebuah
knowledge base. Dalam proses implementasi sebuah
KMS, content yang dikelola sangat penting.
c)
Oleh karena itu, sistem informasi yang mendukung aliran
informasi merupakan sebuah komponen yang mendasar dalam
sebuah KMS. IS menciptakan sebuah lingkungan virtual yang
baik untuk knowledge management
1.6 Faktor-faktor Keberhasilan KMS
Sharma (2004) berpendapat bahwa keberhasilan KMS terutama
bergantung pada faktor-faktor yang berada di luar sistem.
Mandviwalla et al. (di dalam Sharma, 2004) menerangkan
beberapa isu strategis yang mempengaruhi perancangan KMS.
Isu-isu ini meliputi: fokus KMS, kuantitas knowledge yang
ditangkap dan dalam format apa, siapa yang memfilter apa, dan
batasan apa yang berada pada penggunaan sebuah knowledge
individu.
Young (2010,p.74), menggunakan pendekatan maturity model
dalam mengembangkan sebuah aplikasi sistem Knowledge
Management System (KM Maturity Model), yang berintikan
langkah pengembangan KMS berikut :
a)
Maturity Level “repeated”
Pada tahap internalisasi atau “repeated” organisasi
telah mulai memahami pentingnya pengetahuan untuk
mendukung pencapaian sasarannya. Selanjutnya
pengetahuan yang ada, diidentifikasi profilnya,
disusun berdasarkan klasifikasi yang membantu
dalam pencarian dan pemanfaatanya. Langkah ini
umumnya dimulai dari beberapa personil sebagai
pionir untuk memulai mengembangkan model profil
dari knowledge organisasi
c)
Maturity Level “defined”
Pada tahap pengembangan KMS atau tahap “defined”
, berbagai aktifitas yang praktis dan stabil akan
mendukung bagian-bagian yang memerlukan
pengetahuan sebagai dasar mengambil keputusan
didalam sebuah organisasi. Aktifitas ini dilakukan
berkesinambungan layaknya kegiatan sehari-hari
yang ada dalam organisasi. Hasilnya adalah
penggunaan pengetahuan didalam kegiatan seharihari ini akan menyempurnakan KMS yang telah
disusun
d)
Maturity Level “optimizing”
Tahap inovasi atau “optimizing” dilakukan dengan
mengukur pencapaian hasil pemanfaatan pengetahuan
dari KMS pada organisasi. Konsistensi dan pola yang
baku dapat mendukung hasil yang lebih optimal
didalamnya
2. METODOLOGI
Pendekatan, Jenis, dan Desain Penelitian
Pengamatan langsung dilakukan terhadap aktivitas koordinasi
penanggulangan bencana untuk mendapatkan model yang ideal
dari knowledge management systems jaringan unggulan
pengelolaan bencana. Perancangan model Knowledge
Management secara konsep digunakan untuk mengumpulkan
pengetahuan, mengelola pengetahuan dan mesdistribusikan
kembali model penanggulangan bencana dan implikasinya pada
masyarakat. Metode dalam analisis dan perancangannya
mengikuti langkah socialization, externalization, combination
dan internalization seperti diuraikan pada model SECI. Dan
untuk pengembangan KMS, melalui 5 tahapan yang diadopsi
dan dimodifikasi dari KM - model maturity meliputi tahapan
Insisiasi, internalisasi (create), pengembangan (defined) KM,
implementasi(managed)
dan
inovasi
pemanfaatannya
(optimizing).
Maturity Level “initial”
Pada tahap ini, organisasi belum mempunyai control
terhadap informasi apalagi pengetahuan yang ada
dilingkungannya. Pengembangan pengetahuan terarah
pada aktifitas yang berhubungan dengan sasaran
organisasi sesuai dengan perencanaan bisnisnya
b)
e)
KMS mengorganisasikan dan menyediakan knowhow yang penting dimanapun dan kapanpun
diperlukan. Hal ini berkisar pada best practice atau
prinsip pelaksanaan,
ramalan yang diproyeksi,
sumber-sumber referensi, proses dan prosedur yang
terbukti, informasi paten, kesulitan perbaikan, dan
item-item serupa.
3. PEMBAHASAN DAN DISKUSI
(1)
Tahap Inisiasi :
Pada tahap awal pengembangan KMS, organisasi tidak
mempunyai proses formal dalam menggunakan pengetahuan
untuk mendukung proses bisnis yang efektif. Inisiasi dilakukan
dengan membuat kelompok data dan informasi berdasarkan ciri
dan karakteristik. Pada tahap inisiasi, dilakukan identifikasi
profil KM, yang terdiri diantaranya peta spatial bencana yang
mencakup lingkungan geografis, geologis, hidrologi, iklim dan
ekologi. Profil berikutnya untuk mengantisipasi dampak
bencana kepada masyarakat, dikembangkan profil sosialekonomi; adapaun profil kondisi sarana infrastruktur di satu
daerah dipetakan sebagai profil prasarana. Sedangkan untuk
menjamin keberlangsungan aplikasi KMS yang dibangun,
dalam hal pemutkahiran data pengetahuan didalamnya juga
pengoperasian aplikasi KMS yang sesuai dengan kondisi dan
situasi terbaru, maka dikembangkan profil kelembagaan;
dimana penanggungjawab pengelolaan dan pengoperasian KMS
yang dibangun ada di institusi dibawah Pemerintah Daerah
setempat(setingkat Propinsi) yang dapat menggerakkan
berbagai Dinas dan Badan penanggulangan bencana
dibawahnya. Hasilnya penyusunan profil, adalah sebuah
struktur berbentuk peta. Profil sebagaimana pada gambar 3
terdiri atas spasial, profil ekonomi, sosial, prasarana dan
kelembagaan.
Maturity Level “managed”
Tahap penerapan KMS memerlukan pengelolaan
(“managed”) agar hasilnya sesuai dengan sasaran
yang ditentukan saat memutuskan pengembangan
sistemnya. Implementasi KMS akan lebih berdayaguna, jika dapat dimanfaatkan secara global, sehingga
setiap individu dapat melakukan sharing didalamnya.
Jurnal Cybermatika | Vol. 1 No. 2 | Desember 2013 | Artikel 7
39
(3)
Tahap pengembangan knowledge :
Pada tahap ini, organisasi telah menerapkan pengetahuan di
dalam prosesnya dan mengamati manfaat yang diperoleh dan
pengaruhnya terhadap organisasi. Peta bencana yang berisi data
spasial akan menjadi sumberdata masukan ke dalam aplikasi
KMS. Apabila berbentuk peta maka diperlukan perangkat lunak
pemetaan (ArcGIS) yang dapat dijalankan di komputer desktop.
Berbagai peta disimpan ke dalam basisdata KMS yang
selanjutnya akan menjadi data masukan kedalam aplikasi KMS
berbasis Web. Model aplikasi Knowledge Management pada
gambar 5 dioperasikan secara luas melalui jaringan berbasis
web, setiap pengguna baik individu ataupun lembaga dapat
memanfaatkan KMS tersebut.
Gambar 3. Profil & komponen pengetahuan tentang
bencana
Setiap profil memperlihatkan komponen atau item yang berbeda
yang akan menentukan fitur dari sistem manajemen
pengetahuan yang akan dibangun.
(2)
Tahap Internalisasi :
Organisasi baru menyadari potensi untuk mempertajam
pengetahuan demi keuntungan organisasi. Profil KM yang
telah di-inisisasi sebelumnya, digunakan sebagai dasar
merancang taksonomi pengetahuan yang akan ditampilkan
sebagai modul-modul pada aplikasi KMS. Setiap modul
merupakan bagian dari peta bencana, yang setiap kali dapat
dilakukan pemutakhiran data maupun petanya. Pemutakhiran
tersebut dilakukan setelah seluruh pemangku kepentingan
memutuskan secara bersama-sama di lokasi atau daerah mana
yang mempunyai tingkat kemungkinan terdampak oleh bencana
paling besar; adapun tujuannya adalah agar memudahkan dalam
pengelolaan
termasuk
perencanaan
penanggulanga
bencananya. Pada gambar 4 taksonomi pengetahuan merupakan
hasil analisis struktur profil yang telah diperoleh, berisi
klasifikasi dari pengetahuan sesuai ciri yang terdapat di dalam
organisasi.
Gambar 5. Model sistem KMS - Bencana
(4)
Tahap implementasi :
Pada tahap ini, organisasi telah memperoleh kematangan dalam
mengolah pengetahuan melalui pemakaian bersama sehingga
muncul manfaat di dalam organisasi. Pengelolaan dapat
dilakukan ditingkat propinsi atupun di tingkat Kabupaten/Kota.
Administrator KMS membuat dan memelihara berbagai peta
spatial bencana serta berbagai data yang dapat menjelaskannya.
Adapun pengguna (user) dapat mengakses aplikasi KMS ini
melalui web untuk memanfaatkan pengetahuan yang ada dalam
mengantisipasi dan menanggulangi bencana.
Pada gambar 6 Sistem Knowledge Management Unggulan
Bencana (KMS-UB) diperlihatkan bagaimana distribusi dan
sharing pengetahuan dilakukan secara regional di tingkat
kabupaten/kota) dan secara nasional.
Sumber data masukan adalah (1) Dokumen informasi
individual, kelompok masyarakat, (2) Dokumen/informasi
instansi BNPB, BMKG, BPS, Dinas Kesehatan serta Dinas
terkait lainnya.
Sedangkan proses pembentukan pengetahuan dan sosialisasi,
mencakup (1) Kategorisasi data dan informasi, (2) Komunikasi
individu, kelompok dan organisasi, (3) Pembentukan
pengetahuan. Hasilnya adalah basis data pengetahuan sebagai
masukan ke dalam model KMS-UB
Gambar 4. Taksonomi pengetahuan
Sebagai contoh, peta bencana diklasifikasikan kedalam
kelompok bencana banjir, wabah penyakit menular, dan gempa
bumi. Adapun pada setiap kelompok dapat diuraikan lagi
kedalam aspek penyebab, pengorganisasian ataupun
pengelolaannya
40
Proses Combination, melalui Pengembangan web organisasi
sebagai pangkalan pengetahuan manajemen bencana serta
Pengembangan Knowledge e-Learning KMS-UB, untuk
selanjutnya dilakukan diseminasi , sosialisasi dan komunikasi
Proses Internalisasi, dilakukan agar (1) isi knowledge selalu
mengikuti perkembangan data sumbernya , (2) Knowledge
learning secara dinamis akan ikut mengembangkan kualitas dan
Tri Pudjadi, Wahyu Sardjono
kuantitas content, (3) Mengembangkan portal KMS-UB, untuk
pemanfaatan bagi masyarakat umumnya
4. SIMPULAN
Adanya solusi aplikasi KMS berbasis web, akan membuat
kegiatan pengurangan resiko bencana lebih efisien. KMS-UB
mempunyai kemampuan untuk menghimpun pengetahuan,
pengalaman praktis, hasil penelitian, modal sosial, model
sinergi lainnya; yang pernah dikembangkan selama ini, untuk
dapat dipergunakan secara terpadu dan berkelanjutan.
5. ACKNOWLEDGMENT
Penulis menyampaikan penghargaan kepada semua pihak yang
telah mendukung selesainya artikel ini, sejawat dosen dengan
interest topic penelitian yang sama, para asisten pada
Laboratorium Sistem Informasi dan terutama kepada Bapak
Johan, S.Kom,MM sebagai Head of School of Information
Systems. Penelian terselenggara atas dukungan dana penelitian
Hibah BINUS tahun anggaran 2012.
Gambar 6. Implementasi sistem KMS – Bencana
(5)
Tahap inovasi :
Pengetahuan organisasi telah digunakan secara konsisten dan
secara optimal memberikan manfaat kepada organisasi
termasuk kemampuan bersaing organisasi. Pengembangan
sistem manajemen pengetahuan dapat dilakukan secara wilayah
maupun dalam lingkup nasional. Pada gambar 7, aplikasi KMSUnggulan Bencana dimanfaatkan dalam forum group discussion
diantara berbagai pihak terkait di lingkungan pemerintah daerah
maupun ditingkat nasional. Para pemangku kepentingan
memanfaatkan pengetahuan yang dapat berbentuk table, peta,
angka dan hasil olahan statistic untuk mengambil keputusan
bersama, terutama pada saat usaha-usaha penanggulanan
maupun pencegahan
6. REFERENSI
Andriessen, J.H., Erik. (2006), To share or not to share, that is
the question. Conditions for the willingness to share knowledge:
Delft Innovation System Papers
Gray. H. Peter. (2001), A Problem-Solving Perspective On
Knowledge Management Practices (Forthcoming in Decision
Support Systems, June 2001, Queen’s University
Hlupic, V., Pouloudi, A. & Rzevski, G. (2002),Towards an
integrated approach to knowledge management: 'hard', 'soft',
and 'abstract' issues., Knowledge and Process Management
Law, D. Y. F., & Lee-Partridge, J. E. (2001), Sense-making of
empirical knowledge management through frames of reference,
Proceedings of the International Conference on Information
Systems
Maier, Ronald. (2006), Knowledge Management Systems,
Springer-Verlag
Sharma, S., Wickramasinghe, N., Gupta, J. (2005), Knowledge
Management in Healthcare, Idea Group Inc. Hershey, PA : dari
http://www.ideagroup.com/downloads/excerpts/01Wickramasin
ghe.pdf
Wu, J.H., & Wang, Y.M. (2006), Measuring KMS success: a
respecification of the DeLone and McLean’s model,
Information & Management
Priambada, Dewa Boy. 2010. Implementasi Knowledge
Management System Di Perusahaan. Program Pascasarjana
Ilmu Komputer. Institut Pertanian Bogor. Diunduh dari
http://www.scribd.com/
doc/28192137/ImplementasiKnowledge-Management-System-di-Perusahaan
pada 17
Desemberi 2013
Gambar 7. Inovasi pemanfaatan KMS – Bencana
Perkembangan teknologi memungkinkan aliran pengetahuan
dan informasi dilakukan melalui berbagai perangkat berbasis
web, sehingga adanya aplikasi KMS tersebut akan mendukung
inovasi dalam pengambilan keputusan berbagai pihak dalam
penanganan bencana di suatu daerah.
Setyarso, Bambang.
2006.
Manajemen Pengetahuan
(Knowledge
Management)
Dan
Proses
Penciptaan
Pengetahuan. Diunduhl dari
www.ilmukomputer.org/ wpcontent/uploads/2006 /09/bse-kmiptek.pdf. pada 17 Desemberi
2013
Young, Ronald, 2010, Knowledge Management Tools and
Techniques Manual, Published by the Asian Productivity
Organization 1-2-10 Hirakawacho, Chiyoda-ku, Tokyo 1020093,url : www.apo-tokyo.org
Jurnal Cybermatika | Vol. 1 No. 2 | Desember 2013 | Artikel 7
41