Chapter II Pengaruh Pemberian Telur Itik Dan Tepung Jagung (Maizena) Terhadap Laju Pertumbuhan Populasi Daphnia Sp.

4

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Daphnia sp.
Daphnia sp. lebih dikenal dengan kutu air memiliki lebih dari 20 spesies di alam.

Spesies ini hidup pada berbagai jenis perairan air tawar, terutama di daerah
subtropis. Menurut Pennak (1989), klasifikasi Daphnia sp. adalah sebagai berikut:
Filum

: Arthropoda

Kelas

: Crustacea

Sub kelas

: Branchiopoda


Ordo

: Cladocera

Sub ordo

: Eucladocera

Famili

: Daphnidae

Genus

: Daphnia

Spesies

: Daphnia sp.

Menurut Pangkey (2009), Daphnia sp. adalah krustasea berukuran kecil

yang hidup di perairan tawar, sering juga disebut sebagai kutu air. Disebut
demikian karena cara bergerak yang unik dari organisme ini dalam air. Ada
terdapat banyak spesies (kurang lebih 400 spesies) dari

Daphniidae dan

distribusinya sangat luas. Dari semua spesies yang ada, Daphnia sp. dan Moina
yang paling dikenal, dan sering digunakan sebagai pakan untuk larva ikan
(Pangkey, 2009).
Daphnia sp. adalah filum arthropoda yang hidup secara umum di perairan

tawar. Spesies-spesies dari genus Daphnia sp. ditemukan mulai daerah tropis
hingga artik dengan berbagai ukuran habitat mulai dari kolam kecil hingga danau
luas. Dari lima puluh spesies genus ini di seluruh dunia, hanya enam spesies yang
secara normal dapat ditemukan di daerah tropika (Delbaere & Dhert, 1996 dalam
Naibaho, 2011).
Menurut Casmuji (2002) dalam Rahmawati (2008), Daphnia sp.
mempunyai warna yang berbeda-beda tergantung habitatnya. Spesies daerah


Universitas Sumatera Utara

5

limnetik biasanya tidak mempunyai warna atau berwarna muda, sedangkan di
daerah litoral, kolam dangkal dan dasar perairan berwarna lebih gelap, bervariasi
dari coklat kekuningan, coklat kemerahan, kelabu sampai hitam. Pigmentasi
terdapat baik pada bagian karapas maupun jaringan tubuh.
Menurut Suwignyo & Krisanti (1997) dalam Anonymous (2007), Daphnia
sp. biasanya berukuran 0,25-3 mm, sedangkan menurut Pennak (1989) 1-3 mm.
Bentuk tubuh Daphnia sp. adalah lonjong, pipih secara lateral dan memiliki ruasruas tubuh walaupun tidak terlihat dengan jelas. Bagian tubuh sampai ekor
ditutupi oleh cangkang transparan yang mengandung khitin. Cangkang pada
bagian kepala menyatu dengan punggung sedangkan pada bagian perut berongga
menutupi lima pasang kaki yang disebut kaki toraks.

Gambar 1. Morfologi Daphnia sp. (Mokoginta, 2003)
Pada bagian kepala terdapat sebuah mata majemuk (ocellus) dan lima
pasang alat tambahan, yang pertama disebut antena pertama, yang kedua disebut
antena kedua yang mempunyai fungsi utama sebagai alat gerak. Tiga pasang yang

terakhir adalah bagian-bagian dari mulut (Mokoginta, 2003).

2.2 Siklus Hidup
Siklus hidup Daphnia sp. bersifat partenogenik dan satu diantara beberapa
organisme renik yang mampu bereproduksi secara seksual dan aseksual, meskipun

Universitas Sumatera Utara

6

kedua mode reproduksi ini tidak sesuai dengan sistem pohon kehidupan (termasuk
juga beberapa jamur, organisme protista, tumbuhan dan beberapa organisme
invertebrata). Reproduksi secara seksual untuk Daphnia sp. bersifat diapause,
karena hasil dari reproduksi seksualnya selalu menghasilkan dua telur dorman
yang dilindungi oleh lapisan pelindung, hasil pembuahan ini didapatkan dari
pembelahan meiosis dan rekombinasi seksual. Telur tipe diapause tidak langsung
menetas, akan tetapi bisa terapung hingga ke laut yang mana akan tersebar melalui
burung air, mamalia darat dan manusia (Miner et al., 2012).
Daphnia sp. memiliki fase seksual dan aseksual. Pada kebanyakan


perairan populasi Daphnia sp. lebih didominasi oleh Daphnia sp. betina yang
bereproduksi secara aseksual. Pada kondisi optimum, Daphnia sp. betina dapat
memproduksi telur sebanyak 100 butir dan dapat bertelur kembali setiap tiga hari.
Daphnia sp. betina dapat bertelur hingga sebanyak 25 kali sebanyak 6 kali dalam

hidupnya. Daphnia sp. betina akan mulai bertelur setelah berusia empat hari
dengan telur sebanyak 4 – 22 butir (Pangkey, 2009).
Daphnia sp. adalah zooplankton yang mempunyai 2 fase reproduksi dalam

siklus hidupnya, yaitu fase reproduksi aseksual (parthenogenesis) yang
menghasilkan keturunan individu muda yang semuanya berjenis kelamin betina
dan fase seksual (perkawinan antara induk betina dan induk jantan) yang
menghasilkan ephipia. Perkawinan antara induk betina dan induk jantan Daphnia
sp. memerlukan sex ratio yang tepat untuk mendukung kualitas perkawinan dan
produksi ephipia yang tinggi. Schumann (2002) menyatakan bahwa 1 induk
jantan Daphnia sp. dapat mengkopulasi ratusan induk betina dalam 1 periode
perkawinan. Winsor dan

Innes


(2002), berpendapat

bahwa induk

jantan

memerlukan waktu dan jarak yang optimal untuk mengkopulasi induk betina
dalam jumlah yang banyak (Aidia, 2014).
Pertambahan populasi Daphnia sp. adalah penambahan jumlah individu
pada satuan unit luas dalam jangka waktu tertentu (ind./hari). Pada umumnya
pertambahan akan membentuk kurva sigmoid, yaitu suatu keadaan yang pada
awalnya pertambahan yang terjadi lambat kemudian semakin lama semakin
bertambah cepat hingga akhirnya akan melambat kembali dan berhenti.
Pertambahan tersebut dapat terlihat dalam lima fase:

Universitas Sumatera Utara

7

1. Fase kelambatan/adaptasi (Lag phase), fase ini kadang-kadang semu karena

adanya penyesuaian sel pada media yang baru, diikuti keterlambatan
perkembangan sel dan adanya sel-sel yang cepat dan konstan.
2. Fase eksponensial (Exponensial Phase), fase ini ditandai dengan pesatnya
penambahan jumlah hingga kepadatan populasi meningkat beberapa kali lipat
pada kondisi kultur yang optimum. Laju pertumbuhan pada fase ini mencapai
maksimal.
3. Fase penurunan pertumbuhan relatif (Declining Relative Growth Phase),
ditandai dengan penurunan laju pertumbuhan dibandingkan dengan fase
eksponensial yang disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya semakin
berkurangnya nutrisi tertentu.
4. Fase stasioner (Stationary Phase), yang ditandai dengan terjadinya
pertambahan yang sama dengan kematian, sehingga penambahan

dan

pengurangan jumlah relatif sama.
5. Fase kematian/collapse (Death Phase), ditandai dengan adanya kematian yang
lebih cepat daripada pertambahannya, sehingga kepadatan akan berkurang
dalam jangka waktu tertentu (Anonymous, 2007).


Gambar 2. Siklus Hidup Daphnia sp. (Mokoginta, 2003)

Universitas Sumatera Utara

8

Daphnia sp. dewasa berukuran 2,5 mm anak pertama sebesar 0,8 mm

dihasilkan secara parthenogenesis. Daphnia sp. mulai menghasilkan anak pertama
kali pada umur 4-6 hari. Pada lingkungan yang bersuhu antara 22 – 31oC pH
antara 6,6 – 7,4 Daphnia sp. sudah menjadi dewasa dalam waktu empat hari
dengan umur yang dapat dicapai hanya 12 hari. Setiap satu atau dua hari sekali,
Daphnia sp. akan beranak 29 ekor. Jadi selama hidupnya hanya dapat beranak

tujuh kali dengan jumlah yang dihasilkan 200 ekor (Mokoginta, 2003).

2.3 Habitat dan Penyebaran
Menurut Ebert (2005), populasi Daphnia dapat ditemukan pada seluruh badan air,
dari danau yang dalam hingga kolam yang dangkal, termasuk kolam berbaru dan
kolam yang hanya terisi di musim semi saja. Seringkali mereka termasuk dalam

zooplankton yang dominan, seperti bagian penting dari jaring-jaring makanan di
danau dan kolam. Dalam banyak danau, Daphnia merupakan makanan utama ikan
planktivorous. Akibatnya, disribusi spesies Daphnia sangat berkaitan erat dengan

sejarah hidup mereka dengan predator. Biasanya spesies Daphnia ditemukan di
danau dengan ikan planktivorous yang lebih kecil dan lebih transparan dari
spesies yang ditemukan pada badan air yang minim ikan.
Zooplankton secara umum ditemui di kolam yang memiliki kandungan
organik yang tinggi dan memiliki jenis variasi musim dalam dinamika populasi
yang berhubungan langsung dengan kerapatan yang tinggi selama musim semi
dan awal musim panas, dimana pasokan makanan dan temperatur air optimum
(Leung, 2009). Daphnia sp. adalah jenis zooplankton yang hidup di air tawar yang
mendiami kolam-kolam, sawah, dan perairan umum (danau) yang banyak
mengandung bahan organik. Sebagai organisme air, Daphnia sp. dapat hidup di
perairan yang berkualitas baik. Beberapa faktor ekologi air yang berpengaruh
untuk Daphnia sp. yaitu kesadahan, suhu, oksigen terlarut, dan pH (Mokoginta,
2003).

2.4 Kualitas Air Untuk Pertumbuhan Daphnia sp.
Menurut Naziri (2010), Daphnia sp. dapat hidup pada selang suhu 18-24°C.

Selang suhu ini merupakan selang suhu optimal bagi pertumbuhan dan

Universitas Sumatera Utara

9

perkembangan Daphnia sp.. Diluar selang suhu tersebut, Daphnia sp. akan
cenderung bersifat dorman. Daphnia sp. membutuhkan pH sedikit alkalin yaitu
antara 6.7 sampai 9.2. Seperti halnya makhluk akuatik lainnya pH tinggi dan
kandungan amonia tinggi dapat bersifat mematikan bagi Daphnia sp., oleh karena
itu tingkat amonia perlu dijaga dengan baik dalam suatu sistem budidaya mereka.
Seluruh spesies Daphnia sp. diketahui sangat sensitif terhadap ion-ion logam,
seperti Mn, Zn, dan Cu, dan bahan racun terlarut lain seperti pestisida, bahan
pemutih, dan deterjen. Bahan-bahan tersebut bisa menganggu kehidupan mereka.
Oksigen terlarut mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan
Daphnia sp.. Ketahanan Daphnia sp.

yang baik pada perairan yang miskin

oksigen mungkin disebabkan oleh kemampuannya mensintesis hemoglobin.

Naiknya kadar haemoglobin dalam darah Daphnia sp. selain diakibatkan oleh
kurangnya oksigen terlarut di perairan, juga diakibatkan oleh naiknya suhu, dan
tingginya kepadatan populasi Daphnia sp.. Pada kondisi dengan kadar oksigen
terlarut rendah, mereka akan meningkatkan kadar haemoglobin untuk membantu
pendistribusian oksigen dalam tubuh mereka. Kehadiran hemoglobin ini sering
menyebabkan Daphnia sp. sp. berwarna merah. Hal ini tidak akan terjadi apabila
kadar oksigen terlarut cukup (Anonymous, 2007).
Menurut Aidia, (2014), kualitas air yang ideal untuk mengkultur Daphnia
sp. dan Moina sp. adalah suhu; 24-26,7, pH; 6,4-7,5 ppm, DO di atas 3,1 ppm dan
kandungan amonia; 0,008-0,144 mg/l (Shofi, 2007). Yulian et al (2009) juga
menyatakan keberhasilan kultur Daphnia sp. dan moina sangat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu suhu, intensitas cahaya, oksigen terlarut, salinitas, pH.

2.5 Kebutuhan Pakan Daphnia sp.
Proses dekomposisi bahan organik akan menumbuhkan banyak bakteri yang
merupakan salah satu jenis makanan bagi Daphnia sp.. Dekomposisi merupakan
proses pelapukan atau perombakan bahan organik secara biologis oleh mikroba
dekomposer (probiotik) yang menghasilkan hara makro, mikro, hormon, vitamin,
dan zat tumbuh, selain itu penambahan bakteri dekomposer juga dapat
mempercepat pelapukan bahan organik (Zahidah, 2012 dalam Izzah, 2014).

Universitas Sumatera Utara

10

Firdaus (2004), menyatakan bahwa

Daphnia sp.

sp. yang dipelihara

dalam air yang mengandung bahan organik tersuspensi dan mineral melakukan
seleksi penyerapan dan pemakanan partikel makanan. Makanan yang terdapat
dalam lingkungan dapat mendukung perkembangan Daphnia sp. dengan cepat
jika makananya tercukupi.
Daphnia sp. sp. bersifat non selective filter feeder yakni memakan apa

saja asal ukurannya sesuai dengan ukuran mulutnya. Pakan Daphnia sp. sp.
adalah bakteri, fitoplankton, alga, diatomae, protozoa dan detritus. Daphnia sp.
mendapatkan makanan dengan menggerakan kaki toraks pasangan pertama dan
kedua sehingga terjadi gerakan air yang konstan. Pasangan kaki kelima bekerja
menggulung air sehingga terbentuk partikel yang tersuspensi. Partikel yang ada
disaring oleh satae pada pasangan kaki keempat dan kelima. Partikel tersebut
kemudian ditarik ke arah mulut untuk ditelan. Di dalam mulut makanan
dihaluskan lalu bergerak ke usus yang akhirnya berakhir di anus di bagian post
abdomen. Pakan yang terlalu besar disingkirkan dengan duri-duri pada pangkal
kaki pertama, kemudian dibuang menggunakan post abdomen (Suwignyo et al.
1998 dalam Anonymous, 2007).
Seperti disebutkan sebelumnya, Daphnia sp. bersifat non-filter feeder .
Oleh karena itu perlu disiapkan pakan yang sesuai, yaitu dengan algae bersel
tunggal, bakteri dan protozoa. Tapi bisa juga memberikan pilihan lain, non-filter
feeder boleh dikatakan bukan termasuk pemilih makanan, mereka akan menyaring

apa saja selama itu merupakan suatu partikel organik. Oleh karena itu, kita bisa
menyiapkan partikel organik lain yang cocok untuk pertumbuhan binatang ini,
diantaranya adalah yang mengandung protein cukup. Dengan demikian, kita bisa
memasukkan tepung kedelai, susu bubuk dan tepung lain yang mengandung
protein tinggi sebagai pilihan (Purwakusuma, 2014)
Protein merupakan salah satu zat gizi yang dibutuhkan tubuh untuk
dapat hidup sehat. Kekurangan protein dapat menimbulkan berbagai gangguan
pada tubuh, antara lain terhambatnya proses pembentukan dan regenerasi sel,
terganggunya sistem transmisi impuls syaraf, dan lain-lain. Kebutuhan protein
dapat dipenuhi dari konsumsi bahan makanan, baik protein yang terdapat pada
bahan asal hewan maupun tanaman. Dilihat dari jumlah dan kelengkapan asam

Universitas Sumatera Utara

11

amino esensialnya, protein hewani merupakan protein berkualitas tinggi jika
dibandingkan dengan protein nabati. Namun dari hasil penelitian yang telah
dilakukan didapatkan sumber protein nabati berprotein tinggi dari bahan jagung,
dalam hal ini tepung jagung (Alsuhendra et al., 2013).
Menurut USDA Nutrient Database for Standarf Reference yang diterbitkan
pada Agustus 2002, menyatakan bahwa telur itik lebih kaya akan protein jika
dibandingkan dengan telur ayam dalam satuan per 100 gram telur, yaitu sebesar
12,81 untuk telur itik dan 12,49 untuk telur ayam. Berikut tabel analisis
proksimatnya:
Perbandingan Komposisi Gizi Telur Itik dan Ayam
Telur Itik
Telur Ayam
Per
Zat Gizi
Satuan
Zat Gizi
Satuan
100 g
Analisis Proksimat
Air
g
70,83 Air
g
Energi
kkal
185
Energi
kkal
Energi
kj
776
Energi
kj
Protein
g
12.81 Protein
g
Total lipid (lemak) g
13.77 Total lipid (lemak)
g
Abu
g
1.14
Abu
g
Karbohidrat
g
1.45
Karbohidrat
g
Serat kasar
g
0.0
Serat kasar
g
Sumber: USDA Nutrient Database for Standard Reference (2002)
Ketersediaan Daphnia sp. sebagai salah satu produktivitas

Per
100 g
75.33
149
623
12.49
10.02
0.94
1.22
0.0

sekunder

dapat menunjang penyediaan pakan alami bagi larva kultivan budidaya, dan dalam
hal ini peranan bahan organik sangat membantu meningkatkan pertumbuhannya.
Oleh karena itu ketepatan nutrisi

dari

bahan

organik akan memberikan

pertumbuhan Daphnia sp. yang maksimal. Bahan organik yang ditambahkan salah
satunya adalah kotoran ayam (Mokoginta, 2003).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sulasingkin (2003), dinyatakan
bahwa kotoran ayam yang digunakan ialah kotoran ayam yang sudah dikeringkan
dengan konsentrasi 2,4 g/L. Perlakuan yang diujicobakan adalah masing-masing
diberikan 50% (1,2 g/L) dari kotoran ayam, dan 50% dari kombinasi bahan
organik. Dalam hal ini adalah tepung jagung dan telur itik.

Universitas Sumatera Utara