Pengertian Perjanjian Kerja Laut dan Das

I.

Pengertian Perjanjian Kerja Laut dan Dasar Hukumnya

Yang diartikan dengan perjanjian kerja-laut adalah perjanjian yang diadakan antara seorang
pengusaha perkapalan pada satu pihak dengan seorang buruh di pihak lain, di mana yang terakhir
ini mengikat dirinya untuk melakukan pekerjaan dalam dinas pada pengusaha perkapalan dengan
mendapat upah sebagai nakhoda atau anak buah kapal.
Dasar hukum dari perjanjian kerja laut atau yang dalam bahasa Belanda disebut zeearbeidsovereenkomst

adalah

pada

prinsipnya

mengacu

pada Buku

II


Bab

4 KUHD tentang Perjanjian Kerja Laut, khususnya Bagian Pertama tentang Perjanjian Kerja
Laut Pada Umumnya. Ketentuan Perjanjian Kerja Laut (PKL) dalam KUHD tersebut juga
mengatur hal-hal bersifat khusus, misalnya: isi (substansi) PKL yang lebih luas dan pembuatan
PKL harus di hadapan Syahbandar (vide Pasal 400 dan Pasal 401 KUHD jo Pasal 18 PP No. 7
Tahun 2000).

Walaupun demikian, (beberapa) ketentuan PKL dalam KUHD tersebut, merujuk lebih lanjut
pada ketentuan perjanjian-perjanjian melakukan pekerjaan (Bab Ketujuh A – Buku II) KUH
Perdata, seperti misalnya disebut dalam Pasal 396 KUHD, yang menyebutkan bahwa, “Terhadap
PKL berlakulah selain ketentuan-ketentuan dari Bab (PKL) ini, (juga berlaku) ketentuanketentuan dari Bagian Kedua, Ketiga, Keempat, dan Kelima dari Bab Ketujuh A dari Buku
Ketiga KUH Perdata, sekedar berlakunya ketentuan-ketentuan itu tidak dengan tegas
dikecualikan”.

Artinya, selain diatur dalam KUHD, PKL juga tunduk pada Bab Ketujuh A (tentang Perjanjianperjanjian Untuk Melakukan Pekerjaan) dari Buku Ketiga (tentang Perikatan) KUH Perdata,
sepanjang tidak diatur khusus (dengan tegas) dalam KUHD.

Ketentuan yang dirujuk dalam KUH Perdata sebagaimana dimaksud Pasal 396 tersebut di atas,

adalah: Bagian
Ketiga (mengenai

Kedua (mengenai

Perjanjian

Kewajiban Majikan), Bagian

Perburuhan

Pada

Umumnya), Bagian

Keempat (mengenai Kewajiban

Buruh),dan

Bagian Kelima (mengenai Bermacam-macam Cara Berakhirnya Perhubungan Kerja Yang

Diterbitkan dari Perjanjian).

Saat ini, ketentuan-ketentuan dalam Bab Ketujuh A KUH Perdata dimaksud sebagian besar
(hampir seluruhnya) sudah diatur dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU
Ketenagakerjaan”). Dengan demikian rujukan ketentuan dalam KUH Perdata (sebagaimana
dimaksud Pasal 396 KUHD) sudah mengacu pada UU Ketenagakerjaan yang sekarang.

Di samping itu, sebagian lagi ketentuan yang bersifat khusus sebagaimana dimaksud dalam
KUHD, juga telah diatur dalam UU Pelayaran (sekarang UU No. 17 Tahun 2008, pengganti dari
UU No. 21 Tahun 1992), khususnya (secara detail) dimuat dalam PP No. 7 Tahun 2000 tentang
Kepelautan (yang masih merupakanperaturan pelaksanaan dari UU No. 21 Tahun 1992 dan
masih berlaku sampai ada penggantinya).

II.

Bentuk dan Isi Perjanjian Kerja Laut

Bentuk perjanjian kerja laut dapat dilakukan untuk 3 macam ikatan kerja (Pasal 398 KUHD),
yaitu:
1. Perjanjian kerja laut yang diselenggarakan untuk waktu kerja tertentu atau perjanjian

kerja laut periode, misalnya: untuk 2 tahun, 3 tahun, 5 tahun, dst. Dalam perjanjian ini
para pihak telah menentukan secara tegas mengenai lamanya waktu untuk saling
mengikatkan diri, dimana masing-masing pihak mempunyai hak dan kewajiban.
2. Perjanjian kerja laut yang diselenggarakan untuk waktu kerja tidak tertentu. Dalam
perjanjian ini hubungan kerja berlaku terus sampai ada pengakhiran oleh para pihak atau
sebalikanya hubungan kerja berakhir dalam waktu dekat jika salah satu pihak
menghendakinya.
3. Perjanjian kerja laut yang diselenggarakan untuk satu atau beberapa perjalanan adalah
perjanjian kerja laut yang diselenggarakan berdasarkan pelayaran yang diadakan
perusahaan pelayaran dari suatu pelabuhan ke pelabuhan lain.

Isi dari perjanjian kerja laut (Pasal 401 KUHD) adalah:
1.

nama dan nama depan buruh itu, hari kelahirannya atau setidak-tidaknya perkiraan
umumnya, tempat kelahirannya;

2.

tempat dan hari penutupan perjanjian itu;


3.

penunjukan kapal atau kapal-kapal tempat buruh itu mengikat diri akan bekerja;

4.

perjalanan atau perjalanan -perjalanan yang akan dilakukan, bila ini sudah pasti;

5.

jabatan yang akan dipegang buruh dalam dinasnya;

6.

penyebutan apakah buruh juga mengikat diri untuk melakukan pekerjaan di darat dan bila
demikian pekerjaan apa;

7.


bila mungkin, hari dan tempat di mana akan dimulainya dinas di kapal;

8.

ketentuan pasal 415 tentang hak atas hari-hari libur;

9.

mengenai pengakhiran hubungan kerja:
a.

bila perjanjian diadakan untuk waktu tertentu, hari pengakhiran hubungan kerjanya,
dengan menyebutkan isi pasal 448;

b.

bila perjanjian diadakan menurut perjalanan, pelabuhan yang diperjanjikan untuk
pengakhiran hubungan kerja itu, dengan menyebutkan isi pasal 449 alinea kedua, bila
pelabuhannya adalah pelabuhan Indonesia, juga pasal 452 alinea pertama dan kedua,
sekedar disebut atau tidak nama pelabuhan itu;


c.

bila perjanjian itu diadakan untuk waktu tak tertentu, isi pasal 450 alinea pertama.

Bila nama tempat dan hari kelahiran buruh tidak diketahui, hal itu diberitahukan dalam
perjanjian.
Penunjukan kapal atau kapal-kapal dalam perjanjian di mana buruh mengikatkan diri akan
melakukan dinas dapat juga dilakukan dengan menentukan, bahwa ia akan melakukan dinasnya
di atas sebuah kapal atau lebih yang ditunjuk oleh pengusaha kapal, yang termasuk kapal yang
digunakan oleh pengusaha kapal untuk pelayaran di laut.
Bila pihak-pihak itu menghendaki penyimpangan dari ketentuan pasal-pasal 415, 448, 449 alinea
kedua, 450 alinea pertama, atau 452 pertama atau kedua, bila hal itu menurut undang-undang
diperkenankan, untuk gantinya pengaturan yang menyimpang itu dimuat dalam perjanjian
tersebut.

III.

Pihak-Pihak yang Terlibat dalam Pelayaran


Pihak-pihak yang terlibat dalam pelayaran yaitu:
1. Perusahaan kapal (Rederij)
Yaitu apabila sebuah kapal menjadi kepunyaan berbagai orang, yang memakainya atas
biaya bersama guna pelayaran di laut, lain daripada menurut suatu persetujuan peseroan
sebagaimana termaksud dalam bab ketiga buku kesatu, maka terjadilah antara mereka itu
suatu perusahaan perkapalan.
Perusahaan perkapalan diatur dalam pasal 323-340 KUHD.
2. Nahkoda
Nahkoda adalah pemimpin kapal. Diatur dalam pasal 341-374 KUHD.
3. Anak kapal
Untuk setiap kapal, di hadapan seorang pegawai yang diangkat oleh pemerintah, harus
dibuat suatu daftar dari semua orang yang harus melakukan dinas sebagai anak kapal,
daftar nama dinamakan daftar anak kapal (monsterrol). Yang dinamakan dinas anak kapal
ialah pekerjaan yang lazimnya dilakukan oleh mereka yang telah diterima untuk bekerja
di kapal kecuali pekerjaan nahkoda (375 KUHD). Anak kapal diatur dalam pasal 375-392
KUHD.
Daftar anak kapal selain memuat nama anak kapal, juga memuat (376 KUHD):
1. Nama kapalnya
2. Nama pengusaha kapal
3. Pekerjaan apa yang di kapal akan dilakukan oleh masin-masing anak

kapal dan siapa dari anak kapal itu yang akan mendapat tingkatan
perwira.

4. Pengusaha kapal (Reder)

Yaitu dia yang memakai sebuah kapal guna pelayaran di laut dan mengemudikannya oleh
seorang nahkoda yang bekerja padanya. Pengusaha terikat oleh segala perbuatan hukum
yang dilakukan oleh mereka, yang bekerja tetap atau sementara pada kapalnya, di dalam
jabatan mereka dalam lingkungan kekuasaan mereka. Pengusaha kapal diatur dalam pasal
320-322 KUHD.
5. Penumpang
Yang menaati segala perintah yang diberikan nahkoda untuk kepentingan keamanan guna
mempertahankan ketertiban. Seorang penumpang tidak diperbolehkan mengangkut
barang-barang di kapal atas tanggungannya sendiri, kecuali berdasarkan perjanjian
dengan atau izin dari pengusaha, dan apabila kapal itu telah dicarterkan juga dari
pencarter. Penumpang diatur dalam pasal 393-394 KUHD.

PERJANJIAN KERJA LAUT

THERESIA RIZKA ULLY SITUMORANG

120200242
KELAS F

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2014