Psikologi Kesehatan tentang Stres dan Coping Stres

Stress
Definisi stres
Kata “stres” bisa diartikan berbeda bagi tiap-tiap individu. Sebagian individu
mendefinisikan stres sebagai tekanan, desakan atau respon emosional. Para psikolog juga
mendefinisikan stres dalam berbagai bentuk. Stres bisa mengagumkan, tetapi bisa juga fatal.
Semuanya tergantung kepada para penderita.
Lazarus dan folkman, 1984 menyatakan, stres psikologis adalah sebuah hubungan
antara individu dengan lingkungan yang dinilai oleh individu tersebut sebagai hal yang
membebani atau sangat melampaui kemampuan seseorang dan membahayakan
kesejahteraannya.
Stres juga bisa berarti ketegangan, tekanan batin, tegangan, dan konflik yang berarti:
A. Satu stimulus yang menegangkan kapasitas-kapasitas (daya) psikologis atau fisiologis dari
suatu organisme.
B. Sejenis frustasi, di mana aktifitas yang terarah pada pencapaian tujuan telah diganggu oleh
atau dipersukar, tetapi terhalang-halangi; peristiwa ini biasanya disertai oleh perasaan waswas kuatir dalam percapaian tujuan.
C. Kekuatan yang diterapkan pada suatu sistem, tekanan-tekanan fisik dan psikologis yang
dikenakan pada tubuh dan pada pribadi.
D. Satu kondisi ketegangan fisik atau psikologis disebabkan oleh adanya persepsi ketakutan
dan kecemasan.
Menurut robert s. Fieldman (1989) stress adalah suatu proses yang menilai suatu
peristiwa sebagai sesuatu yang mengancam, menantang, ataupun membahayakan dan

individu merespon peristiwa itu pada level fisiologis, emosional, kognitif dan perilaku.
Peristiwa yang memunculkan stress dapat saja positif (misalnya: merencanakan perkawinan)
atau negatif (contoh: kematian keluarga). Sesuatu didefinisikan sebagai peristiwa yang
menekan (stressfull event) atau tidak, bergantung pada respon yang diberikan oleh individu.
Stres adalah stimulus atau situasi yang menimbulkan distres dan menciptakan tuntutan
fisik dan psikis pada seseorang. Stres membutuhkan koping dan adaptasi. Sindrom adaptasi
umum atau teori selye, menggambarkan stres sebagai kerusakan yang terjadi pada tubuh
tanpa mempedulikan apakah penyebab stres tersebutpositif atau negatif.
Respons tubuh dapat diprediksi tanpa memerhatikan stresor atau penyebab tertentu
stres adalah reaksi atau respons psikososial (tekanan mental atau beban kehidupan). Stres
dewasa ini digunakan secara bergantian untuk menjelaskan berbagai stimulus dengan
intensitas berlebihan yang tidak disukai berupa respons fisiologis, perilaku, dan subyektif
terhadapat stres. Konteks yang menjembatani pertemuan antara individu dengan stimulus
yang membuat stres, semuanya sebagai sistem menurut hans selye dalam bukunya hawari
(2001) stress adalah respon tubuh yang sifatnya nonspesifik terhadap setiap tuntutan beban

atasnya. Bila seseorang telah mengalami stres mengalami gangguan pada satu atau lebih
organ tubuh sehingga yang bersangkutan tidak lagi dapat menjelaskan fungsi pekerjaannya
dengan baik, maka ia disebut distres. Pada gejala stres, gejala yang dikeluhkan penderita
didominasi oleh keluhan-keluhan somatik (fisik), tetapi dapat pula disertai keluhankeluhan

psikis. Tidak semua bentuk stres mempunyai konotasi negatif, cukup banyak yang bersifat
positif, hal tersebut dikatakan eustres.
Stress adalah suatu tuntutan yang mendorong organisme untuk beradaptasi atau
menyesuaikan diri. Sedangkan stressor adalah suatu sumber stress. Maka peneliti dapat
menyimpulkan tentang definisi stres di atas yaitu: stres adalah suatu keadaan yang
membebani atau membahayakan kesejahteraan penderita, yang dapat meliputi fisik,
psikologis, sosial atau kombinasinya.
Tahap-tahap stres
Menurut hans selye, 1950 stress adalah respon tubuh yang bersifat non-spesifik
terhadap setiap tuntutan beban di atasnya. Selye memformulasikan konsepnya dalam general
adaptation syndrome (gas). Gas ini berfungsi sebagai respon otomatis, respon fisik, dan
respon emosi pada seorang individu. Selye mengemukakan bahwa tubuh kita bereaksi sama
terhadap berbagai stressor yang tidak menyenangkan, baik sumber stress berupa serangan
bakteri mikroskopi, penyakit karena organisme, perceraian ataupun kebanjiran. Model gas
menyatakan bahwa dalam keadaan stress, tubuh kita seperti jam dengan system alarm yang
tidak berhenti sampai tenaganya habis.
Respon gas ini dibagi dalam tiga fase, yaitu:
a. Reaksi waspada (alarm reaction stage) adalah persepsi terhadap stresor yang muncul
secara tiba-tiba akan munculnya reaksi waspada. Reaksi ini menggerakkan tubuh
untuk mempertahankan diri. Diawali oleh otak dan diatur oleh sistem endokrin dan

cabang simpatis dari sistem saraf autonom. Reaksi ini disebut juga reaksi berjuang
atau melarikan diri (fight-or-flight reaction).
b. Reaksi resistensi (resistance stage) adalah tahap di mana tubuh berusaha untuk
bertahan menghadapi stres yang berkepanjangan dan menjaga sumber-sumber
kekuatan (membentuk tenaga baru dan memperbaiki kerusakan). Merupakan tahap
adaptasi di mana sistem endokrin dan sistem simpatis tetap mengeluarkan hormonhormon stres tetapi tidak setinggi pada saat reaksi waspada.
c. Reaksi kelelahan (exhaustion stage)adalah fase penurunan resistensi, meningkatnya
aktivitas para simpatis dan kemungkinan deteriorasi fisik. Yaitu apabila stresor tetap
Berlanjut atau terjadi stresor baru yang dapat memperburuk keadaan.tahap kelelahan
Ditandai dengan dominasi cabang parasimpatis dari ans. Sebagai akibatnya,
Detak jantung dan kecepatan nafas menurun. Apabila sumber stres menetap, kita dapat
Menngalami ”penyalit adaptasi” (disease of adaptation), penyakit yang rentangnya
Panjang,mulai dari reaksi alergi sampai penyakit jantung, bahkan sampai kematian.

Sumber stress

Stresor adalah semua kondisi stimulasi yang berbahaya dan menghasilkan reaksi stres,
misalnya jumlah semua respons fisiologik nonspesifik yang menyebabkan kerusakan dalam
sistem biologis. Stres reaction acute (reaksi stres akut) adalah gangguan sementara yang
muncul pada seorang individu tanpa adanya gangguan mental lain yang jelas, terjadi akibat

stres fisik dan atau mental yang sangat berat, biasanya mereda dalam beberapa jam atau hari.
Kerentanan dan kemampuan koping (coping capacity) seseorang memainkan peranan dalam
terjadinya reaksi stres akut dan keparahannya.
Empat variabel psikologik yang dianggap mempengaruhi mekanisme respons stres:
a. Kontrol: keyakinan bahwa seseorang memiliki kontrol terhadap stresor yang
mengurangi intensitas respon stress
b. Prediktabilitas: stresor yang dapat diprediksi menimbulkan respons stres yang
Tidak begitu berat dibandingkan stresor yang tidak dapat
diprediksi.
c. Persepsi: pendangan individu tentang dunia dan persepsi stresor saat ini dapat
meningkatkan atau menurunkan intensitas respon stres.
d. Respons koping: ketersediaan dan efektifitas mekanisme mengikat ansietas, dapat
Menambah atau mengurangi respon stres.
Sumber stres yang dapat menjadi pemicu munculnya stres padaindividu yaitu:
a. Stressor atau frustrasi eksternal (frustrasi = kekecewaan yang mendalam).
Stressor eksternal : berasal dari luar diri seseorang, misalnya perubahan bermakna
dalam suhu lingkungan, perubahan dalam peran keluarga atau sosial, tekanan dari
pasangan.
B. Stressor atau frustrasi internal stressor internal : berasal dari dalam diri seseorang,
Misalnya demam, kondisi seperti kehamilan atau menopause, atau suatu keadaan

emosi seperti rasa bersalah).
Tipe kepribadian yang rentan terkena stres
Beberapa tipe kepribadian yang rentan menderita gangguan stress adalah:
A. Ambisius, agresif dan kompetitif (suka akan persaingan)
B. Kurang sabar, mudah tegang, mudah tersinggung dan marah (emosional)
C. Kewaspadaan berlebihan, kontrol diri kuat, percaya diri berlebihan (over
convidence)
D. Cara bicara cepat, bertindak serba cepat, hiperaktif, tidak dapat diam
E. Bekerja tidak mengenal waktu (workholic)
F. Pandai berorganisasi, memimpin dan memerintah (otoriter)
G. Lebih suka bekerja sendirian bila ada tantangan
H. Kaku terhadap waktu, tidak dapat tenang (tidak rileks) dan serba tergesa-gesa.
I. Mudah bergaul (ramah), pandai menimbulkan perasaan empati dan bila tidak

tercapai maksudnya mudah bersikap bermusuhan
J. Tidak mudah dipengaruhi, kaku (tidak fleksibel)
K. Bila berlibur pikirannya ke pekerjaannya, tidak dapat santai.
L. Berusaha keras untuk dapat segala sesuatunya terkendali.
Gejala stres
Menurut robert s. Fieldman (1989) stress adalah suatu prosesyang menilai suatu

peristiwa sebagai sesuatu yang mengancam, menantang, ataupun membahayakan dan
individu merespon peristiwa itu pada level fisiologis, emosional, kognitif dan perilaku.
Taylor (1991) menyatakan, stress dapat menghasilkan berbagai respon. Berbagai
peneliti telah membuktikan bahwa respon-respon tersebut dapat berguna sebagai indikator
terjadinya stres pada individu, dan mengukur tingkat stres yang dialami individu.
Respon stres dapat terlihat dalam berbagai aspek, yaitu:
a. Respon fisiologis, dapat ditandai dengan meningkatnya tekanan darah, detak
jantung,
Detak nadi, dan sistem pernapasan.
b. Respon kognitif, dapat terlihat lewat terganggunya proses kognitif individu,
seperti
Pikiran menjadi kacau, menurunnya daya konsentrasi, pikiran berulang, dan
pikiran tidak wajar.
c. Respon emosi, dapat muncul sangat luas, menyangkut emosi yang mungkin
dialami
Individu, seperti takut, cemas, malu, marah, dan sebagainya.
d. Respon tingkah laku, dapat dibedakan menjadi fight, yaitu melawan situasi yang
Menekan, dan flight, yaitu menghindari situasi yang menekan.
Gejala–gejala lain yang dapat dilihat dari orang yang sedang
Mengalami stres antara lain:

A. Cemas
B. Depresi
C. Makan berlebihan
D. Berpikiran negatuf
E. Tidur berlebihan
F. Diare
G. Konstipasi atau sembelit
H. Kelelahan yang terus menerus
I. Sakit kepala
J. Kehilangan nafsu makan
K. Marah
L. Tegang
M. Mudah tersinggung
N. Gatal-gatal

O. Alergi
P. Merokok
Q. Nyeri persendian
R. Berdebar-debar
S. Sesak napas

Apabila seseorang mengalami satu atau lebih dari gejala-gejala di atas, maka
kemungkinan orang tersebut mengalami stres.stres juga dapat dilihat dari perubahanperubahan yang terjadi pada anggota tubuh, diantaranya:
a. Rambut
Warna rambut yang semula hitam pekat, lambat laun mengalami perubahan warna
menjadi kecoklat-coklatan serta kusam. Ubanan (rambut memutih) terjadi sebelum
waktunya, demikian pula dengan kerontokan rambut.
b. Mata
Ketajaman mata seringkali terganggu misalnya kalau membaca tidak jelas karena
Kabur. Hal ini disebabkan karena otot-otot bola mata mengalami kekenduran atau
sebaliknya sehingga mempengaruhi focus lensa mata.
c. Telinga
Pendengaran seringkali terganggu dengan suara berdengin (tinitus).
d. Daya piker
Kemampuan bepikir dan mengingat serta konsentrasi menurun. Orang menjadi
pelupa dan seringkali mengeluh sakit kepala pusing.
e. Ekspresi wajah
Wajah seseorang yang stres nampak tegang, dahi berkerut, mimik nampak serius,
tidak santai, bicara berat, sukar untuk senyum atau tertawa dan kulit muka kedutan
(tic facialis).
f. Mulut dan bibir terasa kering sehingga seseorang sering minum.

Selain daripada itu pada tenggorokan seolah-olah ada ganjalan sehingga ia sukar
menelan, hal ini disebabkan karena otot-otot lingkar di tenggorokan mengalami
spasme (muscle cramps) sehingga serasa “tercekik”.
g. Kulit
Pada orang yang mengalami stres reaksi kulit bermacammacam, pada kulit dari
sebahagian tubuh terasa panas atau dingin atau keringat berlebihan. Reaksi lain
kelembaban kulit yang berubah, kulit menjadi lebih kering. Selain daripada itu
perubahan kulit lainnya adalah merupakan penyakit kulit, seperti munculnya
eksim, urtikaria (biduran), gatal-gatal dan pada kulit muka seringkali timbul
jerawat (acne) berlebihan; juga sering dijumpai kedua belah tapak tangan dan kaki
berkeringat (basah).

h.

sistem pernafasan
Pernafasan seseorang yang sedang mengalami stres dapat terganggu misalnya
nafas terasa berat dan sesak disebabkan terjadi penyempitan pada saluran
pernafasan mulai dari hidung, tenggorokan dan otot-otot rongga dada. Nafas
terasa sesak dan berat
dikarenakan otot-otot rongga dada (otototot antar tulang

iga) mengalami spasme dan tidak atau kurang elastis sebagaimana biasanya.
Sehingga ia harus mengeluarkan tenaga ekstra untuk menarik nafas. Stres juga
dapat memicu timbulnya penyakit asma (asthma bronchiale) disebabkan karena
otot-otot pada saluran nafas paruparu juga mengalami spasme.

i.

sistem kardiovaskuler
Sistem jantung dan pembuluh darah atau kardiovaskuler dapat terganggu faalnya
karena stres. Misalnya, jantung berdebar-debar, pembuluh darah melebar
(dilatation) atau menyempit (constriction) sehingga yang bersangkutan nampak
mukanya merah atau pucat. Pembuluh darah tepi (perifer) terutama di bagian
ujung jari-jari tangan atau kaki juga menyempit sehingga terasa dingin dan
kesemutan. Selain daripada itu sebahagian atau seluruh tubuh terasa “panas”
(subfebril) atau sebaliknya terasa “dingin”.

j.

sistem pencernaan
Orang yang mengalami stres seringkali mengalami gangguan pada sistem

pencernaannya. Misalnya, pada lambung terasa kembung,mual dan pedih; hal ini
disebabkan karena asam lambung yang berlebihan (hiperacidity). Dalam istilah
kedokteran disebut gastritis atau dalam istilah awam dikenal dengan sebutan
penyakit maag. Selain gangguan pada lambung tadi, gangguan juga dapat terjadi
pada usus, sehingga yang bersangkutan merasakan perutnya mulas, sukar buang
air besar atau sebaliknya sering diare.

k.

sistem perkemihan.
Orang yang sedang menderita stres faal perkemihan (air seni) dapat juga
terganggu. Yang sering dikeluhkan orang adalah frekuensi untuk buang air kecil
lebih sering dari biasanya, meskipun ia bukan penderita kencing manis (diabetes
mellitus).

l. Sistem otot dan tulang
Stres dapat pula menjelma dalam bentuk keluhan-keluhan pada otot dan tulang
(musculoskeletal). Yang bersangkutan sering mengeluh otot terasa sakit (keju)
seperti ditusuk-tusuk, pegal dan tegang. Selain daripada itu keluhan-keluhan pada
tulang persendian sering pula dialami, misalnya rasa ngilu atau rasa kaku bila
menggerakan anggota tubuhnya. Masyarakat awam sering mengenal gejala ini
sebagai keluhan ”pegal-linu”.

m. sistem endokrin
Gangguan pada sistem endokrin (hormonal) pada mereka yang mengalami stres
adalah kadar gula yang meninggi, dan bila hal ini berkepanjangan bisa
mengakibatkan yang bersangkutan menderita penyakit kencing manis (diabetes
mellitus); gangguan hormonal lain misalnya pada wanita adalah gangguan
menstruasi yang tidak teratur dan rasa sakit (dysmenorrhoe).
Stres berdasarkan jenis kelamin
a. Stres pada wanita fluktuasi estrogen dalam tubuh wanita dapat membuat parasaannya
Berubah-ubah. Selama periode stres, kadar estrogen menurun. Kelenjar adrenalin
menghasilkan hormon stres lebih banyak dari pada estrogen. Selama fase ini, ketika
kadar estrogen menurun, terjadi pembentukan plak pembuluh darah yang
meningkatkan resiko terjadinya peyakit jantung. Setelah mencapai masa menopouse,
kadar estrogen pada wanita menurun hingga 80%. Ini adalah masa titik balik yang
penting pada kehidupan wanita. Banyak perubahan besar yang terjadi seperti muka
kemerahan dan terasa panas, masa tulang yang rendah hingga mengalami
osteoporosis. Selain itu estrogen melindungi sistem jantung dan pembuluh darah
sampai pada masa menopouse. Setelah menopouse, wanita menjadi rentan terhadap
masalah jantung, yang kemungkinan sama dengan pria.
b. Stres pada laki-laki
Penurunan kadar testosteron berpengaruh pada stres fisik dan psikologis. Testosteron
Adalah hormon yang memberi tanda maskulinitas pada pria, seperti rambut, suara
yang berat, dan figure tubuh.
Testosteron berkaitan dengan dominan pria. Hormon ini juga berkaitan dengan pola
pikir sifat mereka dengan wanita. Cara mereka belajar, rasionalitas, dan keengganan
untuk menunjukkan perasaannya merupakan ciri khas pria. Kedua jenis kelamin ini
memang benarbenar berbeda, baik secara fisik maupun mental.
Jenis stres
Jenis-jenis stres menurut quick dan quick (1984) mengkategorikan jenis stres menjadi
dua, yaitu:
a. Eustress, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat sehat,positif, dan
Konstruktif (bersifat membangun). Hal tersebut termasuk kesejahteraan individu
dan juga organisasi yang diasosiasikan dengan pertumbuhan, fleksibilitas,
kemampuan adaptasi, dan tingkat performance yang tinggi.
b. Distress, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat tidak sehat, negatif,
dan destruktif (bersifat merusak). Hal tersebut termasuk konsekuensi individu dan
juga organisasi seperti penyakit kardiovaskular dan tingkat ketidakhadiran
(absenteeism) yang tinggi, yang diasosiasikan dengan keadaan sakit, penurunan,
dan kematian.

dalam hal ini, gejala stres yang akan diteliti merupaka gejala stres yang bersifat
distress, sebagai akibat dari sebuah stres akut yang berkepanjangan dihitung mulai dari 3
bulan pasca kejadian (stressor)muncul.
Coping
Definisi coping
Coping berasal dari bahasa latin dan yunani. Coping berasal dari kata ”ko-ping” yang
berarti ”to strike” atau melawan, untuk benar-benar menguasai sesuatu. Sedangkan coping
stres adalah perlawanan untuk menguasai stres yang sedang dihadapi.
Dalam echols & shadily, istilah coping juga bisa berasal dari kata to cope yang dalam
kamus bahasa inggris–indonesia berarti: (a) menanggulangi, mengatasi; (b) menguasai.
Retnowati (2004) mengartikan koping sebagai strategi mengatasi masalah.
Menurut lazarus dan folkman, 1999 coping adalah proses untuk mengelola tuntutan
(baik eksternal maupun internal) yan diterima individu. Sedangkan menurut lazarus dan
launier, coping terdiri atas usaha, baik tindakan maupun intrapsikis untuk mengelola
lingkungan dan tuntutan internal dan konflik di antara mereka.
Coping adalah suatu tindakan merubah kognitif secara konstan dan merupakan suatu
usaha tingkah laku untuk mengatasi tuntutan internal atau eksternal yang dinilai membebani
atau melebihi sumber daya yang dimiliki individu.
Macam coping stres
Coping stres dapat dibagi menjadi 2 macam:
A. Defensive coping
Defensive coping adalah saalah satu cara seseorang dalam menghadapi stress, yaitu
Dengan lari dari masalah yang menimbulkan stres tersebut, baik secara fisik maupun
psikologis.
Menurut freud, seluruh tipe defensive coping merupakan penyesuaian diri pada
Realitas yang tidak sehat. Kebanyakan pola defensive coping yang meliputi mental
atau fisik merupakan pelarian dari situasi yang traumatis.



direct coping
Direct coping adalah salah satu cara seseorang dalam menghadapi stress, yaitu
dengan menghadapi permasalahan dan mengatasinya. Direct coping meliputi
pengidentifikasian stres yang masuk (yang dihadapi), kemudian mengadakan
perhitungan cara untuk mengatasinya. Hal ini biasanya dilakukan dengan cara
selangkah demi selangkah.

Menurut lazarus & folkman (1984), dalam melakukan coping dibedakan menjadi 2
macam strategi, yaitu:
a. Problem-focused coping
Problem-focused coping, yaitu usaha mengatasi stres dengan cara mengatur atau
Mengubah masalah yang dihadapi dan lingkungan sekitarnya yang menyebabkan terjadinya
tekanan..suatu studi dilakukan oleh folkman (dalam taylor 1991), problem-focused coping
terdiri atas tiga variasi, yaitu:
1) confrontatif coping, adalah usaha untuk mengubah keadaan yang dianggap
menekan dengan cara yang agresif, tingkat kemarahan yang cukup tinggi dan
pengambilan resiko.
2) seeking social support, adalah usaha untuk mendapatkan kenyamanan emosional
dari bantuan informasi
3) planful problem solving, adalah usaha untuk mengubah keadaan yang dianggap
menekan dengan cara yang hati-hati, bertahap dan analitis.
Aldwin & revenson (1987) mengemukakan bahwa aspek strategi pengatasan masalah
yang berorientasi pada masalah adalah:
1) Kehati-hatian (cautiouness), adalah ketika individu mengalami masalah, individu
memikirkan dan mempertimbangkan secara matang beberapa alternatif
pemecahan masalah yang mungkin dilakukan, meminta pendapat dan pandangan
dari orang lain tentang masalah yang dihadapi, serta bersikap hati-hati sebelum
memutuskan sesuatu dan mengevaluasi strategi yang pernah dilakukan.
2) Tindakan instrumental (instrumental action), individu mengambil tindakan yang
ditujukan untuk menyelesaikan masalah secara langsung serta menyusun rencana
serta langkah apapun yang diperlukan.
3)

negosiasi (negotiation), individu melakukan usaha-usaha yang ditujukan kepada
orang lain yang terlibat untuk ikut serta memikirkan atau menyelesaikan masalah
yang dihadapi.

B. Emotion-focused coping.
Emotion-focused coping, yaitu usaha mengatasi stres dengan cara mengatur respon
Emosional dalam rangka menyesuaikan diri dengan dampak yang akan ditimbulkan oleh
suatu kondisi atau situasi yang dianggap penuh tekanan.
Emotion-focused coping menurut folkman terdiri dari 5 variasi :
1) Self-control, adalah usaha untuk mengatur perasaan ketika menghadapi situasi
yang menekan.
2) Distancing, adalah usaha untuk tidak terlibat dalam permasalahan, seperti

Menghindar dari permasalahan seakan tidak terjadi apa-apa atau menciptakan
pandangan-pandangan yang positif, seperti menganggap masalah lelucon.
3) Positif reappraisal, adalah usaha mencari makna positif dari permasalahan dengan
Terfokus pada pengembangan diri, biasanya juga melihatkan hal-hal yang bersifat
religius.
4) Accepting responsibility, adalah usaha untuk menyadari tanggung jawab diri
Sendiri dalam permasalahan yang dihadapinya, dan mencoba menerimanya untuk
membuat semuanya menjadi lebih baik. Strategi ini baik, terlebih bila masalah
terjadi karena pikiran dan tindakannya sendiri. Nsmun strategi ini menjadi tidak
baik bila individu tidak seharusnya bertanggung jawab atas masalah tersebut.
5) Escape avoidance, adalah usaha untuk mengatasi situasi menekan dengan lari dari
situasi tersebut atau menghindarinya dengan beralih pada hal lain seperti makan,
minum, merokok atau menggunakanobat-obatan.
Strategi pengatasan masalah yang berorientasi pada emosi menurut aldwin &
revenson (1987) terdiri dari:
1) Pelarian diri dari masalah (escapism). Individu berusaha menghindari masalah
Dengan makan, tidur, merokok berlebihan, atau mengandaikan dirinya berada
pada situasi lain yang menyenangkan.
2) Pengurangan beban masalah (minimization), meliputi usaha smm yang disadari
Untuk tidak memikirkan masalah dan bersikap seolaholah tidak ada sesuatu yang
terjadi.
3) Menyalahkan diri (self blame ), merupakan bentuk smm yang lebihdiarahkan
Kedalam daripada berusaha untuk keluar dari masalah.
4) Pencarian makna (seeking meaning), merupakan usaha pencarian makna
kegagalan yang dialami dan mencoba untuk menemukanjawaban dari masalah
dengan melihat segi-segi penting dalam kehidupan.
Tugas coping
Kedua strategi coping di atas mempunyai lima fungsi tugas coping yang dikenal dengan
istilah coping task, yaitu:
a. Mengurangi kondisi lingkungan yang berbahaya dan meningkatkan prospek untuk
Memperbaikinya.
B. Mentoleransi atau menyesuaikan diri dengan kenyataan yang negatif.
C. Mempertahankan gambaran diri yang positif.
D. Mempertahankan keseimbangan emosional.
E. Melanjutkan kepuasan terhadap hubungannya dengan orang lain.

Faktor-faktor yang mempengaruhi strategi coping
Setiap orang akan mereaksi situasi yang sana dalam bentuk yang berbeda-beda dan
dengan beberapa cara. Faktor-faktor yang mempengaruhi strategi coping antara lain:
A. Jenis kelamin.
B. Umur dan perkembangan
C. Tingkat pendidikan.
D. Stress dan kecemasan.
E. Situasi.
F. Persepsi, intelektual dan kesehatan.
G. Situasi sosial ekonomi
Menurut yanny faktor-faktor yang mempengaruhi coping adalah:
a. Perkembangan kognitif, yaitu bagaimana subyek berpikir dan memahami
kondisinya.
b. Kematangan usia, yaitu bagaimana subyek mengelola emosi, pikiran dan
Perilakunya terhadap masalah yang tengah ia hadapi
c. Urutan kelahiran, yaitu posisi subyek di antara saudara-saudaranya yang
Berpengaruh terhadap karakteristik subyek dalam menilai dirinya sendiri.
d. Moral, yaitu bagaimana subyek memandang sebuah aturan tentang manajemen
Pemilihan ini
E. Pola asuh orang tua, yaitu terkait dengan penerapan disiplin
F. Peran orang tua, yaitu keberadaan orang tua untuk mendampingi anak
G. Habit, yaitu pola kebiasaan subyek
H. Religi, yaitu peran agama dan keyakinan dalam kehidupan subyek
I. Value, yaitu nilai-nilai yang dipegang dan diyakini subyek
J. Pemahaman subyek tentang masalah yang ia hadapi atau pengalaman yang pernah
dialami subyek di masa lalu.
Bagaimana penyakit berhubungan dengan stres ?
seperti dijelaskan di atas individu bervariasi dalam reaksi fisiologis mereka terhadap
stres , dengan beberapa menunjukkan reaktivitas stres yang lebih besar daripada yang lain .
Para peneliti berpendapat bahwa penyakit mungkin manifestasi sosial reaktivitas yang
meningkat ini . Untuk menilai ini , peneliti mengeksplorasi hubungan antara kebencian dan
stres reaktivitas dan melaporkan bahwa orang-orang yang memiliki kebencian yang tinggi
menunjukkan reaktivitas yang lebih besar untuk stres yang melibatkan interaksi orang lain.
Oleh karena itu permusuhan dan stres reaktivitas tampaknya terkait erat . Apa implikasi dari
ini untuk link stres - penyakit ?
Bagaimana kontrol menengahi hubungan stres dengan penyakit?
sejumlah teori telah dikembangkan untuk menjelaskan bagaimana kesehatan
mengontrol pengaruh dan memediasi hubungan antara stres dan penyakit.



Control dan perilaku pencegahan. Ia telah mengemukakan bahwa kontrol yang tinggi
memungkinkan individu untuk mempertahankan gaya hidup sehat dengan percaya
'saya bisa melakukan sesuatu untuk mencegah penyakit'.



Control dan perilaku berikut penyakit. Ini juga telah menyarankan bahwa kontrol
yang tinggi memungkinkan individu untuk mengubah perilaku setelah sakit.
Misalnya, meskipun individu mungkin memiliki status kesehatan yang rendah
menyusul penyakit, jika mereka percaya ada sesuatu yang bisa mereka lakukan
tentang kesehatan mereka mereka akan mengubah perilaku mereka.



Control dan fisiologi. Ia telah mengemukakan bahwa kontrol langsung mempengaruhi
kesehatan melalui perubahan fisiologis.



Control dan tanggung jawab pribadi. Ada kemungkinan bahwa kontrol yang tinggi
dapat menyebabkan perasaan tanggung jawab pribadi dan menyalahkan akibatnya
pribadi dan belajar ketidakberdayaan. Perasaan ini bisa menyebabkan baik untuk tidak
ada perubahan perilaku atau perilaku tidak sehat yang mengakibatkan penyakit.

Asumsi dalam psikologi kesehatan
Penelitian stres menyoroti beberapa asumsi dalam psikologi kesehatan.
1. Masalah pikiran-tubuh . Meskipun banyak penelitian stres meneliti bagaimana pikiran
dapat mempengaruhi tubuh (misalnya penilaian berhubungan dengan pelepasan
hormon stres, dukungan sosial berkaitan dengan menghasilkan penyakit yang
berhubungan dengan stres), bagaimana proses ini terjadi tidak jelas. Selain itu,
meskipun hubungan ini menunjukkan interaksi antara pikiran dan tubuh, mereka
masih mendefinisikan mereka sebagai entitas terpisah yang saling mempengaruhi,
bukan sebagai entitas yang sama.
2. Masalah kemajuan. Hal ini sering diasumsikan bahwa teori-teori terbaru lebih baik
dari teori-teori sebelumnya. Oleh karena itu, model termasuk penilaian, dukungan
sosial adalah lebih baik dibandingkan menggambarkan stres sebagai reaksi spontan
terhadap stressor. Mungkin teori-teori yang berbeda belum tentu lebih baik dari satu
sama lain, tapi hanya cara yang berbeda untuk menggambarkan proses stres.
3. Masalah metodologi. Hal ini diasumsikan bahwa metodologi adalah netral dan
terpisah untuk data yang dikumpulkan. Misalnya, faktor-faktor seperti tahan banting,
self-efficacy dan kontrol ada sebelum mereka diukur. Mungkin, bagaimanapun,
metodologi tidak begitu netral, dan bahwa pertanyaan meminta subyek yang

berkaitan dengan faktor-faktor ini benar-benar mendorong mereka untuk melihat diri
mereka sendiri / dunia dalam hal tahan banting, self-efficacy dan kontrol.
Apa itu nyeri?
nyeri tampaknya memiliki fungsi yang jelas. Nyeri memberikan umpan balik yang
konstan tentang tubuh memungkinkan kita untuk melakukan penyesuaian dengan bagaimana
kita duduk atau tidur. Nyeri sering merupakan tanda peringatan bahwa ada sesuatu yang salah
dan hasil dalam perilaku pelindung seperti menghindari bergerak dengan cara tertentu atau
mengangkat benda berat. Nyeri juga memicu membantu mencari perilaku dan merupakan
alasan umum untuk pasien yang mengunjungi dokter mereka. Nyeri juga memiliki
konsekuensi psikologis dan dapat menghasilkan ketakutan dan kecemasan. Dari perspektif
evolusi karena itu, rasa sakit adalah tanda bahwa tindakan yang diperlukan. Ini berfungsi
untuk menghasilkan perubahan baik dalam bentuk mencari bantuan atau menghindari
aktivitas. Namun, rasa sakit tidak sesederhana itu. Rasa sakit tampaknya tidak memiliki
penyebab yang mendasari dan fungsi untuk menghalangi daripada untuk membantu
seseorang melanjutkan kehidupan mereka. Nyeri seperti memiliki komponen psikologis yang
kuat. Para peneliti membedakan antara nyeri akut dan nyeri kronis. Nyeri akut didefinisikan
sebagai nyeri yang berlangsung selama enam bulan atau kurang. Biasanya memiliki penyebab
didefinisikan dan sebagian besar diobati dengan obat penghilang rasa sakit. Sebuah patah
kaki atau luka bedah adalah contoh dari nyeri akut. Sebaliknya nyeri kronis berlangsung
selama lebih dari enam bulan dan dapat berupa jinak di yang bervariasi dalam tingkat
keparahan atau progresif di bahwa hal itu akan secara bertahap memburuk..
Teori rasa sakit awal dan rasa sakit sebagai sensasi
model awal nyeri dijelaskan nyeri dalam kerangka biomedis sebagai respon
otomatis untuk faktor eksternal. Oleh karena itu ketiga model nyeri menggambarkan nyeri
dengan cara berikut:
 Kerusakan jaringan menyebabkan sensasi nyeri.
 Psikologi terlibat dalam model ini sakit hanya sebagai konsekuensi dari rasa sakit
(misalnya cemas, takut, depresi). Psikologi tidak memiliki pengaruh kausal.
 Sakit adalah respon otomatis ke rangsangan eksternal. Tidak ada tempat untuk
interpretasi atau moderasi.
 Sensasi nyeri memiliki penyebab tunggal.
 Pain dikategorikan menjadi ada baik sakit psikogenik atau nyeri organik. Nyeri
psikogenik dianggap 'semua dalam pikiran pasien' dan label yang diberikan kepada
rasa sakit ketika tidak ada dasar organik dapat ditemukan. Nyeri organik dianggap
sebagai 'sakit nyata' dan label yang diberikan kepada rasa sakit ketika beberapa
cedera yang jelas bisa dilihat.

Peran pengkondisian klasik
penelitian menunjukkan bahwa pengkondisian klasik mungkin memiliki efek pada
persepsi nyeri. Seperti yang dijelaskan oleh teori-teori pembelajaran asosiatif, seorang
individu dapat mengaitkan lingkungan tertentu dengan pengalaman rasa sakit. Sebagai
contoh, jika seorang rekan individu dokter gigi dengan rasa sakit karena pengalaman masa
lalu, persepsi nyeri dapat ditingkatkan ketika menghadiri dokter gigi karena harapan ini.
Selain itu, karena hubungan antara kedua faktor ini, individu mungkin mengalami kecemasan
meningkat ketika menghadiri dokter gigi, yang juga dapat meningkatkan rasa sakit. Meneliti
efek menyajikan penderita migrain dengan kata-kata yang berhubungan dengan nyeri.
Mereka menemukan bahwa presentasi ini meningkat baik kecemasan dan rasa sakit persepsi
dan menyimpulkan bahwa kata-kata menyebabkan perubahan suasana hati, yang
menyebabkan perubahan persepsi subyek sakit. Hal ini dibahas lebih lanjut dalam hal
dampak kecemasan.

Peran mempengaruhi kecemasan
dalam hal nyeri akut, nyeri meningkat kecemasan, pengobatan yang berhasil untuk
rasa sakit kemudian mengurangi rasa sakit yang kemudian menurunkan kecemasan. Hal ini
kemudian dapat menyebabkan penurunan lebih lanjut dalam rasa sakit. Oleh karena itu,
karena relatif mudah dengan yang nyeri akut dapat diobati, kecemasan berkaitan dengan
persepsi nyeri ini dalam hal siklus pengurangan nyeri. Namun, pola yang berbeda untuk nyeri
kronis. Karena pengobatan memiliki sangat sedikit efek pada nyeri kronis, ini meningkatkan
kecemasan, yang selanjutnya dapat meningkatkan rasa sakit. Dalam hal hubungan antara
kecemasan dan rasa sakit kronis, ada siklus kenaikan nyeri.
Takut
banyak orang dengan pengalaman nyeri dapat memiliki rasa takut yang luas dari
peningkatan rasa sakit atau dari sakit yang sedang terjadi dan dapat mengakibatkan mereka
menghindari berbagai macam kegiatan yang mereka anggap berisiko tinggi para peneliti
berpendapat bahwa fungsi sakit dengan menuntut perhatian yang menghasilkan kemampuan
diturunkan untuk fokus pada kegiatan lainnya.
Laporan diri
skala laporan diri dari rasa sakit bergantung pada individu ' pandangan subjektif
sendiri tingkat rasa sakit mereka . Mereka mengambil bentuk sisik analog visual ( misalnya
bagaimana parah adalah rasa sakit anda nilai dari ' tidak sama sekali ' ( 0 ) ke ' sangat '
( 100 ) ? ) , skala verbal ( misalnya jelaskan rasa sakit anda : tidak ada rasa sakit , nyeri
ringan, sedang nyeri , sakit parah , nyeri terburuk) dan deskriptif kuesioner ( misalnya

Mcgill sakit questionnaire . The mpq mencoba untuk mengakses sifat lebih kompleks dari
rasa sakit dan meminta individu untuk menilai rasa sakit mereka dalam tiga dimensi :
sensorik ( misalnya berkedip , berdenyut , mengalahkan ) , afektif ( misalnya menghukum ,
kejam , membunuh ) dan evaluatif ( misalnya mengganggu , menyedihkan , intens ) .
Beberapa langkah-langkah laporan diri juga mencoba untuk mengakses dampak bahwa rasa
sakit adalah memiliki pada individu tingkat fungsi dan bertanya apakah rasa sakit
mempengaruhi individu kemampuan untuk melakukan tugas-tugas sehari-hari seperti
berjalan, duduk dan naik tangga .

Penilaian Observasional
Penilaian observasional mencoba untuk membuat penilaian lebih objektif dari rasa sakit dan
digunakan ketika pasien laporan diri sendiri dianggap tidak dapat diandalkan atau ketika
mereka tidak dapat memberikan mereka . Misalnya , langkah-langkah pengamatan akan
digunakan untuk anak-anak , beberapa penderita stroke dan beberapa pasien yang sakit
parah . Selain itu, mereka dapat memberikan validasi tujuan dari langkah-langkah laporan diri
. Langkah-langkah pengamatan meliputi penilaian terhadap nyeri yang diminta dan
digunakan , perilaku nyeri ( seperti pincang , meringis dan ketegangan otot ) dan waktu yang
dihabiskan tidur dan / atau istirahat .
Tindakan Fisiologis
Kedua tindakan laporan diri dan langkah-langkah pengamatan kadang-kadang dianggap
sebagai tidak bisa diandalkan jika dianggap ' tujuan ' untuk ukuran nyeri . Secara khusus ,
langkah-langkah laporan terbuka untuk bias individu dalam rasa sakit dan pengamatan
tindakan terbuka untuk kesalahan yang dibuat oleh pengamat . Oleh karena itu , langkahlangkah fisiologis kadang digunakan sebagai indeks intensitas nyeri . Langkah-langkah
tersebut meliputi penilaian terhadap peradangan dan tindakan berkeringat , denyut jantung
dan suhu kulit . Namun, hubungan antara tindakan fisiologis dan baik langkah-langkah
pengamatan dan laporan diri sering bertentangan , menimbulkan pertanyaan ' apakah individu
dan penilai keliru tentang fisiologis pengukuran tidak mengukur rasa sakit ? '
Asumsi Dalam Psikologi Kesehatan
Penelitian ke rasa nyeri menyoroti beberapa asumsi yang mendasari psikologi kesehatan .
1 pikiran dan tubuh terpisah. Model awal dari rasa sakit dianggap aspek fisik nyeri nyeri '
nyata' dan dikategorikan sebagai ' organik ' atau ' psikogenik ' . Model seperti
dikonseptualisasikan pikiran dan tubuh sebagai terpisah dan sesuai dengan model dualistik
individu . Model terbaru nyeri telah berusaha untuk mengintegrasikan pikiran dan tubuh
dengan memeriksa rasa sakit sebagai persepsi yang dipengaruhi oleh banyak faktor yang
berbeda . Namun, bahkan dalam model ini pikiran dan tubuh masih dianggap sebagai terpisah
.

2 masalah kemajuan . Selama 100 tahun terakhir , berbagai teori telah dikembangkan untuk
menjelaskan rasa sakit . Hal ini sering diasumsikan bahwa perubahan dalam perspektif
teoritis dari waktu ke waktu merupakan perbaikan dengan teori-teori yang baru ini
mencerminkan pendekatan yang lebih baik untuk kebenaran ' apa rasa sakit benar-benar ada '
. Namun, mungkin teori yang berbeda juga dapat digunakan sendiri sebagai data untuk
menunjukkan bagaimana psikolog berpikir di masa lalu dan bagaimana mereka sekarang
berpikir tentang individu . Misalnya , dalam rasa sakit masa lalu dipandang sebagai respon
pasif terhadap rangsangan eksternal ; oleh karena itu , individu dipandang sebagai penanggap
pasif . Namun, rasa sakit saat semakin dilihat sebagai respon terhadap kontrol diri individu nyeri adalah tanda baik kontrol diri berhasil atau gagal . Oleh karena itu , individu
kontemporer terlihat seperti memiliki kontrol diri , manajemen diri dan penguasaan diri .
Mungkin teori yang berbeda dari waktu ke waktu mencerminkan berbeda ( belum tentu lebih
baik ) versi individualitas .