Ekonomi Moneter dan kebijakan moneter

Pengertian Bunga Dalam Islam

Yusuf Qardawi menyamakan suku bunga dengan riba. Ia menyatakan “bunga yang
diambil oleh penabung di bank adalah riba yang diharamkan, karena riba adalah semua
tambahan yang disyaratkan atas pokok harta.”
seseorang

tanpa

melalui

usaha

[1]

Ia menambahkan: “apa

perdagangan

dan


yang

diambil

tanpa berpayah-payah sebagai

tambahan atas pokok hartanya, maka yang demikian itu termasuk riba.” [2]
Bunga menurut Maulana Muhammad Ali adalah tambahan pembayaran atas jumlah
pokok pinjaman.[3] Sedangkan menurut Al-Jurjani, bunga adalah: “kelebihan/ tambahan
pembayaran tanpa ada ganti rugi/ imbalan yang disaratkan bagi salah seorang dari dua orang
yang berakad (bertransaksi)”[4]
Muhammad Hatta membedakan antara bunga dengan riba. Ia menyatakan bahwa riba
diberlakukan untuk kebutuhan konsumtif. Sedangkan bunga diberlakukan untuk kebutuhan
produktif.[5] Demikian pula istilah usury dan interest, bahwa usury adalah bunga pinjaman yang
sangat

tinggi,

sehingga


melampaui

suku

bunga

yang

diperbolehkan

oleh

hukum.

Sedangkan interest ialah bunga pinjaman yang relatif mudah (kecil). Namun dalam prakteknya,
maulana

Muhammad

Ali


menyatakan

bahwa

sukar

untuk

membedakan

antara usury dan interest sebab pada hakekatnya kedua-duanya memberatkan bagi peminjam.

[6]
Hukum Bunga Bank Dalam Islam

Penetapan telah terjadinya ijma’ ulama tentang keharaman bunga bank bukan
kesimpulan yang bersifat gampangan, tetapi setelah melakukan penelitian yang mendalam
terhadap pendapat semua pakar ekonomi Islam sejak tahun 1970-an hingga saat ini.


[7] Beberapa pendapat diantaranya:
a.

Yusuf Qardawi
Dalam bukunya Fatwa-Fatwa Kontemporer, Yusuf Qardawi menyamakan bunga
dengan riba dan, riba adalah haram. Ia menyatakan: “bunga yang diambil oleh penabung di
bank adalah riba yang diharamkan, karena riba adalah semua tambahan yang disyaratkan
atas pokok harta.”[8]
Dalam

bukunya

yang

lain,

ia

menyatakan


bahwa

Islam

pengembangan uang dengan jalan perdagangan.[9]Seperti firman Allah:

membenarkan

‫ن‬
‫أ‬
‫أ‬
‫أ‬
‫ن‬
‫م‬
ِ‫ذي‬
‫أيِاَأيِ يأهاَ اَل ل إ‬
‫ل إ إلل أ ن‬
‫م ب أي نن أك ك ن‬
‫واَل أك ك ن‬
‫مكنواَ أل ت أأك ككلواَ أ ن‬

‫ن أءاَ أ‬
‫م إباَل نأباَط إ إ‬
‫أ‬
‫أ‬
‫تأ ك‬
‫ه‬
‫قت ككلواَ أ أن ن ك‬
‫م وأأل ت أ ن‬
‫ض إ‬
‫م إإ ل‬
‫ن تإ أ‬
‫كو أ‬
‫ف أ‬
‫ن اَلل ل أ‬
‫سك ك ن‬
‫من نك ك ن‬
‫جاَأرة ة ع أ ن‬
‫ن ت أأراَ ض‬
‫أ‬
َ‫ما‬

‫م أر إ‬
‫كاَ أ‬
‫حي ة‬
‫ن ب إك ك ن‬
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman! Jangan kamu makan harta kamu di antara kamu
dengan cara yang batil, kecuali dengan jalan perdagangan dengan adanya
saling kerelaan dari antara kamu.” (an-Nisa’: 29)

Selanjutnya ia menjelaskan bahwa Islam menutup pintu bagi siapa yang berusaha
akan mengembangkan uangnya itu dengan jalan riba. Seperti firman Allah SWT[10] :

‫أ‬
‫قواَ اَلل ل‬
‫ن‬
َ‫ه وأذ أكروا‬
‫مكنواَ اَت ل ك‬
َ‫ن أءا‬
ِ‫ذي‬
‫ي إ‬
‫ماَ ب أ إ‬

‫يِأاَأيِ يأهاَ اَل ل إ‬
‫ن اَلررأباَ إ إ ن‬
‫أ‬
‫أ‬
‫أ‬
‫م أ‬
‫ق أ‬
‫أ‬
‫ن‬
‫م تأ ن‬
‫ن اَلل لهإ‬
‫ب إ‬
‫مؤ ن إ‬
‫فعأكلواَ فأأذ أكنواَ ب إ أ‬
‫( فأإ إ ن‬278) ‫ن‬
‫ن لأ ن‬
‫م ك‬
‫ك كن نت ك ن‬
‫حنر ض‬
‫م أ‬

‫مإني أ‬
‫أ‬
‫ن وأأل‬
‫مو أ‬
‫سول إهإ وأإ إ ن‬
‫وأأر ك‬
‫م أل ت أظ نل إ ك‬
‫واَل إك ك ن‬
‫سأ ن‬
‫م فأل أك ك ن‬
‫ن ت كب نت ك ن‬
‫م كركءو ك‬
‫م أ‬
279) ‫ن‬
‫مو أ‬
‫)ت كظ نل أ ك‬

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman! Takutlah kepada Allah, dan tinggalkanlah apa yang
tertinggal daripada riba jika kamu benar-benar beriman. Apabila kamu tidak mau
berbuat demikian, maka terimalah peperangan dari Allah dan Rasul-Nya, dan

jika kamu sudah bertobat, maka bagi kamu adalah pokok-pokok hartamu, kamu
tidak boleh berbuat zalim juga tidak mau dizalimi.” (al-Baqarah: 278-279)

b.

Masjfuk Zuhdi[11]
Masjfuk Zuhdi mengemukakan beberapa ayat al-quran yang mengharamkan riba. Seperti
surat ar-rum ayat 39:
‫أ‬
‫ن أز أ‬
‫ه اَلل لهإ فأكأول أئ إ أ‬
‫ك‬
‫س فأأل يِ أنركبو إ‬
‫م إ‬
‫م إ‬
‫ن وأ ن‬
‫دو أ‬
‫ريِ ك‬
‫ج أ‬
‫ماَ أءاَت أي نت ك ن‬

‫عن ند أ اَلل لهإ وأ أ‬
‫ن رإةباَ ل إي أنرب كوأ إفي أ ن‬
‫ماَ أءاَت أي نت ك ن‬
‫وأ أ‬
‫م ن‬
‫واَ إ‬
‫م أ‬
‫م ن‬
‫كاَةض ت ك إ‬
‫ل اَللناَ إ‬
‫ن‬
‫ن‬
‫فو‬
‫ك‬
‫ع‬
‫ض‬
‫م‬
‫ل‬
َ‫ا‬
‫م‬
‫ك ن إ‬
‫أ‬
‫هك ك‬
Artinya: Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta
manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu
berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridaan Allah,
maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan
(pahalanya).

Masjfuk zuhdi menjelaskan bahwa ayat di atas membicarakan masalah riba secara
eksplisit

sehingga

belum

kongkret

melarang

riba.

Ia

menyatakan

ayat

ini

sebagai conditioning, artinya mempersiapkan kondisi ummat agar siap mental untuk

mentaati larangan riba yang akan dikeluarkan. Artinya akan ada ayat yang akan diturunkan
Allah mengenai pengahraman riba. Ayat itu adalah surat ali-imran : 130

‫ن‬
‫أ‬
‫أ‬
‫ة‬
‫ضاَع أ أ‬
‫ف ة‬
‫أيِاَأيِ يأهاَ اَل ل إ‬
‫م أ‬
‫مكنواَ أل ت أأك ككلواَ اَلررأباَ أ ن‬
‫ضأعاَةفاَ ك‬
‫ن أءاَ أ‬
‫ذيِ أ‬
‫ن‬
‫م تك ن‬
‫أواَت ل ك‬
‫حو أ‬
‫فل إ ك‬
‫ه ل أعأل لك ك ن‬
‫قواَ اَلل ل أ‬
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat
ganda dan

bertaqwalah kamu

kepada Allah

supaya kamu

mendapat

keberuntungan.

Dan ayat berikutnya yang secara jelas mengharamkan riba terdapat dalam surat AlBaqarah ayat 287 – 279:

‫أ‬
‫ن‬
‫مكنواَ اَت ل ك‬
ِ‫ذي‬
‫ي إ‬
‫ماَ ب أ إ‬
‫أيِاَأيِ يأهاَ اَل ل إ‬
‫ن اَلررأباَ إ إ ن‬
‫ه وأذ أكرواَ أ‬
‫قواَ اَلل ل أ‬
‫ن أءاَ أ‬
‫م أ‬
‫ق أ‬
‫أ‬
‫ن‬
‫م تأ ن‬
‫مإني‬
‫ن اَلل لهإ‬
‫ب إ‬
‫مؤ ن إ‬
‫فعأكلواَ فأأذ أكنواَ ب إ أ‬
‫( فأإ إ ن‬278) ‫ن‬
‫ن لأ ن‬
‫م ك‬
‫ك كن نت ك ن‬
‫حنر ض‬
‫م أ‬
‫أ‬
‫أ‬
‫ن وأأل‬
‫مو أ‬
‫سول إهإ وأإ إ ن‬
‫وأأر ك‬
‫م أل ت أظ نل إ ك‬
‫واَل إك ك ن‬
‫سأ ن‬
‫م فأل أك ك ن‬
‫ن ت كب نت ك ن‬
‫م كركءو ك‬
‫م أ‬
279) ‫ن‬
‫مو أ‬
‫)ت كظ نل أ ك‬
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman! Takutlah kepada Allah, dan tinggalkanlah apa yang
tertinggal daripada riba jika kamu benar-benar beriman. Apabila kamu tidak mau
berbuat demikian, maka terimalah peperangan dari Allah dan Rasul-Nya, dan
jika kamu sudah bertobat, maka bagi kamu adalah pokok-pokok hartamu, kamu
tidak boleh berbuat zalim juga tidak mau dizalimi.” (al-Baqarah: 278-279)

Menurut Masjfuk Zuhdi ayat ini dapat dipakai menjadi dalil yang mutlak yang dapat dipakai
oleh semua ulama yang mengharamkan bunga/ riba. Karena ayat ini menyatakan sedikit
atau banyak kadar bunga/ riba yang di minta, hukumnya tetap haram.

c.

Wahbahal-Zuhaily
Tidak berbeda dengan 2 pendapat di atas, wahbah as-zulaily menyatakan bahwa
“bungauang atas pinjaman (Qardh) yang di tetapkan dan yang telah berlaku lebih buruk dari
riba yang di haramkan Allah SWT dalam Al-Quran, karena dalam riba tambahan hanya
dikenakan pada saat jatuh tempo. Sedangkan dalam sistembungatambahan sudah
langsung dikenakan sejak terjadi transaksi.[12]

Selain fatwa beberapa ulama di atas, berbagai fatwa majelis fatwa ormas Islam, baik di
Indonesia maupun dunia internasional telah melahirkan suatu asumsi umum bahwa bunga bank
sama dengan riba.

Berikut ini adalah cuplikan dari keputusan – keputusan penting yang berkaitan dengan
pengharaman bunga bank yang dikeluarkan oleh beberapa majelis fatwa ormas Islam:

a.

Fatwa Majelis Ulama Indonesia
Beberapa isi Fatwa MUI no. 1 tahun 2004 adalah sebagai berikut:[13]
1.

Praktek pembungaan uang saat ini telah memenuhi kriteria riba yang terjadi pada
jaman Rasulullah SAW, yaitu Riba Nasi’ah. Dengan demikian, praktek pembungaan
uang ini termasuk salah satu bentuk Riba, dan Riba Haram Hukumnya.

2.

Praktek Penggunaan tersebut hukumnya adalah haram, baik di lakukan olehBank,
Asuransi, Pasar Modal, Pegadaian, Koperasi, Dan Lembaga Keuangan lainnya maupun
dilakukan oleh individu.

b.

Majelis Tarjih Muhammadiyah
Tarjih Muhammadiyah Sidoarjo (1986) memutuskan:

[14]

1.

Riba hukumnya haram sesuai dengan dalil al-Quran dan Sunnah

2.

Bank dengan sistem bunga hukumnya haram dan bank tanpa riba hukumnya halal

3.

Bunga yang diberikan oleh bank – bank milik negara kepada para nasabahnya atau
sebaliknya yang selama ini berlaku, termasuk perkara mutasyabihat

c.

Sidang Organisasi Konferensi Islam (OKI)[15]
Sidang yang dilakukan di Karachi, Pakistan pada Desember 1970, telah menyepakati 2 (dua)
hal utama, yaitu:

1.

Praktik bank dengan sistem bunga tidak sesuai dengan syariah Islam

2.

Perlu segera didirikan bank-bank alternatif yang menjalankan operasinya sesuai dengan
prinsip-prinsip syariah
Hasil kesepakatan inilah yang melatarbelakangi lahirnya bank pembangunan Islam

atau Islamic Development Bank (IDB)

d.

Mufti Negara Mesir

Keputusan Mufti Negara Mesir terhadap hukum bunga bank senantiasa tetap dan konsisten.
Tercatat sekurang-kurangnya sejak tahun 1900 hingga 1989, mufti Negara Republik Arab
Mesir memutuskan bahwa bunga bank termasuk salah satu bentuk riba yang diharamkan
secara syariah.[16]
e.

Konsul Kajian Islam Dunia[17]
Ulama – ulama besar yang tergabung ke dalam Konsul Kajian Islam Dunia (KKID) telah
memutuskan hukum yang tegas terhadap bunga bank. Dalam konferensi II KKID yang
diselenggarakan di universitas al-Azhar, Cairo pada bulan Mei 1965, ditetapkan bahwa tidak
ada sedikitpun keraguan atas keharaman praktik pembungaan uang seperti yang dilakukan
bank – bank konvensional.

Dari penjelasan di atas, jelaslah bahwa hampir semua ulama di Indonesia maupun
dunia secara tidak langsung berpendapat bahwa praktek pembungaan uang yang dilakukan oleh
bank – bank konvensional, dari dahulu sampai sekarang adalah sama dengan riba dan
hukumnya adalah haram.

[1] Yusuf Qardawi, Fatwa-Fatwa Kontemporer, Jakarta: Gema Insani.
[2] Ibid
[3] Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah Kapita Selecta Hukum Islam, Jakarta: Haji
Masagung, 1994, hal. 102

[4] Ibid
[5] Ibid
[6] Ibid, hal. 102-103
[7] Agustianto, Ijma’ Ulama tentang keharaman bunga bank bagian I,
[8] Yusuf Qardawi, Ibid
[9] Yusuf Qardawi, Halal dan Haram Dalam Islam, Jakarta: PT. Bineka Ilmu, 1993,
[10] Ibid
[11] Masjfuk Zuhdi,. Ibid, hal. 104
[12] Pendapat ini di kutip dari kajian dewan fatwa Majelis Ulama Indonesia No. 01
Tahun 2004 Tentang Bunga, www.mui.go.id,

[13] Fatwa MUI No. 01 tahun 2004 tentang Bunga, http://www.mui.go.id,
[14] Muhammad Syafei Antonio, Bank Syariah: Dari Teori ke Praktek, Cet. 1,Jakarta:
Gema Insani Press, 2001. hal. 63

[15] Ibid., hal. 67

[16] Ibid., hal. 67 – 68
[17] Ibid.