PENYAKIT DIARE DAN ISPA

BAHAN AJAR PENYAKIT DIARE DAN ISPA

Nurun Nikmah, SST., M.Kes Ervi Suminar, S.Kep., Ns., M.Si

Penerbit

STKIP PGRI Bangkalan

Jl. Soekarno-Hatta No. 52 Telp/Fax (031) 3092325 Bangkalan 69116 Website: www.press.stkippgri-bkl.ac.id

BAHAN AJAR PENYAKIT DIARE DAN ISPA

Copyright©2018

Penulis

Nurun Nikmah, SST., M.Kes Ervi Suminar, S.Kep., Ns., M.Si

Desain Sampul

Fathiyaturrohmah

Editor

Muharromah Mushaddaq Istiana Husen

Penanggung Jawab

Sakrim, M.Pd.

Tata Letak

Moh Ridlwan

Halaman: iv + 54 Ukuran: 14,8 cm x 21 cm Cetakan Pertama: Oktober 2018

ISBN 978-602-51778-5-9

Penerbit

STKIP PGRI Bangkalan

Jl. Soekarno-Hatta No.52 e-mail: stkippress@gmail.com Website: www.press.stkippgri-bkl.ac.id

Isi di luar tanggung jawab penerbit

Lingkup Hak Cipta Pasal 1

Hak cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diw ujudkan

dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Ketentuan Pidana

Pasal 113

1) Setiap orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

2) Setiap orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (li ma ratus juta rupiah).

3) Setiap orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Pengguna Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

4) Setiap orang yang memebuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, sehingga penulis dapat menyelesaikan dan menerbitkan Buku Ajar Diare dan ISPA. Buku ini merupakan penunjang mahasiswa pada pembelajaran tentang penatalaksanaan Diare dan ISPA. Buku ini diharapkan dapat memenuhi mahasiswa kebidanan dan keperawatan dalam memahami tentang penatalaksanaan Diare dan ISPA.

Tujuan penyusunan buku ajar ini yaitu membantu para pengajar atau dosen dan mahasiswa kesehatan dalam melaksanakan proses belajar mengajar yang efektif.

Mudah-mudahan dengan diterbitkannya buku ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan dapat dijadikan pendorong bagi para dosen untuk berkarya nyata dalam penyusunan buku-buku sesuai dengan bidang ilmu yang ditekuninya.

Penulis sangat terbuka untuk menerima kritik dan saran perbaikan terhadap isi buku ini. Akhirnya kami mengucapkan terimakasih dan penghargaan kepada semua pihak terkait yang telah memberikan bantuan dalam penyusunan buku ini.

Bangkalan, Oktober 2018

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman Judul (i) Kata Pengantar (ii) Daftar Isi (iii)

BAB 1 Konsep Diare

1. Pengertian Diare (1) 2. Klasifikasi Diare (2) 3. Faktor-faktor terjadinya Diare (3) 4. Gejala Diare (6)

5. Patofisiologis Diare (7) 6. Komplikasi Diare (8) 7. Penatalaksanaan Diare (8) 8. Penatalaksanaan Diare Akut (9)

9. LINTAS Diare (Lima Langkah Tuntas Diare) (10) 10. Pencegahan diare (14)

BAB 2 Konsep ISPA

1. Pengertian ISPA (16) 2. Etiologis ISPA (18) 3. Patogenesis ISPA (18) 4. Gejala ISPA (20) 5. Klasifikasi ISPA (22) 6. Cara penularan ISPA (23)

7. Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian ISPA (24)

8. Diagnosa ISPA (24) 9. Penatalaksanaan ISPA (25) 10. Perawatan dirumah (26) 11. Pencegahan dan Pemberantasan ISPA (27)

BAB 3 Hasil Penelitia n tentang “Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian ISPA dan Kejadian Diare pada Balita” (30)

Daftar Pustaka (52)

BAB 1 DIARE

TIK: Mahasiswa mampu mengetahui tentang:

1. Pengertian Diare

2. Klasifikasi Diare

3. Faktor-faktor terjadinya Diare

4. Gejala Diare

5. Patofisiologis Diare

6. Komplikasi Diare

7. Penatalaksanaan Diare

8. Penatalaksanaan Diare Akut

9. LINTAS Diare (Lima Langkah Tuntas Diare)

10. Pencegahan Diare

1. Pengertian Diare

a. Diare adalah defekasi encer lebih dari tiga kali sehari, dengan atau tanpa darah dan atau lendir dalam feses. Secara epidemologik, biasanya diare didefinisikan sebagai pengeluaran feses lunak atau cair tiga kali sehari atau lebih dalam sehari. (Sodikin, 2011)

b. Neonatus dinyatakan diare bia frekuensi buang air besar sudah lebih dari 4 kali. Sedangkan untuk bayi berumur lebih dari satu bulan dan anak dikatakan diare bila frekuensinya lebih dari 3 kali dalam 24 jam. (FKUI, 2008)

c. Diare (bahasa Inggris: diarrhea) adalah sebuah penyakit di saat tinja atau feses berubah menjadi lembek atau cair yang biasanya terjadi paling sedikit tiga kali dalam

24 jam. (World Health Organization, 2009) 24 jam. (World Health Organization, 2009)

e. Diare (bahasa Inggris: diarrhea) adalah sebuah penyakit di saat tinja atau feses berubah menjadi lembek atau cair yang biasanya terjadi paling sedikit tiga kali dalam

24 jam. ("Diarrhoea: Why children are still dying and what can be done ", World Health Organization).

(image: http://doktersehat.com/diare-pada-anak-dan-balita/)

2. Klasifikasi Diare

Klasifikasi diare berdasarkan waktu diare terdiri dari :

a. Diare Akut Diare akut adalah diare yang terjadi sewaktu- waktu, berlangsung kurang dari 14 hari, dengan pengeluaran tinja lunak atau cair yang dapat atau tanpa disertai lendir dan darah. (Ernawati, 2012)

b. Diare Persisten Diare persisten adalah diare yang pada mulanya akut, tetapi berlangsung lebih dari 14 hari. Jika terdapat dehidrasi sedang atau berat diklasifikasikan sebagai berat atau kronik. Diare persisten menyebabkan kehilangan berat badan karena pengeluaran volume b. Diare Persisten Diare persisten adalah diare yang pada mulanya akut, tetapi berlangsung lebih dari 14 hari. Jika terdapat dehidrasi sedang atau berat diklasifikasikan sebagai berat atau kronik. Diare persisten menyebabkan kehilangan berat badan karena pengeluaran volume

c. Diare Kronis

Diare kronis adalah diare yang berlanjut lebih dari 2 minggu, disertai dengan kehilangan berat badan atau tidak bertambah berat badannya. (Sodikin, 2011)

d. Diare Malnutrisi Berat Diare malnutrisi berat disebabkan karena infeksi. Infeksi dapat menyebabkan anak mengalami malnutrisi karena selama sakit,mengalami infeksi, anak mengalami penurunan asupan makanan, gangguan pertahanan dan fungsi imun (Kuntari, 2013).

3. Faktor-Faktor Terjadinya Diare

a. Faktor Infeksi

1) Infeksi enteral adalah infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab utama diare pada anak. Meliputi infeksi enteral sebagai berikut:

a) Infeksi bakteri: Vibrio, E.coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter,

Aeromonas dan sebagainya.

Yersinia, Yersinia,

c) Infeksi

Cacing (Ascaris, Strongyloides) Protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis) , Jamur (Candida albicans)

parasite

2) Infeksi parenteral ialah infeksi di luar alat pencernaan makanan seperti : otitis media akut (OMA),

tonsilofaringitis, bronkopneumonia, ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur di bawah 2 tahun.

tonsillitis

atau

b. Faktor Malabsorbsi

1) Malabsorbsi karbohidrat adalah disakarida (intoleransi laktosa, membran dan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa, dan galaktosa). Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering intoleransi laktosa)

2) Malabsorbsi lemak

3) Malabsorbsi protein Menunda pemberian makanan padat memberikan

kesempatan pada system pencernaan bayi untuk berkembang menjadi lebih matang. Biasanya bayi siap untuk

baik secara pertumbuhan maupun secara psokologis, pada usia 6-9 bulan. Bila makanana padat sudah mulai diberikan sebelum system pencernaan bayi siap untuk menerimanya, maka makanan tersebut tidak dapat dapat dicerna dengan baik dan dapat menyebabkan reaksi yang tidak menyenangkan (gangguan

makan-makanan

padat,

pencernaan, timbulnya gas, konstipasi) tubuh bayi belum memiliki protein pencernaan yang lengkap. Asam lambung dan pepsin dibuang pada saat kelahiran dan bari dalam 3 sampai 4 bulan terakhir jumlahnya meningkat mendekati jumlah orang dewasa. Amylase, enzim yang diproduksi oleh pancreas belum mencapai jumalh yang cukup untuk mencernakan makanan kasar sampai usia sekitar 6 bulan. Dan enzim pencerna karbohidrat seperti maltase, isomaltase dan sukrase sebelum mencapai level orang dewasa sebelum 7 bulan. Bayi juga memiliki jumlah lipase dan bilesats dalam jumlah yang sedikit, sehingga pencernaan lemak belum mencapai level orang dewasa sebelum 6-9 bulan.

c. Faktor Makanan

Makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.

1) Faktor psikologis; Rasa takut dan cemas (jarang, tetapi dapat terjadi pada saat anak yang lebih besar).

2) Tidak memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan; Risiko menderita diare berat beberapa kali lebih besar pada bayi yang tidak mendapatkan ASI dibandingkan bayi yang mendapat ASI eksklusif. Risiko kematian karena diare juga lebih besar.

3) Menggunakan botol susu yang tidak bersih; Penggunaan botol ini memudahkan pencermaran oleh kuman yang berasal dari feses dan sukar dibersihkan. Sewaktu-waktu dimasukkan kedalam susu di masukkan ke dalam botol yang tidak bersih, terjadi kontaminasi kuman dan bila tidak segera 3) Menggunakan botol susu yang tidak bersih; Penggunaan botol ini memudahkan pencermaran oleh kuman yang berasal dari feses dan sukar dibersihkan. Sewaktu-waktu dimasukkan kedalam susu di masukkan ke dalam botol yang tidak bersih, terjadi kontaminasi kuman dan bila tidak segera

4) Menyimpan makanan matang pada suhu kamar; Penyimpanan yang sudah dimasak untuk digunakan kemudian memudahkan

pencemaran, salah satunya melalui kontak dengan permukaan peralatan yang terpajan. Jika makanaan disimpan beberapa jam pada suhu kamar, kuman dapat berkembang biak di dalamnya.

5) Menggunakan air minum tercemar bakteri yang berasal dari feses; Air mungkin terpajan pada sumbernya atau pada saat disimpan dirumah. Pencemaran dirumah dapat terjadi jika tempat penyimpanan tidak tertutup atau jika tangan tercemar kuman saat kontak dengan air sewaktu mengambil dari tempat penyimpanan.

6) Tidak mencuci tangan sesudah membuang air besar, sesudah membuang feses, atau sebelum memasak makanan.

7) Membuang feses (termasuk feses bayi) dengan tidak benar. (Sodikin, 2011).

4. Gejala Diare

a. Dehidrasi

b. Gelisah

c. Mata cekung

d. Nadi cepat

e. Pernafasan cepat.

f. Ubun- ubun cekung

g. Berat badan turun

5. Patofisiologis Diare

a. Gangguan Osmotic Makanan atau zat yang tidak dapat diserap menyebabkan tekanan osmotic dalam rongga usus meninggi terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, hal ini menyebabkan isi rongga usus berlebihan

merangsang usus mengeluarkannya (diare).

sehingga

b. Gangguan Sekresi Toksin pada dinding usus meningkat sekresi air dan elektrolit kedalam usus, peningkatan isi rongga usus merangsang usus untuk mengeluarkannya.

c. Gangguan Motalitas Usus Hiperperistaltik

berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan atau peristaltic yang menurun menyebabkab bakteri tumbuh berlebihan menyebabkan peradangan pada rongga usus sehingga sekresi air dan elektrilit meningkat. Hal ini menyebabkan absorsi rongga usus menurun sehingga terjadilah diare (Erich, 2008)

menyebabkan

d. Gambaran Klinis Mula-mula bayi dan anak menjadi cengeng, gelisah, suhu tubuh meningkat, nafsu makan menurun atau tidak ada, kemudian timbul diare.Tinja cair, mungkin disertai lendir dan darah.Warna tinja makin lama berubah kehijauan karena bercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya timbul lecet karena sering defekasi dan tinja makin lam makin asam sebagai akibat makin banyak asam laktat yang berasal dari laktosa yang tidak diabsorbsi oleh usus selama diare (Ngastiyah, 1997).

Gejala muntah dapat timbul sebelum atau sesudah diare dan dapat disebabkan karena lambung turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit. Bila pasien telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit, gejala dehidrasi mulai tampak yaitu berat badan turun, gelisah, nadi cepat, pernafasan cepat,ubun-bubun besar cekung, tonus dan turgor agak berkurang, mata cekung. Bedasarkan banyak cairan yang hilang dapat dibagi menjadi dehidrasi ringan, sedang, dan berat. Dan berdasarkan tonisitas plasma dibagi menjadi dehidrasi isotonic, hipotonik, hipertonik (Sodikin, 2011)

6. Komplikasi Diare

a. Dehidrasi

b. Renjatan hipovolemik

c. Hipokalemia

d. Hipoglikemia

e. Intoleransi laktosa sekunder

f. Kejang

g. Malnutrisi

7. Penatalaksaan Diare

Menurut Sodikin, M.Kes 2011

a. Diare cair membutuhkan pergantian dan elektrolit tanpa menimbang etiologinya.

b. Makanan harus terus diberikan, bahkan harus ditingkatkan selama diare untuk menghindarkan efek buruk pada status gizi.

c. Antiparasit tidak boleh digunakan secara rutin karena tidak bermanfaat pada kebanyakan kasus, c. Antiparasit tidak boleh digunakan secara rutin karena tidak bermanfaat pada kebanyakan kasus,

1) Disentri yang harus diobati dengan antimikroba yang efektif untuk shigella. Penderita yang tidak

berespons terhadap pengobatan ini harus dikaji lebih lanjut atau diobati untuk kemungkinan amoebiasis

2) Suspek kolera dengan dehidrasi berat

3) Diare persisten, jika ditemukan tropoziot atau kista G.Lamblia atau tropozit E. histolitica pada feses atau cairan usus, atau bila bakteri pathogen usus ditemukan dalam kultur feses.

8. Penatalaksanaan Diare Akut

a. Penggunaan rehidrasi elektrolit seimbang pada orang tua dengan diare berat atau setiap pelancong dengan kolera seperti diare cair dianjurkan. Kebanyakan individu dengan diare akut atau gastroenteritis dapat mengikuti cairan cairan dan garam dengan konsumsi air, jus, minuman olahraga, sup, dan biskuit asin.

b. Penggunaan probiotik atau prebiotik untuk pengobatan diare akut pada orang dewasa tidak dianjurkan, kecuali dalam kasus penyakit terkait postantibiotic.

c. Bismuth subsalicylates dapat diberikan untuk mengontrol tingkat pengeluaran tinja dan dapat membantu wisatawan, berfungsi lebih baik selama serangan ringan sampai sedang penyakit.

d. Pada pasien yang menerima antibiotik untuk diare, terapi loperamide tambahan harus diberikan untuk mengurangi durasi diare dan meningkatkan kesempatan untuk menyembuhkan.

e. Penggunaan antibiotik untuk diare yang didapat dari masyarakat harus dihindari karena studi epidemiologi menunjukkan bahwa sebagian besar diare yang didapat oleh masyarakat adalah virus asal (norovirus, rotavirus, dan adenovirus) dan tidak diperpendek dengan penggunaan antibiotik.

9. LINTAS Diare ( Lima Langkah Tuntaskan Diare )

a. Berikan Oralit Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah tangga dengan memberikan oralit osmolaritas rendah, dan bila tidak tersedia berikan cairan rumah tangga seperti air tajin, kuah sayur, air matang. Oralit saat ini yang beredar di pasaran sudah oralit yang baru dengan osmolaritas yang rendah, yang dapat mengurangi rasa mual dan muntah. Oralit merupakan cairan yang terbaik bagi penderita diare untuk mengganti cairan yang hilang. Bila penderita tidak bisa minum harus segera di bawa ke sarana kesehatan untuk mendapat pertolongan cairan melalui infus.

Derajat dehidrasi dibagi dalam 3 klasifikasi :

1) Diare tanpa dehidrasi Tanda diare tanpa dehidrasi, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih :

a) Keadaan Umum : baik

b) Mata : Normal

c) Rasa haus : Normal, minum biasa

d) Turgor kulit : kembali cepat Dosis oralit bagi penderita diare tanpa dehidrasi sbb:

a) Umur < 1 tahun : ¼ - ½ gelas setiap kali anak mencret a) Umur < 1 tahun : ¼ - ½ gelas setiap kali anak mencret

c) Umur diatas 5 Tahun : 1 – 1½ gelas setiap kali anak mencret

2) Diare dehidrasi Ringan/Sedang Diare dengan dehidrasi Ringan/Sedang, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih:

a) Keadaan Umum : Gelisah, rewel

b) Mata : Cekung

c) Rasa haus : Haus, ingin minum banyak

d) Turgor kulit : Kembali lambat 20 Dosis oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75 ml/ kg bb dan selanjutnya diteruskan dengan pemberian oralit seperti diare tanpa dehidrasi.

3) Diare dehidrasi berat Diare dehidrasi berat, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih:

a) Keadaan Umum : Lesu, lunglai, atau tidak sadar

b) Mata : Cekung

c) Rasa haus : Tidak bisa minum atau malas minum

d) Turgor kulit : Kembali sangat lambat (lebih dari

2 detik) Penderita diare yang tidak dapat minum harus segera dirujuk ke Puskesmas untuk di infus.

b. Berikan obat Zinc Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh. Zinc dapat menghambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide Synthase), dimana ekskresi enzim ini meningkat selama diare dan mengakibatkan hipersekresi epitel usus. Zinc juga berperan dalam epitelisasi dinding usus yang b. Berikan obat Zinc Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh. Zinc dapat menghambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide Synthase), dimana ekskresi enzim ini meningkat selama diare dan mengakibatkan hipersekresi epitel usus. Zinc juga berperan dalam epitelisasi dinding usus yang

Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan tingkat keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi volume tinja, serta menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan berikutnya.(Black, 2003). Penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa Zinc mempunyai efek protektif terhadap diare sebanyak 11 % dan menurut hasil pilot study menunjukkan bahwa Zinc mempunyai tingkat hasil guna sebesar 67 % (Hidayat 1998 dan Soenarto 2007). Berdasarkan bukti ini semua anak diare harus diberi Zinc segera saat anak mengalami diare.

Dosis pemberian Zinc pada balita:

1. Umur < 6 bulan : ½ tablet ( 10 Mg ) per hari selama

10 hari

2. Umur > 6 bulan : 1 tablet ( 20 mg) per hari selama 10 hari.

Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti. Cara pemberian tablet zinc : Larutkan tablet dalam 1 sendok makan air matang atau ASI, sesudah larut berikan pada anak diare.

c. Pemberian ASI / Makanan : Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi pada penderita terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah berkurangnya berat badan. Anak yang masih minum Asi harus lebih sering di beri ASI. Anak yang minum susu formula juga diberikan lebih sering dari biasanya. Anak uis 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah mendapatkan makanan padat harus diberikan makanan c. Pemberian ASI / Makanan : Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi pada penderita terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah berkurangnya berat badan. Anak yang masih minum Asi harus lebih sering di beri ASI. Anak yang minum susu formula juga diberikan lebih sering dari biasanya. Anak uis 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah mendapatkan makanan padat harus diberikan makanan

d. Pemberian Antibiotika hanya atas indikasi Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya kejadian diare pada balita yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotika hanya bermanfaat pada penderita diare dengan darah (sebagian besar karena shigellosis), suspek kolera. Obat-obatan Anti diare juga tidak boleh diberikan pada anak yang menderita diare karena terbukti tidak bermanfaat. Obat anti muntah tidak di anjurkan kecuali muntah berat. Obat-obatan ini tidak mencegah dehidrasi ataupun meningkatkan status gizi anak, bahkan sebagian besar menimbulkan efek samping yang bebahaya dan bisa berakibat fatal. Obat anti protozoa digunakan bila terbukti diare disebabkan oleh parasit (amuba, giardia).

e. Pemberian Nasehat Ibu atau pengasuh yang berhubungan erat dengan balita harus diberi nasehat tentang :

1. Cara memberikan cairan dan obat di rumah

2. Kapan harus membawa kembali balita ke petugas kesehatan bila :

a) Diare lebih sering

b) Muntah berulang

c) Sangat haus

d) Makan/minum sedikit

e) Timbul demam

f) Tinja berdarah

g) Tidak membaik dalam 3 hari.

10. Pencegahan Diare

a. Memberikan ASI eksklusif kepada bayi usia 4-6 bulan.

b. Menghindari penggunaan susu botol

c. Memperbaiki cara penyiapan dan penyimpanan makanan pendamping ASI (untuk mengurangipajanan ASI terhadap bakteri dan perkembangbiaka bakteri).

d. Menggunakan air bersih untuk minum.

e. Mencuci tangan denga baik sesudah buang air besar dan setelah membuang feses bayi, serta sebelum menyiapkan makanan atau sebelum makan.

f. Membuang feses (termasuk feses bayi) secara benar.

g. Konseling tingkat pasien pada pencegahan infeksi enterik akut tidak dianjurkan secara rutin tetapi dapat dipertimbangkan dalam kontak individu atau dekat dari individu yang berisiko tinggi untuk komplikasi.

h. Individu harus menjalani konseling pretravel mengenai menghindari makanan / minuman berisiko tinggi untuk mencegah diare.

i. Cuci tangan yang sering dan efektif dan pembersih tangan berbahan dasar alkohol memiliki nilai terbatas dalam mencegah sebagian besar pendeerita diare tetapi mungkin berguna di mana patogen dosis rendah bertanggung jawab untuk penyakit seperti contoh selama jatuhnya kapal pesiar infeksi norovirus, wabah institusional, atau pencegahan diare endemic (Riddle, 2016).

(image: http://alditakhairunisa.blogspot.co.id/2012/10/diare.html)

BAB 2

Infeksi Saluran Pernafasan Akut

( ISPA )

TIK: Mahasiswa mampu mengetahui tentang:

1. Pengertian ISPA

2. Etiologis ISPA

3. Patogenesis ISPA

4. Gejala ISPA

5. Klasifikasi ISPA

6. Cara penularan ISPA

7. Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian ISPA

8. Diagnosa ISPA

9. Penatalaksanaan ISPA 10.Perawatan dirumah 11.Pencegahan dan Pemberantasan ISPA

1. Pengertian ISPA

Infeksi Saluran Pernapasan Atas dalam bahasa Indonesia

sebagai ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Atas) atau URI (Upper Respiratory Tract Infection ) dalam bahasa Inggris adalah penyakit yang diakibatkan adanya infeksi pada sistem pernapasan atas.

a. Menurut Depkes (2004) infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan istilah yang diadaptasi dari istilah bahasa inggris Acute Respiratory Infections (ARI) . Istilah ISPA meliputi tiga unsur penting yaitu infeksi, saluran pernafasan, dan akut. Dengan pengertian sebagai berikut: Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga a. Menurut Depkes (2004) infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan istilah yang diadaptasi dari istilah bahasa inggris Acute Respiratory Infections (ARI) . Istilah ISPA meliputi tiga unsur penting yaitu infeksi, saluran pernafasan, dan akut. Dengan pengertian sebagai berikut: Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga

b. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah Infeksi akut yang menyerang salah satu bagian/lebih dari saluran napas mulai hidung sampai alveoli termasuk adneksanya (sinus, rongga telinga tengah, pleura). (Kemenkes RI, 2011).

(image : https://halosehat.com/penyakit/ispa/9-penyebab-ispa-pada-

anak-dan-dewasa)

2. Etiologi ISPA

Etiologi ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia. Bakteri penyebabnya antara lain dari genus Streptococcus, Stafilococcus, Pnemococcus, Hemofilus, Bordetella dan Corinebakterium. Virus penyebabnya antara lain golongan Micsovirus, Adenovirus, Coronavirus, Picornavirus, Micoplasma, Herpesvirus (Depkes RI, 2004).

3. Patogenesis ISPA

Menurut Baum (1974), saluran pernapasan selama hidup selalu terpapar dengan dunia luar sehingga guna mengatasinya dibutuhkan suatu sistem pertahanan yang efektif dan efisien. Ketahanan saluran pernapasan terhadap infeksi mauapun partikel dan gas yang ada di udara amat tergantung pada tiga unsur alami yang selalu terdapat pada orang sehat, yaitu:

a. Keutuhan epitel mukosa dan gerak mukosilia.

b. Makrofag alveoli terjadi.

c. Antibodi setempat. Sudah menjadi suatu kecenderungan bahwa infeksi bakteri mudah terjadi pada saluran napas yang sel-sel epitel mukosanya rusak, akibat infeksi terdahulu. Selain itu, hal-hal yang dapat menggangu keutuhan lapisan mukosa dan gerak silia adalah:

a. Asap rokok dan gas SO ₂ yang merupakan polutan

utama dalam pencemaran udara

b. Sindrom immotil.

c. Pengobatan dengan O ₂ konsentrasi tinggi (25 % atau lebih).

Makrofag banyak terdapat di alveolus dan akan dimobilisasikan ke tempat lain bila terjadi infeksi. Asap Makrofag banyak terdapat di alveolus dan akan dimobilisasikan ke tempat lain bila terjadi infeksi. Asap

alkohol akan menurunkan mobilitas sel-sel ini (Baum,1974). Antibodi setempat yang ada pada saluran pernapasan ialah imunoglobulin A (IgA).Antibodi ini banyak terdapat di mukosa. Kekurangan antibodi ini akan

bakteri,

sedangkan

infeksi saluran pernapasan, seperti yang sering terjadi pada anak. Mereka dengan defisiensi IgA akan mengalami hal yang serupa dengan penderita yang mengalami imunodefisiensi lain, seperti penderita yang mendapat terapi sitostatik atau radiasi, penderita dengan neoplasma yang ganas dan lain-lain (immunocompromised host ) (Baum,1974). Menurut Baum (1974) gambaran klinik radang yang disebabkan oleh infeksi sangat tergantung Pada:

memudahkan

terjadinya

1) Karakteristik inokulum meliputi ukuran aerosol, jumlah dan tingkat virulensi jasad renik yang masuk.

2) Daya tahan tubuh seseorang tergantung pada utuhnya sel epitel mukosa, gerak mukosilia, makrofag alveoli dan IgA.

3) Umur mempunyai pengaruh besar. ISPA yang terjadi pada anak dan bayi akan memberikan gambaran klinis yang lebih buruk bila dibandingkan dengan orang dewasa. Gambaran klinis yang buruk dan tampak lebih berat tersebut terutama disebabkan oleh infeksi virus pada bayi dan anak yang belum memperoleh kekebalan alamiah. (Baum,1974 dalam Alsagaff, 2009).

4. Gejala ISPA

Penyakit ISPA adalah penyakit yang sangat menular, hal ini timbul karena menurunnya sistem kekebalan atau daya tahan tubuh, misalnya karena kelelahan atau stres. Pada stadium awal, gejalanya berupa rasa panas, kering dan gatal dalam hidung, yang kemudian diikuti bersin terus menerus, hidung tersumbat dengan ingus encer serta demam dan nyeri kepala. Permukaan mukosa hidung tampak merah dan membengkak.Infeksi lebih lanjut membuat sekret menjadi kental dan sumbatan di hidung bertambah. Bila tidak terdapat komplikasi, gejalanya akan berkurang sesudah 3-5 hari. Komplikasi yang mungkin terjadi adalah sinusitis, faringitis, infeksi telinga tengah, infeksi saluran tuba eustachii, hingga bronkhitis dan pneumonia (radang paru) (Halim, 2000).

Penyakit pada saluran pernafasan mempunyai gejala yang berbeda yang pada dasarnya ditimbulkan oleh iritasi, kegagalan mucociliary transport, sekresi lendir yang berlebihan dan penyempitan saluran pernafasan. Tidak semua penelitian dan kegiatan program memakai gejala gangguan pernafasan yang sama. Misalnya untuk menentukan infeksi saluran pernafasan, WHO menganjurkan pengamatan terhadap gejala-gejala, kesulitan bernafas, radang tenggorok, pilek dan penyakit pada telinga dengan atau tanpa disertai demam.Efek pencemaran terhadap saluran pernafasan memakai gejala-gejala penyakit pernafasan yang meliputi radang tenggorokan, rinitis, bunyi mengi dan sesak nafas (Robertson, 1984 dalam Purwana, 1992).

Dalam hal efek debu terhadap saluran pernafasan telah terbukti bahwa kadar debu berasosiasi dengan Dalam hal efek debu terhadap saluran pernafasan telah terbukti bahwa kadar debu berasosiasi dengan

Menurut Putranto (2007), faktor yang mendasari timbulnya gejala penyakit pernafasan :

a. Batuk Timbulnya gejala batuk karena iritasi partikulat adalah jika terjadi rangsangan pada bagian-bagian peka saluran pernafasan, misalnya trakeobronkial, sehingga timbul

dalam saluran pernafasan.Batuk timbul sebagai reaksi refleks saluran pernafasan terhadap iritasi pada mukosa saluran pernafasan dalam bentuk pengeluaran udara (dan lendir) secara mendadak disertai bunyi khas.

sekresi

berlebih

b. Dahak Dahak terbentuk secara berlebihan dari kelenjar lendir (mucus glands) dan sel goblet oleh adanya stimuli, misalnya yang berasal dari gas, partikulat, alergen dan mikroorganisme infeksius. Karena proses inflamasi, di

samping dahak dalam saluran pernafasan juga terbentuk cairan eksudat berasal dari bagian jaringan yang berdegenerasi.

c. Sesak nafas Sesak nafas atau kesulitan bernafas disebabkan oleh aliran udara dalam saluran pernafasan karena

penyempitan.Penyempitan dapat terjadi karena saluran pernafasan menguncup, oedema atau karena sekret yang menghalangi arus udara.Sesak nafas dapat ditentukan dengan menghitung pernafasan dalam satu menit.

d. Bunyi mengi Bunyi mengi merupakan salah satu tanda penyakit

pernafasan yang turut diobservasikan dalam penanganan infeksi akut saluran pernafasan.

e. Berdasarkan studi kasus yang dilakukan di Desa Kibera Lindi, Nairobi, Kenya, mayoritas anak-anak ini mengalami batuk, pilek, dan demam. Penarikan dada dan kesulitan bernapas tidak umum terjadi pada anak- anak. Selain infeksi saluran pernafasan akut, anak-anak juga menderita sakit seperti diare, muntah, menolak makan, dan infeksi kulit (Sikolia, 2002).

5. Klasifikasi ISPA (WHO, 2003)

a. Klasifikasi Berdasarkan Umur

1) Kelompok umur < 2 bulan, diklasifikasikan atas :

a) Pneumonia berat: bila disertai dengan tanda- tanda klinis seperti berhenti menyusu (jika sebelumnya menyusu dengan baik), kejang, rasa kantuk yang tidak wajar atau sulit bangun, stridor pada anak yang tenang, mengi, demam (38ºC atau lebih) atau suhu tubuh yang rendah (di bawah 35,5 ºC), pernafasan cepat 60 kali atau lebih per menit, penarikan dinding dada berat, sianosis sentral(pada lidah), serangan apnea, distensi abdomen dan abdomen tegang.

b) Bukan pneumonia: jika anak bernafas dengan frekuensi kurang dari 60 kali per menit dan tidak terdapat tanda pneumonia seperti diatas.

2) Kelompok umur 2 bulan - < 5 tahun, diklasifikasikan atas :

a) Pneumonia sangat berat: batuk atau kesulitan bernafas yang disertai dengan sianosis sentral, a) Pneumonia sangat berat: batuk atau kesulitan bernafas yang disertai dengan sianosis sentral,

b) Pneumonia berat: batuk atau kesulitan bernafas dan penarikan dinding dada tetapi tidak disertai sianosis sentral dan dapat minum.

c) Pneumonia: batuk (atau kesulitan bernafas) dan pernafasan cepat tanpa penarikan dinding dada.

d) Bukan pneumonia (batuk pilek biasa): batuk (atau kesulitan bernafas) tanpa pernafasan cepat atau penarikan dinding dada.

e) Pneumonia persisten: anak dengan diagnosis pneumonia tetap sakit walaupun telah diobati selama 10-14 hari dengan dosis antibiotik yang adekuat dan antibiotik yang sesuai, biasanya terdapat penarikan dinding dada, frekuensi pernafasan yang tinggi, dan demam ringan.

b. Klasifikasi Berdasarkan Lokasi Anatomi

1) Infeksi Saluran Pernafasan atas Akut (ISPA) Infeksi yang menyerang hidung sampai bagian faring, seperti pilek, otitis media, faringitis.

2) Infeksi Saluran Pernafasan bawah Akut (ISPbA)

Infeksi yang menyerang mulai dari bagian epiglotis atau laring sampai dengan alveoli, dinamakan sesuai dengan organ saluran nafas, seperti epiglotitis, laringitis, laringotrakeitis, bronkitis, bronkiolitis, pneumonia.

6. Cara Penularan Penyakit ISPA

Penularan penyakit ISPA dapat terjadi melalui udara yang telah tercemar, bibit penyakit masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan, maka penyakit ISPA termasuk golongan Air Borne Disease.Penularan melalui udara Penularan penyakit ISPA dapat terjadi melalui udara yang telah tercemar, bibit penyakit masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan, maka penyakit ISPA termasuk golongan Air Borne Disease.Penularan melalui udara

7. Faktor-Faktor yang mempengaruhi ISPA

Berdasarkan studi kasus tentang ISPA pada 300 kasus balita di rumah sakit pedesaan India Tengah, (2010-2012) Bahwa ISPA dipengaruhi oleh faktor resiko yaitu sosiodemografi dan sosial-budaya, berbagai faktor risiko yang diidentifikasi dalam penelitian ini adalah kekurangan menyusui, kurang gizi, status imunisasi, menunda penyapihan, malnutrisi, berat lahir rendah dan prematuritas. Pada variabel lingkungan, ventilasi yang tidak memadai, kondisi rumah yang tidak tepat, paparan udara dalam ruangan, polusi dalam bentuk pembakaran dari bahan bakar yang digunakan untuk memasak ditemukan sebagai faktor risiko yang signifikan untuk kejadian ISPA pada balita.

Jadi, untuk pencegahan ISPA, promosi kesehatan dasar, langkah-langkah seperti praktik pemberian makan bayi yang benar, nutrisi yang tepat dan perbaikan sosio- ekonomi. (Taksande, 2016)

8. Diagnosa ISPA

Diagnosis ISPA oleh karena virus dapat ditegakkan dengan pemeriksaan laboratorium terhadap jasad renik itu sendiri.Pemeriksaan yang dilakukan adalah biakan virus, serologis, diagnostik virus secara Diagnosis ISPA oleh karena virus dapat ditegakkan dengan pemeriksaan laboratorium terhadap jasad renik itu sendiri.Pemeriksaan yang dilakukan adalah biakan virus, serologis, diagnostik virus secara

Diagnosis pneumonia berat ditandai dengan adanya nafas cepat, yaitu frekuensi pernafasan sebanyak 60 kali per menit atau lebih, atau adanya penarikan yang kuat pada dinding dada sebelah bawah ke dalam.Rujukan penderita pnemonia berat dilakukan dengan gejala batuk atau kesukaran bernafas yang disertai adanya gejala tidak sadar dan tidak dapat minum.Pada klasifikasi bukan pneumonia maka diagnosisnya adalah batuk pilek biasa (common cold), pharyngitis, tonsilitis, otitis atau penyakit non pnemonia lainnya (Halim, 2000).

9. Penatalaksanaan ISPA

Menurut Rasmaliah (2005) penatalaksanaan ISPA ada tiga:

a. Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral, oksigen dan sebagainya.

b. Pneumonia: diberi obat antibiotik kotrimoksasol per oral. Bila penderita tidak mungkin diberi kotrimoksasol atau ternyata dengan pemberian kotrimoksasol keadaan penderita menetap, dapat dipakai obat antibiotik pengganti yaitu ampisilin, amoksisilin atau penisilin prokain.

c. Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan di rumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk lain yang tidak mengandung zat yang merugikan seperti kodein,dekstrometorfan dan, antihistamin. Bila demam diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol. Penderita dengan gejala batuk pilek bila c. Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan di rumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk lain yang tidak mengandung zat yang merugikan seperti kodein,dekstrometorfan dan, antihistamin. Bila demam diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol. Penderita dengan gejala batuk pilek bila

10. Perawatan dirumah

Beberapa hal yang perlu dikerjakan seorang ibu untuk mengatasi anaknya yang menderita ISPA:

a. Mengatasi Panas (Demam) Untuk anak usia 2 bulan samapi 5 tahun demam diatasi dengan memberikan parasetamol atau dengan kompres, bayi dibawah 2 bulan dengan demam harus segera dirujuk. Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6 jam untuk waktu 2 hari. Cara pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan dosisnya, kemudian digerus dan diminumkan. Memberikan kompres, dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak perlu air es).

b. Mengatasi Batuk Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional yaitu jeruk nipis ½ sendok teh dicampur dengan kecap atau madu ½ sendok teh, diberikan tiga kali sehari.

c. Pemberian Makanan Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi berulang- ulang yaitu lebih sering dari biasanya, lebih-lebih jika muntah.Pemberian ASI pada bayi yang menyusu tetap diteruskan.

d. Pemberian Minuman Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan sebagainya) lebih banyak dari biasanya. Ini akan membantu mengencerkan dahak, kekurangan cairan akan menambah parah sakit yang diderita.

e. Lain-lain Tidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu tebal dan rapat, lebih-lebih pada anak dengan demam.Jika pilek, bersihkan hidung yang berguna untuk mempercepat kesembuhan dan menghindari komplikasi yang lebih parah.Usahakan lingkungan tempat tinggal yang sehat yaitu yang berventilasi cukup dan tidak berasap.Apabila selama perawatan dirumah keadaan anak memburuk maka dianjurkan untuk membawa kedokter atau petugas kesehatan.Untuk penderita yang mendapat obat antibiotik, selain tindakan diatas usahakan agar obat yang diperoleh tersebut diberikan dengan benar selama 5 hari penuh.Dan untuk penderita yang mendapatkan antibiotik, usahakan agar setelah 2 hari anak dibawa kembali kepetugas kesehatan untuk pemeriksaan ulang.

11. Pencegahan dan Pemberantasan ISPA

Pencegahan dapat dilakukan dengan :

a. Menjaga keadaan gizi agar tetap baik.

b. Immunisasi.

c. Menjaga kebersihan prorangan dan lingkungan.

d. Menyusui Di negara berkembang, anak-anak yang eksklusif menyusui selama 6 bulan memiliki 30% -42% insiden lebih rendah terjadi ISPA dibandingkan dengan anak-

anak yang tidak mendapatkan durasi menyusui yang sama. Penelitian terbaru laporan dari kohor longitudinal oleh Mihrshahi et al., melaporkan peningkatan risiko ISPA (risiko relatif = 2.3) di antara anak-anak tidak menyusui secara memadai. Menyusui termasuk salah satu tindakan yang menyelamatkan jiwa dalam pencegahan berbagai penyakit masa kanak- kanak. Sehingga, menyusui adalah salah satu rencana aksi global WHO / UNICEF untuk menghentikan pneumonia. Selain itu, cuci tangan, ditingkatkan nutrisi, dan pengurangan polusi udara dalam ruangan disarankan sebagai strategi utama untuk melindungi dari pneumonia pada anak-anak di bawah usia 5 tahun.

e. Mencuci Tangan Tinjauan sistematis kuantitatif dari studi yang dikembangkan negara-negara memperkirakan mencuci tangan mengurangi insiden infeksi pernafasan sebesar 24% (mulai dari 6% hingga 44%). Bukti-bukti dari negara berkembang masih kurang tentang masalah ini.

f. Polusi Udara Dalam Ruangan Paparan polusi udara dalam ruangan memiliki 2,3 (1,9- 2,7) kali peningkatan risiko infeksi pernapasan (terutama yang lebih rendah infeksi saluran pernafasan). Oleh karena itu, gunakan bahan bakar yang lebih bersih atau kompor improvisasi telah terbukti hemat biaya intervensi untuk mengurangi insiden polusi udara dalam ruangan. Penelitian jutaan kematian juga telah melaporkan peningkatan prevalensi rasio (PR = 1,54 di antara pria, 1,94 di antara wanita) dari infeksi pernafasan karena penggunaan bahan bakar padat.

g. Vaksin Pencegah ISPA Keparahan dan penularan ISPA oleh patogen utama, ketersediaan laboratorium diagnostik terbatas, dan resistensi antibiotik untuk berbagai macam obat membuat vaksin sebagai intervensi potensial terhadap ISPA. Sementara kematian konvensional karena pertusis, difteri dan campak dikurangi dengan imunisasi rutin, infeksi karena organisme bakteri lainnya seperti H. influenza, Streptococcus pneumonia tetap bertanggung jawab atas Penyakit ISPA (Selvaraj, 2014).

BAB 3

Analisis Hasil Penelitian

Faktor-Faktor yang Memperngaruhi Kejadian ISPA dan

Kejadian Diare Pada Balita Di Desa Jaddih Kecamatan Socah Kabupaten Bangkalan

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN ISPA DAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI DESA JADDIH KECAMATAN SOCAH KEBUPATEN BANGKALAN

Nurun Nikmah, SST.,M.Kes 1) Ervi Suminar, S.Kep.,Ns.,M.Si 2) Program Studi D-III Kebidanan, STIKES Insan Se Agung Bangkalan 1) Email : nurux@yahoo.co.id Program Studi S-I Keperawatan, STIKES Insan Se Agung Bangkalan 2) Email : ervi_suminar@yahoo.co.id

ABSTRACT

Penyakit ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) dan diare merupakan masalah kesehatan pada Balita yang masih harus dijadikan fokus dalam mengatasi masalah kesehatan pada Balita. Penyakit ISPA dan diare masih menjadi masalah global dengan derajad kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas) yang tinggi, sehingga penting untuk dilakukan penelitian tentang “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian ISPA Dan Kejadian Diare pada Balita Di Desa Jaddih Kecamatan Socah Kebupaten Bangkalan”.

Desain penelitian ini analitik dengan menggunakan rancangan Cross Sectional. Sampel adalah ibu yang mempunyai balita sebanyak 146 orang. Variabel independen (status imunisasi, pemberian ASI eksklusif, sanitasi lingkungan, dan status gizi balita) dan variabel dependen (kejadian Diare dan ISPA). Pengumpulan data dengan sampel secara cross sectional. Analisis data menggunakan uji Regresi Logistik dengan tingkat kesalahan 0,05.

Hasil analisis data dengan uji Regresi Logistik diperoleh bahwa pengaruh status imunisasi terhadap kejadian diare p>α (0,854>0,05), pemberia ASI Eksklusif terhadap kejadian diare p>α (0,286>0,05), sanitasi lingkungan dengan kejadian diare p<α (0,02<0,05), status gizi balita dengan kejadian diare p<α

(0,035<0,05). Dan pengaruh status imunisasi terhadap kejadian ISPA p>α (0,224>0,05), pemberia ASI Eksklusif terhadap kejadian ISPA p<α (0,014<0,05), sanitasi lingkungan dengan kejadian ISPA p<α (0,008<0,05), status gizi balita dengan kejadian ISPA p>α (0,144>0,05). Dari hasil analisa diatas dapat

disimpulkan bahwa terdapat pengaruh secara bersama sama antara status gizi (EXB=0,563) dan sanitasi lingkungan (EXB=0,383) dengan kejadian diare, serta ada pengaruh secara bersama sama antara ASI Eksklusif (EXB=0,288) Dan status gizi (EXB=0,452) dengan kejadian ISPA.

Kata kunci : ISPA, Diare, Balita

PENDAHULUAN

hirup sehari-hari, sehingga

Latar Belakang

timbulnya Penyakit ISPA (Infeksi keluhan batuk, sesak nafas Saluran Pernafasan Akut) dan dan sulit untuk bernafas.

menyebabkan

diare merupakan masalah Polusi dari bahan bakar kayu kesehatan pada Balita yang tersebut mengandung zat-zat masih harus dijadikan focus seperti Dry basis, Ash, Carbon, dalam mengatasi masalah Hidrogen, Sulfur, Nitrogen dan kesehatan. Penyakit ISPA dan Oxygen

yang sangat diare masih menjadi masalah berbahaya bagi kesehatan global

dengan derajad (Depkes RI, 2008). kesakitan (morbiditas) dan

Diare adalah defekasi kematian (mortalitas) yang encer lebih dari tiga kali tinggi di berbagai Negara sehari, dengan atau tanpa

terutama di Negara darah dan atau lendir dalam berkembang. Penyakit ISPA feses. Secara epidemiologic, dan diare juga merupakan biasanya diare didefinisikan penyakit

yang utama sebagai pengeluaran feses meyebabkan tingginya angka lunak atau cair tiga kali sehari morbiditas dan mortalitas atau lebih dalam satu hari anak di Dunia.

(Sodikin, 2014). ISPA disebabkan oleh

Neonatus dikatakan diare virus atau bakteri yang masuk jika frekuensi buang air besar ke

empat kali, pembakaran bahan bakar sedangkan untuk bayi berusia kayu

saluran nafas.

Asap lebih

dari

yang biasanya lebih dari satu bulan dan pada digunakan untuk memasak anak dikatakan diare bila merupakan

satu frekuensi lebih dari tiga kali penyebab ISPA. Asap bahan dalam 24 jam (FKUI, 2008). bakar

salah

Berdasarkan study menyerang

kayu

ini banyak

lingkungan pendahuluan yaitu data tahun masyarakat,

wilayah kerja masyarakat masih ada yang Puskesmas Jaddih terdapat menggunakan kayu bakar data 484 bayi usia 0-12 bulan

karena 2015

di

untuk aktifitas

4 desa, dan terutama

memasak dalam

ibu-ibu rumah berdasarkan data kohort bayi tangga, dan tanpa disadari pada bulan Januari sampai asap tersebut telah mereka dengan bulan Desember tahun

“Diare dan ISPA” 32

2015 di Jaddih tercatat Kejadian ISPA Dan Kejadian sebanyak 182 bayi usia 0-12 Diare pada Balita Di Desa bulan.

Kecamatan Socah berobat pada bulan Februari Kebupaten Bangkalan”. 2016 didapatkan 11 bayi

Data

kunjungan Jaddih

terkena ISPA dan 13 bayi Kajian Literatur terkena diare. Data kujungan ISPA (Infeksi Saluran pasien berobat untuk balita Pernafasan Akut)

pada bulan Februari 2016 Infeksi saluran pernafasan didapatkan 16 balita terkena akut (ISPA) adalah infeksi ISPA

dan 18 balita saluran pernafasan akut yang diantaranya terkena diare. menyerang

tenggorokan, (Bidan Desa Jeddih, 2016) hidung dan paru-paru yang

Penelitian ini berbeda berlangsung kurang lebih 14 dengan penelitian terdahulu hari, ISPA mengenai struktur karena pada penelitian ini saluran di atas laring, tetapi ingin

penyakit ini mencari

membuktikan

dan kebanyakan

faktor (status mengenai bagian saluran atas imunisasi, pemberian ASI dan bawah secara stimulan eksklusif, sanitasi lingkungan, atau berurutan (Muttaqin, dan status gizi balita) yang 2008).

mempengaruhi 2 kejadian

masalah kesehatan balita yaitu Faktor resiko timbulnya kejadian ISPA dan Diare pada ISPA menurut Dharmage

balita. Harapannya

yaitu (2009) :

mengetahui faktor

a. Faktor Demografi mempengaruhi kejadian ISPA Faktor demografi terdiri dari 3

yang

dan Diare, sehingga upaya aspek yaitu : menurunkan angka kesakitan

1) Usia

dan kematian karena ISPA 2) Jenis Kelamin dan Diare pada balita bisa

dilakukan. b. Faktor Biologis Berdasarkan

beberapa Faktor biologis terdiri dari 2 hasil penelitian sebelumnya, aspek yaitu (Notoatmodjo, maka peneliti ingin meneliti 2007): lebih lanjut tentang “Faktor- Faktor yang Mempengaruhi

“Diare dan ISPA” 33

1) Status gizi frekuensinya lebih dari 3 kali

Menjaga status gizi yang dalam 24 jam (FKUI, 2008) baik, sebenarnya bisa juga Faktor Penyebab Diare mencegah atau terhindar dari Beberapa perilaku yang dapat penyakit terutama penyakit meningkatkan

risiko ISPA.

Misalnya dengan terjadinya diare pada balita, memperbanyak air putih dan yaitu (Depkes RI, 2007): mengkonsumsi makanan 4

1. Tidak memberikan ASI sehat 5 sempurna, olah raga

secara penuh 4-6 bulan teratur serta istirahat cukup.

pertama pada kehidupan. Faktor rumah

Pada balita yang diberi ASI Syarat-syarat

resiko menderita diare lebih sehat diantarnya dari bahan

rumah

kecil daripada balita yang bangunan,

tidak diberi ASI. cahaya

ventilasi,

dan

2. Menggunakan botol susu. c. Faktor Polusi

Penggunaan botol yang Adapun penyebab dari faktor

kurang bersih atau sudah polusi terdiri :

terlalu lama 1) Cerobong asap

dipakai

dilingkungan 2) Kebiasaan merokok

dibiarkan

panas, sering menyebabkan infeksi usus Faktor Penyebab ISPA pada

yang

yang parah karena botol Balita

tercemar oleh 1) Berat badan bayi rendah

bisa