Keywords : Alternative of Operational Policy, Maternal Perinatal Audit (MPA)

Alternatif Kebijakan Operasional Audit Maternal Perinatal (AMP) Di Kabupaten Barito Kuala Kalimantan Selatan

Alternative of Operational Policy Maternal Perinatal Audit (MPA) In Barito Kuala District South Kalimantan

1 Mardiah 2 *, Hedy Hardiana

1 Akademi Kebidanan Abdi Persada, Jln. Soetoyo S, No.365 Banjarmasin, Kalimantan Selatan

2 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Indonesia Maju Jakarta *korespondensi: mardiah.mahlan@gmail.com

Abstract

Maternal Mortality Rate (MMR) is a benchmark for assessing the good health of mother and child. Given the high rate of MMR and Infant Mortality Rate (IMR) in Barito Kuala District, a Maternal Perinatal Audit (MPA) program was established at the district level with the issuance of the Bupati Decree Number 188.45/142/KUM/2015 on the establishment of the PMA Team at Barito Kuala District. The implementation of the problem was found: the legality of the clear PMA health program, the lack of human resources, the lack of facilities for health infrastructure, unequal access to health services for land and air transportation areas, limited health sector budget funds and the absence of health education institutions. Based on this, the AMP program in Barito Kuala District requires monitoring and evaluation in the effort to reduce MMR and IMR. The purpose of this study is for activities. To handle the maternal audit activities and the number of perinatal deaths in Barito Kuala District Health Office. This research use qualitative research method with case study interview with 10 informant with instrument. From the available Errors available for alternative programs required by SOPs that adapt to the natural conditions of Barito Kuala, create a Sistercity concept, a floating PONED-based puskesmas community health program for difficult terrain access areas.

Keywords : Alternative of Operational Policy, Maternal Perinatal Audit (MPA)

Pendahuluan

Angka ini masih cukup tinggi jika Tolak ukur yang dipakai untuk menilai dibandingkan

dengan negara-negara baik

pelayanan tetangga di kawasan ASEAN (3). kesehatan dalam suatu negara ialah dari

buruknya

keadaan

Berdasarkan laporan rutin PWS tahun Angka Kematian Ibu (AKI) (1). Menurut 2007, penyebab langsung kematian ibu Organisasi Kesehatan Dunia atau World adalah perdarahan (39%), eklampsia (20%), Health Organzation (WHO), kematian ibu infeksi (7%) dan lain-lain (33%). Komplikasi adalah kematian seorang wanita sewaktu obstetri adalah kesakitan pada ibu hamil, ibu

hamil atau dalam 42 hari sesudah bersalin, ibu nifas dan atau janin dalam berakhirnya kehamilan oleh sebab apapun kandungan baik langsung maupun tidak terlepas oleh tuanya kehamilan dan tindakan langsung, termasuk penyakit menular dan yang diperbolehkan mengakhiri kehamilan. tidak menular yang dapat mengancam Angka kematian maternal didasarkan dari nyawa ibu dan janin yang disebabkan oleh jumlah kematian maternal diperhitungkan trauma/ kecelakaan (4). terhadap 1000/10.000 kelahiran hidup,

Upaya kesehatan telah dilakukan kecuali di beberapa Negara bahkan 100.000 untuk mendekatkan akses masyarakat kelahiran hidup (1). Saat ini AKI masih kepada

kegawatdaruratan menjadi masalah di Indonesia, dan masih obstetri dan neonatal dasar. Akses cukup tinggi dibandingkan dengan Negara masyarakat yang semakin mudah terhadap ASEAN lainya (2).

pelayanan

kegawatdaruratan Data Survey Demografi Kesehatan diharapkan dapat berkontribusi kepada Indonesia 2012 menyebutkan bahwa AKI di penurunan AKI dan AKB (5). Indonesia mengalami peningkatakan jumlah

dan

pelayanan

Tingginya AKI dan AKB di Indonesia yaitu 359 per 100.000 kelahiran hidup. dengan berbagai upaya yang sudah Tingginya AKI dan AKB di Indonesia yaitu 359 per 100.000 kelahiran hidup. dengan berbagai upaya yang sudah

bersama-sama RS profesi dan menghormati hak pasien. dilaksanakan langsung pada saat audit atau Berdasarkan hal tersebut dalam kebijakan secara rutin, dalam bentuk yang disepakati Indonesia Sehat 2010 dan Program Making oleh tim AMP. Diharapkan program ini dapat Pragnancy Safer (MPS) yang bertujuan dimanfaatkan untuk menggali permasalahan meningkatkan mutu pelayanan KIA yang yang berperan atas kejadian morbiditas dilakukan secara terus menerus melalui maupun mortalitas yang berakar pada program jaga mutu dipuskesmas, disamping pasien atau keluarga, petugas kesehatan upaya perluasan jangkauan pelayanan. manajemen pelayanan, serta kebijakan Upaya peningkatan dan pengendalian mutu pelayanan. Melalui kegiatan AMP ini antara lain dilakukan melalui kegiatan AMP diharapkan para pengelola program KIA di dan

para petugas Kabupaten/Kota

peningkatan

kemampuan Kabupaten/Kota

dan

perencanaan pelayanan baik ditingkat pelayanan dasar program KIA dengan memanfaatkan hasil (puskesmas dan jajarannya) serta ditingkat kegiatan AMP agar mampu mengatasi pelayanan rujukan (RS Kabupaten/Kota) masalah setempat.

dalam

dapat menetapkan prioritas untuk mengatasi Program AMP merupakan salah satu temuan-temuan

permasalahan yang bentuk implementasi dari program audit dihadapi (7). klinis

Dari kegiatan AMP di tingkat Kesehatan

oleh Departemen

Kementrian

yang Kabupaten/Kota diharapakan akan dapat didefinisikan

Republik

Indonesia

proses digunakan untuk proses audit ditingkat penelaahan bersama kasus kematian dan Provinsi agar dapat menghasilkan kebijakan kesakitan maternal dan perinatal serta tingkat

sebagai

suatu

melalui mekanisme pelaksanaannya dengan tujuan menetapkan Confidential Enquiries Into Maternal & penyebab dan faktor yang terkait dengan Neonatal Death (CEMD). Pada tingkat ini kesakitan dan kematian ibu dan perinatal dapat dilibatkan pakar dari berbagai macam yang ada hubungnnya dengan 3 terlambat bidang terkait transportasi dan lain-lain agar dan 4 terlalu (6).

tinggi

menghasilkan intervensi yang berbasis bukti Langkah strategis AMP ini perlu dan diharapkan dapat memperbaiki kualitas dilakukan untuk mengoptimalkan upaya pelayanan maternal dan perinatal/neonatal. percepatan penurunan AKI dan AKB dengan Dalam kaitannya dengan kegiatan CEMD gambaran

Semua ditingkat Provinsi maka Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebagai unit efektif dalam Provinsi

kegiatan

berkepentingan untuk peningkatan pelayanan program KIA secara mengumpulkan data AMP dari seluruh bertahap menerapkan kendali mutu, yang Kabupaten/Kota di seluruh daerah di antara lain dilakukan melalui AMP di Indonesia. Selain itu Dinas Kesehatan wilayahnya

sertakan Provinsi diharapkan dapat memfasilitasi Kabupaten/Kota lain, 2). Dinas kesehatan kegiatan AMP di Kabupaten/Kota dalam hal kabupaten atau kota berfungsi sebagai bila terjadi kematian lintas batas dan mampu koordinator fasilitator yang bekerja sama menyediakan pengkaji eksternal bagi dengan rumah sakit Kabupaten/Kota dan Kabupaten/Kota

ataupun

diikut

yang memerlukannya. melibatkan puskesmas dan unit pelayanan Berdasarkan

wawancara studi KIA swasta lainnya dalam upaya kendali pendahuluan yang dilakukan dikalangan mutu diwilayah Kabupaten/Kota, 3). Ditingkat bidan dan tim pengkaji AMP di Kabupaten Kabupaten/Kota perlu dibentuk tim AMP Barito Kuala dalam pelayanan KIA meskipun yang selalu mengadakan pertemuan rutin telah mengenal dan melaksanakan program untuk menyeleksi kasus, membahas dan AMP akan tetapi hasil rekomendasi dan membuat

hasil

lanjut tindak lanjut dari hasil AMP belum berdasarkan temuan dari kegiatan audit memperlihatkan daya ungkit yang berarti

rekomendasi

tindak tindak

sampling, yaitu AKB. Disamping itu, masih banyak kematian pengambilan informan secara tidak acak, yang tidak dilaporkan di Dinas Kesehatan tetapi

purposive

pertimbangan unsur Barito

dengan

faktor kesengajaan atau dengan kriteria tertentu permasalahan

Kuala dan

berbagai

informan kunci dan Kabupaten Barito Kuala. Untuk itu penelitian pendukung. ini perlu dilakukan guna kegiatan evaluasi

yang

dihadapi

oleh untuk

memilih

Instrumen penelitian merupakan suatu dengan tujuan penelitian membuat alternatif alat yang digunakan untuk mengukur kebijakan AMP di Kabupaten Barito Kuala.

fenomena alam maupun sosial yang diamati, pada penelitian kualitatif, intrumen utama

Metode Penelitian

sendiri dengan Penelitian ini menggunakan metode menggunakan alat bantu, yaitu berupa penelitian kualitatif dengan studi kasus dan pedoman observasi, pedoman wawancara wawancara mendalam untuk mengamati mendalam (In-Depth Interview) serta alat kegiatan AMP di Kabupaten Barito Kuala pencatat dan alat perekam (tape recorder). kemudian dilakukan

keabsahan data yang pendekatan James Anderson F dan konsep digunakan adalah triangulasi sumber yaitu evaluasi Center for Disease Control and Cross-chek dengan sumber informan yang Prevention (CDC) (8).

jawaban informan Informan dalam penelitian ini adalah dibandingkan dengan jawaban informan orang yang diharapkan dapat memberikan kunci dan triangulasi data. Analisis data informasi tentang situasi dan kondisi penelitian ini dilakukan oleh lebih dari satu mengenai fokus penelitian yaitu sebanyak 10 orang. Hal ini bertujuan untuk mengetahui orang dengan rincian: 3 orang sebagai interpretasi apakah sama atau tidak. Analisis informan pendukung yaitu pemangku dibantu Referensi-rerefensi teori tentang kebijakan

berbeda,

yaitu

Kesehatan AMP. Selain itu juga dilakukan dengan Kabupaten Barito Kuala (I01) dan2 orang analisis dokumen dengan membandingkan Kepala Puskesmas wilayah kerja dinas data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Barito kesehatan Kabupaten Barito Kuala; Kepala Kuala. Puskesmas Rantau Bedauh (I02), Kepala

kepala

Dinas

Proses pengolahan analisis data Puskesmas Semangat Dalam (I03) Informan dilakukan beberapa tahap yaitu: 1.Penyajian kunci yang digunakan adalah tenaga Verbal untuk menejelaskan maksud apa kesehatan yang mendapatkan SK untuk adanya, 2. Penyajian Matriks, 3. Penyajian menjadi Penanggungjawab AMP (I04) tim Visual yaitu menyajikan hasil penelitian pengkaji AMP (I05 dan I06), bidan dengan menggunakan gambar-gambar agar koordinator Puskesmas Rantau Bedauh mudah dipahami. Data atau laporan yang (I08) dan bidan desa Puskesmas Rantau dikumpulkan berkaitan

dengan AMP Bedauh (I07), bidan koordinator Puskesmas dilakukan evaluasi berdasarkan alur CDC Semangat Dalam (I09) dan bidan desa dan pendekatan Teori James Stoner mulai Puskesmas Rantau Bedauh (I10) yang dari input yang terdiri dari aspek jumlah berada di wilayah kerja Dinas Kesehatan kematian ibu, jumlah kematian bayi, aspek Kabupaten Barito Kuala.

legalitas, aspek teknis pelayanan, aspek Penelitian

anggaran, konsistensi Puskesmas sebagai studi kasus dan Dinas pelaksanaan sop, fasilitas kesehatanan, Kesehatan Kabuaten Barito Kualayang akses pelayanan kesehatan, sosial budaya, dilaksanakan dari bulan September tahun letak geografis kemudian proses dan output 2016 sampai Februari Tahun 2017.

dari kegiatan AMP kemudian dilakukan Teknik pengumpulan data dalam Analisis menggunakan analisis USG dan penelitian ini dilakukan dengan cara SWOT. mengumpulkan data atau laporan yang

berkaitan dengan masalah kesehatan Ibu Hasil Penelitian dan Anak (KIA) serta kegiatan AMP di Input: Kabupaten Barito Kuala. Upaya agar Jumlah Kematian Ibu

informan bervariasi dan menghindari bias Pada penelitian ini peneliti melakukan dilakukan teknik informan peneliti dengan penelusuran terkait jumlah Angka Kematian

Ibu yang dapat tergambarkan sebagai Di Kabupaten Barito Kuala pada tahun berikut:

2015 terjadi 84 kasus kematian bayi “Kalo

wilayah penyebabnya adalah berat bayi lahir rendah Puskesmas

dijumlahkan

seluruh

ada (BBLR) sebanyak 27 kasus, dan asfiksia kematian karena Sebatolaan, tapi untuk sebanyak 24 kasus, sisanya penyebab lain, beberapa tahun terakhir tidak ada kematian pneumonia, diare dan lain-lain dan ini masih lagi di Puskesmas Rantau Bedauh” (108)

memang

jumlahnya

tidak sesuai dengan rencana strategis dari Dinas Kesehatan Barito Kuala untuk tahun

“Ada data kematian Ibu memang disini, tapi 2015 yakni target Angka Kematian Bayi itu kejadiannya di rumah sakit sudah . (AKB) hanya 80 kasus kematian .

dilakukan rujukan biasanya, mungkin karena

terlambat mengambil keputusan, dan itu Aspek Legalitas

rancak dari keluarga, budayanya, padahal Pelaksanaan Audit Maternal Perinatal sudah ada risti” (104)

(AMP) telah dilaksanakan di Kabupaten Barito Kuala dan untuk penelusuran legalitas

“Untuk AKI dari tahun sebelum-sebelumnya kegiatan program tersebut tergambarkan ia cukup tinggi, tapi kesini-kesinya kan ada dari hail wawancara berikut ini: perbaikan, sudah turun lahh, kita sudah “Kita punya SK Bupati, yang disampaikan konsentrasi untuk penanganannya” (101)

oleh orang dinas, ad penunjukannya untuk siapa yang terpilih jadi Tim pengkaji dan

Jumlah AKI di Kabupaten Barito kuala yang lainnya” (105). yang cukup tinggi, tahun 2015 angka kematian ibu berjumlah 12 orang terdiri atas “SK tentang AMP ada bu, mulai dari 2013 kematian ibu hamil sebanyak 2 orang, sudah ada nah tahun 2015 ini tadi ada kematian saat bersalin 2 orang dan ibu nifas revisian sedikit, tapi orang-orang yang sebanyak 8 orang dengan jumlah kasus ditujuk masih orang yang sama beberapa aja tertinggi kematian ibu pada usia 20-34 yang beganti” (101). tahun, nilai ini melebihi nilai yang ingin dicapai pada rencana strategis pada tahun

Pelaksanaan Audit Maternal Perinatal 2015 yaitu 10 kasus kematian. Hal ini (AMP) telah dilaksanakan di Kabupaten dipengaruhi oleh keadaan sosial, ekonomi, Barito Kuala dan untuk penelusuran legalitas gizi, sanitasi dan pelayanan kesehatan di kegiatan progrrgaam berupa SK penetapan Kabupaten Barito Kuala (9).

organisasi kegiatan AMP. Legalitas kegiatan program AMP di Barito Kuala berupa Surat

Jumlah Kematian Bayi

Keputusan Bupati Barito Kuala Nomor Untuk

Tentang didapatkan dari hasil wawaancara adalah Pembentukan Tim Audit Maternal Perinatal sebagai berikut:

kompenen

AKB

yang 188.45/142/KUM/2015

Tingkat Kabupaten Barito Kuala Tahun 2015 “Kematian Bayi memang lebih sering terjadi, (12). kebanyakan karena BBLR

kemudian

asfiksia, karna kada mau dirujuk dari Aspek Teknis

keluarganya, dan pakai surat pernyataan Berikut adalah informasi terkait aspek kada mau dirujuk” (104).

teknis menurut informan: “Biasanya pelaksaan AMP tergantung dari

“Untuk jumlah kematian bayi lumayan data temuan adanya kematian di bidan desa banyak jua ih bu,, apa lagi jika dirunut dari dan bidan puskesmas lalu dilakukan tahun sebelumnya,,”penyebabnya sudah pembukuan

selanjutnya dibikikan uyuh duluan ibunya waktu datang ke klinik” pembuatan laporan kemudian diserahkan ke (105).

Dinas Kesehatan untuk ditindaklanjuti, terkadang cepat setalah ada laporan

“Jumlah kematian bayi benar angkanya kematian, tetapi terkadang hanya berupa lumayan, tapi sudah turun untuk 2016 ini pembinaan dari puskesmas masing-masing sejauh ini beturun, tapi belum diakumulasi saja, mungkn bikor atau kepala puskesmas masih berjalan kalo, 2017 nanti dataya yang menghadiri acaranya” (110). dibukukan” (101).

“Alhamdulillah kada pernah menangani bagi waktu untuk tiap kegiatan disesuaikan persalinan kematian Ibu, kalo bayi pernah lah” (I05). sekali karena BBLR, keluarga kada mau dirujuk, tapi kada diaudit, ditanyakan- “Berbicara kemampuan SDM yang melayani tanyakan masalahnya sama bikor dan masyarakat

dipelayanan pertama kepala puskesmas saja nah makanya kada kompetensinya kan beda-beda karena dari paham jua kaya apa proses audit yang lulusan macam-macam institusi, ada yang sebujurnya” (107).

siap pakai ada yang dilajari lagi, nah kalo terkait jumlah kurang memang, yang

“Yang di Audit biasanya pada kasus berperan dalam program AMP jujur saja,, kematian ibu saja, kalo untuk kematian Bayi masih kurang jua, terutama dokter spesialis dipilih kasus mana yang menarik untuk kandungan dan anak, karena pasien utama dibahas, ini ditentukan dari buhan Tim, kalau kan Ibu dan Anak” (I04). untuk kegiatan pertemuannya kadang digabung atau bersamaan dengan kegiatan

Di Kabupaten Barito Kuala Tenaga lain karena pertemuanya dengan orang yang Kesehatan berupa dokter Anak tidak ada sama jua dari TIM AMP bu,, jadi menghemat dan dokter Obgyn masih kurang, persebaran anggaran,

anggaran tenaga keehatan khususnya bidan belum tersendiri, yang susah itu karena Dokternya merata ditiap desa dan masih banyak beban yang pas dijadwalkan kada kawa datang kerja atu topuksi ganda yang dterima oleh SDM kurang bu ae,kada terjadwal,kadada tenaga kesehatan untuk penetapan topoksi Dokter spesialis anak, jadi pas ada kadang kegiatan AMP. di undang lewat telepon ulun,, dari buhannya di Dinas supaya cepat mungkin” (105).

meskipun

ada

Aspek Anggaran

Hasil peneltian tentang anggaran “Teknis kegiatannya itu yang paham tergambar dari hasil wanwancara brikut ini: Penanggung Jawab AMP dan orang Kasi “Sumbernya dari APBN dan APBD, setiap KIA mereka mengkoordinasikan ke bawah- kegatan kita dapat ko dari dinas kesehatan bawahnya sampai tingkat desa,laporan dari berupa uang transportasi, mungkin bisa juga desa sesuai laporan di puskesmas, baru dana dari subsidi silang kegiatan lain atau dikembalikan ke desa lagi Nanti silakan anggaran lain kadang sih agak lama turun tanya saja.....”(I01).

anggarannya, tapi ada sihh” (I05). Kegiatan

di “Kalo ke bidannya dalam bentuk pergantian Kabupaten Barito Kuala belum dilaksanakan uang transportasi rujukan, klaim BPJS, secara terjadwal sesuai buku pedoman AMP tunjangan sesuai katagori desa, untuk yang yang ada, yang seharusnya dilakukan klaim-klaim dana tu memang tekenanya sekurang-kurangnya

pertemuan

AMP

sekali. lawas dan uangnya kada seberapa,tapi Kegiatan AMP hanya mengacu pada buku karena lawas tekumpulai duitnya, ya yang diterbitkan oleh kementerian kesehatan tergntung hasil laporan kita,kalo yang gasan berupa buku Pedoman AMP.

3 bulan

Program AMP tu yang terlibat aja yang dapat pastinya” (109).

Aspek SDM

Hasil Informasi terkait SDM tergambar “Untuk program AMP anggaran yang dari wawancara berikut ini:

digunakan berasal dari APBD Kabupaten “SDM dilibatkan dalam kegiatan AMP ini. dan APBD Provinsi, dari sektor kesehatan Semua Nakes dari baik dinas kesehatan terbatas tidak sesuai renstra” (I01). kabupaten sampe desa, kemudian IBI, Kasi Gizi, Orang IDI juga terlibat, mungkin juga

Pada tahun 2015 nilai Anggaran untuk pihak kampus terkait lulusan mana bidan sektor kesehatan di Kabupaten Barito Kuala tersebut lulus, harus lintas sektor, AKI AKB hanya 5,85% dari total Anggaran APBD. ini kan bukan tanggung jawab bidan saja. Terdapat adanya kesulitan birokrasi masalah Memang

yang pencairan dana dilingkungan Depertemen meraangkap-rangkap gawian karena masih Kesehatan sampai dengan unit kesehatan kurang SDMnya, tapi berusaha membagi- dibawahnya.

untuk

jumlah,

ada

Konsistensi Pelaksnaan SOP AMP

sanksi-sanksi jua bila tidak profesional Hasil penelitian terkait Konsistensi melayani” (I01). pelaksanaan SOP AMP tergambar dalam kutipan wawancara berikut ini:

Kurangnya sarana dan prasarana “Kalo SOP memang kada teperhatikan lagi, serta akses jalan yang belum merata dengan lebih situasional atau sesuai kondisi, kondisi Kabupaten Barito Kuala yang mengumpulakan

yang terpisahkan oleh sungai-sungai sehingga susah,untuk kegiatan audit itu, masing- tidak bisa untuk menjangkau daerah masing kan ada kegiatan dan tanggung terpencil dan mempengaruhi baiknya jawab lain jua, karena merangkap-rangkap kualitas pelayanan kesehatan. tapi kasus kematian kalo memang terjadi ada aja masuk laporannya ke dinas” (105).

orangnya

ini

Fasilitas Pelayanan Kesehatan

Fasilitas Pelayanan Kesehatan Di “SOP biasanya ada, coba tanyakan ke Kabupaten Barito Kuala tergambar sebagai penanggung jawab AMP bu,

untuk berikut:

dilaksanakan atau kada itu mereka yang “Selama ini sarana prasarana yang dilapangan yang paham, harusnya sesuai digunakan menggunakan punya puskesmas, SOP...” (l01).

itupun kadang masih pinjam ke bidan yang lain…” (I09).

Standar Operasional Prosedur (SOP) AMP di Kabupaten Barito Kuala belum “Sarana prasarana yang digunakan untuk tergambarkan dengan baik dan belum bisa program AMP selama ini menggunakan dibuktikan

konsistensi pelaksanaanya. sarana dan prasarana yang ada di Keberadaan SOP menjadi standar yang puskesmas, meskipun ngga semuanya ada harus dilalui dalam pelaksanaan AMP.

juga di puskesmas tapi bides selalu difaslitasi…” (I02).

Kualitas Pelayanan

Kualitas pelayanan kesehatan di “Memadai untuk tingkat kabupaten semua Kabupaten Barito Kuala tergambar sebagai sesuai kebutuhan, kalo kec atau desa berikut:

sepertinya tergantung kec atau desa di “Untuk kualitas pelayanan kesehatan sudah Puskesmas

masing-masing untuk mulai bagus, tapi belum memenuhi pengadaan sarana khusus untuk kegiatan kebutuhan masyarakat terutama di daerah amp sih tidak ada tapi mungkinsubsidi dari yang susah dijangkau dengan sarana darat pengadaan barang yang ada bisa dari kan banyak tuh daerah yang harus pake anggaran dana desa, misal kaya ambulan klotok, bila ada jalan sepertinya masih belum desa” (I01). beaspal” (I03).

Secara umum fasilitas dan sarana “Perlu adanya pelayanan kesehatan secara prasarana kesehatan di Kabupaten Barito menyeluruh dan terjadwal rutin terutama di Kuala masih terbilang kurang. Tidak semua daerah terpencil, yang hanya bisa diakses puskesmas mempunyai mobil puskesmas dengan sarana transportasi air, penigkatkan keliling untuk fasilitas rujukan, meski di kemptensi bidan pun harus dilakukan, wilayah puskesmas tersebut terdapat dengan

adanya pertemuan-pertemuan ambulan, ada beberapa daerah juga yang supaya mutunya terjaga” (I05).

terkendala kegiatan pelayanannya dengan kondisi wilayah sungai, yang belum memiliki

“Kondisi geografis mempengaruhi pada akses jalan darat, selama ini terjadi kendala kualitas pelayanan jua, sudah disebar bidan- dalam

penanganan bidan kedesa-desa terpencil, tapi kadang kegawatdaruratan

kegiatan

karena fasilitas di ada ja masih kabar bahwa ada bidan yang polindes belum memadai dan melakukan meninggalkan desa, mungkin ada keperluan rujukan menggunkan kapal kecil milik warga ke kota,, tapi karena akses jalannya jauh- setempat juga kondisi bangunan polindes jauh khawatirya jadi tidak terlayani dengan yang terbilang sangat memprihatinkan. baik, tapi pasti kami tegur, bila keitu dan ada

Akses pelayanan Kesehatan

“Tingkat pengetahuan masyarakat mengenai “Perlu adanya mobil puskesmas keliling pentingnya kesehatan ibu dan anak masih yang beroperasi di daerah-daerah terpencil kurang, sehingga mereka lebih menyakini yang jauh dari pelayanan kesehatan” (I06).

kebiasaan adat turun temurun dengan “Selama ini akses kesehatan yang susah menggunakan obat tradisional atau lewat untuk dijangkau terutama daerah yang tidak dukun beranak di desa” (I07). bisa diakses melalui jalan darat untungnya daerah sini masih bisa didatang, dan yang “Kalo di Batola ini sukunya ada Banjar, jauh-jauh ada bidan desa sudah yang jaga” dayak Bakumpai dan wilayah trans jawa dan (I02).

Bali. Budaya ya tidak sekental dulu lah sudah ada pergeseran nilai-nilai, tergantung

“Sekali lagi kalo berbicara tentang Barito individunya tidak bisa dikatakan secara Kuala ini tidak jauh-jauh dengan kondisi keseluruhan, tapi lebih kepada tingkat geografis dan alam disini harus ekstra kerja pengetahuan dan pendidikan, kalo mereka keras

kami, memang infrastruktur tahu dan terdidik, mereka pasti akan dengan masalahnya belum merata, kami akui, ada sendirinya paham dan datang ke Nakes” yang masih pake klotok menuju faskesnya (I01). dan merujuknya pun juga ada yang pakai klotok, tapi selalu diupayakan supaya akses

Kabupaten Barito Kuala memiliki dapat dijangkau masarakat, tapi bukan jd beragam suku diantaranya: Banjar, dayak tanggung kami saja,

dinas pemda, Bakumpai dan wilayah trans jawa dan Bali. perhubungan, sosial masuk barataan, ya Suku yang mendominasi adalah dayak kalau

tergantung bakumpai, umumnya masayarakat masih masyrakatnya ae lagi mau atau tidaknya menganut kebudayaan sesuai dengan apa untuk peduli terhadap kesehatan” (I01).

kesehatnnya

ya

yang dipercayai suku masing-masing.

Sesuai dengan data geografis dari Letak Geografis

Kabupaten Barito Kuala akses pelayanan Hasil Penelitian tentang aspek Letak kesehatan untuk wilayah sebagian besar di Geografis di Kabupaten Barito Kuala adalah Kabupaten Barito Kuala memang susah sebagai berikut: untuk dijangkau. Kondisi jalan yang belum “Susahnya menjangkau wilayah yang tidak beraspal menjadikan salah satu kendala bisa diakses melalui jalan darat karena utama

dalam melakukan pelayanan wilayah tersebut terpisah karena adanya kesehatan terutama saat hujan dimana sungai” (I04). kondisi jalan tidak bisa dilalui karena licin dan berlumpur dan belum ada akses jalan “Kondisi jalan yang licin dan berlumpur darat yang bisa dilalui dengan mobil, Barito sering di dapati terutama untuk daerah- Kuala banyak terdapat daerah yang hanya daerah terpencil dan jauh dari puskesmas bisa dijangkau dengan transportasi air.

setempat” (I07).

Sosial Budaya

“Letak geografisnya perairan, dipisahkan Hasil Penelitian tentang aspek sosial oleh sungai Barito, dan sungai- kecil, banyak budaya di Kabupaten Barito Kuala menurut desa yang belum ada akses jalan, rawa dan informan:

jalan setapak persawahan”. “Bagi masyarakat yang jauh dengan fasilitas kesehatan,

Letak geografis wilayah Kabupaten pengobatan tradisional atau lewat dukun Barito Kuala diapit dua buah sungai besar beranak di desa bila kada lawan dukun yaitu Sungai Barito dan Sungai Kapuas beranak lahir, tapi pada saat proses sehingga mempengaruhi tata air yang ada di persalinan ada hambatan atau gawat wilayah kabupaten ini. Pada saat musim mereka masih minta banyu ke orang pintar, hujan atau pada waktu pasang air Sungai dan susah atau lambat meambil keputusan, Barito dapat membanjiri sebagian besar iktiar baca-baca doa” (I03).

mereka

menggunakan

wilayah Kabupaten Barito Kuala sehingga menyebabkan tergenangnya permukaan tanah secara terus menerus. Banyak wilayah Kabupaten Barito Kuala sehingga menyebabkan tergenangnya permukaan tanah secara terus menerus. Banyak

2014 sebanyak 83 dan pada tahun 2015 sebanyak

84 degan target renstra

Proses

penurunan AKB sebanyak 80 kasus Pada penelitian yang diteliti ini berupa kematian. konten proses yang dimaksud adalah

bagaimana gambaran pelaksanaan AMP Pembahasan yang sudah dijalankan di Kabupaten Barito Input: Kuala dengan gambaran hasil penelitian Jumlah Kematian Ibu

sebagai berikut: Jumlah AKI di Kabupaten Barito kuala “Dari laporan bidan di desa, jika terjadi yang cukup tinggi, Tahun 2015 Angka kematian bidannya akan tahu dan akan Kematian Ibu berjumlah 12 orang terdiri atas diselesaikan dulu dipuskesmas dan dicari kematian ibu hamil sebanyak 2 orang, penyebabnya

kemudia dilaporkan ke kematian saat bersalin 2 orang dan ibu nifas Kabupaten, nah diKabuapten nanti diproses sebanyak 8 orang dengan jumlah kasus kembali” (I09).

tertinggi kematian ibu pada usia 20-34 tahun, nilai ini melebihi nilai yang ingin

“Teknis pelaksanaan AMP di Puskesmas jika dicapai pada rencana strategis pada tahun terjadi kasus kematian akan sesegera 2015 yaitu 10 kasus kematian. Hal ini mungkin

sekaligus dipengaruhi oleh keadaan sosial, ekonomi, penyebabnya” (I04).

untuk

dilaporkan

gizi, sanitasi dan pelayanan kesehatan di Kabupaten Barito Kuala (9).

“Pelaksanaan teknis AMP di puskesmas AKI adalah banyaknya perempuan saya rasa sudah dilaksanakan sesuai yang meninggal dari suatu penyebab dengan arahan dan prosedur yang beraku, kematian

dengan gangguan tinggal bagaimana masyarakat dan bidan kehamilan atau penanganannya (tidak saling besinergi” (I01).

terkait

termasuk kecelakaan atau kasus insidentil) selama kehamilan, melahirkan dan dalam

Pengelolaan data kegiatan AMP di masa nifas (42 hari setelah melahirkan) Kabupaten

dilakukan tanpa memperhitungkan lama kehamilan per berdasarkan data pelaporan kematian yang 100.000 kelahiran hidup (10). masuk di dinas kesehatan dari bidan di desa

Barito

Kuala

AKI digunakan sebagai tolak ukur kemudian tingkat puskesmas dan dilaporkan untuk menilai baik buruknya keadaan ke kabupaten. Semua kematian dilaporkan pelayanan kesehatan dalamsuatu daerah dengan cara mengisi form yang telah dan cerminan adanya ancaman resiko disediakan, dan diberikan scoring atau kematian pada ibu-ibu selama kehamilan klasifikasi dari penyebab kematian.

dan juga merupakan salah satu kompenen pentingprogram AMP, sehingga nilai AKI

Output

akan sangat mempengaruhi keberhasilan Dalam penelitian ini output AMP yang pelaksanaan AMP. ingin dievaluasi yaitu terkait pelaporan hasil

Maka hasil penelitin yang dapat kegiatan AMP berupa jumlah AKI dan AKB disimpulkan penulis bahwa kegiatan AMP dan dari penelitian didapatkan nilai indeks belum

meningkatkan mutu AKI dan AKB di Kabupaten Barito Kuala pelayanan KIA yang dilakukan secara terus pada tahun 2015 masih dibawah standar menerus melalui program jaga mutu renstra, jika diruntut dari tahun 2010 sampai dipuskesmas, upaya perluasan jangkauan dengan 2015 sebagai berikut; AKI pada pelayanan,

mampu

peningkatan dan tahun 2010 sebanyak 10 orang, 2011 pengendalian

Upaya

mutu dan peningkatan sebanyak 10 orang, 2012 sebanyak 7 orang, kemampuan

Kabupaten/Kota dalam 2013 sebanyak 9 orang, 2014 sebanyak 10 perencanaan

program KIA. Penulis orang dan 2015 sebanyak 12 orang dan berpendapat hasil dari kegiatan AMP belum target rencana strategis Kabuapten Barito bisa dimanfaatkan untuk bisa mengatasi Kuala sebanyak 8 orang. AKB pada tahun masalah KIA di Kabupaten Barito Kuala. 2010 sebanyak 39, pada tahun 2011

sebanyak 60, pada tahun 2012 sebanyak 74 Jumlah Kematian Bayi

Di Kabupaten Barito Kuala pada tahun Tentang Pembentukan Tim Audit Maternal 2015 terjadi 84 kasus kematian bayi Perinatal Tingkat Kabupaten Barito Kuala penyebabnya adalah berat bayi lahir rendah Tahun 2015 (12). Legalitas Penting untuk (BBLR) sebanyak 27 kasus, dan asfiksia diperhatikan secara serius masih sah atau sebanyak 24 kasus, sisanya penyebab lain, berlakunya nilai hukum suatu kegiatan yang pneumonia, diare dan lain-lain dan ini masih dijalankan agar dapat terbentuk sesuai tidak sesuai dengan rencana strategis dari dengan kebutuhan program, dapat dilakukan Dinas Kesehatan Barito Kuala untuk tahun evaluasi dan mampu mengangkat hasil dari 2015 yakni target Angka Kematian Bayi kegiatan tersebut menjadi sebuah kebijakan (AKB) hanya 80 kasus kematian. AKB secara proaktif untuk dapat menghadapi menjadi salah satu fokus pembangungan permasalahan kesehatan dimasyarakat. Nilai SDGs berdasarkan data hasil wawancara mutu

pelayanan kebidanan dan dan pegecekan triangulasi data di berorientasi juga pada nilai kode etik dan Kabupaten Barito Kuala Target AKB sebesar standar

suatu

pelayanan

kebidanan, serta

23 per 1000 kelahiran hidup baru dapat kepuasan pelayanan yang mengacu pada dicapai setelah tahun 2027. Kondisi ini penerapan semua persyaratan pelayanan sangat meresahkan semua pihak mengingat dan terpenting memiliki payung hukum yang AKB merupakan salah satu indikator yang jelas sebagai dasar pelaksanaan kegiatan sangat penting untuk mengukur keberhasilan membantu

memenuhi kebutuhan program berbagai penyebab kematian seseorang/pasien

atau kelompok maupun program kesehatan ibu dan anak masyarakat oleh tenaga kesehatan dalam sebab AKB ini berkaitan erat dengan tingkat upaya

peningkatan, pencegahan, kesehatan Ibu dan Anak juga merupakan pengobatan dan pemulihan kesehatan (12). salah satu kompenen yang sangat penting

Dalam hal ini penulis berasumsi agar untuk

yang dimiliki Dinas pelaksanaan AMP. AKB dipengaruhi oleh Kesehatan Kabupaten Barito Kuala terkait beberapa hal diantaranya peningkatan AMP tidak terbatas pada bentuk fisik dari cakupan pelayanan Bumil K1 dan k4 dan surat keputusan pembentukan Tim AMP pertolongan

mempengaruhi

keberhasilan payung hukum

tenaga saja, tetapi lebih kepada asas menghayati kesehatan

persalinan

oleh

bagaimana topuksi yang sudah dikerjakan, Berdasarkan hasil penelitian penulis kompetensi sebagai tenaga kesehatan yang menyimpulkan sulitnya menurunkan AKB dimiliki, regestrasi atau kewenangan yang antara lain karena belum meratanya jelas dalam setiap tindakan dan lisensi untuk persebaran tenaga kesehatan, belum pengaturan penyelenggaraan suatu program memadainya fasilitas kesehatan dan tidak tersebut dapat dijalankan dengan baik adanya akses yang cukup baik bagi sehingga AMP tidak menjadi suatu kegiatan warganya untuk mendapatkan pelayanan formalitas yang hanya dilakukan untuk kesehatan sehingga kunjungan K1 dan K4 kegiatan rutinitas tanpa meberikan dampak serta persalinan yang ditolong oleh tenaga outcome untuk proses pembelajaran dalam kesehatan yang tepat belum terlaksana peningkatan pelayanan KIA pada masa dengan baik (11).

mendatang (13).

Berdasarkan hal

tersebut perlu

pelaksanaan AMP yang serius dan lebih Aspek Teknis

terarah untuk penelusuran penyebab

pertemuan AMP di Kematian AKB sehingga dapat dilaporkan Kabupaten Barito Kuala belum dilaksanakan tidak hanya sampai ditingkat Kabupaten secara terjadwal sesuai buku pedoman AMP tetapi juga Provinsi dan pusat dan hasil yang ada, yang seharusnya dilakukan evaluasi dapat dibuat rekomendasi agar sekurang-kurangnya

Kegiatan

3 bulan sekali. dapat dimanfaatkan untuk bisa mengatasi Bagaimana teknis pelaksanaan AMP belum masalah KIA di Kabupaten Barito Kuala.

tergambarkan secara jelas karena tidak adanya Buku petunjuk teknis pelaksanaan

Aspek Legalitas

AMP di Kabupaten Barito Kuala, laporan Legalitas kegiatan program AMP di kegiatan AMP tidak bisa dibuktikan Barito Kuala berupa Surat Keputusan Bupati keberadaanya

adapun referensi Barito Kuala Nomor 188.45/142/KUM/2015 pelaksanaanya hanya bersumber pada Buku

Pedoman AMP yang diterbitkan oleh dalam pengusaan kompetensi di bidangnya, Kementerian Kesehatan pada tahun 2010.

tidak memahami apa yang harus dilakukan, AMP harus dilakukan secara teratur apa yang tidak boleh dilakukan dan tidak dan terintegrasi dengan baik untuk proses mempunyai kewenangan yang sesuai penelaahan bersama kasus kesakitan dan dengan topuksi tugasnya dan tanpa adanya kematian

serta dukungan dari semua aspek lintas sektoral pelaksanaannya, dengan menggunakan maka besar kemungkinan implementasi informasi dan pengalaman dari suatu Program AMP yang direncanakan tidak akan kelompok terkait, untuk mendapatkan berhasil. masukan mengenai intervensi yang paling

ibu dan

perinatal

tepat dilakukan dalam upaya peningkatan Aspek Anggaran

kualitas pelayanan

Pada tahun 2015 nilai Anggaran untuk tempat.Keterbatasan referensi AMP harus sektor kesehatan di Kabupaten Barito Kuala disiasati dengan adanya kemandirian dan hanya 5,85% dari total Anggaran APBD. Hal inovasi ditingkat Kabupaten/kota.

KIA

disuatu

ini masih sangat kurang dimana berdasarkan Penulis bersumsi guna mengatasi hal ketentuan undang-undang Kesehatan No 36 keterbatasan referensi AMP harus disiasati Tahun 2009 pasal 171 untuk sektor dengan adanya kemandirian dan inovasi kesehatan minimal 15% dari APBD untuk ditingkat Kabupaten/kota untuk menyusun kegiatan belanja langsung maupun tidak ulang juknis agar AMP bisa terlaksana langsung atau minimal 10% bila hanya untuk dengan baik.

belanja langsung. Anggaran merupakan suatu rencana yang disusun secara

Aspek SDM

sitematis dalam bentuk angka dan SDM merupakan hal yang sangat dinyatakan dalam unit moneter yang meliputi mempengaruhi

efektifitas pelaksanaan seluruh kegiatan, sehingga dapat mengukur kebijakan Program AMP, karena selaku pencapaian efesiensi dan efektifitas dari aparatur

yang

bertanggung

jawab kegiatan yang dilakukan

melaksanakan kebijakan. namun terkait Asumsi penulis terkait anggaran atau jumlah SDM tenaga kesehatan dengan bisa

pembiayaan kesehatan jumlah yang kurang ataupun SDM yang merupakan masalah yang dialami banyak banyak tidak secara otomatis mendorong pihak sehingga berdampak pada sekala implementasi program berhasil.

disebut

prioritas pembangunan sektor kesehatan Pada penilitian ini penulis berasumsi yang seolah tidak menjadi sekala prioritas bahwa masalah keterbatasan SDM ini juga pembangunan.

Kondisi tersebut telah tercatat di Kementrian kesehatan mengakibatkan penyelenggaran program- Republik Indonesia terkait masalah kuantitas program kesehatan hanya dilakukan sebagai dan kualiatas SDM kesehatan karena data rutinitas saja dan tidak tepat fungsi (13). statistik menunjukan adanya ketimpangan

Kesulitan birokrasi di Lingkungan dalam penyebaran atau distribusi tenaga Departemen Kesehatan sampai dengan unit terampil kesehatan sesuai dengan jenis dan dibawahnya menjadi alasan transparansi sifat pekerjaannya. Menilai kecukupan dan akuntabilitas anggaran atau pembiayaan tenaga kesehatan bukan sesuatu yang kesehatan.

untuk mencapai mudah, adanya perbedaan daerah desa kota penyelenggraan pelayanan kesehatan agar dari

Padahal

segi sosiologis, geografis, dapat mencapai berbagai tujuan harus kuat kependudukan, sarana dan prasarana untuk dan stabil yaitu untuk pemerataan pelayanan menetukan berapa jumlah yang tepat dari kesehatan dan akses (equitable acces to kebutuhan

pelayanan health care) dan pelayaan yang berkualitas kesehatan. terkait jumlah SDM tenaga (assured qulity) agar program AMP yang kesehatan dengan jumlah yang kurang menyangkut juga menganai

suatu

sistem

kegiatan ataupun SDM yang banyak tidak secara peningkatan KIA dapat terselenggara otomatis mendorong implementasi program dengan baik. Dalam hal ini perlu adanya berhasil sebagai contoh sebuah institusi reformasi kebijakan anggaran kesehatan mungkin mempunyai staf SDM yang utuk menjamin terselenggaranya kecukupan memadai tetapi kompetensi yang dimiliki (adequity), pemerataan (equity), efesien kesehatan beragam atau tidak terstandar (efesiency) dan efektifitas dari pembiyaan kegiatan ataupun SDM yang banyak tidak secara peningkatan KIA dapat terselenggara otomatis mendorong implementasi program dengan baik. Dalam hal ini perlu adanya berhasil sebagai contoh sebuah institusi reformasi kebijakan anggaran kesehatan mungkin mempunyai staf SDM yang utuk menjamin terselenggaranya kecukupan memadai tetapi kompetensi yang dimiliki (adequity), pemerataan (equity), efesien kesehatan beragam atau tidak terstandar (efesiency) dan efektifitas dari pembiyaan

sehingga antara pembiayaan seperti yang disampaikan oleh pekerjaan dilapangan dan SOP tidak Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang berkesinambungan, SOP dimiliki tapi tidak memuat isu-isu pokok tantangan, tujuan terlaksana karena pemikiran yang berbeda utama kebijakan dan program aksi dalam dari sektor masing-masing unit bagian yang konteks area; meningkatkan investasi dan mebuat proses program tidak berjalan pembelanjaan

publik

dalam

bidang dengan baik.

kesehatan, mengupayakan

pencapaian

kepesertaan semesta dan pemeliharaan Kualitas Pelayanan

kesehatan miskin, pengembangan skema

pelayanan kesehatan pembiayaan

Kualitas

termasuk berhubungan dengan proses jaga mutu didalamnya asuransi kesehatan naional dan asuhan

peran

upaya

suatu organisasi internasional, penggalian dukungan nasional kesehatan yang dapat diukur dengan dan internasional, penguatan kerangka memperhatikan atau memantau dan menilai regualasi

kesehatan

fungsional, indikator, kriteria, dan standar yang pengembangan

dan

intevensi

kebijakan pembiayaan diasumsikan relevan dan berlaku sesuai kesehatan yang didasarkan pada data dan dengan aspek-aspek struktur, proses, dan fakta ilmiah, pemantauan dan evaluasi.

outcome dari dari organisasi pelayanan kesehatan tersbut. kriteria dan stanndar bagi

Konsistensi Pelaksnaan SOP AMP

organisasi pelayanan kesehatan ditetapkan Standar Operasional Prosedur (SOP) oleh institusi yang berwenang ataupun AMP di Kabupaten Barito Kuala belum disusun sendiri dan disepakati bersama tergambarkan dengan baik dan belum bisa dengan staf medik pemberi jasa pelayanan dibuktikan

pada kenyataannya Keberadaan SOP menjadi standar yang rendahnya

konsistensi

pelaksanaanya. lainnya.

Namun

pelayanan dapat harus dilalui dalam pelaksanaan AMP. SOP disebabkan oleh faktor input (kurangnya merupakan hal yang sangat penting dalam fasilitas, peralatan, tenaga dokter, kuantitas kegiatan program dalam rangka memberikan dan

mutu

anggaran dan suatu pelayanan kesehatan yang baik sebagainya) (15). sehingga setiap tindakan yang dilakukan

kualitas

bidan,

Kurangnya sarana dan prasarana secara serius dapat dilakukan dan terukur serta akses jalan yang belum merata dengan agar program dapat terbentuk sesuai kondisi Kabupaten Barito Kuala yang dengan

sungai-sungai yang dilakukan evaluasi dan mampu mengangkat sehingga tidak bisa untuk menjangkau hasilnya menjadi sebuah kebijakan secara daerah terpencil ditengarai mempengaruhi proaktif

kebutuhan

kemudian

dapat terpisahkan oleh

menghadapi kualitas pelayanan kesehatan. Namun permasalahan dimasyarakat (14).

untuk

dapat

menurut Undang-Undang no 23 Tahun 2004 Pada Penelitian ini penulis berasumsi Pemerintah

telah memberikaan setiap institusi punya sumber masalah yang kewenangan,

keleluasaan pemerintah berbeda dalam setiap pelaksanaan suatu daerah untuk dapat menyelenggarakan kegiatan program termasuk di Kabupaten pelayanan publik yang berkualitas. Sehingga Barito Kuala, terkendala kurangnya SDM, diharapkan setiap daerah berani mengambil sehingga tidak ada pemikiran untuk inisiatif, mampu membuat terobosan baru melakukan inovasi dalam pembuatan SOP, atau melakukan inovasi untuk memajukan keterbatasan waktu yang dimiliki, kegiatan daerahnya (16). program AMP berjalan secara intuitif

berdasarkan petunjuk atasan, sedikit sekali Fasilitas Pelayanan Kesehatan

dokumentasi tertulis,

Secara umum fasilitas dan sarana kegiatan dan knowledge dalam menjalankan prasarana kesehatan di Kabupaten Barito program ini hanya ada dalam pemikiran Kuala masih terbilang kurang. Tidak semua beberapa orang saja, yang juga memiliki puskesmas mempunyai mobil puskesmas kesibukan karena banyaknya peran dan keliling untuk fasilitas rujukan, meski tanggung jawab yang dimiliki karena kerja diwilayah puskesmas tersebut terdapat ganda, juga memungkinkan SOP sudah ambulan, ada beberapa daerah juga yang

seluruh

proses proses

Beberapa kendala yang dihadapi dalam

kegiatan penanganan dalam pemberian pelayanan kesehatan kegawatdaruratan

di antara lain masyarakat yang tidak mampu polindes belum memadai dan melakukan mengakses pelayanan kesehatan yang rujukan menggunakan kapal kecil milik tersedia karena keterbatasan sarana dan warga setempat juga kondisi bangunan prasarana, nilai sosial

karena

fasilitas

dan budaya polindes

sangat masyarakat, pelayanan kesehatan yang memprihatinkan.

yang

terbilang

tidak sesuai dengan kebutuhan/ harapan, Mutu pelayanan kesehatan suatu kualitas

penyelenggaraan pelayanan organisai pelayanan kesehatan dapat dinilai kesehatan yang rendah, serta alokasi dan dari

sumber daya untuk kesehatan, peralatan, dana dan SDM. Faktor penyampaian

ketersediaan

fasilitas

pelayanan penggunaan

pelayanan yang tidak yang sangat mempengaruhi mutu adalah memadai dan kemampuan seseorang atau fasilitas berupa bentuk fisik dari tempat dan keluarga

mengakses/mencapai ketersediaan

dalam

peralatan pelayanan pelayanan kesehatan adalah berbeda-beda. kesehatan. Untuk dapat meningkatan mutu Bagi orang kaya hal ini bukan merupakan pelayanan kesehatan penulis berasumsi masalah, mereka bisa memilih pelayanan bahwa perlu adanya perhatian khusus untuk kesehatan sesuai keinginan. Sedangkan proses pengadaan dan perbaikan sarana bagi keluarga miskin akan menjadi masalah dan prasarana penunjang kesehatan baik itu tersendiri manakala ketersediaan fasilitas peralatan kesehatan berupa obat-obatan kesehatan jauh dari jangkauan. dan yang terpenting untuk menjangkau

dimensi akses pelayanan kesehatan perlu Sosial Budaya

budaya dalam merupakan kepemilikan desa yang dikelola masyarakat memberikan peranan penting untuk

disediakan kapal/speed

boat

yang

Pengaruh sosial

jika dalam mencapai derajat kesehatan yang memungkinkan satu desa satu kapal/speed setinggi-tingginya. Perkembangan sosial Boat

pelayanan

kesehatan

dan dalam menyelenggarakan budaya dalam masyarakat merupakan suatu pelayanan

kesehatan khususnya tanda bahwa masyarakat dalam suatu pelaksanaan AMP, diperlukan fasilitas daerah tersebut telah mengalami suatu kesehatan, yaitu alat dan tempat yang perubahan dalam proses berfikir. Perubahan digunakan

untuk menyelenggarakan sosial dan budaya bisa memberikan dampak pelayanan kesehatan. Pada profil kesehatan positif maupun negatif terhadap suatu Indonesia disebutkan bahwa tempat-tempat kebijakan program kesehatan. penyelenggaraan

Seiring dengan perkembangan ilmu antara lain rumah sakit, puskesmas, balai pengetahuan dan tekhnologi yang banyak pengobatan/klinik, praktek dokter, praktek membawa perubahan terhadap kehidupan pengobatan tradisional, praktek tenaga manusia baik dalam hal perubahan pola kesehatan, polindes, poskesdes, posyandu, hidup maupun tatanan sosial termasuk apotek, toko obat dan pos UKK.

pelayanan kesehatan

dalam bidang kesehatan yang sering dihadapkan

dalam suatu hal yang

Akses Pelayanan Kesehatan

berhubungan langsung dengan norma dan Sesuai dengan data geografis dari budaya yang dianut oleh masyarakat Kabupaten Barito Kuala Akes pelayanan tertentu. kesehatan untuk wilayah sebagian besar di

antara budaya dan Kabupaten Barito Kuala memang susah kesehatan sangatlah erat hubungannya, untuk dijangkau. Kondisi jalan yang belum sebagai salah satu contoh suatu masyarakat beraspal menjadikan salah satu kendala desa yang sederhana dapat bertahan utama

Hubungan

dalam melakukan pelayanan dengan cara pengobatan tertentu sesuai kesehatan terutama saat hujan dimana dengan tradisi mereka. Kebudayaan atau kondisi jalan tidak bisa dilalui karena licin kultur dapat membentuk kebiasaan dan dan berlumpur dan belum ada akses jalan respons terhadap kesehatan dan penyakit darat yang bisa dilalui dengan mobil,terdapat dalam

segala

masyarakat tanpa masyarakat tanpa

pelayanan kuratif, penting bagi tenaga kesehatan untuk tidak sebagaimana halnya dengan pemanfaatan hanya mempromosikan kesehatan, tapi juga pelayanan umum bila dibandingkan dengan membuat mereka mengerti tentang proses pelayanan spesialis. Semakin berat suatu terjadinya suatu penyakit dan bagaimana penyakit atau keluhan dan semakin canggih meluruskan keyakinan atau budaya yang atau semakin khusus sumber daya dianut hubungannya dengan kesehatan.

daripada

pelayanan, semakin kuat hubungan antara Meskipun budaya bisa mempengaruhi akses geografis dan volume pemanfaatan. kegiatan pelayanaan kesehatan tapi perlu

Dikarenakan letak geografis adalah digaris bawahi bahwa kebudayaan itu tidak letak suatu tempat yang didasarkan pada statis. Dalam hal peningkatan kesehatan letak keadaan alam di sekitarnya dan penting