Karakteristik morfometrik rusa Sambar Ru

Jurnal Veteriner Maret 2009
ISSN : 1411 - 8327

Vol. 10 No. 1 : 7-11

Karakteristik Morfometrik Rusa Sambar (Rusa unicolor)
Sebagai Dasar Kriteria Seleksi Sifat Pertumbuhan
(MORPHOMETRIC CHARACTERISTICS OF SAMBAR DEER
(RUSA UNICOLOR) AS A BASELINE IN SELECTION OF GROWTH TRAIT)

, Bram Brahmantiyo2, Andi Reksodiharjo,
Wirdateti1
Gono Semiadi1, Hadi Dahruddin1
1

Bidang Zoologi, Puslit. Biologi-LIPI
Jl. Raya Jakarta-Bogor KM 46, Cibinong 16911,
Telpon: 021-8765056 email : teti_mzb@yahoo.com
2
Balai Penelitian Ternak, Puslitbangnak-Departemen Pertanian


ABSTRACT
Study on the morphometric characteristic of sambar deer (Rusa unicolor) which will be used as a
baseline of growth trait selection had been conducted. The aim of this study is to set up criteria for better
selection of sambar deer progeny. Morphometric characteristic observed in this study including : body
weight, body length, chest width, chest girth, head length, head width, ear width, and ear length respectively.
Result indicated that chest girth correlates significantly with the body weight (y=-108.004+1.875x). In
conclusion chest girth can be used as a criteria for selection of growth trait of sambar deer.
Key words: morphometric, sambar deer, chest girth, growth trait.

PENDAHULUAN

skala kecil menggunakan sistem kandang, dan
dalam mengawali penangkaran rusa selain
diperlukan sarana dan prasarana juga perlu
penanganan khusus dalam hal penangkapan
dan pengangkutan ke tempat penangkaran.
Sehingga pengembangan rusa sebagai hewan
ternak bukanlah suatu angan-angan.
Dilain pihak, di Indonesia, rusa termasuk
satwa liar yang dilindungi namun juga dapat

dimanfaatkan. Pemanfaatan rusa sebagai
sumber protein memang bukan merupakan hal
baru bagi masyarakat daerah, di Merauke,
Papua rusa telah banyak diburu dan dikonsumsi
begitu pula dengan di Timor, Nusa Tenggara
Timur telah banyak ditemui daging rusa yang
diolah menjadi dendeng (Semiadi, 2008,
komunikasi pribadi). Namun, statusnya masih
berupa hasil satwa buruan yang dilakukan
secara illegal. Oleh sebab itu pengembangan
rusa sebagai hewan ternak merupakan salah
satu jalan keluar yang terbaik dilihat dari segi
perlindungan dan pemanfaatan satwa liar.
Namun, dalam pemanfaatan ada aturan yang
mengha-ruskan dari produk turunan ke dua (F2) hasil penangkaran. Aturan teknis
pelaksanaan diatur dalam PP No.8 tahun 1999
dengan pemanfaatan satwa liar bertujuan agar

Indonesia dikenal sebagai negara asal rusa
timor (Rusa timorensis), dan rusa sambar (Rusa

unicolor) yang memiliki potensi untuk
dikembangkan sebagai ternak produksi. Rusa
dikenal sebagai satwa yang dapat dimanfaatkan
daging (venison) dan ranggahnya. Masyarakat
Indonesia walau dalam skala pemeliharan yang
kecil baik di pedesaan maupun di perkotaan
telah banyak memelihara rusa dengan tujuan
sebagai hewan kesayangan (Semiadi dan
Nugraha, 2004). Menurut Garsetiasih (2007)
rusa dapat dimanfaatkan dengan keunggulan,
yaitu rusa mempunyai adaptasi yang tinggi
dengan lingkungannya sehingga mudah untuk
ditangkarkan. Secara ekonomi penangkaran
rusa mempunyai prospek yang bagus, karena
rusa dapat menghasilkan daging, kulit, dan
ranggah dan pasar bagi produk tersebut
tersedia. Rusa termasuk satwa yang produktif
karena dapat bereproduksi setiap tahun dan
mempunyai tingkat produksi yang tinggi dengan
persentase karkas yang lebih tinggi dibanding

satwa lain. Penangkaran rusa skala besar dapat
menggunakan sistem ranch sedangkan pada

7

Wirdateti etal

Jurnal Veteriner

dapat didayagunakan secara lestari dan untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Semiadi
dan Nugraha, 2004).
Pemanfaatan pada generasi ke dua (F2 atau
G2) membutuhkan pencatatan yang mampu
menerangkan silsilah, struktur dalam populasi
dan jumlahnya serta asal muasal ternak rusa
di suatu penangkaran. Data-data seperti bobot
badan, ukuran dimensi tubuh dan reproduksi
sangat dibutuhkan untuk memprediksi potensi
produksi dan peluang peningkatan produktivitas

melalui teknologi pemuliabiakan. Melalui
penomoran dan pencatatan yang teratur yang
dilakukan pada setiap rusa, dapat diperoleh
proyeksi produksi ternak dari suatu populasi dan
dapat mengatur ketersediaan rusa bagi
pemenuhan produksi daging, ranggah, dan kulit.
Untuk mendukung upaya pengembangan
rusa di penangkaran, penelitian eksplorasi
dilakukan untuk mencari karakteristik
morfometrik yang memiliki hubungan yang erat
dengan laju pertumbuhan khususnya bobot
badan. Karakteristik morfometrik pada rusa
telah banyak diamati sebagai dasar evaluasi
penyebaran rusa, dengan melakukan pengukuran pada tulang tengkorak (Petelis dan
Brazaitis, 2003) yang menjelaskan bahwa rusa
Roe yang hidup di lahan terbuka berbeda dengan
rusa yang hidup di hutan, dan pada jantan
tulang cranium terus tumbuh selama hidupnya.
Pada penelitian tersebut karakteristik bobot
badan dan ukuran dimensi tubuh diamati untuk

menduga bobot badan mengingat bobot badan
merupakan sifat yang memiliki nilai
heritabilitas dari sedang sampai tinggi. Menurut
Martojo (1992) nilai pendugaan heritabilitas
berturut-turut sebesar 0,35-0,90 pada sapi potong, 0,35-0,50 pada sapi perah, 0,40-0,70 pada
kerbau dan 0,30-0,60 pada domba. Nilai dugaan
heritabilitas bobot lahir dan bobot badan dewasa
umur 1,5 tahun pada rusa ekor putih (whitetailed deer) dilaporkan oleh Williams et al.,
(1994), yaitu berturut-turut sebesar 0,00-0,17
dan 0,58-0,64.
Pelaksanaan praktis dilapangan, digunakan ukuran dimensi tubuh sebagai penduga
bobot badan dikarenakan ketersediaan perlengkapan seperti jalur penanganan (gang way),
kandang jepit, dan timbangan yang sukar ditemui. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan karakteristik morfometrik yang dapat
digunakan sebagai bahan kriteria seleksi.

METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan mulai bulan Maret
hingga Juli 2008, di penangkaran rusa sambar
(R unicolor) milik Pemda Kalimantan Timur
di Desa Api-Api, Kecamatan Petung, Kabupaten

Penajam Paser Utara. Fasilitas yang telah tersedia saat ini adalah delapan buah pedok (padang
rumput kecil) yang mencapai luasan 9,5 hektar
dan kandang kerja (yard) yang dilengkapi
penjepit rusa (deer crush). Enam hektar dari
pedok telah ditanami rumput unggul dan
sisanya masih dalam taraf persiapan.
Kegiatan penelitian berupa kajian terhadap
karakteristik bobot badan dan ukuran linier
tubuh rusa sambar. Pada pencatatan tahap
awal, jumlah ternak, jenis kelamin dan kelompok umur rusa yang diamati ditampilkan pada
Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi umur dan jenis kelamin
rusa yang diamati
Jenis Kelamin
Umur

Muda
Dara
Dewasa


Jumlah
Jantan

Betina

5
15
14

3
10
20

8
25
34

Rusa yang terdata diberikan penomoran
(ear-tag) sebagai identitas bagi pengamatan
selanjutnya. Peubah yang diamati adalah bobot

badan, panjang badan, lebar dan lingkar dada,
panjang dan lebar kepala serta panjang dan
lebar telinga. Rusa betina dewasa sejumlah 10
ekor dan seekor jantan ditempatkan pada pedok
tersendiri, begitu pula dengan 10 ekor betina
dara dengan seekor pejantan. Pejantan dipilih
dari kelompok jantan dewasa yang memiliki
bobot badan tertinggi. Sedang jantan dara dan
anak (jantan dan betina) dikembalikan pada
kelompok besar. Pengamatan terhadap se-mua
rusa yang telah dinomori (ear-tag) dilaku-kan
pengulangan setiap tanggal 18-20 pada bulan
Maret, Mei, dan Juli 2008.
Pengukuran berulang dibutuhkan untuk
menduga kurva pertumbuhan rusa sambar di
lokasi penelitian dalam mendukung kegiatan
penelitian selanjutnya berupa pemuliabiakan
rusa sambar. Bobot badan ditimbang meng-

8


Jurnal Veteriner Maret 2009

Vol. 10 No. 1 : 7-11

gunakan timbangan FX1 electronic weighing
system merk Iconix kapasitas 2000 kg dengan
skala terkecil 0,1 kg dan ukuran dimensi tubuh
menggunakan pita ukur panjang 1500 cm
dengan skala terkecil 0,1 cm. Pengaruh umur
(muda, dara dan dewasa), jenis kelamin (jantan
dan betina) pada peubah yang diamati dianalisis
menggunakan Proc GLM, dan Proc Corr dengan
bantuan paket program SAS 6.12 (SAS, 1985).

diakibatkan faktor genetik, yaitu adanya silang
dalam akibat pencampuran tetua dan anak pada
areal yang sama sehingga perkawinan tidak
terkontrol.
Perkembangan ukuran dimensi tubuh

sesuai dengan umur rusa. Pada rusa dewasa
diperoleh ukuranyang lebih besar dalam hal :
ukuran lebar dada, panjang badan, panjang dan
lebar kepala serta panjang dan lebar telinga.
Kecuali pada lingkar dada, rusa sambar jantan
lebih tinggi dibanding betina, pada rusa sambar
dewasa (107,64+5,67 cm pada jantan dan
99,37+3,52 pada betina), rusa sambar dara
(92,47+5,63 cm pada jantan dan 83,45 + 7,80
cm pada betina) dan tidak berbeda pada rusa
sambar muda. Lebih tingginya ukuran lingkar
dada ini juga terjadi pada rusa timor
(R timorensis) yang memperoleh nilai 74,3 cm
pada jantan dan 65,2 cm pada betina (Garsetiasih
dan Takandjandji, 2007).
Evaluasi terhadap keeratan masing-masing
peubah yang diamati dapat dilihat pada Tabel
3. Lingkar dada memberikan nilai korelasi
fenotipik yang tertinggi diikuti oleh panjang
badan dan lebar dada, yaitu berturut-turut
sebesar 0,94; 0,90; dan 0,84. Lingkar dada,
panjang badan dan lebar dada ini selanjutnya
dipergunakan untuk menduga persamaan
regresi linier yang paling baik sebagai penduga
bobot badan.
Pendugaan terhadap bobot badan banyak
dilakukan untuk memudahkan pelaksanaan
pengamatan di lapangan dengan melakukan
pengukuran pada ukuran linier tubuh.
Pendugaan bobot badan ini telah banyak
dilakukan pada sapi potong, kambing/domba,
dan ternak lain. Pada Tabel 4 ditampilkan
konstanta regresi linier lingkar dada, lebar dada
dan panjang badan terhadap bobot badan. Nilai

HASIL DAN PEMBAHASAN
Berikut ditampilkan rataan bobot badan
dan ukuran linier tubuh rusa sambar di lokasi
penelitian. Bobot badan rusa sambar jantan
pada umur dara dan dewasa lebih tinggi
dibandingkan betina, kecuali pada rusa muda.
Hal ini diduga terjadi karena pengaruh
hormonal, sehingga rusa jantan lebih berat
mulai umur dara. Menurut Lincoln (1985)
dalam Semiadi (2006), bahwa sekresi hormon
luteinizing (LH) erat hubungannya dengan
pertumbuhan dan siklus reproduksi pada
kelompok jantan dan Betina. Hormon lain yang
mempengaruhi pertumbuhan juga hormon
progesteron, dan testoteron (Semiadi, 2006).
Bobot badan rusa sambar dewasa ini masih lebih
rendah dibandingkan hasil penelitian Semiadi
et al., (2005) yang menerangkan bobot rusa
sambar dewasa jantan antara 136-320 kg dan
pada betina antara 135-225 kg. Rendahnya bobot
badan ini dapat disebabkan oleh ketersediaan
pakan yang tidak memadai, yaitu populasi rusa
di lapang melebihi kapasitas tampungnya.
Menurut Semiadi (2008, komunikasi pribadi)
bahwa daya tampung rusa sambar di lapang
adalah 20 ekor/ha dan pada saat penelitian
berlangsung terdapat sejumlah 235 ekor rusa
pada lahan seluas 9,5 ha. Dapat pula

Tabel 2. Karakteristik morfometrik rusa sambar (rata-rata ± SD)
Karakter

Muda
Jantan
Betina

Dara
Jantan

Dewasa
Jantan
Betina

Betina

Bobot badan (kg)

35.30 + 8.30d

34.93 + 10.63d

60.46 + 10.83c

46.40 + 7.86d

97.23 + 15.47a

80.42 + 9.25b

Lingkar dada (cm)

76.00 + 5.43e

74.33 + 9.50e

92.47 + 5.63c

83.45 + 7.80d

107.64 + 5.67a

99.37 + 3.52b

Lebar dada (cm)

19.00 + 2.00

19.33 + 1.53

21.73 + 1.67

20.36 + 2.29

a

25.07 + 2.64

23.47 + 2.25ab

Panjang badan (cm)

79.20 + 6.65d

75.33 + 8.02d

93.27 + 5.51b

85.27 + 6.12c

105.50 + 5.03a

99.68 + 5.75a

Panjang kepala (cm)

22.00 + 1.87

21.67 + 3.05

c

24.73 + 1.75

b

24.91 + 2.91

28.29 + 2.27

29.11 + 2.38a

Lebar kepala (cm)

10.20 + 4.60

11.67 + 0.58

bc

12.53 + 0.74

bc

11.82 + 3.03

a

15.43 + 1.45

13.68 + 1.25ab

Panjang telinga (cm)

13.80 + 0.84a

12.33 + 1.53b

14.40 + 1.12a

13.82 + 1.33a

15.43 + 1.09a

14.53 + 1.68a

Lebar telinga (cm)

10.80 + 0.84

10.33 + 1.53

11.33 + 0.72

10.91 + 1.34

12.43 + 0.94

11.89 + 0.81ab

d

c
c

c

d

bc

b
b

c

bc

cd

bc

Keterangan : Huruf superskrip pada baris yang sama, berbeda nyata (P