Evaluasi Pengaruh Temperatur Pengeringan dan Iradiasi Sinar Gamma terhadap Karakteristik Film Sambung Silang Kitosan-Tripolifosfat

(1)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Evaluasi Pengaruh Temperatur Pengeringan dan Iradiasi

Sinar Gamma terhadap Karakteristik Film Sambung

Silang Kitosan-Tripolifosfat

SKRIPSI

DINA HARYANTI

108102000035

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

JANUARI 2013


(2)

ii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Evaluasi Pengaruh Temperatur Pengeringan dan Iradiasi

Sinar Gamma terhadap Karakteristik Film Sambung

Silang Kitosan-Tripolifosfat

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi

DINA HARYANTI

108102000035

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

JANUARI 2013


(3)

iii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


(4)

(5)

v UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


(6)

vi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

ABSTRAK

Nama : Dina Haryanti

Program Studi : Farmasi

Judul : Evaluasi Pengaruh Temperatur Pengeringan dan Iradiasi Sinar Gamma terhadap Karakteristik Film Sambung Silang Kitosan-Tripolifosfat

Telah dibuat film sambung silang kitosan-tripolifosfat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi pengaruh temperatur pengeringan dan iradiasi sinar gamma terhadap karakteristik film sambung silang kitosan–tripolifosfat. Film dibuat pada temperatur 40°C (T40°C NI), 50°C (T50°C NI), dan 60°C (T60°C NI). Kemudian sebagian film 40°C (T40°C I), 50°C (T50°C I), dan 60°C (T60°C I) diiradiasi sinar gamma dengan dosis sebesar 25 kGy. Film dikarakterisasi stabilitas fisik, kekuatan tarik, perpanjangan putus, ketebalan, pemeriksaan morfologi, laju transmisi uap air dan rasio pengembangan. Medium atau cairan film T40°C NI ditumbuhi oleh jamur sehingga karakterisasi tidak dilanjutkan. Hasilnya menunjukkan bahwa temperatur pengeringan berpengaruh secara bermakna (p < 0,025) pada kekuatan tarik, ketebalan, perpanjangan putus, dan rasio pengembangan film T50°C NI dan T60°C NI. Iradiasi sinar gamma dengan dosis sebesar 25 kGy berpengaruh secara bermakna (p < 0,025) pada kekuatan tarik, ketebalan, perpanjangan putus, laju transmisi uap air dan rasio pengembangan film T60°C I, sedangkan pada perpanjangan putus dan laju transmisi uap air tidak berpengaruh secara bermakna (p > 0,025) pada film T50°C I .


(7)

vii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

ABSTRACT

Name : Dina Haryanti

Program Study : Pharmacy

Title : Evaluation of Drying Temperature Effect and Gamma Irradiation on the Characteristics of Cross-Linked Chitosan-Tripolyphosphate Films

Cross-linked chitosan-tripolyphosphate film have been prepared. The purpose of this study was to evaluate the effect of drying temperature and gamma irradiation on the characteristics of cross-linked chitosan-tripolyphosphate film. The film was made at a temperature of 40°C (T40°C NI), 50°C (T50°C NI), and 60°C (T6°C NI). Then most of the film 40 °C (T40°C I), 50°C (T50°C I), and 60°C (T60°C I) were irradiated with gamma rays at 25 kGy dose. Then the films were characterized physical stability, tensile strength, elongation at break, thickness, morphology examination, water vapor transmission rate and the ratio of swelling. All of T40°C NI film medium or liquid overgrown by fungi that characterization was not continued. The results indicate that the effect of drying temperature affected significantly (p < 0.025) on the tensile strength, thickness, elongation at break, and the ratio of swelling T50°C NI and T60°C NI film. Gamma rays irradiation at a dose of 25 kGy affected significantly (p < 0.025) on the tensile strength, thickness, elongation at break, water vapor transmission rate and the ratio of swelling T60°C I film, whereas the elongation at break and vapor transmission rate water did not affect significantly (p > 0.025) in the T50°C I film. Keywords: chitosan, cross-linked film, tripolyphosphate, plasticizer, drying


(8)

viii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyeleseikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:

1) Ibu Yuni Anggraeni, M.Fam., Apt, selaku dosen pembimbing I dan Ibu Sabrina, M.Fam., Apt, selaku dosen pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan, waktu, tenaga, saran, dukungan dan memiliki andil besar dalam proses penelitian dan penyeleseian tugas akhir saya ini, semoga segala bantuan dan bimbingan ibu mendapat imbalan yang lebih baik di sisi-Nya.

2) Ibu Dian Iramani, Ibu Susi, dan Bapak Cahyono selaku pihak dari BATAN atas penggunaan segala fasilitas dan bantuannya selama penelitian.

3) Bapak Hendra, selaku pihak yang telah membantu dalam proses pengerjaan statistik.

4) Bapak Prof. Dr. (hc) dr. MK. Tadjudin, Sp. And., selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

5) Bapak Drs. Umar Mansur, M. Sc., Apt selaku ketua Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

6) Bapak dan Ibu staf pengajar, karyawan dan laboran yang telah memberikan bimbingan dan bantuan selama saya menempuh pendidikan di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.


(9)

ix UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 7) Dian Firanti Allisa dan Ajeng Ayu Febriani, sahabat saya selama kurang

lebih 4 tahun bersama. Dwi Nur Astria, Sivia Nurulliana, dan Mahmudah, teman seperjuangan dan satu laboratorium. Para VIPs, Putri Rahmawati, Berty Puspitasari, Inda Aliah. Indah Prihandini yang selalu menemani dan Eva Yuliani yang juga turut membantu. Serta rekan-rekan

mahasiswa Program Studi Farmasi A ―Alcoolique‖ dan angkatan 2008,

atas bantuan, dukungan, kerjasama, kebersamaan dan kekeluargaannya. 8) Alif P. L, Grace Z, dan Ka Lita J, atas bantuan, motivasi, dan doa selama

proses kegiatan penelitian.

9) Kedua orang tua, Bapak Giman Soetjipto dan Ibu Rina Keksiani, serta saudara-saudara serta seluruh keluarga tercinta atas perhatian, doa, semangat, motivasi dan dukungan baik moral maupun material yang telah diberikan untuk menyeleseikan penelitian dengan sebaik mungkin. Semoga segala amalan dan jerih payahnya mendapat balasan yang jauh lebih baik.

10)Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan bantuan dan semangat selama peneletian hingga terwujudnya skripsi ini.

Jakarta, Januari 2013


(10)

(11)

xi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ………. ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ……… iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ……… iv

HALAMAN PENGESAHAN ……… v

ABSTRAK ……… vi

ABSTRACT ……… vii

KATA PENGANTAR ……… viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ……… x

DAFTAR ISI……… xi

DAFTAR GAMBAR………... xiii

DAFTAR TABEL……… xiv

DAFTAR LAMPIRAN ……… xv

BAB 1 . PENDAHULUAN ……… 1

1.1 Latar Belakang……… 1

1.2 Perumusan Masalah……… 3

1.3 Tujuan Penelitian……… 3

1.4 Manfaat Penelitian ……… 3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ……… 4

2.1 Kitosan ……… 4

2.1.1 Sifat Fisikokimia ……… 4

2.1.2 Crosslinking (Sambung Silang) ……… 5

2.2 Film Kitosan ……… 6

2.2.1 Pemanfaatan Film Kitosan ……… 6

2.2.2 Pembentukan Film Kitosan ……… 6

2.3 Stabilitas Film Kitosan ……… 7

2.4 Karakteristik Film ……… 8

2.4.1 Karakteristik Mekanik ……… 8

2.4.2 Karakteristik Fisik ……… 8

2.4.3 Karakteristik Kimia ……… 9

2.4.4 Karakteristik Fungsional ……… 9

2.5 Efek Pengeringan terhadap Karakteristik Film……… 9

2.6 Efek Iradiasi terhadap Karakteristik Film……… 11

2.7 Bahan Tambahan dalam Sediaan Film……… 11


(12)

xii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.7.2 Pelarut ……… 14

BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN ……… 15

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ……… 15

3.2 Alat Penelitian ……… 15

3.3 Bahan Penelitian ……… 15

3.4 Prosedur Penelitian ……… 16

3.4.1 Preparasi Larutan Kitosan 1% ……… 16

3.4.2 Preparasi Film Sambung Silang Kitosan – Tripolifosfat ……… 16

3.4.3 Evaluasi Karakteristik Mekanik (Kekuatan Tarik dan Perpanjangan Putus) ……… 17

3.4.4 Evaluasi Karakteristik Fisik……… 18

3.4.4.1 Pengukuran Ketebalan ……… 18

3.4.4.2 Pemeriksaan Morfologi Permukaan Film ……… 18

3.4.5 Evaluasi Karakteristik Fungsional ……… 18

3.4.5.1 Evaluasi Rasio Pengembangan ……… 18

3.4.5.2 Laju Transmisi Uap Air ……… 18

3.4.6 Analisa Statistik ……… 19

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ……… 20

4.1 Stabilitas Fisik ………... 20

4.2 Karakteristik Mekanik ………. 21

4.3 Karakteristik Fisik ……….. 24

4.3.1 Ketebalan……… 24

4.3.2 Mikroskopik Permukaan Film ……… 25

4.4 Karakteristik Fungsional ……… 26

4.4.1 Laju Transmisi Uap Air ……….. 26

4.4.2 Rasio Pengembangan ………. 28

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN……….. 30

5.1 Kesimpulan ……… 30

5.2 Saran ……… 30


(13)

xiii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Struktur Kimia Kitosan……… 4

Gambar 2.2 Struktur Kimia Gliserol……… 12

Gambar 2.3 Struktur Kimia Sorbitol……… 13

Gambar 2.4 Struktur Kimia Asam Laktat……… 14

Gambar 4.1 Film Sambung Silang Kitosan – Tripolifosfat ……… 20

Gambar 4.2 Film Sambung Silang Kitosan – Tripolifosfat yang Dikeluarkan dari Oven ………. 21

Gambar 4.3 Diagram Kekuatan Tarik Film ……… 22

Gambar 4.4 Diagram Perpanjangan Putus Film ……… 23

Gambar 4.5 Diagram Ketebalan Film ……… 24

Gambar 4.6 Gambar Mikroskopik Permukaan Film (Perbesaran 400x) ………… 25

Gambar 4.7 Diagram Laju Transmisi Uap Air ……… 26

Gambar 4.8 Kurva Pertambahan Bobot Keempat Sampel Film .……….. 27

Gambar 4.9Profil Rasio Pengembangan Keempat Film dalam Medium Dapar Fosfat Salin pH 7,4 ………... 28


(14)

xiv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Tabel Perlakuan Terhadap Sampel Film Kitosan……… 17

Tabel 4.1 Evaluasi Visual Ketiga Sampel Film ……… 20

Tabel 4.2 Kekuatan Tarik dan Perpanjangan Pada Saat Putus……….. 21

Tabel 4.3 Ketebalan Film ……… 23

Tabel 4.4 Laju Transmisi Uap Air (WVTR) Keempat Sampel Film ……… 25

Tabel 4.5 Rasio Pengembangan Keempat Film dalam Medium Dapar Fosfat Salin Ph. 7,4 ……… 27


(15)

xv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Bagan Alur Penelitian ……… 36

Lampiran 2. Ketebalan Kedua Film Sebelum Diiradiasi ……… 37 Lampiran 3. Ketebalan Kedua Film Setelah Diiradiasi ……… 37 Lampiran 4. Kekuatan Tarik dan Perpanjangan Putus Film T50°C Ni Dan

T60°C Ni ……… 37

Lampiran 5. Kekuatan Tarik dan Perpanjangan Putus T50°C I Dan T60°C I …… 38 Lampiran 6. Laju Transmisi Uap Film T50°C Ni Dan T60°C Ni ……… 39 Lampiran 7. Laju Transmisi Uap Film T50°C I Dan T60°C I ……… 39 Lampiran 8. Rasio Pengembangan Film T50°C Ni Dan T60°C Ni Dalam Medium

Dapar Fosfat Salin Ph. 7,4 ……… 40

Lampiran 9. Rasio Pengembangan Film T50°C I Dan T60°C I Dalam Medium

Dapar Fosfat Salin Ph. 7,4 ……… 41

Lampiran 10. Hasil Statistik Ketebalan Kedua Sampel Film ……… 43 Lampiran 11. Hasil Statistik Kekuatan Tarik Kedua Sampel Film ……… 45 Lampiran 12. Hasil Statistik Perpanjangan Putus Kedua Sampel Film ………… 47 Lampiran 13. Hasil Statistik Laju Transmisi Uap Air Kedua Sampel Film……… 49 Lampiran 14. Hasil Statistik Rasio Pengembangan Kedua Sampel Film ……… 51

Lampiran 15. Gambar Alat-Alat Penelitian……… 53

Lampiran 16. Gambar Bahan-Bahan Penelitian ……… 54


(16)

1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Belakangan ini banyak membran polimer yang telah diteliti dengan tujuan sebagai penutup luka. Di antaranya adalah polimer sintetik seperti poliuretan, polietilen, polilaktida, poliglikolida, dan poliakrilonitril. Namun beberapa dari bahan tersebut memiliki kelemahan, yakni salah satunya adalah biokompatibilitas yang lemah. Salah satu pendekatan alternatif yang dapat dilakukan yakni melibatkan penggunaan polimer biodegradable termasuk kitosan karena polimer tersebut banyak tersedia di alam dan tidak beracun (Eldin et al., 2008).

Kitosan merupakan biopolimer alami yang berasal dari kitin dan komponen utama dari kerangka luar Crustacea (Paul & Sharma, 2004). Kitosan merupakan biopolimer alami kationik, tidak beracun, biokompatibel dan non-antigenik. Jumlahnya sangat berlimpah dan merupakan carrier yang menjanjikan untuk pelepasan obat yang berkelanjutan. Semua sifat penting tersebut membuat kitosan sangat menarik di bidang medis dan farmasi (Silva, 2008). Bahan ini dikenal dalam hal penanganan luka untuk sifat hemostatiknya (Paul & Sharma, 2004). Selain itu, kitosan juga mempengaruhi proses koagulasi darah (Niekraszewicz, 2005). Karena alasan tersebut, kitosan telah menjadi salah satu biomaterial penting untuk penanganan luka dalam beberapa tahun terakhir.

Film dihasilkan dari proses pengeringan (Blacido, 2005). Pengeringan merupakan proses yang kompleks yang melibatkan panas simultan, massa, dan transfer momentum. Sebagian besar proses pengeringan, terutama material yang sensitif terhadap panas seperti makanan dan bio-produk, mengalami kehilangan warna dan/atau tekstur (Shuan Liu, 2008).

Pan et al., (2010) telah meneliti film kitosan yang terplastisisasi gliserin dengan kondisi pengeringan yang berbeda yaitu pada temperatur 40oC dan 80oC. Film yang dihasilkan pada temperatur 40oC memiliki penampilan fisik transparan, kecuali yang diperoleh pada temperatur 80oC yang berwarna kekuningan. Warna kekuningan tersebut disebabkan oleh temperatur yang tinggi. Faktanya, bahwa


(17)

2

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta temperatur yang lebih tinggi dapat menyebabkan peningkatan reaksi Maillard. Film yang dikeringkan pada temperatur 40oC (20% RH & 780 kDa) mempunyai nilai kuat tarik (TS) dan elongasi (E) lebih tinggi yakni 81,3±4,1 MPa dan 56,5±4,7 % dibandingkan dengan film yang dikeringkan pada temperatur 80oC (20% RH & 780 kDa) yakni 64,4±4,3 MPa dan 32,6±4,7 %. Nilai WVP pada film yang dikeringkan pada temperatur 40oC (20% RH & 780 kDa) yakni 1,01±0,13 g.mm/kPa.h.m lebih tinggi dibandingkan dengan film yang dikeringkan pada temperatur 80oC (20% RH & 780 kDa) yakni 0,59±0,08 g.mm/kPa.h.m. Temperatur pengeringan lebih mempengaruhi sifat mekanik dan barrier film daripada RH (relative humidity) pengeringan. Tingginya temperatur pengeringan menghasilkan sifat mekanik yang lebih buruk (TS dan E lebih rendah) dan sifat barrier yang lebih baik (WVP lebih rendah).

Chiou et al. (2009) juga telah meneliti efek temperatur pengeringan terhadap film gelatin ikan. Film gelatin ikan dikeringkan pada 4oC, 23oC, 40oC, dan 60oC. Hal ini mengakibatkan film gelatin ikan yang dikeringkan pada temperatur 4oC memiliki kekuatan tarik dan persen nilai elongasi yang lebih tinggi daripada film gelatin ikan yang dikeringkan pada temperatur 23oC, 40oC, dan 60oC. Selain itu, absorpsi air yang ditunjukkan film gelatin ikan 4oC memiliki keseimbangan kadar air lebih tinggi dari film gelatin ikan 23oC, 40oC, dan 60oC, kecuali pada kelembaban yang relatif rendah dan tinggi. Selain itu, film gelatin ikan 4oC mempunyai nilai permeabilitas uap air dua sampai tiga kali lebih tinggi daripada film gelatin ikan yang lain 23oC, 40oC, dan 60oC.

Pemanfaatan kitosan sebagai bahan baku biomaterial haruslah bersifat steril karena dimaksudkan untuk diaplikasikan pada kulit. Bahan-bahan yang dapat digunakan untuk medis seperti ini sering disterilkan dengan menggunakan sinar gamma Co-60 (Nikham, 2006). Untuk sterilisasi radiasi gamma harus dipilih dosis sterilisasi yang efektif dan dapat ditoleransi tanpa menimbulkan kerusakan. Di Inggris dan Amerika Serikat dosis sterilisasi yang diizinkan adalah 25 kGy. Pemilihan dosis ini didasarkan pada eksperimen di mana sampel uji dipaparkan pada berbagai dosis radiasi (Collett, et al., 1991).

Ketika material dipaparkan sinar gamma, maka bahan tersebut dapat menjalani satu atau beberapa reaksi, bahkan tanpa adanya bahan kimia.


(18)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Menariknya, degradasi polimer alam menjadi oligomer atau material dengan berat molekul rendah seperti yang diinduksi oleh sinar gamma dapat meningkatkan sifat tertentu yang dihasilkan dari material tersebut (Vanichvattanadecha et al., 2009).

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka akan diteliti pengaruh temperatur pengeringan dan iradiasi sinar gamma terhadap karakteristik dari film sambung silang kitosan-tripolifosfat yang meliputi karakteristik mekanik, fisik, dan fungsional.

1.2. Perumusan Masalah

1. Bagaimanakah pengaruh temperatur pengeringan terhadap karakteristik dari film sambung silang kitosan-tripolifosfat?

2. Bagaimanakah pengaruh iradiasi sinar gamma terhadap karakteristik dari film sambung silang kitosan-tripolifosfat?

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh temperatur pengeringan dan iradiasi sinar gamma terhadap karakteristik film sambung silang kitosan–tripolifosfat.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang pengaruh temperatur pengeringan dan iradiasi sinar gamma terhadap karakteristik film sambung silang kitosan-tripolifosfat sehingga dapat diperoleh kondisi pembuatan film sambung silang kitosan-tripolifosfat yang optimum.


(19)

4 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kitosan

2.1.1. Sifat Fisikokimia

Kitosan umumnya diperoleh dari deasetilasi kitin, yang merupakan komponen utama dari eksoskeleton dari cangkang udang (Arifin, 2007). Kitosan mempunyai nama kimia poli-β-(1,4)-2-amino-2-deoxi-D-glukosa. Kitosan merupakan serbuk/serpihan berwarna putih atau krem-putih dan tidak berbau (Rowe, et al., 2009). Kitosan tidak larut dalam air, alkali pekat, alkohol dan aseton, tetapi larut dalam asam lemah. Kitosan memiliki sifat unik, seperti, antibakteri, antivirus, antitoksisitas dan anti alergi, kebal terhadap patogen, biodegradabilitas, biokompatibilitas, dan lainnya. Kitosan aman karena tidak beracun, biodegradable, biokompatibel dan memiliki sifat pembentukan film yang dapat diterapkan di berbagai bidang seperti di industri farmasi (Arifin, 2007).

Gambar 1. Struktur Kimia Kitosan (Rowe et al., 2009)

Kitosan menunjukkan sifat penyembuhan luka. Diduga sifat penyembuhan luka ini, karena kemampuan mereka untuk merangsang produksi fibroblast dengan mempengaruhi faktor pertumbuhan fibroblast. Kitosan dapat mengaktifkan sel-sel inflamasi seperti makrofag, fibroblas dan sel angioendothelial (Aranaz et al., 2009). Selain itu, kitosan juga mempengaruhi proses koagulasi darah. Karena alasan tersebut, kitosan telah menjadi salah satu biomaterial penting untuk penanganan luka dalam beberapa tahun terakhir (Niekraszewicz, 2005; Lou, 2008).


(20)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Serbuk kitosan merupakan bahan yang stabil pada suhu kamar, meskipun bersifat higroskopis setelah pengeringan. Kitosan harus disimpan dalam sebuah wadah yang tertutup rapat dengan tempat yang sejuk dan kering. PhEur 6.5 menyatakan bahwa kitosan harus disimpan pada suhu 2-8oC. Kitosan sensitif terhadap temperatur dan tidak boleh dipanaskan di atas 200oC. Suhu tinggi diatas 280oC menyebabkan degradasi termal dari kitosan sehingga rantai polimer cepat terputus (Ok & Kim, 2004). Karena polimer kitosan mengandung gugus polar, hidroksil dan amino di dalam struktur molekul, ia memiliki ketidakstabilan termodinamika. Selain itu, kitosan juga mempunyai pH 4,0-6,0 (Rowe et al., 2009). Di atas pH 7,0 stabilitas kelarutan kitosan rendah. Pada pH yang lebih tinggi, presipitasi atau gelasi cenderung terjadi dan larutan kitosan akan membentuk poli-ion kompleks dengan hidrokoloid anionik membentuk gel (Ok & Kim, 2004).

2.1.2. Crosslinking (Sambung Silang)

Pembentukan film umumnya melibatkan kumpulan inter- dan intra- molekul atau sambung silang (crosslinking) rantai polimer membentuk jaringan 3D setengah kaku (Srinivasa, 2004). Proses sambung silang adalah tahap yang penting untuk memperbaiki stabilitas dari kitosan (Wing Fen et al., 2011). Ukuran molekul crosslinker yang kecil, akan cepat melakukan reaksi sambung silang, karena proses difusi lebih mudah. Tergantung pada sifat dari crosslinker itu sendiri, interaksi utama pembentukan jaringan adalah ikatan kovalen atau ionik (Goncalves et al, 2005)

Dalam penelitian ini, larutan natrium tripolifosfat (NaTPP) digunakan sebagai agen sambung silang dan dapat membuat membran menjadi fleksibel. Selain itu, pada saat yang sama dapat meningkatkan kestabilan kimia membran kitosan (Liu, 2004). Garam natrium tripolifosfat (NaTPP) adalah polianion multivalent paling terkenal yang dapat membentuk gel dengan kitosan dengan interaksi sambung silang ionotropik. Proses sambung silang dapat mengakibatkan suatu polimer mempunyai sifat viskositas bertambah, berat molekul bertambah, sifat mekanik bertambah.


(21)

6

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.2. Film Kitosan

2.2.1. Pemanfaatan Film Kitosan

Dalam beberapa tahun terakhir, penggunaan polimer alam hidrofilik telah menerima cukup perhatian, terutama dari sudut pandang polusi lingkungan, biodegradabilitas, keselamatan dan biaya (Tiwary & Rana, 2010). Kemampuan film kitosan dalam pertumbuhan dan perbaikan jaringan menunjukkan bahwa film kitosan potensial digunakan untuk bidang biomedis. Film kitosan dapat membuat pertumbuhan jaringan cepat dan perbaikan jaringan luka yang efisien (Katalinich, 2001).

Kitosan merupakan bahan yang menjanjikan untuk pengobatan luka bakar. Hal ini dikarenakan kitosan dapat menyerap air dan biokompatibel. Keuntungan lain dengan menggunakan bahan kitosan adalah memungkinkan permeabilitas oksigen yang sangat baik. Hal ini penting untuk mencegah kehilangan oksigen pada jaringan yang terluka. Selain itu, film kitosan memiliki kemampuan untuk menyerap air dan secara alami terdegradasi oleh enzim tubuh. Fakta ini berarti bahwa film kitosan tidak perlu dilepas. Pada kebanyakan cedera (dan khusus luka bakar), pelepasan penutup luka dapat menyebabkan kerusakan pada lokasi cedera (Dutta et al, 2004).

Kitosan juga telah menggantikan polimer sintetis dalam aplikasi opthalmological. Kitosan memiliki semua karakteristik yang dibutuhkan untuk sifat penyembuhan luka. Sifat antimikroba dan menyembuhkan luka bersamaan dengan kemampuan membentuk film yang sangat baik membuat kitosan cocok untuk pengembangan lensa pembalut okular (Dutta et al, 2004).

Selain itu, El-Kamel et al., (2007) telah mengembangkan film kitosan / poli (Ɛ-kaprolakton) mikromatrisial mukoadhesif untuk pengobatan penyakit periodontal. Sedangkan menurut Ikinchi et al., (2002) yang meneliti kitosan dalam bentuk film mampu melawan periodontal patogen Porphiromonas gingivalis.

2.2.2. Pembentukan Film Kitosan

Film kitosan dapat dibuat dengan melarutkan kitosan dalam asam encer dan dituang pada permukaan yang rata dan dikeringkan pada suhu kamar.


(22)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Pengeringan didefinisikan sebagai proses pengambilan air yang relatif kecil dari suatu zat padat atau dari campuran gas. Pengeringan meliputi proses perpindahan panas, massa dan momentum. Pengeringan terjadi oleh adanya panas yang terjadi secara fisik yaitu operasi penguapan (Saputra dan Ningrum, 2010).

Film juga dapat dibuat dengan pemanasan inframerah melibatkan paparan material terhadap radiasi elektromagnetik di daerah panjang gelombang 1,8-3,4 µm, terdapat molekul air yang bergetar pada rentang frekuensi 60000-150000 MHz dan pemanasan internal yang cepat serta kenaikan tekanan uap air di dalam bahan (Srinivasa, 2004). Metode pengeringan yang umum digunakan untuk film adalah pengeringan dengan menggunakan oven. Dalam teknik casting, biofilm diperoleh dengan pengeringan larutan kompleks yang terdiri dari polimer, pelarut yang mudah menguap dan kadang-kadang tidak menguap. Film ini dibuat dengan pengeringan pada temperatur 60oC dalam oven dengan menuangkan larutan pada wadah yang rata (Srinivasa, 2004).

2.3. Stabilitas Film

Film kitosan telah diusulkan untuk digunakan dalam pengolahan makanan, pemisahan membran, teknik kimia, kedokteran dan bidang bioteknologi, sifat mekanik, permeabilitas, stabilitas pelarut. Faktor-faktor yang mempengaruhi selektivitas dari film, yaitu ukuran pori membran, indeks pengembangan, kondisi pembuatan film, ketebalan, metode casting, dan karakteristik zat terlarut seperti berat molekul, dan pelarut yang digunakan (Srinivasa, 2004).

Fungsi film tergantung dari banyak faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja film telah dipelajari secara ekstensif. Banyak studi menjelaskan bagaimana komposisi, persiapan, dan kondisi penyimpanan mempengaruhi stabilitas barrier film dan sifat mekaniknya. Guo, et al. (2012) telah meneliti faktor yang mempengaruhi sifat fisik edible film dari protein jagung dan gandum. Rasio protein jagung, konsentrasi gliserol, rasio cair-padat, konsentrasi etanol, pH dan perlakuan temperatur pemanasan mempengaruhi sifat fisik film tersebut. Selain itu, Bourtoom (2007) juga telah meneliti faktor yang mempengaruhi sifat edible film dari protein kacang hijau. Disebutkan bahwa pH dan temperatur pemanasan film memiliki pengaruh terbesar pada sifat


(23)

fisiko-8

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta kimia dan permeabilitas edible film yang dari protein kacang hijau. Warna film juga lebih gelap dan lebih kekuningan seiring dengan peningkatan pH dan temperatur pemanasannya. Sedangkan, Dureja, et al. (2011) menyebutkan dalam penelitiannya bahwa waktu penyimpanan, temperatur pengeringan, kelembaban udara, dan jumlah plasticizer mempengaruhi sifat film pati kaya amilosa.

2.4. Karakteristik Film 2.4.1. Karakteristik Mekanik

Kekuatan tarik merupakan gaya tarik maksimum yang dapat ditahan oleh sebuah film hingga terputus. Kuat tarik yang terlalu kecil mengindikasikan bahwa film yang bersangkutan tidak dapat dijadikan sediaan, karena karakter fisiknya kurang (Astuti, 2008). Parameter ini menggambarkan gaya maksimum yang terjadi pada film selama pengukuran berlangsung. Sedangkan perpanjangan putus adalah perubahan panjang maksimum pada saat terjadi peregangan sampai film terputus. Perpanjangan putus mempresentasikan kemampuan film meregang secara maksimum. Film dengan nilai pemanjangan yang rendah mengindikasikan bahwa film tersebut kaku dan mudah patah. Umumnya struktur film lebih lembut, kuat tarik menurun dan perpanjangan putus meningkat. Temperatur pengeringan dan pH adalah faktor yang paling berpengaruh terhadap sifat mekanik, sedangkan waktu pengeringan mempunyai efek yang lebih sedikit (Astuti, 2008).

2.4.2. Karakteristik Fisik

Ketebalan merupakan parameter yang berpengaruh terhadap pembentukan film. Ketebalan film dipengaruhi oleh luasan cetakan, volume larutan, dan banyaknya total padatan dalam larutan. Dengan cetakan yang sama, film yang terbentuk akan lebih tebal apabila volume larutan yang dituangkan ke dalam cetakan lebih banyak. Sedangkan pemeriksaan morfologi permukaan film dilakukan dengan mikroskop cahaya (LM) atau SEM (Scanning Electron Microscopy) untuk mengetahui mikrostruktur permukaan film (Park et al., 1996; Astuti, 2008).


(24)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.4.3. Karakteristik Kimia

Banyak peneliti sering meneliti konformasi kitosan menggunakan spektroskopi IR karena spektrum IR menunjukkan pita serapan khas yang sensitif terhadap konformasi molekul kitosan (Kweon et al, 2000). Spektrum yang diperoleh digunakan untuk menentukan kemungkinan interaksi kelompok fungsional antara kitosan dengan natrium tripolifosfat (Salleh et al, 2009). Sedangkan penentuan bobot molekul dilakukan dengan menggunakan metode viskositas dengan menggunakan viskometer Ostwald (Srinivasa, 2004).

2.4.4. Karakteristik Fungsional

Laju transmisi uap air adalah kecepatan transmisi uap air melalui suatu unit luasan bahan yang permukaannya rata dengan ketebalan tertentu, sebagai akibat dari suatu perbedaan unit tekanan uap antara dua permukaan tertentu pada kondisi suhu dan kelembaban tertentu. Laju ini menyangkut proses pemindahan larutan dan difusi, larutan berpindah dari satu sisi film dan selanjutnya berdifusi ke sisi lainnya setelah menembus film tersebut (Krochta, 1994). Laju transmisi uap air sangat dipengaruhi oleh RH, temperatur, ketebalan, jenis dan konsentrasi plasticizer dan sifat bahan pembentuk film (Astuti, 2008). Ketebalan film juga berpengaruh terhadap laju transmisi uap air. Sedangkan, daya mengembang dari film kitosan ditentukan dengan merendamnya dalam phosphate buffered saline (PBS pada pH 7,4).

2.5. Efek Pengeringan terhadap Karakteristik Film

Pengaruh kondisi pengeringan yang diberikan tergantung pada berbagai karakteristik bahan baku. Selain itu, berbagai fenomena, seperti transisi dari bentuk amorf ke fase vitreous, penampilan pemisahan fasa (inkompatibilitas termodinamika) dan kristalisasi dapat terjadi. Hubungan antara sifat fisikokimia biopolimer dan kondisi pengeringan cukup penting (Blacido et al., 2005). Sebagian besar proses pengeringan, terutama material yang sensitif terhadap panas seperti makanan dan bio-produk, mengalami kehilangan warna, nutrisi, rasa dan/atau tekstur (Shuan Liu, 2008).


(25)

10

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Pan et al., (2010) telah meneliti film kitosan yang terplastisisasi gliserin dengan kondisi pengeringan yang berbeda yaitu pada temperatur 40oC dan 80oC. Film yang dihasilkan pada temperatur 40oC memiliki penampilan fisik transparan, kecuali yang diperoleh pada temperatur 80oC yang sedikit berwarna kekuningan. Menurut Srinivasa dan Mayachiew & Devahastin, warna kekuningan tersebut disebabkan oleh temperatur yang tinggi. Faktanya, bahwa temperatur yang lebih tinggi dapat menyebabkan peningkatan reaksi Maillard. Film yang dikeringkan pada temperatur 40oC (20% RH & 780 kDa) mempunyai nilai kuat tarik (TS) dan elongasi (E) lebih tinggi yakni 81,3±4,1 MPa dan 56,5±4,7 % dibandingkan dengan film yang dikeringkan pada temperatur 80oC (20% RH & 780 kDa) yakni 64,4±4,3 MPa dan 32,6±4,7 %. Nilai WVP pada film yang dikeringkan pada temperatur 40oC (20% RH & 780 kDa) yakni 1,01±0,13 g.mm/kPa.h.m lebih tinggi dibandingkan dengan film yang dikeringkan pada temperatur 80oC (20% RH & 780 kDa) yakni 0,59±0,08 g.mm/kPa.h.m. Temperatur pengeringan lebih mempengaruhi sifat mekanik dan barrier film daripada RH (relative humidity) pengeringan. Tingginya temperatur pengeringan menghasilkan sifat mekanik yang lebih buruk (TS dan E lebih rendah) dan sifat barrier yang lebih baik (WVP lebih rendah).

Chiou et al. (2009) juga telah meneliti efek temperatur pengeringan terhadap film gelatin ikan. Film gelatin ikan dikeringkan pada 4oC, 23oC, 40oC, dan 60oC. Hal ini mengakibatkan film gelatin ikan yang dikeringkan pada temperatur 4oC memiliki kekuatan tarik dan persen nilai elongasi yang lebih tinggi daripada film gelatin ikan yang dikeringkan pada temperatur 23oC, 40oC, dan 60oC. Selain itu, absorpsi air yang ditunjukkan film gelatin ikan 4oC memiliki keseimbangan kadar air lebih tinggi dari film gelatin ikan 23oC, 40oC, dan 60oC, kecuali pada kelembaban yang relatif rendah dan tinggi. Selain itu, film gelatin ikan 4oC mempunyai nilai permeabilitas uap air dua sampai tiga kali lebih tinggi daripada film gelatin ikan yang lain 23oC, 40oC, dan 60oC.


(26)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.6. Efek Iradiasi terhadap Karakteristik Film

Jika suatu radiasi ionisasi mengenai molekul polimer dari film maka akan terjadi reaksi kimia yang pada akhirnya akan menentukan sifat polimer tersebut. Efek radiasi pada polimer meliputi pembentukan produk gas, reduksi, eksitasi, dan produksi tak jenuh baru. Tetapi dua reaksi yang menyebabkan perubahan utama dalam sifat-sifat polimer adalah pemotongan ikatan rantai utama (degradasi) dan pembentukan ikatan kimia antara molekul polimer berbeda (crosslinking) (Nikham, 2006). Degradasi yang disebabkan oleh pemecahan rantai polimer dan proses oksidasi akan menurunkan kekuatan serta modulus elastisitas pada umumnya (Chapiro, 1962).

Pembentukan ikatan silang yang disebabkan oleh adanya reaksi rekombinasi antara makro-radikal akan meningkatkan kekuatan dan modulus plastik (Chapiro, 1962). Mekanisme ikatan mungkin bervariasi antara polimer yang satu dengan yang lain. Diperkirakan ada tiga proses utama pembentukan radikal. Pertama, pembelahan ikatan C-H pada satu rantai polimer untuk membentuk atom hidrogen, diikuti dengan abstraksi atom hidrogen kedua dari rantai tetangganya untuk menghasilkan hidrogen. Kemudian dua radikal polimer yang berdekatan bergabung untuk membentuk ikatan silang. Kedua, migrasi posisi radikal yang dihasilkan oleh pembelahan ikatan C-H sepanjang rantai-rantai polimer hingga dua darinya berdekatan, kemudian bergabung membentuk ikatan silang. Ketiga, reaksi kelompok tak jenuh dengan atom hidrogen untuk membentuk radikal- radikal polimer yang dapat bergabung (Nikham, 2006).

2.7. Bahan Tambahan dalam Sediaan Film 2.7.1. Plasticizer

Plasticizer adalah bahan non volatil, bahan yang tidak dapat berdiri sendiri, mempunyai titik didih yang tinggi, dan jika ditambahkan ke bahan lain akan mengubah sifat fisik dan mekanik dari bahan tersebut. Penambahan plasticizer diperlukan untuk mengatasi sifat rapuh film yang disebabkan oleh kekuatan intermolekuler ekstensif. Gliserol, asetilat monogliserid, polietilen glikol, dan sukrosa adalah senyawa yang biasa digunakan sebagai plasticizer. Polyols, seperti sorbitol dan gliserol, efektif sebagai plasticizer karena


(27)

12

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta kemampuannya untuk mengurangi ikatan hidrogen internal. Penambahan plasticizer akan menghindarkan film dari keretakan selama penanganan maupun penyimpanan yang dapat mengurangi sifat-sifat ketahanan film (Donhowe & Fennema, 1994).

Plasticizer dalam penelitian ini digunakan untuk meningkatkan kelenturan, kelembutan, fleksibilitas dan resilienci yaitu kemampuan untuk kembali ke bentuk semula dari material. Mekanisme kerja dari plasticizer adalah dengan menyediakan volume bebas yang dapat menurunkan suhu transisi gelas dari campuran, dengan melonggarkan rantai polar polimer melalui pembentukan ikatan fisik antara polimer dengan plasticizer, serta dengan membentuk fasa gerak yang dinamis yang dapat memfasilitasi pergerakan rantai polimer. Kecocokan yang tinggi merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan plasticizer (Billmeyer, 1992).

2.7.1.1. Plasticizer Gliserol

Gliserol atau biasa dikenal dengan nama gliserin adalah cairan kental yang tidak berwarna, tidak berbau, dan higroskopis. Memiliki rumus molekul C3H8O3

dengan nama kimianya propan-1,2,3-triol. Gliserol juga memiliki berat molekul 92,09, berat jenis 1,249 g/cm3 dan titik didih 290oC (Rowe et al., 2009; Panitia Famakope Indonesia, 1979). Selain sebagai plasticizer, gliserol juga memiliki berbagai fungsi sebagai antimikrobial, pelarut, bahan pemanis dan humektan. Gliserol bersifat larut dalam eter, etil asetat, air, metanol dan etanol 95%, agak larut dalam aseton, tetapi praktis tidak larut dalam minyak, kloroform dan benzena (Rowe et al., 2009).

Gambar 2. Struktur Kimia Gliserol (Rowe et al., 2009)

Gliserol efektif digunakan sebagai plasticizer pada film, seperti film berbahan dasar gelatin, pektin, pati dan yang lainnya termasuk kitosan. Pada penelitian ini digunakan gliserol karena kemampuannya untuk mengurangi ikatan


(28)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta hidrogen internal cukup baik (Igoe, 1994). Berdasarkan penelitian bahwa dengan penambahan gliserol dengan konsentrasi 0,25 ml/g dan 0,5 ml/g mampu menghasilkan nilai rata-rata kekuatan tarik edible film (bioplastic) kitosan sebanding dengan film sintetis dari HDPE (High Density PolyEthylene) dan LDPE (Low Density PolyEthylene), yaitu nilai rata-rata minimal 8,3 Newton/mm2 atau 8,3 MPa dan nilai rata-rata maksimum 44,8 Mpa. Sedangkan nilai rata-rata persentase elongasi (pemanjangan) keduanya sebanding dengan selofan komersil, yaitu sebesar 27% dan 46% (Buttler et al., 1996l). Bourtoom (2008) telah meneliti pengaruh plasticizer sorbitol dan gliserol pada film kitosan-pati beras. Film yang terplastisisasi dengan gliserol memiliki struktur yang fleksibel dengan kekuatan tarik rendah yakni 14,31 MPa, tetapi menghasilkan WVP yang tinggi.

2.7.1.2. Plasticizer Sorbitol

Sorbitol adalah serbuk berwarna putih, tidak berbau, berbentuk kristal dan higroskopis. Memiliki rumus kimia C6H14O6 dan berat molekul 182,17, berat jenis

1,49 g/cm3, pH 4,5-7,0 dalam larutan 10% w/v (Rowe et al., 2009). Selain sebagai plasticizer, sorbitol juga memiliki berbagai fungsi sebagai diluen tablet dan kapsul, pelarut, bahan pemanis dan humektan. Sorbitol bersifat mudah larut dalam etanol, agak larut dalam metanol, tetapi praktis tidak larut dalam kloroform dan eter (Rowe et al., 2009).

Dari hasil percobaan yang telah dilakukan Purwanti (2010), dengan penambahan plasticizer dengan konsentrasi 2 g sorbitol/g kitosan, nilai kuat tarik film kitosan mengalami penurunan dari 3,94 MPa menjadi 0,2 MPa dan nilai persen elongasi kitosan mengalami peningkatan dari 1,5% menjadi 16,6%.

Gambar 3. Struktur Kimia Sorbitol (Rowe et al., 2009)

Gliserol dan sorbitol banyak digunakan sebagai plasticizer karena stabilitasnya (Casariego et al., 2007). Dibandingkan dengan gliserol, sorbitol memiliki titik lebur yang lebih tinggi. Ini merupakan keuntungan dalam hal


(29)

14

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta meningkatkan stabilitas termal dari material. Penggunaan sorbitol juga diharapkan untuk meningkatkan ketahanan terhadap air serta sifat tariknya (Li & Huneault, 2011).

2.7.2. Pelarut

Asam laktat tidak berwarna atau agak berwarna kekuningan, praktis tidak berbau, kental, cairan yang tidak mudah menguap dan higroskopis. Memiliki rumus kimia C3H6O3 dengan nama kimia 2-asam hidroksipropionat. Asam laktat

memiliki berat molekul 90,08, dan titik didih 122oC pada 2 kPa (15 mmHg). Asam laktat terdiri dari campuran 2-asam hidroksipropionat, yang merupakan produk kondensasi, seperti asam laktoyllaktik dan asam polilaktik lainnya, serta air (Rowe et al., 2009).

Gambar 4. Struktur Kimia Asam Laktat (Rowe et al., 2009)

Dalam penelitian ini asam laktat berfungsi sebagai pelarut dari kitosan. Asam laktat dapat bercampur dengan etanol (95%), eter dan praktis tidak larut dalam kloroform (Rowe et al., 2006). Dalam struktur kimianya, asam laktat merupakan salah satu molekul terkecil yang memiliki sifat optis aktif yang mempunyai satu atom karbon kiral sehingga memiliki dua bentuk enantiomer, yaitu L- dan D-laktat (Astuti, 2008). Kitosan merupakan poliglukosamin yang dapat larut dalam kebanyakan asam seperti asam asetat, asam laktat atau asam-asam organik (adipat, malat), asam-asam mineral seperti HCl, HNO3 pada konsentrasi

1% dan mempunyai daya larut terbatas dalam asam fosfat dan tidak larut dalam asam sulfat (Astuti, 2008).


(30)

15 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Multiguna Program Studi Pendidikan Dokter, Laboratorium Bioavailability and Bioequivalence (PBB) Program Studi Farmasi, Laboratorium Natural Product Chemistry (PNA) Program Studi Farmasi, Laboratorium Sterile Preparation Technology (PST) Program Studi Farmasi, dan Laboratorium Environmenal Health (HEN) Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Sentra Teknologi Polimer dan Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi (PATIR) - Badan Teknologi Nuklir (BATAN). Penelitian ini dilakukan selama 5 bulan dari bulan Agustus sampai Desember 2012.

3.2. Alat Penelitian

Pipet mikro (Wigen Hauser), hot plate stirrer (Advantec SRS710HA, Jepang), desikator, neraca analitik (Ogawa Seiki, Jepang), vacuum, alat pemotong dumb bell (Saitama, Japan), tensile tester Strograph-R1 (Toyoseiki, Jepang), pH meter (Horiba F-52), oven (Eyela NDO-400, Jepang), digimatic micrometer (Mitutoyo, Jepang), sonikator (Bransonic 5510, Jepang), mikroskop (Olympus), irradiator sinar gamma, gelas beker, buret, spuit, dan peralatan-peralatan gelas yang umum digunakan di laboratorium.

3.3. Bahan Penelitian

Serbuk kitosan (PT. Biotech Surindo), Natrium Tripolifosfat (Wako, Japan), Asam Laktat (PT. Bratachem), Gliserol (PT. Bratachem), Sorbitol (PT. Bratachem), Asam Asetat (PT. Bratachem), Buffer Fosfat (pH 7,4), NaOH, Silika Gel dan Aquadest.


(31)

16

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.4. Prosedur Penelitian

3.4.1. Preparasi Larutan Kitosan 1%

Kitosan ditimbang 4 gram dengan menggunakan kaca arloji, kemudian kitosan didispersikan kedalam 300 ml aquadest pada gelas kimia, ditambahkan larutan asam laktat 4% (4 ml asam laktat dalam 100 ml aquadest) dan diaduk dengan pengaduk magnetik hingga larut. Setelah itu, larutan kitosan disaring dengan bantuan vacum menggunakan corong buchner yang dilapisi kain.

3.4.2. Preparasi Film Sambung Silang Kitosan-Tripolifosfat

Sebanyak 25 ml larutan kitosan ditambahkan dengan 30 ml larutan natrium tripolifosfat (NaTTP) 0,1% secara sedikit demi sedikit menggunakan buret kira-kira 15 menit. Campuran ditambahkan dengan NaOH 0,1 N menggunakan buret sampai pH menjadi 5. Plasticizer gliserol dan sorbitol dengan perbandingan masing-masing 50:50 konsentrasi 40% ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalamnya sambil diaduk dengan pengaduk magnetik hingga homogen. Gelembung yang terbentuk dihilangkan dengan menggunakan sonikator selama 10 menit, dimana gelembung akan naik ke atas. Setelah itu, dipisahkan dengan menggunakan spatula. Kemudian, larutan film dipindahkan ke dalam cetakan/wadah dengan dasar permukaan yang rata. Masing-masing film dikeringkan pada temperatur pengeringan sesuai dengan tabel di bawah ini (Tabel 1). Setelah itu, film diiradiasi pada dosis 25 kGy dengan sinar gamma selama 10 menit.


(32)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tabel 1. Tabel Perlakuan terhadap Sampel Film Kitosan

Sampel Temperatur Pengeringan (oC)

Iradiasi Sinar Gamma

T40°C NI 40 -

T50°C NI 50 -

T60°C NI 60 -

T40°C I 40 Iradiasi

T50°C I 50 Iradiasi

T60°C I 60 Iradiasi

3.4.3. Evaluasi Karakteristik Mekanik (Kekuatan Tarik dan Perpanjangan Putus)

Sifat mekanik dari film kitosan di evaluasi menggunakan tensile tester Strograph-R1 (Toyoseiki. Ltd.). Untuk setiap jenis film dibuat 5 buah sampel (Gunawan et al, 2010). Film dibentuk seperti dumbell dan bebas dari gelembung udara atau ketidaksempurnaan fisik. Setelah itu diukur ketebalannya dengan mikrometer kemudian ditahan di antara dua penjepit dengan jarak jepitan 3 cm. Kekuatan tarik dan perpanjangan putus diukur ketika film putus (Khan et al., 2000). Kekuatan tarik (tensile strength) dan perpanjangan putus (elongation at break) dihitung berdasarkan persamaan di bawah ini :

Kekuatan tarik (N/mm2) =


(33)

18

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Keterangan: luas penampang sampel adalah lebar film uji (mm) x ketebalan film uji (mm), a adalah panjang awal dan b adalah panjang pada saat putus (Khan et al, 2000; Astuti, 2008).

3.4.4. Evaluasi Karakteristik Fisik 3.4.4.1. Pengukuran Ketebalan

Mikrometer digunakan untuk mengukur ketebalan film hingga mendekati 0,001 mm. Ketebalan setiap film (mm) diukur dan dinyatakan sebagai rata-rata dari 9 pengukuran acak dan standar deviasi (Nadarajah, 2005).

3.4.4.2. Pemeriksaan Morfologi Permukaan Film

Morfologi permukaan dari film kitosan yang telah dikeringkan diamati dan diukur dengan mikroskop cahaya (LM) dengan perbesaran 400 kali (Yan, 2000).

3.4.5. Evaluasi Karakteristik Fungsional 3.4.5.1. Evaluasi Rasio Pengembangan

Kapasitas penyerapan air dari film kitosan ditentukan dengan merendamnya dalam phosphate buffered saline (PBS pada pH 7,4). Film kitosan yang sudah diketahui beratnya ditempatkan dalam media PBS dengan interval waktu 1, 2, 3, 4, 5, 10, 30 menit, 1, 2, 3, 4 dan 24 jam. Kelebihan air dibuang dengan menggunakan kertas saring atau tissue. Setelah itu, film segera ditimbang (Nadarajah, 2005). Persentase adsorpsi air dalam medium (Wsw) dihitung dari

persamaan berikut:

Wsw = Wt-Wo x 100%

Wo

Keterangan : Wt adalah berat dari film kitosan setelah x menit penyerapan , W0 adalah

berat awal dari film kitosan dan Wsw adalah persen pengembangan.

3.4.5.2. Laju Transmisi Uap Air

Laju Transmisi Uap Air terhadap film ditentukan dengan menggunakan metode gravimetrik botol yang dimodifikasi berdasarkan ASTM E96-92. Botol diisi dengan 20 g silika gel (pengering). Sampel film ditempatkan antara botol dan


(34)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta lingkar penutup setiap botol yang dilapisi dengan parafilm untuk menutupi bagian antara wadah dengan sampel sehingga tidak ada udara masuk.

Botol ditempatkan dalam wadah kedap yang berisi air suling. Laju transmisi uap air diukur pada 25oC. Botol ditimbang setiap interval 3 hari selama 9 hari (Wittaya, et al., 2009; Astuti, 2008). Nilai laju transmisi uap air dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Laju Transmisi Uap Air (g/m2. hari) = Δw/ A.Δt

Keterangan : Δw adalah selisih berat air diserap dalam botol selama waktu Δt (g), A

adalah luas permukaan film diuji (m2), Δt adalah waktu perubahan berat (hari).

3.4.7. Analisa Statistik

Seluruh pengukuran dibuat dalam tiga rangkap dan dinyatakan sebagai rata-rata + standar deviasi. Paired Sample t Test digunakan untuk menilai signifikansi statistik dari hasil yang diperoleh. Signifikansi statistik dicatat pada probabilitas p < 0,025 (Santoso, S, 2007).


(35)

20 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Stabilitas Fisik

Tabel 4.1 Evaluasi visual ketiga sampel film

Sampel Film Sifat Fisik Film

T40°C Larutan film berjamur sebelum membentuk film T50°C Kuning transparan, lembut tidak kaku, dan tidak rapuh T60°C Kuning tua transparan, lembut tidak kaku, dan tidak rapuh

Keterangan: (a) Film T40°C (b) Film T50°C (c) Film T60°C

Gambar 4.1. Film sambung silang kitosan – tripolifosfat

Film T40°C, T50°C, T60°C dikeringkan pada temperatur masing-masing yaitu 40°C, 50°C dan 60°C. Namun, selama dilakukan pengeringan, film T40°C ditumbuhi oleh jamur. Hal ini dikarenakan, temperatur yang digunakan untuk pengeringan adalah 40°C dimana suhu tersebut mendekati suhu optimal pertumbuhan kapang yaitu terjadi pada suhu 30-37,5°C. Temperatur akan sangat berpengaruh terhadap kecepatan pembentukan film dan penguapan bahan pelarut. Apabila temperatur yang digunakan sangat rendah akan mengakibatkan lamanya

(b) (c)


(36)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta proses pengeringan larutan sehingga terjadi kontaminasi (Astuti, 2008). Selain itu, kebanyakan kapang tumbuh pada kisaran pH yang luas, yaitu 2-8,5 tetapi biasanya pertumbuhannya pada kondisi asam atau pH rendah. Untuk film T50°C dan T60°C, dikeringkan berturut-turut selama 86 jam dan 64 jam. Waktu pengeringan didasarkan pada pendahuluan yang telah dilakukan. Film dikeluarkan dari oven jika film telah terbentuk dan film tidak basah seperti pada gambar di bawah ini. Setelah itu film di letakkan di dalam desikator hingga berat konstan.

Gambar 4.2. Film sambung silang kitosan – tripolifosfat yang dikeluarkan dari oven

4.2. Karakteristik Mekanik

Tabel 4.2.Kekuatan tarik dan perpanjangan pada saat putus keempat sampel

Sampel Sifat Mekanik

Kekuatan Tarik (N/mm2) Perpanjangan Putus (%)

T50°C NI 10,73 ± 2,42 160 ± 26,46

T60°C NI 5,90 ± 1,29 200 ± 22,36

T50°C I 3,99 ± 0,69 130 ± 21,21


(37)

22

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Gambar 4.3. Diagram kekuatan tarik film

Evaluasi karakteristik mekanik perlu dilakukan karena film yang diperlukan dalam bidang medis dituntut mempunyai sifat fisik yang kuat, fleksibel, elastis, dan lembut. Kekuatan tarik merupakan gaya tarik maksimum yang dapat ditahan oleh sebuah film hingga terputus. Sedangkan perpanjangan putus adalah perubahan panjang maksimum pada saat terjadi peregangan sampai film terputus. Perpanjangan putus mempresentasikan kemampuan film meregang secara maksimum (Astuti, 2008).

Berdasarkan hasil yang diperoleh, film T50°C NI mempunyai kekuatan tarik yang lebih tinggi dibandingkan dengan film T60°C NI yang berbeda secara signifikan/nyata dimana p yang diperoleh adalah 0,0025 < 0,025. Hasil kekuatan tarik T50°C NI dan T60°C NI secara berturut-turut adalah 10,73 ± 2,42 dan 5,90 ± 1,29 N/mm2. Menurut Hang Thu Ta (2010), pengeringan kitosan dengan temperatur tinggi menyebabkan penurunan berat molekul dari kitosan sebagai polimer. Penurunan berat molekul dari rantai polimer mengganggu sifat mekanik dikarenakan adanya penurunan kerapatan dan derajat crosslinking, sehingga membentuk jaringan yang longgar /kendur. Selain itu, dengan adanya pengeringan yang lebih lambat memungkinkan rantai polimer untuk mengatur ulang dan membentuk struktur yang lebih teratur. Ini terlihat bahwa struktur film yang lebih teratur menghasilkan kekuatan tarik yang tinggi (Pan et al., 2010). Jadi, kekuatan tarik yang dihasilkan film T50°C NI lebih tinggi dibandingkan dengan film T60°C NI.


(38)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Gambar 4.4. Diagram perpanjangan putus film

Film T60°C NI menghasilkan perpanjangan putus lebih tinggi dibandingkan dengan T50°C NI yang berbeda secara signifikan/nyata dimana p = 0,0045 < 0,025. Hasil perpanjangan putus T50°C NI dan T60°C NI secara berturut-turut adalah 160 ± 26,46 dan 200 ± 22,36 %.

Film T50°C I dan T60°C I, menunjukkan kekuatan tarik yang lebih rendah dibandingkan film T50°C NI dan T60°C NI yang berbeda secara signifikan/nyata dimana p = 0,0025 < 0,025 dan p = 0,013 < 0,025. Perpanjangan putus film T50°C I mengalami penurunan yang tidak berbeda secara signifikan/nyata dimana p = 0,035 > 0,025 sedangkan film T60°C I mengalami penurunan yang berbeda secara signifikan/nyata dimana p = 0,0185 < 0,025. Hasil kekuatan tarik T50°C I dan T60°C I secara berturut-turut adalah 3,99 ± 0,69 dan 3,33 ± 0,64 N/mm2, sedangkan perpanjangan putus adalah 130 ± 21,21 dan 160 ± 17,32 %. Hal ini disebabkan oleh iradiasi sinar gamma dengan dosis sebesar 25 kGy yang mungkin telah menyebabkan depolimerisasi rantai polimer. Iradiasi dapat menyebabkan modifikasi polimer dalam bentuk pemotongan rantai utama atau crosslinking. Pemotongan menghasilkan penurunan berat molekul, sedangkan crosslinking menyebabkan berkurangnya mobilitas rantai polimer, dan kedua faktor ini dapat berkontribusi pada penurunan kekuatan tarik dan perpanjangan putus (Ribeiro et al, 2009).

Jika suatu radiasi ionisasi mengenai molekul polimer dari film maka akan terjadi reaksi kimia yang pada akhirnya akan menentukan sifat polimer tersebut. Tetapi dua reaksi yang menyebabkan perubahan utama dalam sifat-sifat polimer


(39)

24

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 110

115 120 125 130 135

T50°C NI T60°C NI T50°C I T60°C I

Ketebalan

adalah pemotongan ikatan rantai utama (degradasi) dan pembentukan ikatan kimia antara molekul polimer berbeda (crosslinking) (Nikham, 2006). Depolimerisasi yang disebabkan oleh pemecahan rantai polimer dan proses oksidasi akan menurunkan kekuatan serta modulus elastisitas pada umumnya (Chapiro, 1962).

4.3. Karakteristik Fisik

4.3.1. Ketebalan

Tabel 4.3.Ketebalan film

Sampel Tebal (µm)

T50°C NI T60°C NI T50°C I T60°C I

1 123,889 ± 10,240 113,667 ± 15,240 125,778 ± 9,795 116,667 ± 15,588 2 136,889 ± 10,659 106,000 ± 10,665 140,111 ± 11,197 108,000 ± 10,618 3 131,444 ± 7,452 135,444 ± 6,085 134,000 ± 6,614 137,111 ± 5,776 Rata-rata 130,741 ± 9,450 118,370 ± 10,663 133,296 ± 9,202 120,593 ± 10,661

Gambar 4.5.Diagram ketebalan film

Evaluasi karakteristik fisik sebuah film meliputi, pengamatan visual, ketebalan dan pemeriksaan morfologi permukaan film. Pembentukan film


(40)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta merupakan parameter yang berpengaruh terhadap ketebalan film. Pemeriksaan morfologi permukaan film dilakukan dengan mikroskop cahaya untuk mengetahui mikrostruktur permukaan film (Park et al., 1996; Astuti, 2008).

Berdasarkan hasil yang diperoleh, film T60°C lebih berwarna kekuningan dibandingkan dengan film T50°C. Hal ini dikarenakan warna kekuningan tersebut disebabkan oleh temperatur yang tinggi. Faktanya, bahwa temperatur yang lebih tinggi dapat menyebabkan peningkatan reaksi Maillard.

Film T60°C NI mempunyai ketebalan lebih tipis dibandingkan dengan film T50°C NI yang berbeda secara signifikan/nyata dengan p = 0,0025 < 0,025. Hasil ketebalan T50°C NI dan T60°C NI secara berturut-turut adalah 130,741 ± 9,450 dan 118,370 ± 10,663 µm. Hal ini dikarenakan suhu yang digunakan untuk pengeringan akan sangat berpengaruh terhadap kecepatan pembentukan film dan penguapan bahan pelarut. Suhu terlampau tinggi akan mengakibatkan film menjadi sangat tipis, kering, dan retak. Hal ini karena proses pengeringan berjalan lebih cepat dibandingkan proses pembentukan film. Bahan-bahan pembentuk film akan cepat menguap sebelum terjadi pembentukan film (Astuti, 2008). Sedangkan untuk film T50°C I dan T60°C I, masing-masing film menunjukkan ketebalan yang sedikit agak meningkat yang berbeda secara signifikan/nyata dengan p = 0,000 < 0,025 dan p = 0,000 < 0,025.

4.3.2. Mikroskopik Permukaan Film

Keterangan : (a) T50°C NI (b) T60°C NI (c) T50°C I (d) T50°C I

Gambar 4.6.Gambar mikroskopik permukaan film (perbesaran 400x)


(41)

26

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Pada pemeriksaan morfologi, permukaan kedua sampel film terlihat tidak ada yang berbeda antara T50°C NI dan T60°C NI maupun T50°C I dan T60°C I. Permukaan film homogen, rata, halus, rapat dan berpori kecil.

4.4. Karakteristik Fungsional

4.4.1. Laju Transmisi Uap Air

Tabel 4.4.Laju transmisi uap air (WVTR) keempat sampel film

Sampel ΔW (g) hari ke- WVTR (g/m2.hari)

0 3 6 9

T50°C NI 0 0,9420 ± 0,1424 1,6981 ± 0,0954 2,3209 ± 0,1060 821,2786 ± 37,5134 T60°C NI 0 0,8744 ± 0,0232 1,5669 ± 0,0220 2,2006 ± 0,0605 778,7096 ± 21,3986 T50°C I 0 0,8159 ± 0,0263 1,6034 ± 0,0607 2,1659 ± 0,0588 766,4072 ± 20,7997 T60°C I 0 0,7959 ± 0,0585 1,4112 ± 0,0168 1,9810 ± 0,0108 701,0026 ± 3,8205

Keterangan: WVTR = water vapor transmission rate; ΔW = pertambahan bobot


(42)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Gambar 4.8. Kurva pertambahan bobot keempat sampel film yang disimpan

dalam wadah dengan kelembaban 95 ± 5% dan temperatur 25 ± 1°C

Film T50°C NI mempunyai laju transmisi uap air lebih tinggi dibandingkan dengan film T60°C NI yang tidak berbeda secara signifikan/nyata dengan p = 0,115 > 0,025. Hasil laju transmisi uap air T50°C NI dan T60°C NI secara berturut-turut adalah 821,2786 ± 37,5134 dan 778,7096 ± 21,3986 (g/m2.hari). Hal ini dikarenakan pengeringan yang lebih cepat pada suhu yang lebih tinggi dapat menghasilkan film dengan laju transmisi uap air yang rendah. Selain itu, pengeringan dengan temperatur yang tinggi menyebabkan struktur menjadi lemah yang kemungkinan menjadikan film mempunyai volume yang rendah dan dengan demikian kepadatan menjadi lebih tinggi. Kepadatan yang tinggi biasanya berhubungan dengan laju transmisi uap air yang rendah (Pan et al., 2010). Setelah mengalami iradiasi, laju transmisi uap air kedua film mengalami penurunan. Hasil yang diperoleh adalah 766,4072 g/m2.hari untuk film T50°C I dan 701,0026 g/m2.hari untuk film T60°C I. Laju transmisi uap air film T50°C I mengalami penurunan yang tidak berbeda secara signifikan/nyata dimana p = 0,088 > 0,025 sedangkan film T60°C I mengalami penurunan yang berbeda secara signifikan/nyata dimana p = 0,015 < 0,025.


(43)

28

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 4.4.2. Rasio Pengembangan

Tabel 4.5. Rasio pengembangan keempat film dalam dapar fosfat salin pH. 7,4 Waktu

Perendaman (menit)

Daya Mengembang (%)

T50°C NI T60°C NI T50°C I T60°C I

0 0,00 ± 0,00 0,00 ± 0,00 0,00 ± 0,00 0,00 ± 0,00 1 164,77 ± 15.61 192,16 ± 4.05 195,06 ± 16,06 170,04 ± 30,37 2 215,91 ± 4.96 214,92 ± 1.71 217,08 ± 42,34 188,92 ± 49,56 3 232,56 ± 14.72 221,14 ± 20.05 222,17 ± 37,05 179,36 ± 44,50 4 229,46 ± 16.99 202,18 ± 4.90 176,20 ± 27,97 167,09 ± 41,25 5 220,91 ± 17.72 194,62 ± 4.03 174,18 ± 27,74 160,42 ± 41,20 10 209,66 ± 15.88 176,27 ± 6.44 170,58 ± 27,60 151,86 ± 40,40 30 183,27 ± 10.73 159,90 ± 7.53 151,70 ± 29,18 144,16 ± 43,52 60 170,10 ± 14.26 144,07 ± 8.47 149,13 ± 29,02 129,43 ± 37,37 120 160,68 ± 12.62 132,59 ± 5.54 136,66 ± 29,51 125,20 ± 37,26 180 150,18 ± 10.76 131,81 ± 4.84 132,55 ± 27,03 122,58 ± 36,63 210 150,18 ± 10.75 130,99 ± 4.12 128,72 ± 28,42 122,58 ± 36,63 1440 112,10 ± 8.95 111,08 ± 15.13 119,00 ± 30,68 118,49 ± 37,44

Gambar 4.9.Profil rasio pengembangan keempat film dalam medium dapar fosfat salin pH 7,4

0 50 100 150 200 250

0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600

T50°C NI T60°C NI

T50°C I T60°C I


(44)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Rasio pengembangan dari film kitosan ditentukan dengan merendamnya dalam phosphate buffered saline (PBS pada pH 7,4). Rasio pengembangan dari keempat sampel ditunjukkan pada Tabel 4.5. Film T50°C NI mempunyai daya mengembang maksimal yang lebih besar dibandingkan dengan T60°C NI yang berbeda secara signifikan/nyata dimana p = 0,000 < 0,025. Hasil yang diperoleh secara berturut-turut adalah 232,56 ± 14.72 dan 221,14 ± 20.05 %.

Film T50°C I dan T60°C I, menunjukkan rasio pengembangan yang lebih rendah dibandingkan film T50°C NI dan T60°C NI yang berbeda secara signifikan/nyata dimana p = 0,004 < 0,025 dan p = 0,0025 < 0,025. Film T50°C I mempunyai daya mengembang maksimal yang lebih besar dibandingkan dengan T60°C I. Hasil yang diperoleh secara berturut-turut adalah 222,17 ± 37,05 dan 188,92 ± 49,56 %. Namun, pada perjalanannya keempat sampel film memiliki nilai rasio pengembangan yang tidak jauh berbeda yang ditunjukkan pada Gambar 4.8.


(45)

30 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Temperatur pengeringan berpengaruh secara bermakna (p < 0,025) pada kekuatan tarik, ketebalan, perpanjangan putus, dan rasio pengembangan film T50°C NI dan T60°C NI, sedangkan laju transmisi uap air tidak berpengaruh secara bermakna (p > 0,025)

2. Iradiasi sinar gamma pada dosis sebesar 25 kGy selama 10 menit berpengaruh secara bermakna (p < 0,025) pada kekuatan tarik, ketebalan, perpanjangan putus, laju transmisi uap air dan rasio pengembangan film T60°C I, sedangkan pada perpanjangan putus dan laju transmisi uap air pada film T50°C I tidak berpengaruh secara bermakna (p > 0,025).

5.2 Saran

1. Perlu dilakukan penentuan berat molekul untuk memastikan terjadinya depolimerisasi.

2. Perlu dilakukan evaluasi pengaruh penyimpanan terhadap karakteristik fisika, mekanik dan fungsional film sambung silang kitosan-tripolifosfat.


(46)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR REFERENSI

Aranaz, et al. (2009). Functional of Chitin and Chitosan. Current Chemical Biology, No.2 Vol. 3 Hal. 203-230

Arifin, Siti Alwani. (2007). Development of Fungal Chitosan. Laporan akhir Penyelidikan. Fakulti Farmasi Universiti Teknologi mara 40450 Shah Alam, Selangor, Malaysia

Astuti. (2008). Pengembangan Edible Film Kitosan Dengan Penambahan Asam Lemak Dan Esensial Oil : Upaya Perbaikan Sifat Barrier Dan Aktivitas Antimikroba. Skripsi Teknologi Pertanian, Departemen Ilmu Dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pedrtanian Bogor.

Billmeyer, Fred. W. Jr. (1992). Textbook of Polymer Science Third Edition. New York : John Wiley & Sons, Inc.

Blacido, D. Tapia, et al.( 2005). Effects of Drying Temperature and Relative Humidity on the Mechanical Propeties of Amaranth Flour Films Plasticized with Glycerol. Brazilian J. of Chemical Engineering, No. 02 Vol. 22 April-June 2005 Hal. 249-256

Bourtoom, Thawien. (2007). Plasticizer effect on the Properties of Biodegradable Blend Film from Rice Starch-Chitosan. Songklanakarin J. of Science and Technology, Vol. 30 April 2008 Hal. 149-165

Bhumkar, Devika R. (2006). Studies on Effect of pH on Cross-linking of Chitosan With Sodium Tripolyphosphate: A Technical Note. AAPS PharmSciTech, Vol 7 No. 2 Article 50 2 Juni 2006

Buttler, B. L et al. (1996). Mechanical Properties Barrier Properties of Edible Chitosan Film as Effected by Compotition and Storage. J. of Food Science 61 (5) Hal. 953-961

Casariego, A. (2008). Chitosan coating surface properties as affected by plasticizer, surfactant and polymer concentrations in relation to the surface roperties of tomato and carrot. Food Hydrocolloids, Vol 22 20 September 2007 Hal 1452-1458

Chapiro, A., (1962). Radiation Chemistry of Polymeric Systems. Interscience Publishers, New York.


(47)

32

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Chiou, Sen Bor et al. (2009). Effects of drying temperature on barrier and mechanical properties of cold-water fish gelatin films. J. of Food Engineering 95 22 Mei 2009 Hal. 327–331

Donhowe IG and Fennema OR. (1993). The effects of plasticizers on crystalinity, permeability, and mechanical properties of methylcellulose films. J. of Food Process Preserv. 17: 247-257.

Dureja, et al. (2011). Amylose Rich Starch as an Aqueous Based Pharmaceutical Coating Material – Review. International Journal of Pharmaceutical Sciences and Drug Research 3 (1): 08-12

Dutta, Pradip Kumar, et al. (2004). Chitin and Chitosan: Chemistry, properties, and applications. J. of Scientific & Industrial Research, Vol. 63 January 2004 Hal, 20-31

El Kamel, Amal Hassan. (2007). Micromatricial Metronidazole Benzoate Film as a Local Mucoadhesive Delivery System for Treatment of Periodontal Diseases. AAPS PharmSciTech 8 (3) Article 75

Eldin, M.S Mohy, et al. (2008). Chitosan Modified Membranes for Wound Dressing Applications: Preparations, Characterization and Bio-Evaluation. Trends Biomater Artif. Organs, Vol. 22(3) Hal. 158-168

Goncalves, Vanessa L. (2005). Effect Of Crosslinking Agents On Chitosan Microspheres In Controlled Release Of Diclofenac Sodium. Polimeros: Ciencia e Tecnologia, ano/vol. 15 No. 001 Hal. 6-12

Gunawan, Indra, et al. (2010). Sifat Mekanik Polipaduan Polivinil Klorida-Polietilen Terhadap Penambahan Butadiene Rubber. Jurnal Sains materi Indonesia, Vol. 11 No. 3 Juni 2010 Hal:178-182

Guo, Xingfeng, et al. (2012). Factors Affecting the Physical Properties of Edible Composite Film Prepared from Zein and Wheat Gluten. Molecules, ISSN 1420-3490 Vol. 17 Hal. 3794-3804

Igoe, R.S et al. (1994). Dictionary of Food Ingridients. New York : Chapman and Hall

Ikinci, G., Senai, S., Akincibay, H., Kas, S., Ercis, S., Wilson, C. G., et al. (2002). Effect of chitosan on a periodontal pathogen Porphyromonas gingivalis. International Journal of Pharmaceutics, 235, 121e127.


(48)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Katalinich, Michael. (2001). Characterization Of Chitosan Films For Cell Culture Applications. Thesis Master of Science. Graduate School The University of Maine, Maine.

Khan, Tanveer Ahmad. (2000). Mechanical, Bioadhesive Strength and Biological Evaluations of Chitosan films for Wound Dressing. J. Pharm. Pharmaceut Sci, Vol. 3 No. 3 Hal. 303-311 8 December 2000

Krochta, J.M. et al. (1994). Edible Coatings and Films to Improve Food Quality. Pennsylvania : Technomic Publishing Co. Inc.

Kweon et al. (2000). Structural and Characteristics of Antheraea Pernyi Silk Fibroin/ Chitosan Blend Film. Polymer 2001 Hal. 6651-6656

Li, Hangbo and Huneault, Michel. A. Sorbitol And Glycerol As Plasticizers For Thermoplastic Starch In TPS/PLA Blends. Industrial Materials Institute – National Research Council of Canada

Liu, Chunxiu, et al. (2004). Sodium Tripolyphosphate (TPP) Crosslinked Chitosan Membranes and Application in Humic Acid Removal. Department of Chemical and Environmental Engineering, National University of Singapore Nadarajah, Kandasamy. (2005). Development And Characterization Of Antimicrobial Edible Films From Crawfish Chitosan. A Dissertation Submitted to the Graduate Faculty of the Louisiana State University and Agricultural and Mechanical College in The Department of Food Science

Niekraszewicz, Antoni. (2005). Review, Fibres & Textile in Eastern Europe No. 6 Vol. 13 January/December 2005

Nikham. (2006). Karakterisasi Film Paduan Polipropilen-Ko-Etilen/Polibutilen Suksinat Iradiasi. Jurnal SainsMateri Indonesia, Oktober 2006 Hal. 106 – 112 Ok, Sun & Kim, Fernandez. (2004). Physicochemical And Functional Properties Of Crawfish Chitosan As Affected By Different Processing Protocols. The Department of Food Science, Faculty of the Louisiana State University and Agricultural and Mechanical College, Louisiana.

Paul, Willi and Sharma, Chandra P. (2004). Chitosan and Alginate Wound Dressings: A Short Review. Trends Biomater Artif. Organs, Vol. 18 Hal. 18-23 Pan, Fernandez., et al. (2010). Effect of Drying Conditions on the Mechanical and Barrier Properties of Films Based on Chitosan. Drying Technology No. 28 Hal. 1350–1358


(49)

34

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Ribeiro, et al. (2009). Gamma Irradiation Effects On Poly(Vinylidene Fluoride) Films. International Nuclear Atlantic Conference.

Rowe, Raymond C et al. (2009). Handbook of Pharmaceutical Excipients. London: Pharmaceutical Press.

Santoso, S. (2007). Menguasai Statistik di Era Informasi dengan SPSS 15. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia.

Salleh, Eraricar et al. (2009). Structural Characterization and Physical Properties of Antimicrobial (AM) Starch-Based Films. World Academy of Science, Engineering and Technology 55

Saputra, Adinda dan Ningrum S, Dewi Kusuma. (2010). Pengeringan Kunyit Menggunakan Microwave Dan Oven. Skripsi Sarjana Teknik. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Semarang

Shuan Liu, Bai et al. (2008). Effect of Drying Method on The Characteridtic of genipin Cross-linked Gelatin Films. Journal of Medical and Biological Engineering 29, Juli 2008 Hal. 29-38

Silva, Claudia L, et al. (2008). Films based on chitosan polyelectrolyte complexes for skin drug delivery: Development and characterization. J. of Membrane Science 320 (2008) Hal. 268–279

Srinivasa, P.C. (2004). Process development of biodegradable chitosan-based films and their suitability for food packaging. Thesis Doctor of Philosophy. Department of Biochemistry and Nutrition Central Food Technological Research Institute Mysore-570020, India

Tiwary, Ashok Kumar & Rana, Vinaz. (2010). Cross-Linked Chitosan Films: Effect Of Cross-Linking Density On Swelling Parameters. J. Pharm. Sci, No.4 Vol.23 October 2010 Hal. 443-448

Vanichvattanadecha, Chutima et al. (2010). Effect of gamma radiation on dilute aqueous solutions and thin films of N-succinyl chitosan. Polymer Degradation and Stability, No. 95 Februari 2010 Hal. 234-244

Wing Fen, Yap, et al. 2011. Optical properties of cross-linked chitosan thin film for copper ion detection using surface plasmon resonance technique. Optica Applicata, Vol. XLI, No. 4

Wittaya, Thawien, et al. (2009). Effect of Some Process Parameters on the Properties of Edible Film Produced from Lizard Fish (Saurida undosquamis) Muscle. KMITL Sci. Tech. J., Vol. 9 No. 1 Jan. - Jun 2009


(50)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Yan, Xiaoliang, et al. (2000). PEC Films Prepared from Chitosan–Alginate Coacervates. Chem. Pharm. Bull. 48(7) 941—946 (2000), July 2000

Zaman, Haydar. U, et al. (2011). Studies on the Thermo-Mechanical Properties of Gelatin Based Films Using 2-Hydroxyethyl Methacrylate by Gamma


(51)

36

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

60oC jam 40oC 50oC

jam Lampiran 1. Bagan Alur Penelitian

Pembuatan Larutan Film Sambung Silang Kitosan - Tripolifosfat

Pengeringan

Iradiasi sinar gamma

Evaluasi

Karakteristik Mekanik

Karakteristik Fisik

Analisa Statistik

a. Kekuatan Tarik

b. Perpanjangan Putus

a. Pengukuran Ketebalan b. Pemeriksaan

Morfologi Permukaan Film

Suhu

Tidak diiradiasi Iradiasi

a. Evaluasi Rasio

Pengembangan b. Permeabilitas

Uap Air Karakteristik


(52)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 2. Ketebalan Kedua Film Sebelum Diiradiasi

Sampel

Tebal (µm)

Rata-rata SB Area

1 2 3 4 5 6 7 8 9

T50°C NI

1 117 145 120 116 133 131 115 121 117 124 10

2 125 144 155 124 139 142 130 128 145 137 11

3 132 137 124 136 131 144 125 120 134 131 7

T60°C NI

1 126 103 114 102 110 100 100 145 123 114 15

2 100 97 108 110 107 131 101 95 105 106 11

3 132 125 145 130 133 138 136 140 140 135 10

Lampiran 3. Ketebalan Kedua Film Setelah Diiradiasi

Sampel

Tebal (µm)

Rata-rata SB Area

1 2 3 4 5 6 7 8 9

T50° C I

1 120 147 125 120 133 131 116 122 118 126 10

2 128 148 159 124 140 145 134 134 149 140 11

3 135 137 128 138 133 147 128 125 135 134 7

T60° C I

1 128 106 114 106 115 106 101 151 123 117 16

2 103 98 108 114 110 132 104 96 107 108 11

3 133 128 147 133 133 140 139 140 141 137 6

Lampiran 4. Kekuatan Tarik dan Perpanjangan Putus Film T50°C NI dan T60°C NI

Formula Sampel Tebal (µm)

Kekuatan Tarik Perpanjangan Putus

Kg N/mm2 cm %

T50°C NI

1 150 0,655 14,56 2,5 150

2 150 0,410 9,11 2,3 130

3 137 0,340 8,27 3,0 200

4 160 0,530 11,05 2,5 150

5 150 0,480 10,67 2,7 170

Rata-rata 150 0,483 10,73 2,6 160

STD 8,17 0,119 2,42 0,3 26,46

T60°C NI

1 150 0,360 8,00 3,1 210

2 140 0,255 6,07 2,9 190

3 150 0,255 5,67 3,3 230

4 170 0,240 4,71 2,7 170

5 165 0,250 5,05 3,0 200

Rata-rata 155 0,272 5,90 3,0 200


(53)

38

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 5. Kekuatan Tarik Dan Perpanjangan Putus T50°C I dan T60°C I

Formula Sampel Tebal

(µm)

Kekuatan Tarik Perpanjangan Putus

Kg N/mm2 cm %

T50°C I

1 145 0,185 4,25 2 100

2 130 0,170 4,36 2,3 130

3 167 0,240 4.80 2,5 150

4 127 0,120 3,15 2,5 150

5 147 0,150 3,40 2,2 120

Rata-rata 143 0,173 3,99 2,3 130

STD 15,97 0,044 0,69 0,2 21,21

T60°C I

1 126 0,123 3,25 2,6 160

2 160 0,130 2,71 2,7 170

3 150 0,123 2,73 2,7 170

4 132 0,150 3,78 2,7 170

5 120 0,150 4,17 2,3 130

Rata-rata 138 0,135 3,33 2,6 160

STD 16,82 0,014 0,64 0,2 17,32

Contoh perhitungan kekuatan tarik film pada film T50°C NI sampel 1: Gaya tempo interaktif = 0,655 kg

Luas penampang sampel = tebal (cm) x lebar (cm)

= 0,0150 cm x 0,3 cm = 4,5 x 10-3 cm2

Kekuatan renggang putus (N/mm2) =

=

=

145,56 kg/cm2 = 14,556 N/ mm2

Contoh perhitungan perpanjangan putus film T50°C NI sampel 1 sebelum diiradiasi: Kenaikan panjang di titik puncak = 2,5 cm

Panjang asli = 1 cm

Perpanjangan putus (%) = x 100


(54)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 6. Laju Transmisi Uap Film T50°C NI dan T60°C NI

Sampel Pertambahan bobot sampel hari ke - (g) Laju Transmisi Uap Air ((g/m2).hari)

0 3 6 9

T50°C NI

1 0 0,8861 1,6717 2,2767 805,6263

2 0 0,8362 1,6186 2,2442 794,1260

3 0 1,1039 1,8039 2,4419 864,0835

Rata-rata 0 0,9420 1,6981 2,3209 821,2786

STD 0 0,1424 0,0954 0,1060 37,5134

T60°C NI

1 0 0,8839 1,5717 2,2492 795,8952

2 0 0,8914 1,5429 2,2198 785,4919

3 0 0,8479 1,5861 2,1329 754,7417

Rata-rata 0 0,8744 1,5669 2,2006 778,7096

STD 0 0,0232 0,0220 0,0605 21,3986

Lampiran 7. Laju Transmisi Uap Film T50°C I dan T60°C I

Sampel Pertambahan bobot sampel hari ke - (g) Laju Transmisi Uap Air ((g/m2).hari)

0 3 6 9

T50°C I

1 0 0,8178 1,6645 2,2327 790,0566

2 0 0,8412 1,6026 2,1222 750,9554

3 0 0,7887 1,5432 2,1427 758,2095

Rata-rata 0 0,8159 1,6034 2,1659 766,4072

STD 0 0,0263 0,0607 0,0588 20,7997

T60°C I

1 0 0,8500 1,4070 1,9827 701,5924

2 0 0,8039 1,3969 1,9695 696,9214

3 0 0,7339 1,4297 1,9909 704,4939

Rata-rata 0 0,7959 1,4112 1,9810 701,0026

STD 0 0,0585 0,0168 0,0108 3,8205

Contoh perhitungan laju transmisi uap air film T50°C I sampel 1: Pertambahan bobot pada hari ke-9 (Δw) = 2,2767 g

Luas permukaan film (A) = π d2 = x 3,14 x 0,02 x 0,02 = 3,14 x 10-4 m2 Waktu perubahan berat (Δt) = 9 hari

Laju transmisi uap air ( g/m2.hari) =


(55)

40

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 8. Rasio pengembangan film T50°C NI dan T60°C NI dalam medium dapar fosfat salin pH. 7,4

Waktu Perendaman

(menit)

T50°C NI

1 2 3 %Δw

w (mg) %Δw w (mg) %Δw w (mg) %Δw Rata-rata SB

0 86 0,00 104 0,00 82 0,00 0,00 0,00

1 225 161,63 261 150,96 231 181,71 164,77 15.61

2 267 210,47 333 220,19 260 217,07 215,91 4.96

3 282 227,91 363 249,04 263 220,73 232,56 14.72

4 274 218,60 363 249,04 263 220,73 229,46 16.99

5 268 211,63 355 241,35 254 209,76 220,91 17.72

10 260 202,32 341 227,88 245 198,78 209,66 15.88

30 241 180,23 307 195,19 225 174,39 183,27 10.73

60 226 162,79 298 186,54 214 160,98 170,10 14.26

120 220 155,81 286 175,00 206 151,22 160,68 12.62

180 211 145,35 273 162,50 199 142,68 150,18 10.76

210 211 145,35 273 162,50 199 142,68 150,18 10.75

1440 180 109,30 231 122,11 168 104,88 112,10 8.95

Waktu Perendaman

(menit)

T60°C NI

1 2 3 %Δw

w (mg) %Δw w (mg) %Δw w (mg) %Δw Rata-rata SB

0 80 0,00 85 0,00 77 0,00 0,00 0,00

1 230 187,5 250 194,12 227 194,85 192,16 4.05

2 251 213,75 267 214,12 224 216,88 214,92 1.71

3 246 207,50 265 211,76 240 244,16 221,14 20.05

4 239 198,75 255 200,00 237 207,79 202,18 4.90

5 232 190,00 252 196,47 229 197,40 194,62 4.03

10 217 171,25 241 183,53 211 174,02 176,27 6.44

30 201 151,25 224 163,53 204 164,93 159,90 7.53

60 188 135,00 214 151,76 189 145,45 144,07 8.47

120 181 126,25 201 136,47 181 135,06 132,59 5.54

180 181 126,25 199 134,12 181 135,06 131,81 4.84

210 181 126,25 198 132,94 180 133,77 130,99 4.12

1440 171 113,75 191 124,70 150 94,80 111,08 15.13


(1)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(Lanjutan)

Keterangan: Probabilitas >0,025 , maka Ho diterima.

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 T60°C NI & T60°C I 3 -.619 .575

Keterangan: Signifikansi >0,05 , kesimpulan data tidak real

.

Keterangan: Probabilitas <0,025 , maka Ho ditolak.

Catatan : Untuk uji dua sisi, setiap sisi dibagi 2 hingga menjadi: a.Angka probabilitas/2 > 0,025, maka Ho diterima b.Angka probabilitas/2 < 0,025, maka Ho ditolak

Paired Samples Test Paired Differences

t df

Sig. (2-tailed) Mean Std. Deviation Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper Pair 1 T50°C NI & T50°C

I

5.48714

33E1 46.2752501 26.7170281 -60.0826607 169.8255273 2.054 2 .176

Paired Samples Test Paired Differences

t df

Sig. (2-tailed) Mean Std. Deviation Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper Pair 1 T60°C NI & T60°C

I

7.77070


(2)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 14.

Hasil Statistik Rasio Pengembangan Kedua Sampel Film

Hipotesis untuk kasus ini adalah.

Ho = Rasio pengembangan kedua film tidak berbeda secara nyata

Hi =Rasio pengembangan kedua film berbeda secara nyata

A.

Data Statistik Rasio Pengembangan Kedua Sampel Film Berdasarkan Temperatur

Pengeringan.

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 T50°C NI & T60°C NI 39 .945 .000

Keterangan: Signifikansi <0,05 , kesimpulan data real

.

Keterangan: Probabilitas <0,025 , maka Ho ditolak.

B.

Data Statistik Rasio Pengembangan Kedua Sampel Film Berdasarkan Sebelum dan

Setelah Diiradiasi.

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 T50°C NI & T50°C I 39 .795 .000

Keterangan: Signifikansi <0,05 , kesimpulan data real

.

Paired Samples Test Paired Differences

t df

Sig. (2-tailed) Mean Std. Deviation Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper Pair 1 T50°C NI & T60°C

NI

1.44644


(3)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(Lanjutan)

Keterangan: Probabilitas <0,025 , maka Ho ditolak.

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 T60°C NI & T60°C I 39 .784 .000

Keterangan: Signifikansi <0,05 , kesimpulan data real

.

Keterangan:P robabilitas <0,025 , maka Ho ditolak.

Catatan : Untuk uji dua sisi, setiap sisi dibagi 2 hingga menjadi: a. Angka probabilitas/2 > 0,025, maka Ho diterima b. Angka probabilitas/2 < 0,025, maka Ho ditolak

Paired Samples Test Paired Differences

t df

Sig. (2-tailed) Mean Std. Deviation Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper Pair 1 T50°C NI & T50°C

I

1.74423

E1 38.98493 6.24259 4.80485 30.07976 2.794 38 .008

Paired Samples Test Paired Differences

t df

Sig. (2-tailed) Mean Std. Deviation Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper Pair 1 T60°C NI & T60°C

I

1.78162


(4)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 15.

Gambar Alat-alat Penelitian

Tensile Tester Strograph R-1 Ultrasonic Bath Hot Plate Stirrer Oven

Digimatic Micrometer Pipet Mikro Dumb Bell Desikator


(5)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 16.

Gambar Bahan-bahan Penelitian

NaOH Gliserin

Kitosan Sorbitol Asam Laktat


(6)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 17.

Sertifikat Analisis Kitosan