MENDIDIK BUKAN SEKEDAR MENGAJAR IMPLEMEN

MENDIDIK BUKAN (SEKEDAR) MENGAJAR:
IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN PROFESI GURU
Refleksi Peringatan Hari Pendidikan Nasional 2 Mei 2017

Oleh : Badrud Tamam

Pendidikan merupakan salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia, yang
dinamis dan sarat perkembangan. Oleh karena itu perubahan atau perkembangan
pendidikan adalah hal yang memang seharusnya terjadi, sejalan dengan perubahan
kehidupan itu sendiri. Perubahan dalam arti perbaikan pendidikan, pada semua aspek
perlu terus menerus dilakukan. Pendidikan yang mampu mendukung pembangunan
dimasa mendatang adalah pendidikan yang mampu mengembangkan potensi dan
karakter peserta didik, sehingga peserta didik mampu menghadapi dan memecahkan
permasalahan kehidupan yang dihadapinya. Sesuai dengan kebijakan pembangunan
yang mempriorotaskan pengembangan sumber daya manusia (SDM) sebagai prioritas
pembangunan nasional, maka kedudukan dan peran guru semakin bermakna strategis
dalam mempersiapkan SDM yang berkualitas. Disadari atau tidak, bahwa guru
merupakan kunci utama keberhasilan pengembangan sumber daya manusia berkualitas.
Oleh karena itu, harapan keberhasilan pendidikan sering dibebankan pada guru, lagi-lagi
letak profesionalisme guru dipertaruhkan. Salah satu hal mendasar yang penting
disikapi oleh guru adalah kesiapan mindset dan mental terhadap perubahan yang terjadi

saat ini. Guru tidak boleh terjebak dalam rutinitas dan formalitas. Guru diharapkan
mampu mempersiapkan dan membuka diri terhadap beberapa kemungkinan terjadinya
perubahan. Terlebih dengan adanya peningkatan tunjangan kesejahteraan guru (baca;
tunjangan sertifikasi), guru semakin menjadikan sorotan utama dalam kemajuan
pendidikan khususnya dan kualitas pengembangan sumber daya manusia pada
umumnya.
Berdasarkan peraturan pemerintah No. 74 tahun 2008 pasal 1 bahwa guru
merupakan pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik. Lebih lanjut dalam
pasal 2 dan 3 disebutkan bahwa; guru wajib memiliki kompetensi yang merupakan
seperangkat pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati,
dikuasai dan diaktualisasikan oleh guru. Kompetensi guru yang dimaksud pada ayat 1
pasal 3 tersebut meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi
sosial dan kompetensi professional. Dari hal tersebut jelas bahwa guru sebagai tenaga
professional, tidak saja hanya bertugas mengjar dalam dalam arti transfer of knowledge
atau memindahkan pengetahuan dari guru ke siswa. Akan tetapi jauh lebih dari itu,
termasuk tugas menjadi teladan bagi siswa, menumbuhkembangkan budi pekerti,
membangun karakter arau character building dan sebagianya.

Agar dapat merealisasikan harapan diatas, diperlukan suatu kondisi dimana

pendidik diberikan cukup ruang dalam mempersiapkan peserta didik seutuhnya. Profesi
guru sudah sepatutnya menjadi salah satu prioritas, dalam mencapai harapan diatas.
Terutama dalam memberikan jaminan atau perlindungan terhadap profesi guru. Hal ini
dikemukakan bukan tanpa alasan. Meskipun pemerintah melalui undang-undang guru
dan dosen yang secara yuridis, termuat dalam UU No 14/2005, nampaknya dalam
tataran implementasi masih jauh dari harapan. UU No 14/2005, Bab VII pasal 39 yang
menyatakan: Pemerintah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan
wajib memberikan perlindungan terhadap guru dalam pelaksanaan tugas. Adapun
maksud Perlindungan Profesi yang diamanatkan dalam UU No 14/2005 tentang Guru
dan Dosen adalah perlindungan terhadap Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang tidak
sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku, pemberian imbalan
yang tidak wajar, pembatasan dalam menyampaikan pandangan, pelecehan terhadap
profesi, dan pembatasan/pelarangan lain yang dapat menghambat guru dalam
melaksanakan tugasnya. Sementara perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja
meliputi perlindungan terhadap risiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja,
kesehatan, dan/atau resiko lainnya.
Keberadaan undang-undang guru dan dosen tersebut diatas, nampaknya dalam
tataran impelentasi belum maksimal dalam beberapa hal, terlebih dalam hal
perlindungan hukum bagi guru dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik. Penulis
beranggapan keberadaan undang-undang tersebut, lebih banyak memberikan porsi

pengakuan profesi pendidik dari aspek kesejahteraan (baca: serifikasi). Hal ini
berbanding terbalik, jika kita menelaah beberapa kasus contoh guru yang dipidanakan
dalam proses menjalankan tugas profesinya sebagai pendidik. Guru bertugas membantu
mempersiapkan para peserta didik, untuk memiliki ilmu pengetahuan yang luas,
berakhlak mulia, dan bermanfaat bagi kehidupan masyarakat secara luas. Namun
belakangan ini, eksistensi guru seringkali dihadapkan dengan realitas yang tidak
mendukung pelaksanaan tugas profesinya, seperti adanya pengaduan orang tua dan
masyarakat terhadap kekerasan yang dilakukan pendidik tatkala melaksanakan tugasnya
di sekolah.
Perlu ditegaskan kembali bahwa tugas guru sebagai seorang pendidik bukan
hanya sekedar “mengajar” yang dapat diartikan hanya memindahkan ilmu pengetahuan
kepada siswa atau “transfer of knowledge”, akan tetapi jauh lebih dari itu yakni,
mempersiapkan seutuhnya peserta didik baik dari aspek spiritual, afektif, kognitif serta
psikomotor. Apalagi jika kita kaitkan dengan pendidikan karakter. Pendidikan
karakter merupakan suatu usaha yang disengaja untuk membantu seseorang sehingga ia
dapat memahami, memperhatikan, dan melakukan nilai-nilai etika yang inti. Selain itu,
pembentukan karakter sebagai cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap
individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat,
bangsa, maupun Negara. Beberapa penjelasan tersebut, jelas menunjukan bahwa siswa
untuk siap memasuki kehidupan di dalam masyarakatnya, tidak saja cukup dengan bekal

pengetahuan. Akan tetapi sangat diperlukan penumbuhkembangan karakter, internalisasi
nilai-nilai, penanaman etika dan lain sebagainya. Semua hal tersebut diperlukan pola
pembiasaan “habituality” dilingkungan pendidikan yang memberikan cukup ruang
kepada pendidik untuk melakukan tugasnya secara profesional.
Dipihak lain keberadaan Undang-undang Perlindungan Anak dan Komisi
Perlindungan Anak (KPAI) acap kali disalah artikan bagi sebagian masyarakat, untuk
mempersempit atau paling tidak menjadikan pendidik merasa dibatasi dalam

menenjalankan tugasnya. Padahal secara yuridis keberadaan KPAI dan UU
perlindungan anak bertujuan melarang adanya tindakan kekerasan terhadap peserta
didik, bukan membatasi seorang pendidik dalam menerapkan otoritas akademik di
dalam kelas untuk menegakkan disiplin agar tercapai tujuan pembelajaran yang
dilaksanakan. Tatkala guru ingin melakukan pembiasaan, penanaman nilai dan karakter
serta treatment terhadap siswa dalam rangka menegakan kedisiplinan dan penanaman
karakter lainya seperti tanggung jawab, maka secara sepontan orang tua dan masyarakat
mengkategorikannya sebagai tindakan melanggar HAM dan Undang-undang
Perlindungan Anak. Meskipun masih ada juga pendidik yang memberikan punishment
yang jauh diluar nilai-nilai pendidikan. Tentu hal ini tetap diperlukan pendisiplinan
terhadap guru tersebut. Hal ini jelas membutuhkan sinergisitas dan dukungan dari
seluruh lapisan masyarakat, dalam rangka mendorong guru tetap memiliki kewibawaan

menjalankan tugasnya sebagai tenaga professional. Terlebih Kementrian pendidikan dan
kebudayan (Kemendikbud) telah menerbitkan peraturan menteri pendidikan dan
kebudayaan (Permendikbud) No. 10 tahun 2017 tentang perlindungan pendidik dan
tenanga kependidikan, yang sejatinya mempertegas undang-undang No. 14 tahun 2005
tentang profesi guru dan dosen.
Hakikat pendidikan sebagai usaha sadar manusia untuk membentuk manusia
seutuhnya, baik sebagai makhluk individu maupun sosial sesuai tujuan pendidikan
nasional, nampaknya masih membutuhkan upaya yang terus-menerus dilakukan
perbaikan. Selain upaya mempersiapkan siswa menghadapi tuntutan masyarakat global
abad 21, kiranya juga mendesak yang harus segera direalisasikan adalah mengupayakan
sinergisitas seluruh lapisan masyarakat dalam upaya memberikan jaminan dan kepastian
bagi pendidik, jika dalam melaksanakan tugasnya guru sebagai pendidik profesional
mengalami permasalahan-permasalahan hukum. Akhir kata semoga Allah SWT
senantiasa membuka jalan, bagi peningkatan mutu pendidikan di Indonesia, guru mulia
karena karya dan wibawa. Semoga…..

Badrud Tamam, M.Pd
Pendidik di SMP Negeri 1 Ciruas, Kab. Serang – Banten,
Penggiat di Komunitas Forum Kounikasi Guru (FKG) IPS Nasional Wil Banten


Dokumen yang terkait

TELAAH ATAS KETELADANAN RASULULLAH SAW DALAM MENDIDIK ANAK (USIA 6­12 TAHUN)

4 74 1

PERBEDAAN KECERDASAN EMOSI ANTARA REMAJA PECANDU GAME-ONLINE DENGAN REMAJA YANG BUKAN PECANDU GAME-ONLINE

7 56 14

ANALISIS MATERI YANG SULIT PADA MATA KULIAH STRATEGI BELAJAR MENGAJAR (SBM) DI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA FKIP UNSYIAH TAHUN AKADEMIK 2015/2016

0 17 1

HUBUNGAN ANTARA KEPEMIMPINAN IBU DALAM MENDIDIK ANAK DENGAN MODALITAS KEMANDIRIAN DAN SIKAP SOSIAL ANAK DI DESA PETUNG KECAMATAN BANGSALSARI KABUPATEN JEMBER TAHUN 2011

0 19 17

KOMUNIKASI ANTARPERSONAL DALAM MENDUKUNG EFEKTIVITAS KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR DI SEKOLAH PENDIDIKAN LUAR BIASA TUNARUNGU (SPLB-B) CICENDO BANDUNG

0 13 1

PENGARUH PERSEPSI SISWA TENTANG KETERAMPILAN MENGAJAR GURU DAN MINAT BELAJAR EKONOMI TERHADAP HASIL BELAJAR EKONOMI SISWA KELAS X SMA NEGERI 14 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2008/2009

0 21 12

PENGARUH PERSEPSI SISWA TENTANG KEMAMPUAN GURU DALAM MENGAJAR DAN MOTIVASI BELAJAR TERHADAP HASIL BELAJAR IPS TERPADU SISWA KELAS VIII SEMESTER GANJIL MTs NURUL IMAN SEKINCAU TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 10 86

PENGARUH PERSEPSI SISWA TENTANG KEMAMPUAN MENGAJAR GURU DAN MOTIVASI BELAJAR TERHADAP HASIL BELAJAR EKONOMI SISWA KELAS XI IPS SEMESTER GANJIL SMA NEGERI 1 SRAGI LAMPUNG SELATAN TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 7 86

PENGARUH MOTIVASI BELAJAR, PERSEPSI SISWA TENTANG METODE MENGAJAR GURU, DAN KETERSEDIAAN SARANA BELAJAR DI SEKOLAH TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS X PEMINATAN IPS SMA NEGERI 1 BANDAR SRIBHAWONO LAMPUNG TIMUR TAHUN PELAJARAN 2013/2014

0 11 114

PENGARUH GAYA MENGAJAR GURU, PEMANFAATAN SARANA BELAJAR DI RUMAH, DAN KESIAPAN BELAJAR SISWA TERHADAP HASIL BELAJAR EKONOMI

1 13 86