Wawancara dan Observasi kependudukan dan

WAWANCARA DAN OBSERVASI

Disusun demi memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Profesi Tenaga
Kependidikan

Muhammad Fajrin Abdul Rohim (1715153433)
BK B 2015

BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2017

Dalam penelitian, untuk mengumpulkan suatu data banyak cara yang dapat
dilakukan. Beberapa diantaranya adalah penggunaan wawancara, observasi, angket,
dsb. Untuk penelitian yang kualitatif, metode wawancara dan observasi merupakan
kombinasi yang tepat. Biasanya, kedua hal ini dilakukan bersamaan dengan
mengobservasi data yang diinginkan dan mewawancarai orang-orang yang dirasa
memiliki pengetahuan mengenai data tersebut.
A. Wawancara
1. Definisi Wawancara

Wawancara menurut Komalasari dkk (2011, hal. 43) merupakan teknik
pengumpulan data dengan cara berkomunikasi, bertatap muka yang disengaja,
terencana, dan sistematis antara pewawancara dengan individu yang diwawancarai.
Wawancara (Budiarto & Anggraeni, 2002, hal. 40) merupakan proses interaksi atau
komunikasi secara langsung antara pewawancara dengan responden. Sedangkan
menurut (Pawito, 2007, hal 132), wawancara merupakan alat pengumpulan data yang
sangat penting dalam penelitian komunikasi kualitatif yang melibatkan manusia
sebagai subjek (pelaku, aktor) sehubungan dengan realitas atau gejala yang dipilih
untuk diteliti. Jadi, yang perlu ditekankan disini adalah wawancara bukan sekedar
menggali informasi, di dalamnya terdapat pertukaran ide ataupun pengalaman dari
tiap perspektif yang punya keragaman lebih dari sekedar fakta yang kita lihat di
lapangan.
Seperti biasanya, tidak ada metode yang sempurna dan bisa digunakan untuk
semuanya. Pastinya tetap ada kelebihan ataupun kekurangan. Maka dari itu, perlu
adanya pertimbangan untuk menggunakan wawancara sebagai salah satu instrumen
yang digunakan untuk mengambil data. Untuk memahami kelebihan wawancara
beserta kelemahannya berikut dipaparkan. Menurut Komalasari dkk (2011, hal. 44),
terdapat tiga kelebihan dan kelemahan wawancara, diantaranya :
a. Kelebihan Wawancara


1) Pertanyaan-pertanyaan yang kurang jelas dapat diperjelas kembali oleh
pewawancara sehingga individu yang diwawancara lebih memahammi apa
maksud pertanyaan yang diajukan
2) Bahasa yang digunakan pewawancara dapat disesuaikan dengan bahasa
yang digunakan atau kemampuan interviewee menangkap pertanyaan
3) Melalui komunikasi langsung tatap muka, diharapkan menimbulkan
suasana keakraban yang baik, terbentuk rapport, sehingga akan
mengoptimalkan hasil wawancara.
b. Kelemahan wawancara
1) Wawancara membutuhkan waktu lama dan lebih banyak tenaga
2) Membutuhkan keahlian yang memadai untuk melakukan wawancara,
sehingga memerlukan pendidikan dan latihan khusus dalam waktu tertentu
untuk menjadi pewawancara yang baik
3) Hasil wawancara akan menjadi bias bila terbentuk prasangka atau
stereotip, sehingga hasilnya menjadi tidak objektif
Sementara itu, Sri Mulyani (2016, hal. 65) dalam bukunya menyebutkan
kelebihan dan kelemahan wawancara yaitu,
a. Kelebihan Wawancara
1) Informasi yang didapatkan dari hasil wawancara relatif bisa diandalkan
2) Penanya bisa memotivasi orang yang diwawancara untuk memberikan

informasi yang selengkap-lengkapnya
3) Pertanyaan yang diajukan bisa dikembangkan sesuai dengan kondisi yang
ada
4) Kebenaran informasi yang didapatkan bisa diprediksi dengan melihat
mimik dan raut wajah orang yang diwawancarai ketika menjawab
pertanyaan (body language)
b. Kelemahan Wawancara
1) Mengganggu kerja orang yang diwawancarai
2) Memerlukan waktu yang lama dan tempat yang khusus untuk melakukan
wawancara (tempat yang terhindari dari keributan dan kebisingan)
3) Keberhasilan wawancara sangat bergantung kepada orang
mewawancarai, dalam hal ini penanya.

yang

Apabila kita simpulkan, kelebihan wawancara terletak pada banyaknya dan
dalamnya informasi yang akan kita dapatkan, menghilangkan ambiguitas,
menimbulkan hubungan baru yang baik dengan orang lain, dan bisa mengetahui
keterbukaan informasi melalui bahasa tubuh yang dikeluarkan narasumber. Sementara
itu, kelemahan wawancara adalah waktu yang cukup lama, tempat khusus agar

wawancara berjalan lancar, bergantung pada keahlian pewawancara, dan bisa
menimbulkan bias apabila mempunyai prasangka baik ataupun buruk terhadap
pewawancara. Jadi, penggunaan wawancara memang harus disesuaikan sesuai
dengan data yang ingin didapatkan, sumber daya yang ada, serta walti dan tempat
yang tersedia.
2. Jenis Wawancara
Drummond & Jones (2010, hal. 21-22) dalam bukunya membagi wawancara
berdasarkan struktur isi wawancara itu sendiri. Mereka membagi wawancara menjadi
tiga jenis, yaitu :
a. Wawancara Terstruktur
Wawancara ini merupakan wawancara yang paling ketat penggunaanya
karena pertanyaannya dibuat secara rinci dan pewawancara berpatokan
dengan pertanyaan tersebut. Penggunaan wawancara ini tidaklah fleksibel,
sehingga pewawancara dihimbau untuk tidak keluar dari pertanyaan yang
ada. Kelebihan wawancara terstruktur ini adalah memastikan informasi
yang didapatkan lebih spesifik, tidak membutuhkan banyak latihan karena
lebih terfokus untuk menghapal pertanyaan yang ada, dan karena
standarisasi wawancara ini, tingkat reliabilitas wawancara bisa lebih
diandalkan (Erford dalam Drummond & Jones, 2010, hal. 22). Sementara
itu, kelemahannya adalah berptensi menghancurkan rapport dengan yang

diwawancarai, cukup menghabiskan banyak waktu serta sulit untuk
berkembang sesuai situasi.
b. Wawancara semi terstruktur

Sama halnya dengan wawancara terstruktur, wawancara semi terstruktur
ini juga berisikan pertanyaan-pertanyaan yang dituliskan dan harus
dihapal. Namun, dalam pelaksanaannya, pewancara diizikan untuk lebih
leluasa dalam bertanya. Pewawancara bisa sedikit menyimpang dari
pedoman wawancara, dengan merubah kata-kata yang ada di pertanyaan
ataupun urutan pertanyaan yang ditanyakan (Opie dalam Drummond &
Jones, 2010, hal. 22). Wawancara ini juga memberikan ruang terhadap
pewawancara untuk menelisik lebih jauh respon yang diucapkan oleh
pewawancara (Craig; Hersen & Turner; dalam Drummond & Jones, 2010,
hal. 22). Dibandingkan dengan wawancara terstruktur, penggunaan jenis
ini memungkinkan untuk lebih dalam menghasilkan produksi pengetahuan
dari berbagai sudut pandang yang diwawancarai (Brinkman, 2013, hal.
21). Jadi, penggunaan wawancara semi terstruktur ini cukup baik untuk
membuat pewawancara fokus terhadap hal yang diinginkan, namun juga
tidak mengabaikan respon-respon yang diwawancarai agar yang
diwawancara merasa lebih dihargai dan terbentuk sudut pandang

pengetahuan yang lebih dalam oleh pewawancara.
c. Wawancara tidak terstruktur
Wawancara ini merupakan wawancara yang tidak mempunyai pertanyaan
tertulis secara rinci, lebih memberikan kesempatan kepada pewawancara
untuk mengembangkan topik yang diinginkan. Brinkmann (2013, hal. 18)
menyatakan bahwa tidak ada wawancara yang sepenuhnya tidak
terstruktur, karena pewawancara selalu mempunyai ide apa yang mau
dibicarakan. Wawancara ini bukannya tidak ada ada persiapan sama
sekali, melainkan lebih ke menentukan beberapa kata kunci yang akan
dibahas tanpa harus menulis dan menghapal pertanyaannya. Kelebihan
dari jenis ini yaitu pewawancara lebih bebas dalam menanggapi topik
yang

tidak diantisipasi,

pewawancara

mempunyai

pilihan


untuk

memutuskan apa yang akan dibicarakan, dan terdapat kesempatan yang
lebih untuk membangun hubungan baik kepada yang diwawancarai.
3. Langkah-langkah melakukan wawancara
Setelah kita mengetahui apa itu wawancara dan jenis-jenis wawancara.
Tentunya, kita juga perlu mendalami bagaimana cara melakukan wawancara.
Brinkmann (2013, hal. 46) membagi langkah-langkah wawancara menjadi 4 tahap
umum, yaitu persiapan, wawancara, analisis, dan laporan.
a. Persiapan
1) Menetapkan tujuan wawancara
2) Menetapkan bentuk pertanyaan sesuai tujuan
3) Merumuskan butir pertanyaan dengan bahasa yang mudah dipahami
4) Bila bentuk wawancara terstruktur ataupun semi terstruktur,
pertanyaan dituliskan secara rinci, bila tidak terstruktur dituliskan
5)
6)
7)
8)


pokok pertanyaannya.
Memikirkan bagaimana melindungi kerahasiaan data
Menentukan sasaran wawancara
Hindari menggunakan kata mengapa (McPhee & Terry, 2007, hal. 37)
Hindari pertanyaan yang memiliki makna ganda (Komalasari dkk,

2011, hal. 47)
9) Hindari membuat pertanyaan yang panjang (setidaknya maksimal 20
karakter) (McPhee & Terry, 2007, hal. 39)
10) Hindari pertanyaan yang menyinggung secara sosial (Sudman &
Braburn dalam Foddy, 1993, hal. 118)
11) Membuat pedoman wawancara dengan mempertimbangkan semua hal
di atas
b. Wawancara
1) Melakukan wawancara dengan pedoman wawancara yangn telah
dibuat
2) Melakukan kontrak wawancara di awal
3) Membangun rapport
4) Menghindari penghapusan, distorsi, dan generalisasi (McPhee & Terry,

2007, hal. 101-103)
5) Melakukan perekaman dengan seizin narasumber

c. Analisis
1) Membuat transkrip wawancara
2) Menganalisis tema
3) Membuat kesimpulan induktif dengan mensintesiskan jawaban dengan
teori, konsep, ataupun ide yang bisa dibuat kata kunci.
4) Membuat kesimpulan deduktif
d. Laporan
1) Menuliskan latar belakang
2) Menuliskan kajian pustaka
3) Menuliskan metode yang digunakan
4) Menuliskan hasil analisis dan kaitannya dengan teori, konsep, ataupun
ide pokok
5) Mempertimbangkan hal-hal yang sifatnya tidak boleh disebarluaskan
(Schostak, 2006, hal. 173)
6) Laporan ditulis dengan memfokuskan hanya pada tujuan yang ada
(Schostak, 2006, hal. 175-176)


B. Observasi
1. Definisi Observasi
Observasi atau pengamatan menurut Komalasari dkk (2011, hal. 57)
merupakan teknik pengumpulan data yng dilakukan secara sistematis dan
sengaja, melalui pengamatan dan pencatatan terhadap gejala-gejala yang
diselidiki. Secara singkatnya, menurut Budiarto & Anggraeni (2002, hal. 45),
observasi merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang menggunakan
pertolongan indra mata. Kedua hal tersebut didukung dengan pernyataan
Djaali & Muljono (2008, hal. 16) yang menjelaskan bahwa observasi adalah
cara

menghimpun

bahan-bahan

keterangan

yang

dilakukan


dengan

mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap
fenomena-fenomena yang dijadikan obyek pengamatan. Jadi, jika ditilik
secara keseluruhan observasi merupakan teknik pengumpulan data secara

langsung dengan mengamati objek yang diperlukan untuk mengamati
fenomena-fenomena yang diinginkan demi mendapatkan data yang benarbenar sesuai dengan di lapangan.
Observasi

juga

memiliki

kelebihan

ataupun

kekurangan

seperti

wawancara. Sehingga penggunaannya haruslah dipikirkan agar tidak
membuagn energi. Berikut dipaparkan kelebihan dan kelemahan observasi.
Menurut Komalasari dkk (2011, hal. 58), terdapat tiga kelebihan dan
kelemahan wawancara, diantaranya :
a. Kelebihan Observasi
1) Memberikan informasi yang tidak mungkin didapatkan melalui teknik
2)
3)
4)
5)

lain
Memberi tambahan informasi yang sudah didapat melalui teknik lain
Dapat menjaring tingkah laku nyata bila saat observasi tidak diketahui
Pengamatan bersifat selektif
Pengamatan mendorong perkembangan subjek pengamatan

b. Kelemahan Observasi
1) Pengamatan tidak dapat dilakukan terhadap beberapa situasi atau
beberapa peserta didik secara sekaligus
2) Hasil pengamatan pada suatu kejadian tidak dapat diulang pada waktu
lain
3) Untuk mendapatkan gambaran menyeluruh dan ketepatan hasil,
pengamatan perlu dilakukan beberapa kali sehingga memerlukan
waktu yang panjang
4) Penafsiran terhadap hasil obervasi sering kali bersifat subjektif,
sehingga diperlukan keterlibatan beberapa orang pengamat.
Sementara itu, Brain (2000, hal. 240) menyebutkan dalam bukunya
mengenai kelebihan dan kelemahan observasi, yaitu :
a. Kelebihan Observasi
1) Peneliti dapat mengeksplor data lebih dalam
2) Objek dapat lebih maksimal dalam menjalankan peran terhadap
yang dianggap penting

3) Memberikan informasi yang lebih banyak dan dalam yang
mungkin saja tidak terungkap dengan metode lain
b. Kelemahan Observasi
1) Sulit untuk mengumpulkan data secara objektif
2) Sulit untuk menganalisis data
3) Hanya bisa dilakukan ke satu orang, tidak bisa digeneralisir ke
semua orang
Apabila kita simpulkan, kelebihan observasi terletak pada
kedalaman, kesesuaian, serta ketepatan data yang dicapai. Kelemahan
observasi yaitu hanya bisa dilakukan kepada satu orang, perlu
dilakukan beberapa kali, dan bersifat subyektif. Jadi, penggunaan
observasi memang perlu dipertimbangkan lagi dengan memperhatikan
tujuan, kedalaman data, sasaran, serta waktu yang tersedia untuk
melakukan observasi.
2. Jenis Observasi
Pada pelaksanaan observasi, terdapat jenis-jenis yang digunakan sesuai
keinginan sesuai kondisi yang ada. Setiap jenisnya memiliki kelebihan dan
kekurangan masing-masing. Brodie (2013, hal. 32-33) membagi jenisjenis observasi menjadi 9 jenis atau metode, yaitu :
a. Magic moments
Disebut magic moments ataupun momen ajaib karena pada
praktiknya teknik ini yaitu menuliskan apapun perkembangan yang
terjadi pada yang diamati. Baik itu di catatan tempel, binder,
ataupun tempat yang disediakan untuk mencatat. Persiapan untuk
melakukan teknik ini tidak terlalu lama, hanya membutuhkan alat
untuk catat-mencatat. Kelebihan dari jenis ini adalah mudah untuk
digunakan dan menangkap setiap momen. Kelemahannya adalah
observer harus mengamati objek sepenuhnya karena jenis ini
mencatat setiap perkembangan yang terjadi
b. Learning stories

Sesuai namanya, jenis observasi ini objek diberikan sebuah cerita
khusus yang positif dan diobservasi berdasarkan kriteria
ketertarikan, keterlibatan, kegigihan, komunikasi dan tanggung
jawab. Waktu untuk melakukan metode ini bisa dibilang cukup
memakan waktu karena harus menyiapkan lembar kerja, cerita,
dan barang-barang yang diperlukan. Namun, kejadian-kejadian
yang terjadi bisa digambar secara deskriptif, detail dan tertulis.
c. Narrative
Observasi ini berisikan catatan tertulis atau serangkai peristiwa
yang terjadi pada objek. Idealnya, observer juga merekam objek
agar mendapatkan verbatimnya. Kelebihan jenis ini adalah detail
dan dapat difokuskan pada satu perkembangan. Kelemahannya
membutuhkan perhatian lebih dari observer kepada objek tersebut.
d. Time sample
Observasi jenis ini berarti dilakukan dengan waktu yang berjangka,
baik lima menit sekali, sejam sekali, ataupun waktu lain yang
memungkinkan. Kelebihan jenis ini lebih mengetahui dominan
ketertarikan objek. Kelemahannya harus mengetahui dengan tepat
harus observasi di waktu keberapa dan mungkin membutuhkan
observer lain.
e. Tracking
Observasi jenis ini membutuhkan pengaturan tempat karena akan
memantau objek akan pergi ke tempat yang mana ataupun barang
apa yang sering digunakan untuk mengetahui ketertarikannya.
Kelebihannya adalah mengetahui tempat dan barang yang
mendominasi

objek

tersebut.

Kelemahannya

mungkin

membutuhkan observer lain karena jenis ini cukup detail
f. Sociogram
Sosiogram atau sociogram jarang digunakan namun dapat menjadi
jenis yang tepat untuk mengukur perkembangan sosial seseorang.
Observasi dilakukan dengan mengamati objek dan kelompok

sosialnya. Kelebihannya yaitu dapat mengidentifikasi kelompok
pertemanan yang ada. Kelemahannya membutuhkan perhatian
lebih untuk mengidentifikasi dengan memantau percakapan yang
terjadi
g. ABCD
ABCD merupakan kepanjangan dari Antecedent, Behavior,
Consequence dan Decision. ABCD digunakan untuk mengamati A
( pencetus tingkah laku ), B ( tingkah laku ), C ( konsekuensi ), dan
D ( keputusan ). Kelebihan jenis ini adalah pengamatan perilaku
menjadi suatu alur yang jelas dan konkret. Kelemahannya observer
perlu mempertimbangkan dengan baik pencetus perilaku serta
konteks perilakunya
h. Photographs and video
Sesuai namanya, berarti mendokumentasikan kejadian yang terjadi
selama

mengamati

objek.

Kelebihannya

adalah

merekam

segalanya dan bisa direview nanti serta objek mungkin juga bisa
menikmati reviewnya. Kelemahannya mungkin akan bermainmain dengan kamera apabila tahu didokumentasikan dan
membutuhkan kemampuan khusus untuk mengambil spot tertentu
i. Focus child
Jenis ini satu atau dua orang di ruangan akan dipilih sebagai yang
diobservasi. Beberapa observer menyiapkan catatan dengan
mengamati anak yang sama di selama waktu observasi. Metode ini
hanya digunakan satu kali untuk satu atau dua anak. Kelebihannya
mendorong setiap orang untuk diobservasi dan keobyektifan data.
Kelemahannya mungkin beberapa observasi hasilnya akan sama
dan ada seseorang yang mungkin sedang underperform saat sedang
diobservasi.
Jenis observasi yang digunakan bisa dikombinasikan, seperti
dari magic moments langsung berpindah ke learning stories demi
kedalaman data yang didapatkan. Penggunaan observasi juga

membutuhkan kemampuan yang memadai, seperti mencatat dan
mengidentifikasikan kejadian dengan cepat misalnya dalam magic
notes. Demi mendapatkan keobjektifan data mungkin anda akan
melakukan observasi dengan mengajak observer lain tentunya.
Namun, perbedaan tipe orang seperti yang satu lebih memandang
aspek kreativitas, dan satu lagi perilaku, akan membuat hasil
observasi tetap menjadi subyektif dan sama sekali tidak bisa
dibandingkan.
3. Langkah-langkah observasi
Dalam bukunya, Komalasari dkk (2011, hal. 71-74) membagi pengamatan
menjadi tiga bagian, yaitu penyusunan pedoman pengamatan, pelaksanaan
pengamatan serta analisis hasil pengamatan.
a. Penyusunan pedoman pengamatan
1) Menetapkan tujuan pengamatan
2) Menetapkan jenis pengamatan dan pengumpulan data berdasarkan
jenis pengamatan (Brodie, 2011, hal. 53)
3) Melakukan ujicoba pedoman pengamatan dengan teknik interrater
reliability
b. Pelaksaan pengamatan
1) Menetapkan sasaran
2) Menetapkan jadwal dan tempat pengamatan
3) Menetapkan jumlah pengamat
4) Mempersiapkan alat yang diperlukan
5) Memusatkan pada objek pengamatan
6) Mengambil posisi yang tidak diketahui subjek pengamatan
7) Menutup pengamatan dengan membuat kesimpulan bersama
seluruh pengamat
c. Analisis hasil pengamatan
1) Hasil pengamatan dikumpulkan
2) Setiap pengamat melakukan penskoran
3) Hasil pencatatan maupun perekaman

diidentifikasi

dan

dikelompokkan menjadi tema-tema umum
4) Bersama-sama melakukan analisis dan sintesis hasil pengamatan
serta menarik kesimpulan guna mengurangi bias hasil dan menjaga
objektivitas pengamatan

REFERENSI
Brain, C. (2000). Advanced subsidiary psychology approach and methods.
Cheltenham: Nelson Thornes.
Brinkmann, S. (2013). Qualitative interviewing. Oxford University Press: New York.
Brodie, K. (2013). Observation, assessment and planning in the early years :
bringing it all together . New York: Open University Press.
Budiarto, E., & Anggraeni, D. (2002). Pengantar epidemiologi (2nd ed.). Jakarta:
EGC.
Djaali, & Muldjono, P. (2008). Pengukuran dalam bidang pendidikan. Jakarta:
Grasindo.
Drummond, R. J., & Jones, K. D. (2010). Assessment procedures for counselors and
helping professionals. New Jersey: Pearson Education Inc.
Foddy, W. (1993). Constructing questions for interviews and questionnaires : theory
and practice in social research. Cambridge: Cambridge University Press.
Komalasari, G., Wahyuni, E., & Karsih. (2011). Asesmen teknik nontes dalam
perspektif bk komprehensif. Jakarta: Indeks.
McPhee, N., & Terry, R. (2007). The hidden art of interviewing people : how to get
them to tell you the truth. John Wiley & Sons: Chichester.
Mulyani, S. (2016). Metode Analisis dan Perancangan Sistem. Bandung: Abdi
Sistematika.
Pawito. (2007). Penelitian komunikasi kualitatif. Yogyakarta: LKiS.
Schostak, J. (2006). Interviewing and representation in qualitative research. New
York: Open University Press.