Tantangan Kemampuan Bahasa Inggris Guru

Tantangan Kemampuan Bahasa Inggris Guru
dan Kurikulum pada Era MEA
Rudi Haryono,S.S., M.Pd.
PENDAHULUAN
Salah

satu isu penting regional di awal tahun 2016 yaitu pemberlakuan kesepakatan

Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) atau dalam istilah bahasa Inggrisnya (ASEAN
Economic Community), AEC). Di Indonesia istilah MEA lebih populer dibandingkan dengan
AEC, walaupun secara konsep sama.Untuk menghadapi masyarakat ekonomi Asean tersebut
sudah saatnya Pemerintah Indonesia terutama memajukan bidang pendidikan agar lulusan
lembaga pendidikan yang ada dapat bersaing dengan Masyarakat ekonomi Asean lainnya.
Karena salah satu tantangan dalam MEA yaitu bidang pendidikan. Pendidikan adalah
kekuatan masa depan, karena merupakan alat perubahan yang sangat ampuh. Salah satu
maslah terbesar yang dihadapi adalah bagaimana menyesuaikan cara berfikir untuk
menghadapi tantangan dunia yang semakin kompleks, cepat dan berubah. Perdagangan intra
dan ekstra ASEAN terus berkembang; tumbuh kesadaran untuk menjaga sentralitas ASEAN
dalam peta dunia yang semakin mengarah pada regionalism. Tujuan untuk mewujudkan MEA
antara lain: meningkatkan daya saing dan daya tarik menghadapi Tiongkok dan India;
meningkatkan kesatuan dan posisi tawar ASEAN dalam rangka perundingan ASEAN + 1

(Tiongkok atau India atau Jepang atau Korea atau Australia/Selandia Baru) dan arsitektur
regional baru:

seperti: ASEAN+3 (ASEAN + Cina + India + Korea), dan lain-lain:

ASEAN+6/ASEAN+8); serta merespon meningkatnya trend regionalism vs multilateralism.
Budiman (2015) menegaskan bahwa menyiapkan sumber daya manusia bukanlah
pekerjaan mudah dan bisa dilakukan secara instant. Namun, setidaknya guru dan sekolah bisa
membekali siswa dengan kedua ketrampilan tersebut ditambah dengan meningkatkan
kepercayaan diri dan motivasi agar terus mengembangkan diri. Karena hal itu merupakan
upaya minimal yang bisa dilakukan tetapi sangat fundamental untuk meningkatkan mentalitas
dalam menghadapi persaingan global. Isu Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) adalah isu
pernting yang mengemuka di awal tahun 2016. Sebagaiman diketahui bersama ASEAN
adalah perkumpulan negara-negara ASEAN yang beranggotakan Brunei Darussalam,
Cambodia, Indonesia, Lao PDR, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapora, Thailand , dan
Viet Nam. The ASEAN Secretariat is based in Jakarta, Indonesia. ASEAN berdiri tanggal 8
Agustus 1987, dan dalam perkembangannya sangat signifikan dalam menjaga stabilitas dan
sinergi negara-negara anggotanya. Dalam situs ASEAN.org. disebutkan bahwa The ASEAN
1


Community 2015 is a community of opportunities under three community pillars: PoliticalSecurity Community, Economic Community, and Socio-Cultural Community. Komunitas
ASEAN menyepakati beberapa hal kerjasama untuk lebih memberikan kebebasan kerjasama
dalam bidang keamanan dan politikn, ekonomi (MEA), dan sosial budaya. ASEAN sebagai
sebuah komunitas menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa komunikasi multilateral di
antara negara anggotanya. Menurut Kirkpatrick (2010),
“The ten countries of ASEAN currently represent great linguistic diversity with more
than a thousand languages from a range of different language families spoken
throughout the region. However, the desire for each of the ten nations to establish a
national language -and the general overall success in doing this together with the need
to use English as a language of modernization and international communication, has
seriously diminished interest in and the promotion of local languages.”
Negara negara anggota ASEAN memiliki representasi bahasa nasional dan lokal yang
sangat variatif dan kaya juga bahasa ibu yang dimiliki. Namun kebutuhan akan modernisasi
dan kesuksesan dalam bekerja, berkontribusi dalam menumbuhkan minat mereka mempelajari
bahasa Inggris. Penulis hanya akan memfokuskan sejauhmana kesiapan guru Indonesia dalam
menghadapi MEA terkait dengan kompetensi mereka dalam penguasaan bahasa Inggris.
BAHASA INGGRIS DAN ASEAN
Kirkpatrick (2015) mengemukakan bahwa “The Charter of the Association of Southeast Asian
Nations (ASEAN) was officially adopted in February 2009. Article 34 of the Charter states
that, ‘The working language of ASEAN shall be English’”. Ungkapan tersebut kurang lebih

menegaskan bahwa bahasa kerja atau bisnis ASEAN adalah bahasa Inggris. Selaras dengan
hal tersebut Cheong (2011) menjelaskan bahwa “Language is the most important key towards
the development of Association of South East Asia Nation (ASEAN) Community”. Menurut
Cheong, bahasa adalah kunci penting untuk pengembangan komunitas ASEAN. Secara
spesifik bahasa yang dimaksud adalah bahasa Inggris sebahasa international. Sebagai bahasa
internasional dan PBB, bahasa Inggris merupakan lingua franca, bahasa penguhubung antara
berbagai macam bahasa yang bersifat multilingualisme. Dalam konteks yang lebih regional,
bahasa Inggris digunakan oleh hampir seluruh negara ASEAN dalam berkomunikasi bilateral
dan multilateral. Berdasarkan hasil penelitian EF English Proficiency Index (EPI) Indonesia
menempati urutan ke-32 dengan level kemampuan berbahasa Inggris menengah. Penelitian
yang dilakukan kepada 910 ribu orang dewasa usia 18-30 tahun di 70 negara yang dilakukan
secara online ini bertujuan untuk mengukur tingkat rata-rata kemampuan bahasa Inggris orang
dewasa di suatu negara. Director of Educational Research and Development EF English Firts,
2

Steve Croock mengatakan, EF EPI digunakan untuk membantu memetakan peningkatan
kemampuan bahasa Inggris di suatu negara. Penelitian tersebut mengungkap bahwa lima
besar skor tertinggi adalah Swedia, Belanda, Denmark, Norwegia, dan Finlandia. Indonesia di
level Asia peringkat delapan, di bawah Singapura, Malaysia, dan India. Peningkatan hasil tes
masyarakat Indonesia dari tahun sebelumnya, imbuh Crooks, tidak terlalu signifikan. Padahal

di sisi lain bahasa Inggris menjadi alat komunikasi di seluruh dunia.
memaparkan bahwa

Crooks (2015)

berdasarkan data, tingkat rata-rata kemampuan bahasa Inggris

perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan pria. Dia berharap, hasil penelitian ini mampu
menunjukkan kebijakan pendidikan, kualitas sumber daya manusia, hingga tingkat
perekonomian negara, terutama menyambut Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Secara
tegas dia menegaskan bahwa kompetensi bahasa Inggris menjadi krusial untuk menghadapi
persaingan global yang mencakup persaingan di berbagai sektor. Dikesempatan yang sama,
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI), Hikmahanto Juwana
mengungkapkan, selama ini orang Indonesia belajar bahasa Inggris fokus pada tata bahasa
(grammar) dan menerjemahkan, tapi kurang praktik. Untuk mengetahui peringkat Indonesia
dalam regional ASEAN, dan informasi perbandingan SDM Indonesia dalam ASEAN, berikut
penulis presentasikan table Human Development Index (Indeks SDM) ASEAN:
Peringkat HDI ASEAN
NEGARA
Singapura

Brunei Darussalam
Malaysia
Thailand
Indonesia
Filipina
Vietnam
Kamboja
Laos
Myanmar

HDI (2013)
0,901

0,852
0,773
0,772
0,684
0,660
0,638
0,584

0,569
0,524

KETERANGAN
Sangat Tinggi
Sangat Tinggi
Tinggi
Tinggi
Menengah
Menengah
Menengah
Menengah
Menengah
Rendah

Sumber :
Human Development Report Resource Office, United Nations Development Programme, 2 March 2013

Berbicara masalah MEA dan kurikulum, pemerintah secara khusus dan implementatif telah
mengeluarkan perundang-undangan tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI)

atau dalam istilah bahasa Inggris, Indonesian Qualifications Framework (IQF). KKNI
diamanatkan dalam Perpres No.8 Tahun 2012 tentang KKNI. Pada Perpres tersebut KKNI
disebutkan bahwa KKNI kerangka penjenjangan kualifikasi kerja yang menyandingkan,
menyetarakan, mengintegrasikan, sektor pendidikan dan pelatihan serta pengalaman kerja
3

dalam rangka pemberian pengakuan kompetensi kerja sesuai dengan jabatan kerja di berbagai
sektor. Salah satu landasan atau rasional dari KKNI tersebut adalah diberlakukannya MEA
pada tahun 2016. Sehinga kurikulum KKNI yang ada benar-benar dapat mengadaptasi dan
mengadopsi konteks kekinian akan kebutuhan angkatan kerja yang mampu dalam konteks
ASEAN. KKNI dibuat sebagai acuan agar SDM Indonesia memiliki kualifikasi, kompetensi
dan kapasitas yang setara dengan angkatan kerja baik dalam skala ASEAN, terlebih dalam
skala global yang merupakan tuntutan pasar dunia yang terus berkembang.
KESIMPULAN
Momentum pemberlakuan MEA di tahun 20156, harus difahami sebagai sebuah peluang oleh
Indonesia. Peluang tersebut tentunya harus dipersiapkan dengan menyiapkan SDM yang lebih
kompetitif dan mampu menjawab kebutuhan SDM khususnya dalam regional ASEAN.
Pendidikan yang berkualitas dan mampu menjawab kebutuhan MEA adalah sebuah
kebutuhan. Pendidikan yang berkualitas hanya akan dapat tercipta ketika guru mampu
berkomunikasi secara maksimal dan juga menguasai bahasa Inggris sebagai bahasa resmi

ASEAN. Kurikulum berbasis KKNI sebagai sebuah kurikulum baru yang mulai berlaku tahun
2012 adalah merupakan salah satu jawaban pemerintah untuk mampu bersaing dalam MEA.
Sebagai sebuah kurikulum baru, maka tentunya memerlukan revisi dan juga modifikasi yang
lebih update terkait dinamika MEA dan berbagai macam isu-isu penting yang merupakan
konsekwensi logis dari pemberlakuan MEA.
* Pemerhati Pendidikan,
Dosen STKIP Muhammadiyah Bogor

4