Makalah Psikologi Perkembangan Kognitif peserta
MAKALAH PSIKOLOGI PERKEMBANGAN
“Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Fisik,
Kognitif, dan Sosioemosi Pada Masa Dewasa Akhir dan
Kematian”
DISUSUN OLEH :
GRISELDA MARIA ANCELA WODONG
14101041
JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI MANADO
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI……………………………………………………...............................................i
KATA PENGANTAR.................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1
BAB II FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN FISIK,
KOGNITIF DAN SOSIOEMOSI….............................................................................7
BAB III PEMBAHASAN........................................................................................................22
BAB IV KESIMPULAN…......................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA…...........................................................................................................25
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan YME, karena dengan limpahan karunia
dan nikmat-Nya saya dapat menyelesaikan makalah ini.
Makalah tentang “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Fisik,
Kognitif, dan Sosioemosi Pada Masa Dewasa Akhir dan Kematian” ini saya buat agar
dapat bermanfaat bagi khalayak pembaca pada umumnya dan kami khususnya.
Di dalam makalah ini kami menyampaikan hasil makalah kami.Kami menyampaikan
banyak terima kasih kepada pihak-pihak dan berbagai media yang telah membantu
terselesaikannya makalah ini.Kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan dalam
upaya perbaikan dalam pembuatan makalah ini. Karena sangat kami sadari bahwa
pembuatan makalah ini masih ada banyak kekurangan.
Tomohon ,
Mei 2015
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Psikologi perkembangan adalah ilmu yang mempelajari tahap demi tahap
perkembangan manusia dan faktor-faktor pendorong serta penghambat perkembangan
seseorang sejak lahir hingga selanjutnya (Jahja, 2011).
Usia tua adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang, yaitu suatu
periode di mana seseorang telah beranjak jauh dari periode terdahulu yang lebih
menyenangkan, atau beranjak dari waktu yang penuh dengan manfaat. Masa dewasa
ahhir dapat juga disebut masa tua atau masa usia lanjut. Berbagai pengartian tentang
usia lanjut adalah sebagai berikut:
Menurut Santrock (2012), ada dua pandangan tentang definisi orang lanjut
usia atau lansia, yaitu menurut pandangan orang barat dan orang indonesia.
Pandangan orang barat yang tergolong orang lanjut usia atau lansia adalah orang yang
sudah berumur 65 tahun ke atas, dimana usia ini akan membedakan seseorang masih
dewasa atau sudah lanjut, Sedangkan pandangan orang indonesia, lansia adalah orang
yang berumur lebih dari 60 tahun. Lebih dari 60 tahun karena pada umumnya di
indonesia dipakai sebagai usia maksimal kerja dan mulai tampaknya ciri-ciri ketuan.
A. FISIK
Perkembangan masa dewasa akhir atau usia lanjut, membawa penurunan
fisik yang lebih besar dibandingkan dengan periode periode usia sebelumnya. Kita
akan mencatat rentetan perubahan-perubahan dalam penurunan fisik yang terkait
dengan penuaan, dengan penekanan pentingnya perkembangan perkembangan
baru dalam penelitian proses penuaan yang mencatat bahwa kekuatan tubuh
perlahan lahan menurun dan hilangnya fungsi tubuh kadangkala dapat diperbaiki.
Panjang Usia :
1. Harapan Hidup : perkiraan jumlah tahun dari rata-rata orang yang dilahirkan
di tahun tertentu masih akan hidup
Masa hidup : batas atas hidup, jumlah tahun maksimum dimana individu dapat
hidup
2. Tua awal (65-74 tahun) ; Tua menengah (75 ke atas) ; Tua akhir (85 ke atas)
Tua awal dengan tua akhir memiliki perbandingan yang terlihat jelas yang
secara substansial, orang tua awal memiliki potensi untuk sehat secara fisik
dan kognitif, memiliki kesejahteraan emosional yang lebih tinggi, dan strategi
yang lebih efektif untuk mengatasi keuntungan dan kerugian di usia lanjut.
Hampir seperempat dari orang yang tua akhir ini tinggal di panti jompo dan
mereka merasa aktifitasnya disana terbatas.
(Akbar, 2001) beberapa penurunan dan hilanagnya fungsi tubuh dalam
hal fisiologis masa perkembangan masa dewasa akhir atau usia lanjut: Otak
dan sistem syaraf, Perkembangan Sensori, Sistem peredaran darah, Sistem
pernafasan, dan Seksualitas. Obat anti penuaan :Acai Berry, Anggur Merah,
Air, Yogurt, dan Ekstrak testikel anjing.
Perkembangan masa dewasa akhir atau usia lanjut, membawa
penurunan fisik yang lebih besar dibandingkan dengan periode periode usia
sebelumnya. Kita akan mencatat rentetan perubahan perubahan dalam
penurunan fisik yang terkait dengan penuaan, dengan penekanan pentingnya
perkembangan baru dalam penelitian proses penuaan yang mencatat bahwa
kekuatan tubuh perlahan lahan menurun dan hilangnya fungsi tubuh
kadangkala dapat diperbaiki. Penurun fisik yang terjadi pada dewasa akhir itu
antara lain, otak yang menjadi tua, sistem kekebalan tubuh, penampilan fisik
dan pergerakan, perkembangan sensoris, sistem sirkulasi dan paru- paru, serta
seksualitas.
Volume otak pada masa dewasa akhir berkurang (Bondare, 2007),
volume otak orang lanjut usia 15 persen lebih sedikit dari orang muda ( Shan,
dkk, 2005). Penyusutan ini berkaitan dengan menurunnya kerja memori dan
aktivitas kognitif lainnya pada lanjut usia (Pardo, dkk, 2007; Sakatini, Tanida,
& Katsuyama, 2010). Tidak hanya dengan menurunnya memori, penyusutan
ini juga disebabkan karena menurunnya asetikolin yang berperan terhadap
menurunnya fungsi memori dalam taraf kecil dan bahkan kehilangan memori
yang parah seperti pada penyakit Alzheimer (Bentley, Driver, & Dolan, 2009).
Dalam perkembangan fisik dewasa akhir juga terjadi perubahan pada sistem
kekebalan tubuh. Menderita stress yang berkepanjangan dan berkurangnya
proses penyembuhan pada orang-orang lanjut usia dapat mempercepat efek
penuaan terhadap kekebalan (Zitrogel, Kepp, & Kroemer, 2010). Kekurangan
nutrisi yang berkaitan dengan rendahnya kadar protein berkaitan dengan
menurunnya sel T yang menghancurkan sel- sel yang terinfeksi, sehingga
sistem kekebalannya bertambah buruk (Hughes, dkk, 2010). Untuk
meningkatkan sistem kekebalan tubuh, bisa dilakukan olahraga dan
melakukan vaksinasi terhadap influenza ( De la Fuente, Gimenez, Maggi &
Michel, 2010).
Perubahan yang ketiga dalam masa dewasa akhir yaitu pada
penampilan fisik dan pergerakan. Kerutan dan bercak penuaan adalah
perubahan yang terlihat jelas. Disini pria dan wanita juga menjadi lebih
pendek karena tulang belakang mengalami penyusutan (Hoyer & Roodin,
2003). Menyusutnya otot juga membuat tubuh kita menjadi lentur (Evans,
2010). Gerakan pada usia lanjut juga jauh lebih lambat dari dewasa awal,
tingkat kesulitan ini bervariasi. Obesitas juga berkaitan dengan keterbatasan
mobilitas pada orang dewasa lanjut (Houston, dkk, 2009). Dalam
meningkatkan penampilan tubuh dan penggerakan, orang pada dewasa akhir
dapat melakukan angkat beban dan olahraga yang rutin (Peterson, dkk, 2009).
Perubahan pada dewasa akhir juga ada pada perkembangan sensoris.
Penglihatan pada malam hari akan menjadi sulit yang dikarenakan karena
berkurangnya toleransi terhadap cahaya (Babizhayev, Minasyan, & Richer,
2009). Kejadian yang jauh mungkin juga tidak terdeteksi (Stutts, 2007).
Penurunan sensor pada orang dewasa lanjut usia berkaitan dengan penurunan
fungsi kognitif serta penurunan visual berhubungan dengan pemrosesan
informasi yang lebih lambat (Clay, dkk). Penglihatan warna juga menurun
pada orang lanjut usia karena lensa mata menguning (Scialfa & Kline, 2007).
Orang dewasa akhir juga kehilangan sebagian kemampuan mencium atau
merasakan (Murphy, 2009). Seiring bertambahnya usia, individu juga
mengalami pengurangan kepekaan terhadap sentuhan pada tubuh bagian
bawah disbanding tubuh bagian atas (Corso, 1977).
Gangguan kardiovaskuler meningkat di masa dewasa akhir (Ballard,
2010). Meningkatnya tekanan darah seiring dengan meningkatnya usia dapat
berkaitan dengan sakit, obesitas, kecemasan, mengerasnya pembuluh darah,
atau kurang olahraga (Shizukuda, Plummer, Harrelson, 2010). Proses penuaan
dapat juga mengakibatkan beberapa perubahan di dalam performa seksual,
khususnya pada pria (Bauman, 2008). Kualitas kehidupan seksual yang baik,
dan minat terhadap seks secara positif berkaitan dengan kesehatan di masa
dewasa akhir (Lindau & Gavrilova, 2010). Seksualitas ini lebih tinggi bagi
pria yang lanjut usia dibanding dengan wanita lanjut usia.
B. KOGNITIF
Kecepatan dalam memproses informasi mengalami penurunan pada masa
dewasa akhir. Selain itu, orang-orang dewasa usia lanjut juga kesulitan untuk
mengulangi informasi yang telah disimpan dalam memori ingatannya. Kecepatan
memproses informasi secara pelan-pelan akan mengalami penurunan, namun
faktor individual differences juga berperan dalam hal ini. Nancy Denney (1986)
menyatakan bahwa kebanyakan tes kemampuan mengingat dan memecahkan
masalah mengukur bagaimana orang-orang dewasa lanjut usia melakukan
aktivitas yang abstrak atau sederhana. Ketika kita memikirkan perubahan kognitif
di masa dewasa, kita perlu mempertimbangkan bahwa kognisi merupakan suatu
konsep
yang
bersifat
multidimensional
(Margrett
&Deshpande-Kamat,
2009).Multidimensional adalah perkembangan terdiri atas dimensi biologis,
kognitif,
dan
sosial.Dimensi
inilah
yang
dikaji
dalam
setiap
periode
perkembangan manusia. Pendidikan, pekerjaan dan kesehatan merupakan tiga
komponen penting yang berpengaruh pada fungsi kognitif orang-orang dewasa
lanjut usia. Dari hasil penelitian kondisi kesehatan berkorelasi positif dengan
kemampuan intelektual individu (Hultsch, Hammer 7 Small, 1993).Semakin tua,
semakin banyak masalah kesehatan yang dihadapi (Siegler & Costa, 1985).
Dimensia adalah berkurangnya kognisi pada tingkat kesadaran yang
stabil.Fungsi
kognisi
yang
terserang
demensia
meliputi
intelegensi
umum, pengetahuan dan memori, bahasa, pemecahan masalah, orientasi, persepsi,
atensi dan konsentrasi, daya nilai, serta kemampuan sosial.(Kaplan & Sadock,
2010).
Ketakutan Menjadi Korban, Kejahatan dan Perlakuan yang Salah Terhadap
Orang Lanjut Usia: Hampir seperempat dari orang lanjut usia menyatakan bahwa
mereka memiliki ketakutan dasar akan menjadi korban dari kejahatan. Dibanding
para laki-laki lanjut usia, para perempuan lanjut usia lebih sering menjadi korban
atau mengalami kekerasan.
C. SOSIOEMOSI
Pada tahap dewasa akhir, tujuan hidup merupakan gagasan yang menonjol
dalam tahap terakhirintegritas versus kepuasan menurut Erikson. Disamping itu,
di masa dewasa akhir ini terdapat tinjauan hidup yang juga mencakup dimensidimensi sosiobudaya, seperti budaya, etnisitas dan juga gender. Tinjauan hidup
juga dapat melibatkan dimensi intrapersonal atau relasi, termasuk berbagi dan
menjalin keakraban dengan anggota keluarga atau teman.(Cappeliez & O’Rourke,
2006).
Beberapa ahli perkembangan percaya bahwa terjadi penurunan feminitas
pada perempuan dan penurunan maskulinitas pada laki-laki saat mereka
memasuki masa dewasa akhir. (Gutmann, 1975). Seperti halnya juga perubahanperubahan sosiohistoris yang terjadi dan lebih sering diteliti dalam penyelidikanpenyelidikan masa hidup, apa yang orang persepsikan sebagai pengaruh usia
mungkin adalah pengaruh kohort. (Schaie, 2007).
Dalam masyarakat pun partisipasi sosial oleh orang-orang lanjut usia
sering kali tidak memperoleh dukungan karena adanya ageism. Ageism adalah
prasangka terhadap orang lain sehubungan dengan usia orang tersebut, khususnya
prasangka terhadap orang-orang dewasa yang lebih tua. (Leifheit-Limson & Levy,
2009).
Dukungan dan integrasi sosial berperan penting terhadap kesehatan fisik
dan mental orang lanjut usia. (Antonucci, dkk, 2011; Birditt, 2009 ; Kahana,
Kahana & Hammel, 2009). Perasaan mereka mencerminkan jaringan social yang
lebih selektif dan penerimaan terhadap kesepian dalam hidup mereka (KoropeckCox, 2009).
Menjadi individu yang aktif penting bagi keberhasilam proses masa tua
(Erickson & Kramer, 2009). Istilah self-efficacy sering kali digunakan untuk
mendeskripsikan penghayatan akan adanya kendali terhadap lingkungan dan
kemampuan menghasilkan sesuatu yang positif. (Bandura, 2009, 2010).
D. AKHIR KEHIDUPAN
Menurut Kalish (1987) menyebut kematian sebagai berhentinya fungsi
kognitif dan dengan sebuah tindakakan, fungsi kognitif tersebut akan berfungsi
kembali. Manusia juga mengalami hilang kebolehan untuk mengalami apa saja
perkara seperti berfikir, bertingkahlaku dan mempunyai perasaan. Secara umum
kematian dapat dikatakan sebagai lenyapnya proses biologikal, psikologikal dan
pengalaman social dalam sebuah budaya kehidupan.
Berkomunikasi dengan orang yang menjelang kematian, individu dapat
menyesuaikan hidupnya dengan cara meninggal sesuai keinginan keduanya dan
setelah itu mereka dapat menyelesaikan beberapa rencana dan proyek, lalu yang
ketiga yaitu individu berkesempatan meninjau kembali hidupnya.
Dukacita : kumpulan emosi ketidayakinan kecemasan karena keterpisahan
keputusasaan, kesedihan dan kesepian yang menyertai kehilangan seseorang yang
kita cintai.
Memahami dunia ini : tidak hanya individu yang menjelang ajalnya yang
mencari arti kehidupan, namun juga individu yang sedang berduka (Carr, 2009;
Park 2009). Salah satu keuntungan yang diperoleh dari berduka cita adalah bahwa
duka cita merangsang banak individu untuk mencoba memahami dunianya
(Kalish, 1981).
Kehilangan pasangan hidup
: setelah pasangan yang sangat di cintai
meninggal pasangannya yang masih hidup sering kali mengalami duka cita
mendalam dan sering kali diikuti dengan kesulitan keuangan, kesepian,
meningkatnya penyakit fisik, gangguan psikologi termasuk depresi (Kowalski &
BondMass, 2008).
Bentuk-bentuk berkabung : Pemakaman merupakan sebuah aspek penting
dari perkabungan.
BAB II
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Fisik, Kognitif,
Sosioemosi Pada Masa Dewasa Akhir
A. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Fisik Pada Masa
Dewasa Akhir Menjelang Kematian
Perkembangan masa dewasa akhir atau usia lanjut, membawa penurunan fisik yang
lebih besar dibandingkan dengan periode periode usia sebelumnya. Kita akan mencatat
rentetan perubahan perubahan dalam penurunan fisik yang terkait dengan penuaan, dengan
penekanan pentingnya perkembangan baru dalam penelitian proses penuaan yang mencatat
bahwa kekuatan tubuh perlahan lahan menurun dan hilangnya fungsi tubuh kadangkala dapat
diperbaiki. Penurun fisik yang terjadi pada dewasa akhir itu antara lain, otak yang menjadi
tua, sistem kekebalan tubuh, penampilan fisik dan pergerakan, perkembangan sensoris, sistem
sirkulasi dan paru- paru, serta seksualitas.
Volume otak pada masa dewasa akhir berkurang (Bondare, 2007), volume otak orang
lanjut usia 15 persen lebih sedikit dari orang muda (Shan, dkk, 2005). Penyusutan ini
berkaitan dengan menurunnya kerja memori dan aktivitas kognitif lainnya pada lanjut usia
(Pardo, dkk, 2007; Sakatini, Tanida, & Katsuyama, 2010). Tidak hanya dengan menurunnya
memori, penyusutan ini juga disebabkan karena menurunnya asetikolin yang berperan
terhadap menurunnya fungsi memori dalam taraf kecil dan bahkan kehilangan memori yang
parah seperti pada penyakit Alzheimer (Bentley, Driver, & Dolan, 2009). Dalam
perkembangan fisik dewasa akhir juga terjadi perubahan pada sistem kekebalan tubuh.
Menderita stress yang berkepanjangan dan berkurangnya proses penyembuhan pada orangorang lanjut usia dapat mempercepat efek penuaan terhadap kekebalan (Zitrogel, Kepp, &
Kroemer, 2010). Kekurangan nutrisi yang berkaitan dengan rendahnya kadar protein
berkaitan dengan menurunnya sel T yang menghancurkan sel- sel yang terinfeksi, sehingga
sistem kekebalannya bertambah buruk (Hughes, dkk, 2010). Untuk meningkatkan sistem
kekebalan tubuh, bisa dilakukan olahraga dan melakukan vaksinasi terhadap influenza ( De la
Fuente, Gimenez, Maggi & Michel, 2010).
Perubahan yang ketiga dalam masa dewasa akhir yaitu pada penampilan fisik dan
pergerakan.Kerutan dan bercak penuaan adalah perubahan yang terlihat jelas.Disini pria dan
wanita juga menjadi lebih pendek karena tulang belakang mengalami penyusutan (Hoyer &
Roodin, 2003).Menyusutnya otot juga membuat tubuh kita menjadi lentur (Evans, 2010).
Gerakan pada usia lanjut juga jauh lebih lambat dari dewasa awal, tingkat kesulitan ini
bervariasi. Obesitas juga berkaitan dengan keterbatasan mobilitas pada orang dewasa lanjut
(Houston, dkk, 2009).Dalam meningkatkan penampilan tubuh dan penggerakan, orang pada
dewasa akhir dapat melakukan angkat beban dan olahraga yang rutin (Peterson & kawankawan, 2009).
Perubahan pada dewasa akhir juga ada pada perkembangan sensoris. Penglihatan pada
malam hari akan menjadi sulit yang dikarenakan karena berkurangnya toleransi terhadap
cahaya (Babizhayev, Minasyan, & Richer, 2009). Kejadian yang jauh mungkin juga tidak
terdeteksi (Stutts, 2007). Penurunan sensor pada orang dewasa lanjut usia berkaitan dengan
penurunan fungsi kognitif serta penurunan visual berhubungan dengan pemrosesan informasi
yang lebih lambat (Clay, dkk). Penglihatan warna juga menurun pada orang lanjut usia
karena lensa mata menguning (Scialfa & Kline, 2007). Orang dewasa akhir juga kehilangan
sebagian kemampuan mencium atau merasakan (Murphy, 2009). Seiring bertambahnya usia,
individu juga mengalami pengurangan kepekaan terhadap sentuhan pada tubuh bagian bawah
disbanding tubuh bagian atas (Corso, 1977).
Gangguan kardiovaskuler meningkat di masa dewasa akhir (Ballard, 2010).
Meningkatnya tekanan darah seiring dengan meningkatnya usia dapat berkaitan dengan sakit,
obesitas, kecemasan, mengerasnya pembuluh darah, atau kurang olahraga (Shizukuda,
Plummer, Harrelson, 2010). Proses penuaan dapat juga mengakibatkan beberapa perubahan
di dalam performa seksual, khususnya pada pria (Bauman, 2008). Kualitas kehidupan seksual
yang baik, dan minat terhadap seks secara positif berkaitan dengan kesehatan di masa dewasa
akhir (Lindau & Gavrilova, 2010). Seksualitas ini lebih tinggi bagi pria yang lanjut usia
dibanding dengan wanita lanjut usia.
Perkembangan fisik pada dewasa akhir disebabkan atau dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu penyakit, lingkungan, olahraga, dan pengobatan/terapi.
1. Faktor penyakit
Menurut Jamie Reilly (2010), perubahan fisik pada dewasa akhir disebabkan
oleh penyakit, dimana penyakit itu adalah penyakit demensia dan Alzheimer. Penyakit
demensia itu sendiri adalah penyakit semantic klasik yang terkait dengan atrofi
korteks temporal lateral (Mummery, 2001), sedangkan penyakit Alzheimer yaitu
penyakit yang ditandai dengan pemutusan dan atrofi struktur lobus temporal medial.
Kedua penyakit ini berkaitan dengan berkurangnya daya ingat pada masa dewasa
akhir. Penyebab spesifik dari penyakit demensia yaitu bisa disebabkan beberapa
penyakit atau kondisi tertentu sehingga terjadi perubahan kepribadian dan tingkah
laku, misalnya penyakit yang diderita yaitu stroke, Huntington, Parkinson, dan AIDS.
Sedangkan penyebab spesifik dari penyakit Alzheimer itu sendiri belum dapat
dipastikan hingga sekarang, tetapi kemungkinannya disebabkan karena adanya peran
plak, kemungkinan adanya peran neurofibrillary tangles, inflamasi serta kekurangan
zat kimiawi pengantar di otak. Faktor usia pun juga ada dalam penyakit ini.
2. Faktor lingkungan
Lingkungan juga berpengaruh dalam perkembangan fisik usia lanjut. Menurut
Widjayanti (2007), kualitas fisik yang terjaga disebabkan oleh adanya lingkungan
yang baik. Yang dimaksut lingkungan baik itu adalah sebuah rumah yang memiliki
tata udara yang baik, pencahayaan yang cukup, suhu kelembapan yang sesuai,
terdapat MCK, serta jaluran air hujan atau air limbah tersedia. Jika lingkungan yang
baik terjaga dengan baik, maka kualitas fisik yang dimiliki oleh lansia akan
meningkat. Jika kualiatas itu meningkat, maka kesehatan dari lansia tidak akan
terganggu dan dapat menurunkan tingkat kematian yang lebih cepat. Lingkungan yang
baik ini berpengaruh pada kualitas fisik sudah terbukti di daerah Kelurahan Pudak
Payung Kecamatan Banyumanik, Semarang. Penelitian di daerah itu menghasilkan
hasil yang akurat dan memang lingkungan berpengaruh pada perkembangan fisik usia
lanjut.
Menurut Astari, Adiatmika, dan Pande (2011), perkembangan fisik ini juga
dipengaruhi oleh olahraga. Disini olahraga yang dimaksut adalah senam. Jika senam
ini dilakukan secara rutin, maka resiko terkena gangguan kardiovaskuler akan
berkurang karena kegiatan senam ini dapat menstabilkan tekanan darah kita. Secara
alami, lansia dapat menderita penurunan fungsi organ dan mengalami labilitas tekanan
darah (Mubarak, dkk, 2006). Menurut Handono dan Richard (2013), aspek dalam
perkembangan fisik juga terdapat dalam hal pengobatan atau yang biasanya disebut
dengan terapi. Terapi yang dimaksut disini adalah pengobatan medikamentosa.
Pengobatan medikamentosa adalah pengobatan untuk penderita nyeri sendi lutut.
Pengobatan ini juga berkenaan dengan obat- obatan dalam pengobatan atau perawatan
penyakit (Stanley, 2007). Persendian yang biasanya terkena nyeri adalah persendian
pada jari- jari, tulang punggung, sendi penahan berat tubuh (lutut dan panggul).
Penyakit sendi ini disebabkan karena adanya kerusakan pada permukaan sendi tulang
dan kegemukan pada lansia.
3. Faktor olahraga
Menurut Astari, Adiatmika, dan Pande (2011), perkembangan fisik ini juga
dipengaruhi oleh olahraga. Disini olahraga yang dimaksut adalah senam. Jika senam
ini dilakukan secara rutin, maka resiko terkena gangguan kardiovaskuler akan
berkurang karena kegiatan senam ini dapat menstabilkan tekanan darah kita. Secara
alami, lansia dapat menderita penurunan fungsi organ dan mengalami labilitas tekanan
darah (Mubarak, dkk, 2006). Menurut Handono dan Richard (2013), aspek dalam
perkembangan fisik juga terdapat dalam hal pengobatan atau yang biasanya disebut
dengan terapi. Terapi yang dimaksut disini adalah pengobatan medikamentosa.
Pengobatan medikamentosa adalah pengobatan untuk penderita nyeri sendi
lutut.Pengobatan ini juga berkenaan dengan obat- obatan dalam pengobatan atau
perawatan penyakit (Stanley, 2007). Persendian yang biasanya terkena nyeri adalah
persendian pada jari-jari, tulang punggung, sendi penahan berat tubuh (lutut dan
panggul). Penyakit sendi ini disebabkan karena adanya kerusakan pada permukaan
sendi tulang dan kegemukan pada lansia.
B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Kognitif Pada Masa
Dewasa Akhir Menjelang Kematian
1. Faktor Depresi
Menurut Djaali & Sappaile (2013) Faktor-faktor yang mempengaruhi depresi
sangat terkait dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada diri mereka saat
memasuki usia lanjut, seperti pensiun dari pekerjaan, penurunan pekerjaan, perubahan
rutinitas, dan hilangnya lingkungan sosial, dimana semua hal tersebut terjadi
bersamaan dengan penurunan fungsi tubuh, penurunan kodisi kesehatan, penurunan
fungsi kognitif, dan munculnya penyakit-penyakit kronis.
Masalah yang timbul atau dampak dari depresi adalah perubahan perilaku pada
dirinya dan dapat mengganggu fungsi kehidupannya mulai dari kognitif, motivasi,
emosi dan perasaan, tingkah laku, sampai pada penurunan kondisi fisiknya. Dan
perubahan inilah yang merupakan indicator terdapatnya masalah psikososial pada
lansia yaitu depresi. Hal tersebut akan berdampak pada penurunan kualitas hidup
lansia hingga pada kematian, dan meningkatnya kebutuhan akan pelayanan terhadap
lansia.
Depresi lansia di pelayanan kesehatan lebih tinggi dari pada lansia yang
mendapatkan asuhan rumah, peneliti jurnal ini adalah Nur Asniati Djaalia & Dra.
Nursiah Sappaileb, Akademi Kebidanan Suluh Bangsa, Universitas Negeri Jakarta.
Dapat disimpulkan bahwa depresi merupakan gangguan kejiwaan yang umum
dialami oleh usia lanjut. Kejadian depresi tersebut didukung oleh adanya proses
penuaan yang dialami para lansia yang menyebabkan penurunan dalam fungsi hidup
dan timbulnya berbagai kondisi psikologis seperti kehilangan pekerjaan, perubahan
status sosial, berkurangnya kemandirian, dan munculnya penyakit degeneratif. Gejala
yang timbul akibat depresi dapat berupa perubahan motivasi, emosi, kognitif atau
fungsi diri, tingkah laku, dan biologis.Hal tersebut berakibat pada penurunan kualitas
hidup lansia.
2. Faktor Kebermaknaan Hidup
Berdasarkan hasil penelitian Uswatun & Suprapto (2013) terdapat beberapa
faktor yang menyebabkan subjek merasa kehilangan kebermaknaan hidup,
diantaranya faktor usia yang sudah memasuki masa lansia. Subjek sering mencari
pelayanan medis karena mengeluh sakit kepala (pusing), punggung kaku, nyeri di
persendian tangan dan kaki, dada sesak, perut kembung, lambung perih, lemah pada
bagian kaki, suara serak.
Masalah yang ditimbulkan dari faktor-faktor tersebut yaitu subjek merasa
sebagai kepala keluarga sudah tidak mampu memberikan nafkah secara finansial
kepada keluarga.Subjek merasa mudah marah karena istri dan anak-anaknya sering
tidak menuruti perkataannya.Subjek merasa bahwa dirinya tidak berharga dan merasa
bahwa hidupnya tidak bermakna.
Dampak yang ditimbulkan pada subjek diantaranya subjek menjadi mudah
marah.Merasa hidupnya tidak memiliki makna.Keadaan rumah tangga jadi kurang
harmonis.
Tahap yang seharusnya dicapai dalam usia dewasa akhir (lansia) adalah jika
dilihat secara kognitif seharusnya lebih dekat kepada Tuhan, dan dapat berfikir
dewasa, mulai berfikir kearah kematian. Sedang secara sosioemosi, menjadi orang tua
yang lebih sabar.Menikmati sisa kehidupan bersama keluarga besar. Hidup sejahtera
bersama keluarga, dan memberikan hal-hal yang bermanfaat bagi orang lain.
Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah bahwa lansia yang tidak mampu
menjalani proses lansia dengan baik akan menimbulkan rasa depresi dan tidak
memiliki rasa kebermaknaan hidup, sedangkan lansia yang mampu melewati masa
lansianya dengan baik akan memiliki rasa kebermaknaan hidup.
3. Faktor Penyakit pada Saraf Otak seperti Demensia dan Gangguan Aktivitas
Menurut Muharyani (2010) faktor yang menyebabkan timbulnya demensia
adalah penyakit, trauma, obat-obatan, dan depresi. Disamping itu juga disebabkan
oleh melambatnya proses peredaran darah dikarenakan kurangnya aktivitas.
Dampak yang ditimbulkan seperti penurunan kemampuan intelektual progresif
yang menyebabkan kemunduran kognitif dan fungsional. Gangguan dalam aktivitas
sehari-hari maupun hubungan dengan orang sekitarnya.Kehilangan kemampuan untuk
memecahkan masalah, mengontrol emosi, dan bahkan bisa mengalami perubahan
kepribadian dan masalah tingkah laku seperti mudah marah dan berhalusinasi.
Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah Salah satu sistem tubuh yang
mengalami kemunduran adalah sistem kognitif atau intelektual yang sering disebut
demensia.Demensia adalah suatu sindrom penurunan kemampuan intelektual
progresif yang menyebabkan kemunduran kognitif dan fungsional.Seorang penderita
demensia memiliki fungsi intelektual yang terganggu dan menyebabkan gangguan
dalam aktivitas sehari-hari maupun hubungan dengan orang sekitarnya.Penderita
demensia juga kehilangan kemampuan untuk memecahkan masalah, mengontrol
emosi, dan bahkan bisa mengalami perubahan kepribadian dan masalah tingkah laku
seperti mudah marah dan berhalusinasi.
4. Faktor Terapi dan Senam Melatih Otak
Menurut Prasetya , Hamid & Susanti faktor yang dapat menyebabkan
turunnya tingkat depresi pada lansia adalah dengan melakukan terapi kognitif dan
senam
latih
otak.
Terapi
ini
melatih
untuk
mengontrol
distorsi
pikiran/gagasan/ide.Terapi ini berprinsip bahwa pikiran dapat mempengaruhi mood
individu.
Dampak yang ditimbulkan pada pasien adalah perubahan pikiran negatif dari
lansia depresi dengan harga diri rendah menjadi lebih kearah positif.
Kesimpulan dari hasil penelitian ini di dapatkan bahwa dengan terapi kognitif
dan senam latih otak dapat mengurangi kadar depresi pada klien. Karena terapi ini
bertujuan untuk melatih pengontrolan distorsi pikiran/gagasan/ide.
5. Faktor-faktor Persepsi yang Memperngaruhi Lansia
Dalam jurnal ini melibatkan di UPT PSTW Khusnul Khotimah sebanyak 77
orang dengan jumlah partisipan pada penelitian ini adalah sebanyak 4 orang lansia
yang dipilih dengan memperhatikan prinsip saturasi data yang berusia 60 tahun ketas.
Jurnal ini dibuat oleh Puspita Harapan, Febriana Sabrian, Wasisto Utomo.
Menurut World Health Organization (WHO) (2010) lansia merupakan
seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun. Secara umum telah diindentifikasi
bahwa usia lanjut pada umumnya mengalami berbagai gejala akibat terjadinya
penurunan fungsi biologis, psikologis, sosial, dan ekonomi. Dari fisik atau mental,
penyakit yang mengancam nyawa, kehilangan orang yang dicintai, kehilangan sumber
material, kehilangan otonomi, kehilangan peran, kesepian, isolasi, kebosanan, dan
kekhawatiran terhadap saat kematian dapat terjadi pada setiap tahap kehidupan.
Penelitian Adelina (2007) tentang hubungan kecerdasan ruhaniah dengan
kesiapan menghadapi kematian pada lansia menunjukkan bahwa lansia yang memiliki
kecerdasan ruhaniah yang tinggi menghadapi kematiannya dengan menghargai waktu
yang dimiliki dan mengisi kegiatan yang bermanfaat bagi diri sendiri, orang lain dan
alam. Penelitian ini mengengemukakan bahwa kecerdasan spiritual berpengaruh
terhadap kecemasan lansia dalam menghadapi kematian. Lansia dengan tingkat
spiritual yang tinggi tidak merasa cemas menghadapi kematian. Dan dengan adanya
persiapan khusus dari lansia dalam mengahdapi kematiannya membuat lansia semakin
siap.
Dengan adanya bantun dari para perawat sampai dengan perawat yang
profesional pada lansia oleh asuhan keperawatan terutama dalam perawatan
menghadapi ajal. inti penerimaan diri pada individu lanjut usia adalah individu
mampu menerima kelebihan dan kekurangan dirinya, dan mau hidup dengan keadaan
tersebut. Dan adanya kematangan emosi berkorelasi positif dengan penerimaan diri.
Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
persepsi
lansia
tentang
kematian
dipengaruhi oleh tiga aspek yaitu: spiritual, dukungan keluarga, dan pengalaman
pribadi. Sebagian besar lansia ingin menghadapi kematian dengan proses yang cepat,
khusnul khotimah dan lansia lainnya pasrah ingin meninggal dalam kondisi apapun.
Adanya dukungan dari keluarga dalam lansia mempersiapkan kematiannya itu sangat
dibutuhkan.
Dengan adanya perawat yang mendampingi lansia dan juga dukungan
keluarga diharapkan bisa mendampingi lansia dalam menghadapi kematian.Dengan
kecerdasan spiritual lansia dalam kehidupannya, juga mendukung dalam kualitas
hidup pada lansia untuk mempersiapkan kematiannya.Dan lansia juga berharap bisa
meninggal di tempat yang mereka inginkan, misalnya di rumah, di panti, dalan lain
sebagainya.
Subjek yang diteliti dalam penelitian ini berjumlah 50 orang lanjut usia yang
meliputi pria dan wanita. Penelitian ini dibuat oleh Fredy Setya Wijaya dan Ranny
M.S dari Universitas Mercu Buana Yogyakarta.
Lanjut usia merupakan suatu proses berkelanjutan dalam kehidupan yang
ditandai dengan berbagai arah penurunan seperti menurunnya barbagai fungsi organ
tubuh. Perasaan cemas yang dialami lansia mengganggu dalam kegiatan sehari-hari
lansia.Terutama kecemasan dalam nasib dan kematian pada lansia.
Sehingga dalam memikirkan kematian pada lansia memiliki dampak
kecemasan dalam keadaan yang tidak pasti dalam menghadapi kepastian tersebut.
Pikiran tersebut muncul dikarenakan adanya pikiran-pikiran pada lansia yang meliputi
tempat selanjutnya yang ia huni setelah kematiannya adalah tempat yang buruk,
merasa akan kehilangan hidupnya.
Adanya aspek psikologis terdiri dari reaksi kognitif yaitu respon dalam pikiran
individu ketika mengahdapi keadaan yang berhubungan dengan kematian. Dan juga
reaksi afektif yaitu reaksi emosi yang muncul ketika individu mengahdapi
permasalahan yang berhubungan dengan keamatian. Dan ada juga reaksi perilaku
yaitu tindakan yang dilakukan individu ketika dirinya sedang terancam oleh kematian.
Adanya kecemasan dalam mengahadapi kematian berdampak pada kondisi
emosional yang tidak nyaman, tegang, gelisah, tidak tenag, was-was, bingung, dan
lain sebagainya. Penyebab kecemasan ini bisa berupa dari faktor stimulus internal
maupun eksternal lansia itu sendiri. Faktor internal bisa berupa kecemasan lansia
dalam kewaspadaan yang menyebabkan dia meninggal.Adanya perspersi dalam lansia
dalam mengahdapi kematian merupakan salah satu faktor yang dapat menurunkan
tingkat kecemasan dalam menghadapi kematian. Lansia yang memiliki persepsi yang
positif dalam kematiannya akan menimbulkan perilaku yang positif.
C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Sosioemosi Pada Masa
Dewasa Akhir Menjelang Kematian
1. Faktor-faktor Kesejahteraan Lansia
Faktor yang mempengaruhi kesejahteraan hidup lansia paling utama adalah
mengenai usia lansia yang juga pemikiran lansia terhadap bagaimana hidup yang
kesejahtera di akhir masa-masa hidupnya. Hidup sejahtera pada lansia juga memiliki
standart masing-masing atau bernilai subjektif diteliti oleh Yeniar (2011) dengan
melibatkan lansia yang berusia 60-70 tahun, pada lansia di PMI Semarang.
Faktor yang paling utama dalam Kesejahteraan Psikologis Lansia menurut
Nurlailiwangi, dkk (2013) mempengaruhi lansia dalam di panti werdha adalah karena
usia yang semakin renta yang menyebabkan kondisi fisik, kognitif dan sosioemosi
menurun, disamping itu karena adanya faktor dari kerluarga, lingkungan dan
masyarkat itu sendiri yang membuat lansia berada di Panti Werdha juga, dan
sebaliknya.
Faktor penghambat lansia menurut Yeniar (2011) yaitu adanya pemikiran
bahwa lansia sudah tidak muda lagi, dan memiliki kesadaran mendekati kematian,
para lansia semakin mendekatkan diri kepada Tuhan. Dan hal ini semakin
meningkatnya sisi religiusitas lansia, tidak disebabkan dengan adanya pasangan
hidupnya atau kesejahteraannya, melainkan kesadaran diri masing-masing. Kemudian,
adanya pikiran pada lansia bahwa tidak ada hidup yang abadi merupakan faktor
pendorong juga.
Faktor yang muncul menurut Nurlailiwangi, dkk (2013) adalah saat lansia
berada di panti werdha, lansia terkadang merasa kesepian karena keluarga yang jarang
menjenguk, adanya kesulitan dalam berkomunikasi sosial dengan lansia lain,mindset
lansia yang berpresepsi tentang teman dalam berkomunikasi sosial, dan lansia juga
mulai terkena penyakit-penyakit orang tua.
Sehingga dampaknya menimbulkan adanya rasa syukur yang dialami lansia
dalam hal segi psikologis maupun dalam kondisi sosial mereka. Sehingga, dalam hal
kesejahteraan dan religuiusitas pada lansia, letak kesadarannya ada pada diri masingmasing, tidak pada pasangannya. Yeniar (2011).
Dampaknya yang terjadi adalah lansia lebih memilih menghindari konflik
antar sesama teman yang berupa kegiatan sosial atau berkomunikasi, lansia lebih
mendekatkan diri kepada Tuhan atau meningkatkan sisi religiusitasnya dengan
mengadakan atau mengahdiri pengajian, dan juga menolong sesama teman yang
membutuhkan jika ada teman yang sedang sakit. Nurlailiwangi, dkk (2013).
Dan seharusnya tahap yang sudah dicapai oleh lansia pada usia ini adalah
adanya tahap kesadaran berserah diri kepada Tuhan, kepada kepercayaan masingmasing, karena dianggap telah mendekati kematian. Yeniar (2011).
Tahap yang dicapai lansia menurut Nurlailiwangi, dkk (2013) pada masa
iniharusnya adasikap wibawa, dihormati, menjadi sesepuh dan siap menghadapi atau
mempersiapkan kematian. Lansia tahu akan keterbatasan yang dimilikinya, semakin
tua, kondisi fisik, kognitif semakin menurun, dan sosial emosinya semakin sadar akan
kondisinya sekarang.
2. Faktor Kualitas Lansia
Faktor Kualitas dalam pemenuhan kebutuhan sosial lansia di komunitas
cenderung lebih baik dari pada di panti, karena interaksi lansia di komunitas pada
dasarnya lebih luas dari pada lansia di panti. Hal ini disebabkan karena, ada
penurunan efisiensi keseluruhan, sosialisasi, tingkat keterlibatan dalam pekerjaan dan
aktifitas sehari-hari, serta penurunan dukungan dari keluarga. Penelitian ini dilakukan
dan dilaporkan oleh Yuliati, Baroya, dan Ririanty di Wilayah Kerja Puskesmas
Kasiyan dengan di Pelayanan Sosial Lanjut Usia Kabupaten Jember dengan 210
responden yang dipilihdengan multistage random sampling.
Faktor penghambat masalah yang biasa dialami oleh lansia diantaranya adalah
kesepian, keterasingan dari lingkungan, ketidakberdayaan, ketergantungan, kurang
percaya diri, keterlantaran terutama bagi lansia yang miskin serta kurangnya
dukungan dari anggota keluarga. Karena dukungan keluarga yang kurang
mengakibatkan lansia harus memiliki tingkat kemandirian yang tinggi. (Yulianti dan
Boraya).
Kesimpulan hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan
kualitas hidup lansia yang tinggal di komunitas dengan di Pelayanan Sosial Lanjut
Usia Jember. Domain sosial memiliki perbedaan kualitas hidup menurut status
pernikahan pada lansia yang tinggal di komunitas. Sementara itu, domain sosial
memiliki perbedaan kualitas hidup lansia menurut usia, partisipasi sosial, dukungan
keluarga, dan tingkat kemandirian pada lansia yang tinggal di Pelayanan Sosial Lanjut
Usia Jember. Berdasarkan domain lingkungan, terdapat perbedaan kualitas hidup
lansia antara lansia yang tinggal di komunitas dengan Pelayanan Sosial Lanjut Usia
Jember menurut dukungan keluarga. Sementara itu, domain lingkungan memiliki
perbedaan kualitas hidup lansia menurut partisipasi sosial dan tingkat kemandirian
hanya pada lansia yang tinggal di Pelayanan Sosial Lanjut Usia Jember. (Yulianti dan
Boraya).
3. Faktor Self-Esteem Pada Lansia
Faktor Self-Esteem pada pensiunan PNS diteliti oleh Setyarini dan Atamimi
(2011) di daerah Ranting Srandakan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta
yang terdaftar sebagai anggota Persatuan Wredatama Republik Indonesia (PWRI).
Subjek di ambil dengan purposive sampling sebanyak 32 orang.Variabel independen
(X) adalah
self-esteem, sedangkan variabel dependen (X) adalah makna
hidup.Instrumen untuk pengumpulan data menggunakan skala self-esteem (29 aitem)
dan skala makna hidup (34 aitem) yang disusun oleh peneliti. Pengumpulan data
tambahan juga dilakukan mewawancarai lima subjek penelitian.
Self-esteem dianggap sebagai hal esensial dalam psychological survival
(Mckay & Fanning, 2000) dan sebagai faktor primer kualitas hidup.Self-esteem
mempengaruhi kebahagiaan, resiliensi, dan memotivasi individu untuk hidup sehat
dan produktif.Self-esteem merupakan faktor esensial bagi kesehatan, kemampuan
coping, bertahan hidup (Schiraldi, 2007), mempengaruhi motivasi, perilaku
fungsional, kepuasan hidup, dan berkaitan dengan well-being seumur hidup secara
signifikan (Guindon, 2010).
Pensiun sendiri merupakan sebuah transisi atau proses yang disertai dengan
perubahan status atau aktivitas (Phillips, Ajrouch, & H-Nallétamby, 2010). Sistem
pensiun di Indonesia menetapkan bahwa Pegawai Negeri Sipil (PNS) Indonesia yang
bekerja di kantor dipensiunkan pada usia 56 tahun, sedangkan guru dan pengawas
dipensiunkan setelah berusia 60 tahun..
Penelitian menunjukkan bahwa selfesteem tinggi pada masa kanakkanak.Kemudian menurun ketika masa remaja (Robins, Trzesniewski, Tracy, Gosling,
& Potter, 2002). Pada usia dewasa tengah, selfesteem meningkat lalu menurun
secaradrastis pada usia dewasa akhir (Agarwal,2012) dan saat memasuki usia pension
(Nauert, 2012). Tren tersebut berlaku untuksegala usia, lintas gender, etnis, skala
selfesteem, kebangsaan, dan tahun publikasi penelitian (Trzesniewski, Donnellan, &
Robins, 2003).
Masalah yang timbul pada tingginya self-esteem pada individu ketika masih
bekerja disebabkan karena adanya perasaan berguna bagi orang lain dan lingkungan di
sekitarnya. Sebenarnya pensiun bisa membuat individu senang karena bebas dari
beban pekerjaan namun menurut Ilmuwan gerontology, pensiun akan menimbulkan
sejumlah efek negatif. Pensiun dapat menyebabkan masalah seperti kesulitan
ekonomi,
demoralisasi,
menurunnya
self-esteem,
berkurangnya
aktivitas,
meningkatkan isolasi dan kesepian, menurunkan kondisi fisik dan kesehatan mental
(Atchley, 2007), serta perasaan tidak berguna bagi lingkungan dan sesamanya.
Mampu menyebabkan tekanan.Ketika individu meninggalkan pekerjaan, pendapatan
maupun partisipasi sosial di dunia kerjanya menurun (Wegman & Mcgee, 2004).
Perubahan status sosial ekonomi dan kesehatan fisik diketahui dapat
mempengaruhi penurunan self-esteem pada orangdewasa akhir (Orth, Trzesniewski, &
Robins, 2010).Individu yang berpendidikan diketahui memiliki self-esteem lebih
tinggi daripada yang tidak berpendidikan (McMullin & Carney, 2004).
Penemuan makna hidup berkaitan dengan kepribadian dan religiusitas (Steger,
Frazier, Oishi, & Kaler, 2006), serta berefek positif pada well-being (Steger, dkk.,
2009; Park, Park, &Peterson, 2010). Subjek yang telah memasuki masa dewasa akhir
diketahui dapat menemukan makna hidupnya (Steger, dkk., 2009). Kepuasan hidup
yang lebih besar, lebih bahagia, dan depresi yang rendah dijumpai pada individu yang
telah memiliki makna hidup yang kuat (Park, Malone, Suresh, Bliss, & Rosen, 2008).
Kebermaknaan hidup berkaitan dengan kesehatan dan secara tidak langsung
mempengaruhi tingkat lamanya usia dan memperlambat kematian individu. Makna
hidup selalu berubah namun tidak pernah bisa berhenti (Frankl, 1992). Relatif stabil
meskipun usia seseorang terus bertambah (Baumeister & Vohs, 2002).
Dari penelitian yang dilakukan didapatkan hasil dimana tingkat self-esteem
individu mampu meningkatkan kebermaknaan hidup pensiun. Lalu penelitian pun
mampu memperkuat teori sumber makna hidup Westerhof, dkk. (dalam Wong, 2012).
Sumber makna hidup dalam diri seseorang menurut Westerhof, dkk. (Wong, 2012):
(1) Berasal dari dalam diri (sifat dan karakter, perkembangan personal dan prestasi,
penerimaan diri, pleasure/kesenangan, pemenuhan, dan kedamaian). (2) Relasi
(perasaan terikatan, intimasi, kualitas relasi, altruisme, pelayanan, dan kesadaran
komunal/berhubungan dengan umum). (3) Integritas fisik (fungsi, kesehatan, dan
penampilan yang tampak). (4) Aktivitas (kerja, leisure, dan aktivitasaktivitas hedonis).
(5) Kebutuhan materi (kepemilikan, keamanan keuangan, dan meeting basicneeds/
kebutuhan dasar dalam hierarchyneed Abraham Maslow). Sumber makna hidup lain
yang mempengaruhi makna hidup yaitu kebutuhan holistik, pandangan filosofis (nilainilai dan kepercayaan), idealisme, perhatian pada kemanusiaan.
4. Faktor Kematangan Emosi Pada Lansia
Faktor kematangan emosi pada lansia diteliti pada 32 lansia dengan usia
minimal 65 tahun, yang memenuhi syarat minimal lulusan SMP mampu merespon
dengan baik dan seorang pensiunan serta tidak tinggal di Panti Tresna Werdha. Subjek
berasal dari anggota Perhimpunan Puna Karyawan PERTAMINA (HIMPANA) di
DIY, Ranting Utara pada 10 Agustus 2002. Sari dan Nuryoto (2002) menggunakan
analisis kuantitatif.Data diperoleh dengan menggunakan metode skala dan lembar
identitas yang berisi data faktual tentang subjek. Variabel Independen (x) adalah
kematang emosi yang di ukur dengan menggunakan skala kematangan emosi
berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Overstreet (dalam Schneiders, 1955) dan
variabel dependen (x) adalah penerimaan diri yang menggunakan pengukuran skala
penerimaan diri berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Sheerer (dalam Cronbach,
1963).
Dan mendapatkan hasil bahwa ada hubungan positif antara kematangan emosi
dan penerimaan diri.Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kematangan emosi
berkorelasi positif dengan penerimaan diri.Semakin tinggi kematangan emosi maka
semakin tinggi pula peneriman diri, dan sebaliknya semakin rendah kematangan
emosi maka semakin rendah pula peneriman dirinya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan diri adalah pendidikan dan
dukungan sosial.Penerimaan diri adalah suatu tingkatan kesadaran individu tentang
karakteristik pribadinya dan adanya kemauan untuk hidup dengan keadaan tersebut
(Pannes dalam Hurlock, 1973).
Kematangan Emosi Schneiders (dalam Kurniawan, 1995) mengemukakan
bahwa individu disebut matang emosinya jika potensi yang dikembangkannya dapat
ditempatkan dalam suatu kondisi pertumbuhan, dimana tuntutan yang nyata dari
kehidupan individu dewasa dapat dihadapi dengan cara yang efektif dan positif.
Hurlock (1959) berpendapat bahwa individu yang matang emosinya dapat dengan
bebas merasakan sesuatu tanpa beban.
Individu yang memiliki kematangan emosi dapat mengatasi masalah yang
dihadapinya dengan memunculkan mekanisme psikologi yang sesuai dan bermanfaat
untuk menghadapi berbagai keadaan dalam kehidupan sehari-hari. Dimana individu
beradaptasi pada perubahan yang ada pada dirinya untuk mencapai successful aging.
Seorang
individu
dapat
saja
secara
kronologis
sudah
memasuki
periode
perkembangan dewasa, tetapi secara psikologis masih belum matang hal ini lah yang
akan menimbulkan masalah dimana masih saja ada lansia yang berperilaku seperti
anak-anak.
Reichard’s (dalam Decker, 1980) menyatakan bahwa ada dua gambaran dari
individu lanjut usia yang tidak memiliki kematangan emosi, yaitu (1) Angry. Individuindividu akan memusuhi lingkungan, menyalahkan lingkungan apabila ada sesuatu
yang salah, melihat dunia sebagai suatu perlawanan yang kompetitif. (2) Self-haters.
Individu-individu akan menyalahkan dirinya, memiliki hubungan sosial yang buruk,
dan sangat depresi dalam menjalani kehidupan masa tuanya. Individu yang tidak
dapat menerima perubahan tersebut akan menggunakan mekanisme pertahanan diri
untuk menghadapinya
Oleh karena itu, individu lanjut usia seharusnya meluaskan perhatian, tidak
hanya kepada dirinya saja. Successful aging menekankan bahwa individu mampu
mengambil keuntungan dari kesempatan-kesempatan yang diberikan oleh lingkungan.
5. Faktor Kesepian dan Kerohaniahan Pada Lansia
Penelitian ini dilakukan dengan subjek yang berjumlah 60 orang Lansia dan
berusia diatas 60 tahun. Jurnal ini dibuat oleh Della Adelina dan Triana Noor E.S dari
Fakultas Psikologi Universitas Wangsa Manggala.
Adanya faktor teknologi yang canggih dengan didukung perbaikan gizi di
indonesia telah meningkatkan jumlah lansia dari tahun ke tahun. Namun adanya
peningkatan dalam jumlah lansia, membuat bagaimana adanya kesejahteraan pada
lansia. Adanya penurunan fisik seperti penyusutan berat badan, peningkatan jumlah
masa lemak bagian yang kurus, berkurangnya jumlah air dalam tubuh, munculnya
keriput, sensivitas mata terhadap ketajaman penglihatan, dll. Dalam kognitif juga
terdapat penurunan terhadap performasi intelektual, psikomotor menjadi lambat, dan
lain sebagainya. Sedangkan dalam sosioemosinya adanya perlakuan dari masyarakat
terhadap lansia itu sendiri bisa berupa pengurangan dalam kegiatan aktivitas bagi
lansia di masyarakat.
Faktor penghambat dari permasalahan tersebut dari segi fisik, kognitif dan
sosioemosi menyebabkan penyakit reumatik, tekanan darah tinggi, kepikunan,
ketidakpercayaan diri pada lansia di masyarakat sampai dengan menimbulkan stress
dan depresi pada lansia. Tanpa adanya dukungan dari keluarga dan lingkungan
sosialnya, ternyata stress dan depresi dapat menyebabkan kematian pada lansia yang
kemampuan merespon stressnya telah menurun. Disamping itu, ketakutan lansia pada
dosa-dosa yang pernah ia perbuat dan akan mendapatkan pertanggungjawaban setelah
kematian, berpisahnya dengan orang-orang yang telah dikasihi, dll.
Sehingga, dampaknya lansia yang mengalami fase kehilangan dalam hidupnya
pun ada yang merasa belum siap dalam menerima datangnnya kematian, sehingga
lansia takut menjalani kehidupan lansianya. Sehingga, adanya kegiatan memperbaiki
ketakutan lansia yang berupa hobby yang lansia lakukan, lebih mendekatkan diri
kepada Tuhan YME, adanya thap integritas pada lansia sehingga lansia siap dalam
menghadapi kematiannya.
Dari aspek-aspek tersebut, adanya kecerdasan spiritual dan keruhaniahan akan
membantu lansia lebih kualitas dalam kehidupannya dalam menghadapi kematiannya.
Karena kecerdasan tersebut menggunakan otak sebagai pola pikir lansia kepada
agama dan visi hidup yang berupa mersakan kehadiran Tuhan, mengingat Tuhan dan
berdo’a, memiliki kualitas sabar dll.
Kematian merupakan suatu hal yang pasti bagi makhluk hidup, terutama pada
manusia yang meiliki fase-fase dalam hidupnya. Dalam kematian yang akan dialami
oleh lansia atau masa dewasa akhir, telah memiliki ciri-ciri dalam segi fisik, kognitif
dan sosioemosinya, serta bagaimana lansia itu bisa menerima dan mempersiapkan
kematiannya. Adanya sikap menerima dirinya yang berbeda di masa terdahulunya dan
berpikir positif terhadap kematian itu merupakan ciri-ciri lansia yang siap menghadapi
kematiannya.
BAB III
PEMBAHASAN
1. Ciri-ciri perubahan fisik yang terjadi pada lansia di masa dewasa akhir :
a. Bertambahnya kerutan pada wajah dan bertambah pendek. Pada masa dewasa
akhir, terjadi penyusutan tulang belakang pada lansia pria dan wanita (Hoyer &
Roodin, 2003). Pada usia 60 tahun, biasanya terjadi penurunan berat badan yang
disebabkan oleh penyusutan otot, sehingga tubuh terlihat mengendur (Evans,
2010).
b. Pada masa tua, orang dewasa lanjut usia cenderung mengalami perubahan
pergerakan. Gerak tubuh menjadi lebih lambat. Bahkan untuk melakukan kegiatan
seperti menggenggam, bergerak dari satu tempat ke tempat lain, orang lanjut usia
cenderung makin lambat dibandingkan ketika masih muda (Mollenkopf, 2007).
2. Ciri-ciri perubahan kognitif yang terjadi pada lansia diantaranya, seperti :
a. Depresi
Faktor yang mempengaruhi depresi menurut Djaali dan Sappaile (2013) terkait
dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada diri mereka saat memasuki usia
lanjut, seperti pensiun dari pekerjaan, penurunan pekerjaan, perubahan rutinitas,
dan hilangnya lingkungan sosial, dimana semua hal tersebut terjadi bersamaan
dengan penurunan fungsi tubuh, penurunan kodisi kesehatan, penurunan fungsi
kognitif, dan munculnya penyakit-penyakit kronis. Hal ini bersangkutan dengan
sebuah studi yang menemukan bahwa, semakin rendah frekuensi simtom depresi
pada orang dewasa lanjut usia dibanding orang dewasa paruh baya dikaitkan
dengan kesulitan ekonomi yang lebih kecil, pertukaran sosial negatif yang lebih
jarang, d
“Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Fisik,
Kognitif, dan Sosioemosi Pada Masa Dewasa Akhir dan
Kematian”
DISUSUN OLEH :
GRISELDA MARIA ANCELA WODONG
14101041
JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI MANADO
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI……………………………………………………...............................................i
KATA PENGANTAR.................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1
BAB II FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN FISIK,
KOGNITIF DAN SOSIOEMOSI….............................................................................7
BAB III PEMBAHASAN........................................................................................................22
BAB IV KESIMPULAN…......................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA…...........................................................................................................25
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan YME, karena dengan limpahan karunia
dan nikmat-Nya saya dapat menyelesaikan makalah ini.
Makalah tentang “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Fisik,
Kognitif, dan Sosioemosi Pada Masa Dewasa Akhir dan Kematian” ini saya buat agar
dapat bermanfaat bagi khalayak pembaca pada umumnya dan kami khususnya.
Di dalam makalah ini kami menyampaikan hasil makalah kami.Kami menyampaikan
banyak terima kasih kepada pihak-pihak dan berbagai media yang telah membantu
terselesaikannya makalah ini.Kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan dalam
upaya perbaikan dalam pembuatan makalah ini. Karena sangat kami sadari bahwa
pembuatan makalah ini masih ada banyak kekurangan.
Tomohon ,
Mei 2015
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Psikologi perkembangan adalah ilmu yang mempelajari tahap demi tahap
perkembangan manusia dan faktor-faktor pendorong serta penghambat perkembangan
seseorang sejak lahir hingga selanjutnya (Jahja, 2011).
Usia tua adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang, yaitu suatu
periode di mana seseorang telah beranjak jauh dari periode terdahulu yang lebih
menyenangkan, atau beranjak dari waktu yang penuh dengan manfaat. Masa dewasa
ahhir dapat juga disebut masa tua atau masa usia lanjut. Berbagai pengartian tentang
usia lanjut adalah sebagai berikut:
Menurut Santrock (2012), ada dua pandangan tentang definisi orang lanjut
usia atau lansia, yaitu menurut pandangan orang barat dan orang indonesia.
Pandangan orang barat yang tergolong orang lanjut usia atau lansia adalah orang yang
sudah berumur 65 tahun ke atas, dimana usia ini akan membedakan seseorang masih
dewasa atau sudah lanjut, Sedangkan pandangan orang indonesia, lansia adalah orang
yang berumur lebih dari 60 tahun. Lebih dari 60 tahun karena pada umumnya di
indonesia dipakai sebagai usia maksimal kerja dan mulai tampaknya ciri-ciri ketuan.
A. FISIK
Perkembangan masa dewasa akhir atau usia lanjut, membawa penurunan
fisik yang lebih besar dibandingkan dengan periode periode usia sebelumnya. Kita
akan mencatat rentetan perubahan-perubahan dalam penurunan fisik yang terkait
dengan penuaan, dengan penekanan pentingnya perkembangan perkembangan
baru dalam penelitian proses penuaan yang mencatat bahwa kekuatan tubuh
perlahan lahan menurun dan hilangnya fungsi tubuh kadangkala dapat diperbaiki.
Panjang Usia :
1. Harapan Hidup : perkiraan jumlah tahun dari rata-rata orang yang dilahirkan
di tahun tertentu masih akan hidup
Masa hidup : batas atas hidup, jumlah tahun maksimum dimana individu dapat
hidup
2. Tua awal (65-74 tahun) ; Tua menengah (75 ke atas) ; Tua akhir (85 ke atas)
Tua awal dengan tua akhir memiliki perbandingan yang terlihat jelas yang
secara substansial, orang tua awal memiliki potensi untuk sehat secara fisik
dan kognitif, memiliki kesejahteraan emosional yang lebih tinggi, dan strategi
yang lebih efektif untuk mengatasi keuntungan dan kerugian di usia lanjut.
Hampir seperempat dari orang yang tua akhir ini tinggal di panti jompo dan
mereka merasa aktifitasnya disana terbatas.
(Akbar, 2001) beberapa penurunan dan hilanagnya fungsi tubuh dalam
hal fisiologis masa perkembangan masa dewasa akhir atau usia lanjut: Otak
dan sistem syaraf, Perkembangan Sensori, Sistem peredaran darah, Sistem
pernafasan, dan Seksualitas. Obat anti penuaan :Acai Berry, Anggur Merah,
Air, Yogurt, dan Ekstrak testikel anjing.
Perkembangan masa dewasa akhir atau usia lanjut, membawa
penurunan fisik yang lebih besar dibandingkan dengan periode periode usia
sebelumnya. Kita akan mencatat rentetan perubahan perubahan dalam
penurunan fisik yang terkait dengan penuaan, dengan penekanan pentingnya
perkembangan baru dalam penelitian proses penuaan yang mencatat bahwa
kekuatan tubuh perlahan lahan menurun dan hilangnya fungsi tubuh
kadangkala dapat diperbaiki. Penurun fisik yang terjadi pada dewasa akhir itu
antara lain, otak yang menjadi tua, sistem kekebalan tubuh, penampilan fisik
dan pergerakan, perkembangan sensoris, sistem sirkulasi dan paru- paru, serta
seksualitas.
Volume otak pada masa dewasa akhir berkurang (Bondare, 2007),
volume otak orang lanjut usia 15 persen lebih sedikit dari orang muda ( Shan,
dkk, 2005). Penyusutan ini berkaitan dengan menurunnya kerja memori dan
aktivitas kognitif lainnya pada lanjut usia (Pardo, dkk, 2007; Sakatini, Tanida,
& Katsuyama, 2010). Tidak hanya dengan menurunnya memori, penyusutan
ini juga disebabkan karena menurunnya asetikolin yang berperan terhadap
menurunnya fungsi memori dalam taraf kecil dan bahkan kehilangan memori
yang parah seperti pada penyakit Alzheimer (Bentley, Driver, & Dolan, 2009).
Dalam perkembangan fisik dewasa akhir juga terjadi perubahan pada sistem
kekebalan tubuh. Menderita stress yang berkepanjangan dan berkurangnya
proses penyembuhan pada orang-orang lanjut usia dapat mempercepat efek
penuaan terhadap kekebalan (Zitrogel, Kepp, & Kroemer, 2010). Kekurangan
nutrisi yang berkaitan dengan rendahnya kadar protein berkaitan dengan
menurunnya sel T yang menghancurkan sel- sel yang terinfeksi, sehingga
sistem kekebalannya bertambah buruk (Hughes, dkk, 2010). Untuk
meningkatkan sistem kekebalan tubuh, bisa dilakukan olahraga dan
melakukan vaksinasi terhadap influenza ( De la Fuente, Gimenez, Maggi &
Michel, 2010).
Perubahan yang ketiga dalam masa dewasa akhir yaitu pada
penampilan fisik dan pergerakan. Kerutan dan bercak penuaan adalah
perubahan yang terlihat jelas. Disini pria dan wanita juga menjadi lebih
pendek karena tulang belakang mengalami penyusutan (Hoyer & Roodin,
2003). Menyusutnya otot juga membuat tubuh kita menjadi lentur (Evans,
2010). Gerakan pada usia lanjut juga jauh lebih lambat dari dewasa awal,
tingkat kesulitan ini bervariasi. Obesitas juga berkaitan dengan keterbatasan
mobilitas pada orang dewasa lanjut (Houston, dkk, 2009). Dalam
meningkatkan penampilan tubuh dan penggerakan, orang pada dewasa akhir
dapat melakukan angkat beban dan olahraga yang rutin (Peterson, dkk, 2009).
Perubahan pada dewasa akhir juga ada pada perkembangan sensoris.
Penglihatan pada malam hari akan menjadi sulit yang dikarenakan karena
berkurangnya toleransi terhadap cahaya (Babizhayev, Minasyan, & Richer,
2009). Kejadian yang jauh mungkin juga tidak terdeteksi (Stutts, 2007).
Penurunan sensor pada orang dewasa lanjut usia berkaitan dengan penurunan
fungsi kognitif serta penurunan visual berhubungan dengan pemrosesan
informasi yang lebih lambat (Clay, dkk). Penglihatan warna juga menurun
pada orang lanjut usia karena lensa mata menguning (Scialfa & Kline, 2007).
Orang dewasa akhir juga kehilangan sebagian kemampuan mencium atau
merasakan (Murphy, 2009). Seiring bertambahnya usia, individu juga
mengalami pengurangan kepekaan terhadap sentuhan pada tubuh bagian
bawah disbanding tubuh bagian atas (Corso, 1977).
Gangguan kardiovaskuler meningkat di masa dewasa akhir (Ballard,
2010). Meningkatnya tekanan darah seiring dengan meningkatnya usia dapat
berkaitan dengan sakit, obesitas, kecemasan, mengerasnya pembuluh darah,
atau kurang olahraga (Shizukuda, Plummer, Harrelson, 2010). Proses penuaan
dapat juga mengakibatkan beberapa perubahan di dalam performa seksual,
khususnya pada pria (Bauman, 2008). Kualitas kehidupan seksual yang baik,
dan minat terhadap seks secara positif berkaitan dengan kesehatan di masa
dewasa akhir (Lindau & Gavrilova, 2010). Seksualitas ini lebih tinggi bagi
pria yang lanjut usia dibanding dengan wanita lanjut usia.
B. KOGNITIF
Kecepatan dalam memproses informasi mengalami penurunan pada masa
dewasa akhir. Selain itu, orang-orang dewasa usia lanjut juga kesulitan untuk
mengulangi informasi yang telah disimpan dalam memori ingatannya. Kecepatan
memproses informasi secara pelan-pelan akan mengalami penurunan, namun
faktor individual differences juga berperan dalam hal ini. Nancy Denney (1986)
menyatakan bahwa kebanyakan tes kemampuan mengingat dan memecahkan
masalah mengukur bagaimana orang-orang dewasa lanjut usia melakukan
aktivitas yang abstrak atau sederhana. Ketika kita memikirkan perubahan kognitif
di masa dewasa, kita perlu mempertimbangkan bahwa kognisi merupakan suatu
konsep
yang
bersifat
multidimensional
(Margrett
&Deshpande-Kamat,
2009).Multidimensional adalah perkembangan terdiri atas dimensi biologis,
kognitif,
dan
sosial.Dimensi
inilah
yang
dikaji
dalam
setiap
periode
perkembangan manusia. Pendidikan, pekerjaan dan kesehatan merupakan tiga
komponen penting yang berpengaruh pada fungsi kognitif orang-orang dewasa
lanjut usia. Dari hasil penelitian kondisi kesehatan berkorelasi positif dengan
kemampuan intelektual individu (Hultsch, Hammer 7 Small, 1993).Semakin tua,
semakin banyak masalah kesehatan yang dihadapi (Siegler & Costa, 1985).
Dimensia adalah berkurangnya kognisi pada tingkat kesadaran yang
stabil.Fungsi
kognisi
yang
terserang
demensia
meliputi
intelegensi
umum, pengetahuan dan memori, bahasa, pemecahan masalah, orientasi, persepsi,
atensi dan konsentrasi, daya nilai, serta kemampuan sosial.(Kaplan & Sadock,
2010).
Ketakutan Menjadi Korban, Kejahatan dan Perlakuan yang Salah Terhadap
Orang Lanjut Usia: Hampir seperempat dari orang lanjut usia menyatakan bahwa
mereka memiliki ketakutan dasar akan menjadi korban dari kejahatan. Dibanding
para laki-laki lanjut usia, para perempuan lanjut usia lebih sering menjadi korban
atau mengalami kekerasan.
C. SOSIOEMOSI
Pada tahap dewasa akhir, tujuan hidup merupakan gagasan yang menonjol
dalam tahap terakhirintegritas versus kepuasan menurut Erikson. Disamping itu,
di masa dewasa akhir ini terdapat tinjauan hidup yang juga mencakup dimensidimensi sosiobudaya, seperti budaya, etnisitas dan juga gender. Tinjauan hidup
juga dapat melibatkan dimensi intrapersonal atau relasi, termasuk berbagi dan
menjalin keakraban dengan anggota keluarga atau teman.(Cappeliez & O’Rourke,
2006).
Beberapa ahli perkembangan percaya bahwa terjadi penurunan feminitas
pada perempuan dan penurunan maskulinitas pada laki-laki saat mereka
memasuki masa dewasa akhir. (Gutmann, 1975). Seperti halnya juga perubahanperubahan sosiohistoris yang terjadi dan lebih sering diteliti dalam penyelidikanpenyelidikan masa hidup, apa yang orang persepsikan sebagai pengaruh usia
mungkin adalah pengaruh kohort. (Schaie, 2007).
Dalam masyarakat pun partisipasi sosial oleh orang-orang lanjut usia
sering kali tidak memperoleh dukungan karena adanya ageism. Ageism adalah
prasangka terhadap orang lain sehubungan dengan usia orang tersebut, khususnya
prasangka terhadap orang-orang dewasa yang lebih tua. (Leifheit-Limson & Levy,
2009).
Dukungan dan integrasi sosial berperan penting terhadap kesehatan fisik
dan mental orang lanjut usia. (Antonucci, dkk, 2011; Birditt, 2009 ; Kahana,
Kahana & Hammel, 2009). Perasaan mereka mencerminkan jaringan social yang
lebih selektif dan penerimaan terhadap kesepian dalam hidup mereka (KoropeckCox, 2009).
Menjadi individu yang aktif penting bagi keberhasilam proses masa tua
(Erickson & Kramer, 2009). Istilah self-efficacy sering kali digunakan untuk
mendeskripsikan penghayatan akan adanya kendali terhadap lingkungan dan
kemampuan menghasilkan sesuatu yang positif. (Bandura, 2009, 2010).
D. AKHIR KEHIDUPAN
Menurut Kalish (1987) menyebut kematian sebagai berhentinya fungsi
kognitif dan dengan sebuah tindakakan, fungsi kognitif tersebut akan berfungsi
kembali. Manusia juga mengalami hilang kebolehan untuk mengalami apa saja
perkara seperti berfikir, bertingkahlaku dan mempunyai perasaan. Secara umum
kematian dapat dikatakan sebagai lenyapnya proses biologikal, psikologikal dan
pengalaman social dalam sebuah budaya kehidupan.
Berkomunikasi dengan orang yang menjelang kematian, individu dapat
menyesuaikan hidupnya dengan cara meninggal sesuai keinginan keduanya dan
setelah itu mereka dapat menyelesaikan beberapa rencana dan proyek, lalu yang
ketiga yaitu individu berkesempatan meninjau kembali hidupnya.
Dukacita : kumpulan emosi ketidayakinan kecemasan karena keterpisahan
keputusasaan, kesedihan dan kesepian yang menyertai kehilangan seseorang yang
kita cintai.
Memahami dunia ini : tidak hanya individu yang menjelang ajalnya yang
mencari arti kehidupan, namun juga individu yang sedang berduka (Carr, 2009;
Park 2009). Salah satu keuntungan yang diperoleh dari berduka cita adalah bahwa
duka cita merangsang banak individu untuk mencoba memahami dunianya
(Kalish, 1981).
Kehilangan pasangan hidup
: setelah pasangan yang sangat di cintai
meninggal pasangannya yang masih hidup sering kali mengalami duka cita
mendalam dan sering kali diikuti dengan kesulitan keuangan, kesepian,
meningkatnya penyakit fisik, gangguan psikologi termasuk depresi (Kowalski &
BondMass, 2008).
Bentuk-bentuk berkabung : Pemakaman merupakan sebuah aspek penting
dari perkabungan.
BAB II
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Fisik, Kognitif,
Sosioemosi Pada Masa Dewasa Akhir
A. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Fisik Pada Masa
Dewasa Akhir Menjelang Kematian
Perkembangan masa dewasa akhir atau usia lanjut, membawa penurunan fisik yang
lebih besar dibandingkan dengan periode periode usia sebelumnya. Kita akan mencatat
rentetan perubahan perubahan dalam penurunan fisik yang terkait dengan penuaan, dengan
penekanan pentingnya perkembangan baru dalam penelitian proses penuaan yang mencatat
bahwa kekuatan tubuh perlahan lahan menurun dan hilangnya fungsi tubuh kadangkala dapat
diperbaiki. Penurun fisik yang terjadi pada dewasa akhir itu antara lain, otak yang menjadi
tua, sistem kekebalan tubuh, penampilan fisik dan pergerakan, perkembangan sensoris, sistem
sirkulasi dan paru- paru, serta seksualitas.
Volume otak pada masa dewasa akhir berkurang (Bondare, 2007), volume otak orang
lanjut usia 15 persen lebih sedikit dari orang muda (Shan, dkk, 2005). Penyusutan ini
berkaitan dengan menurunnya kerja memori dan aktivitas kognitif lainnya pada lanjut usia
(Pardo, dkk, 2007; Sakatini, Tanida, & Katsuyama, 2010). Tidak hanya dengan menurunnya
memori, penyusutan ini juga disebabkan karena menurunnya asetikolin yang berperan
terhadap menurunnya fungsi memori dalam taraf kecil dan bahkan kehilangan memori yang
parah seperti pada penyakit Alzheimer (Bentley, Driver, & Dolan, 2009). Dalam
perkembangan fisik dewasa akhir juga terjadi perubahan pada sistem kekebalan tubuh.
Menderita stress yang berkepanjangan dan berkurangnya proses penyembuhan pada orangorang lanjut usia dapat mempercepat efek penuaan terhadap kekebalan (Zitrogel, Kepp, &
Kroemer, 2010). Kekurangan nutrisi yang berkaitan dengan rendahnya kadar protein
berkaitan dengan menurunnya sel T yang menghancurkan sel- sel yang terinfeksi, sehingga
sistem kekebalannya bertambah buruk (Hughes, dkk, 2010). Untuk meningkatkan sistem
kekebalan tubuh, bisa dilakukan olahraga dan melakukan vaksinasi terhadap influenza ( De la
Fuente, Gimenez, Maggi & Michel, 2010).
Perubahan yang ketiga dalam masa dewasa akhir yaitu pada penampilan fisik dan
pergerakan.Kerutan dan bercak penuaan adalah perubahan yang terlihat jelas.Disini pria dan
wanita juga menjadi lebih pendek karena tulang belakang mengalami penyusutan (Hoyer &
Roodin, 2003).Menyusutnya otot juga membuat tubuh kita menjadi lentur (Evans, 2010).
Gerakan pada usia lanjut juga jauh lebih lambat dari dewasa awal, tingkat kesulitan ini
bervariasi. Obesitas juga berkaitan dengan keterbatasan mobilitas pada orang dewasa lanjut
(Houston, dkk, 2009).Dalam meningkatkan penampilan tubuh dan penggerakan, orang pada
dewasa akhir dapat melakukan angkat beban dan olahraga yang rutin (Peterson & kawankawan, 2009).
Perubahan pada dewasa akhir juga ada pada perkembangan sensoris. Penglihatan pada
malam hari akan menjadi sulit yang dikarenakan karena berkurangnya toleransi terhadap
cahaya (Babizhayev, Minasyan, & Richer, 2009). Kejadian yang jauh mungkin juga tidak
terdeteksi (Stutts, 2007). Penurunan sensor pada orang dewasa lanjut usia berkaitan dengan
penurunan fungsi kognitif serta penurunan visual berhubungan dengan pemrosesan informasi
yang lebih lambat (Clay, dkk). Penglihatan warna juga menurun pada orang lanjut usia
karena lensa mata menguning (Scialfa & Kline, 2007). Orang dewasa akhir juga kehilangan
sebagian kemampuan mencium atau merasakan (Murphy, 2009). Seiring bertambahnya usia,
individu juga mengalami pengurangan kepekaan terhadap sentuhan pada tubuh bagian bawah
disbanding tubuh bagian atas (Corso, 1977).
Gangguan kardiovaskuler meningkat di masa dewasa akhir (Ballard, 2010).
Meningkatnya tekanan darah seiring dengan meningkatnya usia dapat berkaitan dengan sakit,
obesitas, kecemasan, mengerasnya pembuluh darah, atau kurang olahraga (Shizukuda,
Plummer, Harrelson, 2010). Proses penuaan dapat juga mengakibatkan beberapa perubahan
di dalam performa seksual, khususnya pada pria (Bauman, 2008). Kualitas kehidupan seksual
yang baik, dan minat terhadap seks secara positif berkaitan dengan kesehatan di masa dewasa
akhir (Lindau & Gavrilova, 2010). Seksualitas ini lebih tinggi bagi pria yang lanjut usia
dibanding dengan wanita lanjut usia.
Perkembangan fisik pada dewasa akhir disebabkan atau dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu penyakit, lingkungan, olahraga, dan pengobatan/terapi.
1. Faktor penyakit
Menurut Jamie Reilly (2010), perubahan fisik pada dewasa akhir disebabkan
oleh penyakit, dimana penyakit itu adalah penyakit demensia dan Alzheimer. Penyakit
demensia itu sendiri adalah penyakit semantic klasik yang terkait dengan atrofi
korteks temporal lateral (Mummery, 2001), sedangkan penyakit Alzheimer yaitu
penyakit yang ditandai dengan pemutusan dan atrofi struktur lobus temporal medial.
Kedua penyakit ini berkaitan dengan berkurangnya daya ingat pada masa dewasa
akhir. Penyebab spesifik dari penyakit demensia yaitu bisa disebabkan beberapa
penyakit atau kondisi tertentu sehingga terjadi perubahan kepribadian dan tingkah
laku, misalnya penyakit yang diderita yaitu stroke, Huntington, Parkinson, dan AIDS.
Sedangkan penyebab spesifik dari penyakit Alzheimer itu sendiri belum dapat
dipastikan hingga sekarang, tetapi kemungkinannya disebabkan karena adanya peran
plak, kemungkinan adanya peran neurofibrillary tangles, inflamasi serta kekurangan
zat kimiawi pengantar di otak. Faktor usia pun juga ada dalam penyakit ini.
2. Faktor lingkungan
Lingkungan juga berpengaruh dalam perkembangan fisik usia lanjut. Menurut
Widjayanti (2007), kualitas fisik yang terjaga disebabkan oleh adanya lingkungan
yang baik. Yang dimaksut lingkungan baik itu adalah sebuah rumah yang memiliki
tata udara yang baik, pencahayaan yang cukup, suhu kelembapan yang sesuai,
terdapat MCK, serta jaluran air hujan atau air limbah tersedia. Jika lingkungan yang
baik terjaga dengan baik, maka kualitas fisik yang dimiliki oleh lansia akan
meningkat. Jika kualiatas itu meningkat, maka kesehatan dari lansia tidak akan
terganggu dan dapat menurunkan tingkat kematian yang lebih cepat. Lingkungan yang
baik ini berpengaruh pada kualitas fisik sudah terbukti di daerah Kelurahan Pudak
Payung Kecamatan Banyumanik, Semarang. Penelitian di daerah itu menghasilkan
hasil yang akurat dan memang lingkungan berpengaruh pada perkembangan fisik usia
lanjut.
Menurut Astari, Adiatmika, dan Pande (2011), perkembangan fisik ini juga
dipengaruhi oleh olahraga. Disini olahraga yang dimaksut adalah senam. Jika senam
ini dilakukan secara rutin, maka resiko terkena gangguan kardiovaskuler akan
berkurang karena kegiatan senam ini dapat menstabilkan tekanan darah kita. Secara
alami, lansia dapat menderita penurunan fungsi organ dan mengalami labilitas tekanan
darah (Mubarak, dkk, 2006). Menurut Handono dan Richard (2013), aspek dalam
perkembangan fisik juga terdapat dalam hal pengobatan atau yang biasanya disebut
dengan terapi. Terapi yang dimaksut disini adalah pengobatan medikamentosa.
Pengobatan medikamentosa adalah pengobatan untuk penderita nyeri sendi lutut.
Pengobatan ini juga berkenaan dengan obat- obatan dalam pengobatan atau perawatan
penyakit (Stanley, 2007). Persendian yang biasanya terkena nyeri adalah persendian
pada jari- jari, tulang punggung, sendi penahan berat tubuh (lutut dan panggul).
Penyakit sendi ini disebabkan karena adanya kerusakan pada permukaan sendi tulang
dan kegemukan pada lansia.
3. Faktor olahraga
Menurut Astari, Adiatmika, dan Pande (2011), perkembangan fisik ini juga
dipengaruhi oleh olahraga. Disini olahraga yang dimaksut adalah senam. Jika senam
ini dilakukan secara rutin, maka resiko terkena gangguan kardiovaskuler akan
berkurang karena kegiatan senam ini dapat menstabilkan tekanan darah kita. Secara
alami, lansia dapat menderita penurunan fungsi organ dan mengalami labilitas tekanan
darah (Mubarak, dkk, 2006). Menurut Handono dan Richard (2013), aspek dalam
perkembangan fisik juga terdapat dalam hal pengobatan atau yang biasanya disebut
dengan terapi. Terapi yang dimaksut disini adalah pengobatan medikamentosa.
Pengobatan medikamentosa adalah pengobatan untuk penderita nyeri sendi
lutut.Pengobatan ini juga berkenaan dengan obat- obatan dalam pengobatan atau
perawatan penyakit (Stanley, 2007). Persendian yang biasanya terkena nyeri adalah
persendian pada jari-jari, tulang punggung, sendi penahan berat tubuh (lutut dan
panggul). Penyakit sendi ini disebabkan karena adanya kerusakan pada permukaan
sendi tulang dan kegemukan pada lansia.
B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Kognitif Pada Masa
Dewasa Akhir Menjelang Kematian
1. Faktor Depresi
Menurut Djaali & Sappaile (2013) Faktor-faktor yang mempengaruhi depresi
sangat terkait dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada diri mereka saat
memasuki usia lanjut, seperti pensiun dari pekerjaan, penurunan pekerjaan, perubahan
rutinitas, dan hilangnya lingkungan sosial, dimana semua hal tersebut terjadi
bersamaan dengan penurunan fungsi tubuh, penurunan kodisi kesehatan, penurunan
fungsi kognitif, dan munculnya penyakit-penyakit kronis.
Masalah yang timbul atau dampak dari depresi adalah perubahan perilaku pada
dirinya dan dapat mengganggu fungsi kehidupannya mulai dari kognitif, motivasi,
emosi dan perasaan, tingkah laku, sampai pada penurunan kondisi fisiknya. Dan
perubahan inilah yang merupakan indicator terdapatnya masalah psikososial pada
lansia yaitu depresi. Hal tersebut akan berdampak pada penurunan kualitas hidup
lansia hingga pada kematian, dan meningkatnya kebutuhan akan pelayanan terhadap
lansia.
Depresi lansia di pelayanan kesehatan lebih tinggi dari pada lansia yang
mendapatkan asuhan rumah, peneliti jurnal ini adalah Nur Asniati Djaalia & Dra.
Nursiah Sappaileb, Akademi Kebidanan Suluh Bangsa, Universitas Negeri Jakarta.
Dapat disimpulkan bahwa depresi merupakan gangguan kejiwaan yang umum
dialami oleh usia lanjut. Kejadian depresi tersebut didukung oleh adanya proses
penuaan yang dialami para lansia yang menyebabkan penurunan dalam fungsi hidup
dan timbulnya berbagai kondisi psikologis seperti kehilangan pekerjaan, perubahan
status sosial, berkurangnya kemandirian, dan munculnya penyakit degeneratif. Gejala
yang timbul akibat depresi dapat berupa perubahan motivasi, emosi, kognitif atau
fungsi diri, tingkah laku, dan biologis.Hal tersebut berakibat pada penurunan kualitas
hidup lansia.
2. Faktor Kebermaknaan Hidup
Berdasarkan hasil penelitian Uswatun & Suprapto (2013) terdapat beberapa
faktor yang menyebabkan subjek merasa kehilangan kebermaknaan hidup,
diantaranya faktor usia yang sudah memasuki masa lansia. Subjek sering mencari
pelayanan medis karena mengeluh sakit kepala (pusing), punggung kaku, nyeri di
persendian tangan dan kaki, dada sesak, perut kembung, lambung perih, lemah pada
bagian kaki, suara serak.
Masalah yang ditimbulkan dari faktor-faktor tersebut yaitu subjek merasa
sebagai kepala keluarga sudah tidak mampu memberikan nafkah secara finansial
kepada keluarga.Subjek merasa mudah marah karena istri dan anak-anaknya sering
tidak menuruti perkataannya.Subjek merasa bahwa dirinya tidak berharga dan merasa
bahwa hidupnya tidak bermakna.
Dampak yang ditimbulkan pada subjek diantaranya subjek menjadi mudah
marah.Merasa hidupnya tidak memiliki makna.Keadaan rumah tangga jadi kurang
harmonis.
Tahap yang seharusnya dicapai dalam usia dewasa akhir (lansia) adalah jika
dilihat secara kognitif seharusnya lebih dekat kepada Tuhan, dan dapat berfikir
dewasa, mulai berfikir kearah kematian. Sedang secara sosioemosi, menjadi orang tua
yang lebih sabar.Menikmati sisa kehidupan bersama keluarga besar. Hidup sejahtera
bersama keluarga, dan memberikan hal-hal yang bermanfaat bagi orang lain.
Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah bahwa lansia yang tidak mampu
menjalani proses lansia dengan baik akan menimbulkan rasa depresi dan tidak
memiliki rasa kebermaknaan hidup, sedangkan lansia yang mampu melewati masa
lansianya dengan baik akan memiliki rasa kebermaknaan hidup.
3. Faktor Penyakit pada Saraf Otak seperti Demensia dan Gangguan Aktivitas
Menurut Muharyani (2010) faktor yang menyebabkan timbulnya demensia
adalah penyakit, trauma, obat-obatan, dan depresi. Disamping itu juga disebabkan
oleh melambatnya proses peredaran darah dikarenakan kurangnya aktivitas.
Dampak yang ditimbulkan seperti penurunan kemampuan intelektual progresif
yang menyebabkan kemunduran kognitif dan fungsional. Gangguan dalam aktivitas
sehari-hari maupun hubungan dengan orang sekitarnya.Kehilangan kemampuan untuk
memecahkan masalah, mengontrol emosi, dan bahkan bisa mengalami perubahan
kepribadian dan masalah tingkah laku seperti mudah marah dan berhalusinasi.
Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah Salah satu sistem tubuh yang
mengalami kemunduran adalah sistem kognitif atau intelektual yang sering disebut
demensia.Demensia adalah suatu sindrom penurunan kemampuan intelektual
progresif yang menyebabkan kemunduran kognitif dan fungsional.Seorang penderita
demensia memiliki fungsi intelektual yang terganggu dan menyebabkan gangguan
dalam aktivitas sehari-hari maupun hubungan dengan orang sekitarnya.Penderita
demensia juga kehilangan kemampuan untuk memecahkan masalah, mengontrol
emosi, dan bahkan bisa mengalami perubahan kepribadian dan masalah tingkah laku
seperti mudah marah dan berhalusinasi.
4. Faktor Terapi dan Senam Melatih Otak
Menurut Prasetya , Hamid & Susanti faktor yang dapat menyebabkan
turunnya tingkat depresi pada lansia adalah dengan melakukan terapi kognitif dan
senam
latih
otak.
Terapi
ini
melatih
untuk
mengontrol
distorsi
pikiran/gagasan/ide.Terapi ini berprinsip bahwa pikiran dapat mempengaruhi mood
individu.
Dampak yang ditimbulkan pada pasien adalah perubahan pikiran negatif dari
lansia depresi dengan harga diri rendah menjadi lebih kearah positif.
Kesimpulan dari hasil penelitian ini di dapatkan bahwa dengan terapi kognitif
dan senam latih otak dapat mengurangi kadar depresi pada klien. Karena terapi ini
bertujuan untuk melatih pengontrolan distorsi pikiran/gagasan/ide.
5. Faktor-faktor Persepsi yang Memperngaruhi Lansia
Dalam jurnal ini melibatkan di UPT PSTW Khusnul Khotimah sebanyak 77
orang dengan jumlah partisipan pada penelitian ini adalah sebanyak 4 orang lansia
yang dipilih dengan memperhatikan prinsip saturasi data yang berusia 60 tahun ketas.
Jurnal ini dibuat oleh Puspita Harapan, Febriana Sabrian, Wasisto Utomo.
Menurut World Health Organization (WHO) (2010) lansia merupakan
seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun. Secara umum telah diindentifikasi
bahwa usia lanjut pada umumnya mengalami berbagai gejala akibat terjadinya
penurunan fungsi biologis, psikologis, sosial, dan ekonomi. Dari fisik atau mental,
penyakit yang mengancam nyawa, kehilangan orang yang dicintai, kehilangan sumber
material, kehilangan otonomi, kehilangan peran, kesepian, isolasi, kebosanan, dan
kekhawatiran terhadap saat kematian dapat terjadi pada setiap tahap kehidupan.
Penelitian Adelina (2007) tentang hubungan kecerdasan ruhaniah dengan
kesiapan menghadapi kematian pada lansia menunjukkan bahwa lansia yang memiliki
kecerdasan ruhaniah yang tinggi menghadapi kematiannya dengan menghargai waktu
yang dimiliki dan mengisi kegiatan yang bermanfaat bagi diri sendiri, orang lain dan
alam. Penelitian ini mengengemukakan bahwa kecerdasan spiritual berpengaruh
terhadap kecemasan lansia dalam menghadapi kematian. Lansia dengan tingkat
spiritual yang tinggi tidak merasa cemas menghadapi kematian. Dan dengan adanya
persiapan khusus dari lansia dalam mengahdapi kematiannya membuat lansia semakin
siap.
Dengan adanya bantun dari para perawat sampai dengan perawat yang
profesional pada lansia oleh asuhan keperawatan terutama dalam perawatan
menghadapi ajal. inti penerimaan diri pada individu lanjut usia adalah individu
mampu menerima kelebihan dan kekurangan dirinya, dan mau hidup dengan keadaan
tersebut. Dan adanya kematangan emosi berkorelasi positif dengan penerimaan diri.
Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
persepsi
lansia
tentang
kematian
dipengaruhi oleh tiga aspek yaitu: spiritual, dukungan keluarga, dan pengalaman
pribadi. Sebagian besar lansia ingin menghadapi kematian dengan proses yang cepat,
khusnul khotimah dan lansia lainnya pasrah ingin meninggal dalam kondisi apapun.
Adanya dukungan dari keluarga dalam lansia mempersiapkan kematiannya itu sangat
dibutuhkan.
Dengan adanya perawat yang mendampingi lansia dan juga dukungan
keluarga diharapkan bisa mendampingi lansia dalam menghadapi kematian.Dengan
kecerdasan spiritual lansia dalam kehidupannya, juga mendukung dalam kualitas
hidup pada lansia untuk mempersiapkan kematiannya.Dan lansia juga berharap bisa
meninggal di tempat yang mereka inginkan, misalnya di rumah, di panti, dalan lain
sebagainya.
Subjek yang diteliti dalam penelitian ini berjumlah 50 orang lanjut usia yang
meliputi pria dan wanita. Penelitian ini dibuat oleh Fredy Setya Wijaya dan Ranny
M.S dari Universitas Mercu Buana Yogyakarta.
Lanjut usia merupakan suatu proses berkelanjutan dalam kehidupan yang
ditandai dengan berbagai arah penurunan seperti menurunnya barbagai fungsi organ
tubuh. Perasaan cemas yang dialami lansia mengganggu dalam kegiatan sehari-hari
lansia.Terutama kecemasan dalam nasib dan kematian pada lansia.
Sehingga dalam memikirkan kematian pada lansia memiliki dampak
kecemasan dalam keadaan yang tidak pasti dalam menghadapi kepastian tersebut.
Pikiran tersebut muncul dikarenakan adanya pikiran-pikiran pada lansia yang meliputi
tempat selanjutnya yang ia huni setelah kematiannya adalah tempat yang buruk,
merasa akan kehilangan hidupnya.
Adanya aspek psikologis terdiri dari reaksi kognitif yaitu respon dalam pikiran
individu ketika mengahdapi keadaan yang berhubungan dengan kematian. Dan juga
reaksi afektif yaitu reaksi emosi yang muncul ketika individu mengahdapi
permasalahan yang berhubungan dengan keamatian. Dan ada juga reaksi perilaku
yaitu tindakan yang dilakukan individu ketika dirinya sedang terancam oleh kematian.
Adanya kecemasan dalam mengahadapi kematian berdampak pada kondisi
emosional yang tidak nyaman, tegang, gelisah, tidak tenag, was-was, bingung, dan
lain sebagainya. Penyebab kecemasan ini bisa berupa dari faktor stimulus internal
maupun eksternal lansia itu sendiri. Faktor internal bisa berupa kecemasan lansia
dalam kewaspadaan yang menyebabkan dia meninggal.Adanya perspersi dalam lansia
dalam mengahdapi kematian merupakan salah satu faktor yang dapat menurunkan
tingkat kecemasan dalam menghadapi kematian. Lansia yang memiliki persepsi yang
positif dalam kematiannya akan menimbulkan perilaku yang positif.
C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Sosioemosi Pada Masa
Dewasa Akhir Menjelang Kematian
1. Faktor-faktor Kesejahteraan Lansia
Faktor yang mempengaruhi kesejahteraan hidup lansia paling utama adalah
mengenai usia lansia yang juga pemikiran lansia terhadap bagaimana hidup yang
kesejahtera di akhir masa-masa hidupnya. Hidup sejahtera pada lansia juga memiliki
standart masing-masing atau bernilai subjektif diteliti oleh Yeniar (2011) dengan
melibatkan lansia yang berusia 60-70 tahun, pada lansia di PMI Semarang.
Faktor yang paling utama dalam Kesejahteraan Psikologis Lansia menurut
Nurlailiwangi, dkk (2013) mempengaruhi lansia dalam di panti werdha adalah karena
usia yang semakin renta yang menyebabkan kondisi fisik, kognitif dan sosioemosi
menurun, disamping itu karena adanya faktor dari kerluarga, lingkungan dan
masyarkat itu sendiri yang membuat lansia berada di Panti Werdha juga, dan
sebaliknya.
Faktor penghambat lansia menurut Yeniar (2011) yaitu adanya pemikiran
bahwa lansia sudah tidak muda lagi, dan memiliki kesadaran mendekati kematian,
para lansia semakin mendekatkan diri kepada Tuhan. Dan hal ini semakin
meningkatnya sisi religiusitas lansia, tidak disebabkan dengan adanya pasangan
hidupnya atau kesejahteraannya, melainkan kesadaran diri masing-masing. Kemudian,
adanya pikiran pada lansia bahwa tidak ada hidup yang abadi merupakan faktor
pendorong juga.
Faktor yang muncul menurut Nurlailiwangi, dkk (2013) adalah saat lansia
berada di panti werdha, lansia terkadang merasa kesepian karena keluarga yang jarang
menjenguk, adanya kesulitan dalam berkomunikasi sosial dengan lansia lain,mindset
lansia yang berpresepsi tentang teman dalam berkomunikasi sosial, dan lansia juga
mulai terkena penyakit-penyakit orang tua.
Sehingga dampaknya menimbulkan adanya rasa syukur yang dialami lansia
dalam hal segi psikologis maupun dalam kondisi sosial mereka. Sehingga, dalam hal
kesejahteraan dan religuiusitas pada lansia, letak kesadarannya ada pada diri masingmasing, tidak pada pasangannya. Yeniar (2011).
Dampaknya yang terjadi adalah lansia lebih memilih menghindari konflik
antar sesama teman yang berupa kegiatan sosial atau berkomunikasi, lansia lebih
mendekatkan diri kepada Tuhan atau meningkatkan sisi religiusitasnya dengan
mengadakan atau mengahdiri pengajian, dan juga menolong sesama teman yang
membutuhkan jika ada teman yang sedang sakit. Nurlailiwangi, dkk (2013).
Dan seharusnya tahap yang sudah dicapai oleh lansia pada usia ini adalah
adanya tahap kesadaran berserah diri kepada Tuhan, kepada kepercayaan masingmasing, karena dianggap telah mendekati kematian. Yeniar (2011).
Tahap yang dicapai lansia menurut Nurlailiwangi, dkk (2013) pada masa
iniharusnya adasikap wibawa, dihormati, menjadi sesepuh dan siap menghadapi atau
mempersiapkan kematian. Lansia tahu akan keterbatasan yang dimilikinya, semakin
tua, kondisi fisik, kognitif semakin menurun, dan sosial emosinya semakin sadar akan
kondisinya sekarang.
2. Faktor Kualitas Lansia
Faktor Kualitas dalam pemenuhan kebutuhan sosial lansia di komunitas
cenderung lebih baik dari pada di panti, karena interaksi lansia di komunitas pada
dasarnya lebih luas dari pada lansia di panti. Hal ini disebabkan karena, ada
penurunan efisiensi keseluruhan, sosialisasi, tingkat keterlibatan dalam pekerjaan dan
aktifitas sehari-hari, serta penurunan dukungan dari keluarga. Penelitian ini dilakukan
dan dilaporkan oleh Yuliati, Baroya, dan Ririanty di Wilayah Kerja Puskesmas
Kasiyan dengan di Pelayanan Sosial Lanjut Usia Kabupaten Jember dengan 210
responden yang dipilihdengan multistage random sampling.
Faktor penghambat masalah yang biasa dialami oleh lansia diantaranya adalah
kesepian, keterasingan dari lingkungan, ketidakberdayaan, ketergantungan, kurang
percaya diri, keterlantaran terutama bagi lansia yang miskin serta kurangnya
dukungan dari anggota keluarga. Karena dukungan keluarga yang kurang
mengakibatkan lansia harus memiliki tingkat kemandirian yang tinggi. (Yulianti dan
Boraya).
Kesimpulan hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan
kualitas hidup lansia yang tinggal di komunitas dengan di Pelayanan Sosial Lanjut
Usia Jember. Domain sosial memiliki perbedaan kualitas hidup menurut status
pernikahan pada lansia yang tinggal di komunitas. Sementara itu, domain sosial
memiliki perbedaan kualitas hidup lansia menurut usia, partisipasi sosial, dukungan
keluarga, dan tingkat kemandirian pada lansia yang tinggal di Pelayanan Sosial Lanjut
Usia Jember. Berdasarkan domain lingkungan, terdapat perbedaan kualitas hidup
lansia antara lansia yang tinggal di komunitas dengan Pelayanan Sosial Lanjut Usia
Jember menurut dukungan keluarga. Sementara itu, domain lingkungan memiliki
perbedaan kualitas hidup lansia menurut partisipasi sosial dan tingkat kemandirian
hanya pada lansia yang tinggal di Pelayanan Sosial Lanjut Usia Jember. (Yulianti dan
Boraya).
3. Faktor Self-Esteem Pada Lansia
Faktor Self-Esteem pada pensiunan PNS diteliti oleh Setyarini dan Atamimi
(2011) di daerah Ranting Srandakan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta
yang terdaftar sebagai anggota Persatuan Wredatama Republik Indonesia (PWRI).
Subjek di ambil dengan purposive sampling sebanyak 32 orang.Variabel independen
(X) adalah
self-esteem, sedangkan variabel dependen (X) adalah makna
hidup.Instrumen untuk pengumpulan data menggunakan skala self-esteem (29 aitem)
dan skala makna hidup (34 aitem) yang disusun oleh peneliti. Pengumpulan data
tambahan juga dilakukan mewawancarai lima subjek penelitian.
Self-esteem dianggap sebagai hal esensial dalam psychological survival
(Mckay & Fanning, 2000) dan sebagai faktor primer kualitas hidup.Self-esteem
mempengaruhi kebahagiaan, resiliensi, dan memotivasi individu untuk hidup sehat
dan produktif.Self-esteem merupakan faktor esensial bagi kesehatan, kemampuan
coping, bertahan hidup (Schiraldi, 2007), mempengaruhi motivasi, perilaku
fungsional, kepuasan hidup, dan berkaitan dengan well-being seumur hidup secara
signifikan (Guindon, 2010).
Pensiun sendiri merupakan sebuah transisi atau proses yang disertai dengan
perubahan status atau aktivitas (Phillips, Ajrouch, & H-Nallétamby, 2010). Sistem
pensiun di Indonesia menetapkan bahwa Pegawai Negeri Sipil (PNS) Indonesia yang
bekerja di kantor dipensiunkan pada usia 56 tahun, sedangkan guru dan pengawas
dipensiunkan setelah berusia 60 tahun..
Penelitian menunjukkan bahwa selfesteem tinggi pada masa kanakkanak.Kemudian menurun ketika masa remaja (Robins, Trzesniewski, Tracy, Gosling,
& Potter, 2002). Pada usia dewasa tengah, selfesteem meningkat lalu menurun
secaradrastis pada usia dewasa akhir (Agarwal,2012) dan saat memasuki usia pension
(Nauert, 2012). Tren tersebut berlaku untuksegala usia, lintas gender, etnis, skala
selfesteem, kebangsaan, dan tahun publikasi penelitian (Trzesniewski, Donnellan, &
Robins, 2003).
Masalah yang timbul pada tingginya self-esteem pada individu ketika masih
bekerja disebabkan karena adanya perasaan berguna bagi orang lain dan lingkungan di
sekitarnya. Sebenarnya pensiun bisa membuat individu senang karena bebas dari
beban pekerjaan namun menurut Ilmuwan gerontology, pensiun akan menimbulkan
sejumlah efek negatif. Pensiun dapat menyebabkan masalah seperti kesulitan
ekonomi,
demoralisasi,
menurunnya
self-esteem,
berkurangnya
aktivitas,
meningkatkan isolasi dan kesepian, menurunkan kondisi fisik dan kesehatan mental
(Atchley, 2007), serta perasaan tidak berguna bagi lingkungan dan sesamanya.
Mampu menyebabkan tekanan.Ketika individu meninggalkan pekerjaan, pendapatan
maupun partisipasi sosial di dunia kerjanya menurun (Wegman & Mcgee, 2004).
Perubahan status sosial ekonomi dan kesehatan fisik diketahui dapat
mempengaruhi penurunan self-esteem pada orangdewasa akhir (Orth, Trzesniewski, &
Robins, 2010).Individu yang berpendidikan diketahui memiliki self-esteem lebih
tinggi daripada yang tidak berpendidikan (McMullin & Carney, 2004).
Penemuan makna hidup berkaitan dengan kepribadian dan religiusitas (Steger,
Frazier, Oishi, & Kaler, 2006), serta berefek positif pada well-being (Steger, dkk.,
2009; Park, Park, &Peterson, 2010). Subjek yang telah memasuki masa dewasa akhir
diketahui dapat menemukan makna hidupnya (Steger, dkk., 2009). Kepuasan hidup
yang lebih besar, lebih bahagia, dan depresi yang rendah dijumpai pada individu yang
telah memiliki makna hidup yang kuat (Park, Malone, Suresh, Bliss, & Rosen, 2008).
Kebermaknaan hidup berkaitan dengan kesehatan dan secara tidak langsung
mempengaruhi tingkat lamanya usia dan memperlambat kematian individu. Makna
hidup selalu berubah namun tidak pernah bisa berhenti (Frankl, 1992). Relatif stabil
meskipun usia seseorang terus bertambah (Baumeister & Vohs, 2002).
Dari penelitian yang dilakukan didapatkan hasil dimana tingkat self-esteem
individu mampu meningkatkan kebermaknaan hidup pensiun. Lalu penelitian pun
mampu memperkuat teori sumber makna hidup Westerhof, dkk. (dalam Wong, 2012).
Sumber makna hidup dalam diri seseorang menurut Westerhof, dkk. (Wong, 2012):
(1) Berasal dari dalam diri (sifat dan karakter, perkembangan personal dan prestasi,
penerimaan diri, pleasure/kesenangan, pemenuhan, dan kedamaian). (2) Relasi
(perasaan terikatan, intimasi, kualitas relasi, altruisme, pelayanan, dan kesadaran
komunal/berhubungan dengan umum). (3) Integritas fisik (fungsi, kesehatan, dan
penampilan yang tampak). (4) Aktivitas (kerja, leisure, dan aktivitasaktivitas hedonis).
(5) Kebutuhan materi (kepemilikan, keamanan keuangan, dan meeting basicneeds/
kebutuhan dasar dalam hierarchyneed Abraham Maslow). Sumber makna hidup lain
yang mempengaruhi makna hidup yaitu kebutuhan holistik, pandangan filosofis (nilainilai dan kepercayaan), idealisme, perhatian pada kemanusiaan.
4. Faktor Kematangan Emosi Pada Lansia
Faktor kematangan emosi pada lansia diteliti pada 32 lansia dengan usia
minimal 65 tahun, yang memenuhi syarat minimal lulusan SMP mampu merespon
dengan baik dan seorang pensiunan serta tidak tinggal di Panti Tresna Werdha. Subjek
berasal dari anggota Perhimpunan Puna Karyawan PERTAMINA (HIMPANA) di
DIY, Ranting Utara pada 10 Agustus 2002. Sari dan Nuryoto (2002) menggunakan
analisis kuantitatif.Data diperoleh dengan menggunakan metode skala dan lembar
identitas yang berisi data faktual tentang subjek. Variabel Independen (x) adalah
kematang emosi yang di ukur dengan menggunakan skala kematangan emosi
berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Overstreet (dalam Schneiders, 1955) dan
variabel dependen (x) adalah penerimaan diri yang menggunakan pengukuran skala
penerimaan diri berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Sheerer (dalam Cronbach,
1963).
Dan mendapatkan hasil bahwa ada hubungan positif antara kematangan emosi
dan penerimaan diri.Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kematangan emosi
berkorelasi positif dengan penerimaan diri.Semakin tinggi kematangan emosi maka
semakin tinggi pula peneriman diri, dan sebaliknya semakin rendah kematangan
emosi maka semakin rendah pula peneriman dirinya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan diri adalah pendidikan dan
dukungan sosial.Penerimaan diri adalah suatu tingkatan kesadaran individu tentang
karakteristik pribadinya dan adanya kemauan untuk hidup dengan keadaan tersebut
(Pannes dalam Hurlock, 1973).
Kematangan Emosi Schneiders (dalam Kurniawan, 1995) mengemukakan
bahwa individu disebut matang emosinya jika potensi yang dikembangkannya dapat
ditempatkan dalam suatu kondisi pertumbuhan, dimana tuntutan yang nyata dari
kehidupan individu dewasa dapat dihadapi dengan cara yang efektif dan positif.
Hurlock (1959) berpendapat bahwa individu yang matang emosinya dapat dengan
bebas merasakan sesuatu tanpa beban.
Individu yang memiliki kematangan emosi dapat mengatasi masalah yang
dihadapinya dengan memunculkan mekanisme psikologi yang sesuai dan bermanfaat
untuk menghadapi berbagai keadaan dalam kehidupan sehari-hari. Dimana individu
beradaptasi pada perubahan yang ada pada dirinya untuk mencapai successful aging.
Seorang
individu
dapat
saja
secara
kronologis
sudah
memasuki
periode
perkembangan dewasa, tetapi secara psikologis masih belum matang hal ini lah yang
akan menimbulkan masalah dimana masih saja ada lansia yang berperilaku seperti
anak-anak.
Reichard’s (dalam Decker, 1980) menyatakan bahwa ada dua gambaran dari
individu lanjut usia yang tidak memiliki kematangan emosi, yaitu (1) Angry. Individuindividu akan memusuhi lingkungan, menyalahkan lingkungan apabila ada sesuatu
yang salah, melihat dunia sebagai suatu perlawanan yang kompetitif. (2) Self-haters.
Individu-individu akan menyalahkan dirinya, memiliki hubungan sosial yang buruk,
dan sangat depresi dalam menjalani kehidupan masa tuanya. Individu yang tidak
dapat menerima perubahan tersebut akan menggunakan mekanisme pertahanan diri
untuk menghadapinya
Oleh karena itu, individu lanjut usia seharusnya meluaskan perhatian, tidak
hanya kepada dirinya saja. Successful aging menekankan bahwa individu mampu
mengambil keuntungan dari kesempatan-kesempatan yang diberikan oleh lingkungan.
5. Faktor Kesepian dan Kerohaniahan Pada Lansia
Penelitian ini dilakukan dengan subjek yang berjumlah 60 orang Lansia dan
berusia diatas 60 tahun. Jurnal ini dibuat oleh Della Adelina dan Triana Noor E.S dari
Fakultas Psikologi Universitas Wangsa Manggala.
Adanya faktor teknologi yang canggih dengan didukung perbaikan gizi di
indonesia telah meningkatkan jumlah lansia dari tahun ke tahun. Namun adanya
peningkatan dalam jumlah lansia, membuat bagaimana adanya kesejahteraan pada
lansia. Adanya penurunan fisik seperti penyusutan berat badan, peningkatan jumlah
masa lemak bagian yang kurus, berkurangnya jumlah air dalam tubuh, munculnya
keriput, sensivitas mata terhadap ketajaman penglihatan, dll. Dalam kognitif juga
terdapat penurunan terhadap performasi intelektual, psikomotor menjadi lambat, dan
lain sebagainya. Sedangkan dalam sosioemosinya adanya perlakuan dari masyarakat
terhadap lansia itu sendiri bisa berupa pengurangan dalam kegiatan aktivitas bagi
lansia di masyarakat.
Faktor penghambat dari permasalahan tersebut dari segi fisik, kognitif dan
sosioemosi menyebabkan penyakit reumatik, tekanan darah tinggi, kepikunan,
ketidakpercayaan diri pada lansia di masyarakat sampai dengan menimbulkan stress
dan depresi pada lansia. Tanpa adanya dukungan dari keluarga dan lingkungan
sosialnya, ternyata stress dan depresi dapat menyebabkan kematian pada lansia yang
kemampuan merespon stressnya telah menurun. Disamping itu, ketakutan lansia pada
dosa-dosa yang pernah ia perbuat dan akan mendapatkan pertanggungjawaban setelah
kematian, berpisahnya dengan orang-orang yang telah dikasihi, dll.
Sehingga, dampaknya lansia yang mengalami fase kehilangan dalam hidupnya
pun ada yang merasa belum siap dalam menerima datangnnya kematian, sehingga
lansia takut menjalani kehidupan lansianya. Sehingga, adanya kegiatan memperbaiki
ketakutan lansia yang berupa hobby yang lansia lakukan, lebih mendekatkan diri
kepada Tuhan YME, adanya thap integritas pada lansia sehingga lansia siap dalam
menghadapi kematiannya.
Dari aspek-aspek tersebut, adanya kecerdasan spiritual dan keruhaniahan akan
membantu lansia lebih kualitas dalam kehidupannya dalam menghadapi kematiannya.
Karena kecerdasan tersebut menggunakan otak sebagai pola pikir lansia kepada
agama dan visi hidup yang berupa mersakan kehadiran Tuhan, mengingat Tuhan dan
berdo’a, memiliki kualitas sabar dll.
Kematian merupakan suatu hal yang pasti bagi makhluk hidup, terutama pada
manusia yang meiliki fase-fase dalam hidupnya. Dalam kematian yang akan dialami
oleh lansia atau masa dewasa akhir, telah memiliki ciri-ciri dalam segi fisik, kognitif
dan sosioemosinya, serta bagaimana lansia itu bisa menerima dan mempersiapkan
kematiannya. Adanya sikap menerima dirinya yang berbeda di masa terdahulunya dan
berpikir positif terhadap kematian itu merupakan ciri-ciri lansia yang siap menghadapi
kematiannya.
BAB III
PEMBAHASAN
1. Ciri-ciri perubahan fisik yang terjadi pada lansia di masa dewasa akhir :
a. Bertambahnya kerutan pada wajah dan bertambah pendek. Pada masa dewasa
akhir, terjadi penyusutan tulang belakang pada lansia pria dan wanita (Hoyer &
Roodin, 2003). Pada usia 60 tahun, biasanya terjadi penurunan berat badan yang
disebabkan oleh penyusutan otot, sehingga tubuh terlihat mengendur (Evans,
2010).
b. Pada masa tua, orang dewasa lanjut usia cenderung mengalami perubahan
pergerakan. Gerak tubuh menjadi lebih lambat. Bahkan untuk melakukan kegiatan
seperti menggenggam, bergerak dari satu tempat ke tempat lain, orang lanjut usia
cenderung makin lambat dibandingkan ketika masih muda (Mollenkopf, 2007).
2. Ciri-ciri perubahan kognitif yang terjadi pada lansia diantaranya, seperti :
a. Depresi
Faktor yang mempengaruhi depresi menurut Djaali dan Sappaile (2013) terkait
dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada diri mereka saat memasuki usia
lanjut, seperti pensiun dari pekerjaan, penurunan pekerjaan, perubahan rutinitas,
dan hilangnya lingkungan sosial, dimana semua hal tersebut terjadi bersamaan
dengan penurunan fungsi tubuh, penurunan kodisi kesehatan, penurunan fungsi
kognitif, dan munculnya penyakit-penyakit kronis. Hal ini bersangkutan dengan
sebuah studi yang menemukan bahwa, semakin rendah frekuensi simtom depresi
pada orang dewasa lanjut usia dibanding orang dewasa paruh baya dikaitkan
dengan kesulitan ekonomi yang lebih kecil, pertukaran sosial negatif yang lebih
jarang, d