Psikologi manusia dan pendidikan ipi

BAB I
PENDAHULUAN
Manusia adalah mahkluk sempurna yang diciptakan Allah dalam bentuk
rupa yang lebih baik dari mahkluk ciptaan Allah yang lainnya. Tidak hanya
bentuk fisik manusia yang diberi kelebihan tetapi juga diberikan akal yang
menjadikan manusia itu istimewa. Dengan adanya akal inilah manusia
menginginkan sebuah perubahan pada dirinya, salah satunya yaitu dengan proses
pendidikan atau belajar. Proses pendidikan inilah yang menjadi sorotan penting
karena pola pendidikan yang baik akan menghasilkan hasil yang baik pula.
Pendidikan sebagai suatu proses perubahan tingkah laku, tidak akan
mungkin dapat dilepaskan dari psikologi. Karena dalam pendidikan berhubungan
erat dengan manusia. Jika kita membicarakan tentang manusia, maka akan banyak
ilmu pengetahuan yang muncul berkaitan dengan eksistensi manusi. Dalam dunia
pendidikan ilmu psikologi sangat penting dimiliki oleh seorang guru, hal ini
karena banyaknya karakter pada anak didik sehingga untuk mencari jalan
keluarnya dengan mempelajari karakter anak didik tersebut maka diperlukanlah
ilmu psikologi agar dalam materi pelajaran dapat disampaikan dengan baik
kepada anak didik.
Banyaknya aliran-aliran dalam psikologi yang dikembangkan oleh para
ahlinya masing-masing mengenai manusia dan pendidikan akan dapat kita lihat
pada pembahasan selanjutnya.


BAB II
PEMBAHASAN

A.

MANUSIA DALAM PSIKOLOGI BARAT
Dalam literatur psikologi pada umumnya para ahli ilmu ini berpendapat

bahwa penentu perilaku utama manusia dan corak kepribadian adalah keadaan
jasmani, kualitas kejiwaan, dan situasi lingkungan. Sampai dengan penghujung
abad ini terdapat empat aliran besar psikologi, yakni : Psikoanalisis,
Behavioristik, Humasnistik, Transpersonal. Masing-masing aliran meninjau
manusia dari sudut pandang yang berlainan, dan dengan metodologi tertentu
berhasil menentukan berbagai dimensi dan asas tentang kehidupan manusia,
kemudian membangun teori dan filsafat mengenai manusia.
1)

Psikoanalisis (SIGMUND FRUED 1856-1939)
Ketika aliran-aliran penting dalam psikologi sedang berkembang dengan


pesatnya mengadakan penelitian-penelitian psikologis secara eksperimental, disaat
itu pula muncul pandangan psikologiyang dikembangkan melalui dasar-dasar
tinjauan klinis-psikiatris oleh aliran psikoanalisa yang dipelopori oleh Sigmund
Frued, seorang yang berkebangsaan Jerman keturunan Yahudi yang dilahirkan
pada tanggal 6 Mai 1856 di Moravia dan meninggal pada 23 september 1939 di
London.
Dasar pendapat dan pandangan Frued berangkat dari keyakinan bahwa
pengalaman mental manusia tidak ubahnya seperti gunung es yang terapung di
samudra yang hanya sebagian terkecil yang tampak, sedankan sembilan
persepuluhnya dari padanya yang tidak tampak, itulah yang merupakan bagian
/lapangan ketidak sadaran mental manusia berupa pikiran kompleks,perasan dan
keinginan-keinginan bawah sadar yang tidak dialami secara langsung tetapi ia
terus mempengarui tingkah laku manusia.
Freud berpendapat bahwa pikiran manusia terdiri dari tiga bagian yakni
kesadaran, keprasadaran, dan ketidaksadaran. Kesadaran mengacu pada

pengalaman-pengalaman mental dalam kesadaran sekarang. Ketidaksadaran yang
merupakan bagian terbesar dari pikiran adalah gudang dari insting-insting dasar,
seperti seks dan agresi (Semiun, 2006).

Surya (2004) mengatakan bahwa Psikoanalisa lebih mengutamakan hal-hal
yang berada di bawah kesadaran individu dan menganggap bahwa perilaku
individu dikontrol oleh bagian yang tidak sadar. Suryabrata (1998) menyebutkan
bahwa menurut Freud kepribadian terdiri atas tiga aspek yaitu :
a). Id (das-es), aspek ini adalah aspek biologis dan merupakan sistem yang
original di dalam kepribadian, dari aspek inilah kedua aspek yang lain
tumbuh. Freud menyebutnya juga realitas psikis yang sebenar-benarnya (The
true psychic reality). Pedoman dalam berfungsinya das Es menurut Freud
adalah menghindarkan diri dari ketidakenakan dan mengejar keenakan,
pedoman

ini

disebut

“prinsip

kenikmatan”.

Untuk


menghilangkan

ketidakenakan itu das Es mempunyai dua cara (alat proses), yaitu :
i. Refleks dan reaksi-reaksi otomsatis, seperti misalnya bersin, berkedip dan
sebagainya.
ii. Proses primer

(primair

vorgang),

seperti

misalnya

orang lapar

membayangkan makanan.
b). Ego (das-ich), aspek ini adalah aspek psikologis dan timbul karena kebutuhan

organisme untuk berhubungan secara baik dengan dunia kenyataan (realitat).
Di dalam berfungsinya das Ich berpegang pada “prinsip kenyataan”. Harus
selalu di ingat, bahwa das Ich adalah derivat dari das Es dan bukan untuk
merintanginya, peran utamanya ialah menjadi perantara antara kebutuhankebutuhan instinktif dengan keadaan lingkungan, demi kepentingan
organisme.
c). Superego (das-ueber ich) adalah aspek sosial kepribadian. Fungsinya yang
pokok ialah menentukan apakah sesuatu benar atau salah,pantas atau tidak,
susila atau tidak, dan dengan demikian pribadi dapat bertindak sesuai dengan
moral masyarakat.Adapun fungsi pokok das Ueber Ich itu dapat dilihat dalam
hubungan dengan ketiga aspek kepribadian yaitu :

i.

Merintangi ilmpuls-impuls das Es, terutama impuls-impuls seksual

ii.

dan agresif yang pernyataannya sangat ditentang oleh masyarakat.
Mendorong das Ich untuk lebih mengejar hal-hal yang moralistis


iii.

daripada realistis.
Mengejar kesempurnaan

Kemudian Frued memfokuskan diri bahwa Id terbesar yang dimiliki
manusia dan sangat menentukan kepribadian manusia itu sendiri adalah dorongan
seks. Frued yakin setiap orang sudah memiliki naluri seks sejak ia dilahirkan.
Perkembangan manusia dalam psikoanalitik merupakan suatu gambaran yang
sangat teliti dari proses perkembangan psikososial dan psikoseksual, mulai dari
lahir sampai dewasa. Dalam teori Freud setiap manusia harus melewati
serangkaian tahap perkembangan dalam proses menjadi dewasa. Tahap-tahap ini
sangat penting bagi pembentukan sifat-sifat kepribadian yang bersifat menetap.
Menurut Freud (dalam Djaali, 2006) menekankan bahwa kehidupan pribadi
manusia pada dasarnya adalah libido seksualitas. Pembentukan pribadi seseorang
terjaid dari lahir sampai usia 20 tahun. Freud mengemukakan adanya enam tahap
perkembangan fisiologis manusia, yaitu sebagai berikut :
a) tahap oral: 0-1 tahun,
Dalam tahap ini,mulut bayi merupakan daerah utama dari aktivitas yang
dinamis pada manusia.

b) tahap anal: 1-3 tahun,
Dalam tahap ini, dorongan dan aktivitas gerak individu lebih banyak terpusat
pada fungsi pembuangan kotoran.
c) tahap palus: 3-6 tahun,
Dalam tahap ini alat kelamin merupakan daerah perhatian yang penting dalam
pendorong aktivitas.
d) tahap laten: 6-12 tahun,
Dalam tahap ini, dorongan aktivitas dan pertumbuhan cenderung bertahan
dan istirahat dalam arti tidak meningkatkan kecepatan pertumbuhan.
e) tahap genetal: 12-18 tahun,

Dalam tahap ini, dorongan aktif kembali, kelenjar endokrin tumbuh pesat dan
berfungsi mempercepat pertumbuhan ke arah kematangan.
f) tahap dewasa, yang terbagi dewasa awal, usia setengah baya dan usia senja.
Dalam tahap ini,pertumbuhan genital merupakan dorongan penting bagi
tingkah laku seseorang.
2)

Behaviorisme (JHON BROADE 1878-1958)
Behaviorisme adalah aliran yang terdapat di Amerika Serikat. Aliran ini di


temukan oleh Jhon Broade Watson 1878-1958, ia menentang pandangan yang
berlaku saat itu bahwa dalam eksperimen-eksperimen psikologi diperlukan
instropeksi. Introspeksi yang berarti mengamati perasaan sendiri, digunakan
dalam eksperimen-eksperimen di laboraturium Wundt untuk mengetahui ada atau
tidak adanyaperasaan-perasaan tertentu dalam diri orang yang diperiksa. Bagi
aliran ini manusia dipandang sebagai hasil dari jumlah kondisi-kondisi yang
mempengaruhinya. Bagi Watson psikologi harus menjadi ilmu yang objektif.
Dan bagi aliran ini manusia di pandang sebagai hasil dari jumlah kondisikondisi yang mempengaruhinya,behavorisme memandang manusia dari segi yang
nampak (badaniah), tidak memandang manusia dari segi rohaniah. Di samping itu
kaum behaviorisme memiliki semboyan the trust is in the making, kebenaran
adalah apa yang dapat di praktekan dengan tepat dan menguntungkan, dan tidak
ada pula dalam praktek yang tidak memberi hasil. Pandangan behaviorisme ini
banyak mempengaruhi psikologi modern, salah satunya adalah “B.F.SKINNER”
yang berpendapat bahwa “lingkungan merupakan kunci penyebab terjadinya
tingkah laku”. Tingkah laku biasanya timbul atau terjadi dan dikendalikan oleh
sebab dan akibat lingkungan.
Asas-asas dalam teori perilaku terangkum dalam hukum penguatan atau law
of enforcement, yakni :
a).


Classical Condtioning Suatu rangsang akan menimbulkan pola reaksi
tertentu apabila rangsang tersebut sering diberikan bersamaan dengan
rangsang lain yang secara alamiah menimbulkan pola reaksi tersebut.
Misalnya bel yang selalu dibunyikan mendahului pemberian makan seekor

anjing lama kelamaan akan menimbulkan air liur pada anjing itu sekalipun
tidak diberikan makanan. Hal ini terjadi karena adanya asosiasi antara kedua
rangsang tersebut.
b).

Law of Effect Perilaku yang menimulkan akibat-akibat yang memuaskan
akan cenderung diulang, sebaliknya bila akibat-akiat yang menyakitkan
akan cenderung dihentikan.

c).

Operant Conditioning Suatu pola perilaku akan menjadi mantap apabila
dengan perilaku tersebut berhasil diperoleh hal-hal yang dinginkan oleh
pelaku (penguat positif), atau mengakibatkan hilangnya hal-hal yang

diinginkan (penguat negatif). Di lain pihak suatu pola perilaku tertentu akan
menghilang apabila perilaku tersebut mengakibatkan hal-hal yang tak
menyenangkan (hukuman), atau mangakibatkan hilangnya hal-hal yang
menyenangkan si pelaku (penghapusan).

d).

Modelling Munculnya perubahan perilaku terjadi karena proses dan
penaladanan terhadap perilaku orang lain yang disenangi (model). Keempat
asas perubahan perilaku tersebut berkaitan dengan proses belajar yaitu
berubahnya perilaku tertentu menjadi perilaku baru.

3)

Humanistik (ABRAHAM MASLOW)
Istilah psikologi humanistik (Humanistic Psychology) diperkenalkan oleh

sekelompok ahli psikologi yang pada awal tahun 1960-an bekerja sama di bawah
kepemimpinan Abraham Maslow dalam mencari alternatif dari dua teori yang
sangat berpengaruh atas pemikiran intelektual dalam psikologi. Kedua teori yang

dimaksud adalah psikoanalisis dan behaviorisme. Maslow menyebut psikologi
humanistik sebagai “kekuatan ketiga” (a third force) (Kuntjojo, 2009). Tokoh lain
pada aliran ini yang terkenal diantaranya adalah Carl Rogers dan aliran ini
dikembangkan sebagi bantahan atas kekurangan yang mereka lihat pada pendapat
aliran Behaviorisme dan Psikoanalisis.
Konsep humanistik justru menempatkan manusia pada posisi manusia yang
sangat berkehendak, bebas, dan bisa bertanggung jawab atas kepentingan dirinya,

maka manusia bisa mengatur dirinya sendiri dan tidak perlu diatur oleh sesuatu
diluar dirinya, bahkan Tuhan pun tidak perlu mengatur (Purwanto, 2007).
Bagi aliran ini manusia pada dasarnya baik dan memiliki kebebasan (free
will) untuk menentukan dirinya. Humanisme menolak gagasan Frued yang
menyatakan bahwa kepribadian itu diatur oleh kekuatan bawah sadar manusia dan
menolak ide pendapat behavioris bahwa kita dikuasai/dikendalikan oleh
lingkungan pada dasarnya Humanisme juga mengakui bahwa pengalaman masa
lalu itu mempengaruhi kepribadian, tetapi harus diakui pentingnya kedudukan.
Salah satu teori Abraham Maslow yang terkenal dan banyak diterapkan oleh
berbagai cabang psikologi terapan adalah teori “Hierarki kebutuhan manusia”.
Tirtahardja dan Sulo (2005) mengemukakan kategorisasi kebutuhankebutuhan menjadi enam kelompok, mulai dari yang paling sederhana dan
mendasar meliputi :
a). Kebutuhan fisiologis : kebutuhan untuk mempertahankan hidup (makan,
istirahat, dan sebagainya).
b). Kebutuhan rasa aman : kebutuhan untuk secara terus-menerus merasa aman
dan bebas dari ketakutan.
c). Kebutuhan akan cinta dan pengakuan : kebutuhan berkaitan dengan kasih
sayang dan cinta dalam kelompok dan dilindungi oleh orang lain.
d). Kebutuhan harga diri : kebutuhan berkaitan dengan perolehan pengakuan oleh
orang lain sebagai orang yang berkehendak baik.
e). Kebutuhan untuk aktualisasi diri : kebutuhan untuk melakukan sesuatu dan
mewujudkan potensi-potensi yang dimiliki (menyatakan pendapat, perasaan
dan sebagainya).
f). Kebutuhan untuk mengetahui dan memahami : kebutuhan yang berkaitan
dengan penguasaan IPTEK.
Dalam teori belajar humanistik, belajar dianggap berhasil jika si pelajar
memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya
harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan
sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut
pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya.

Peran guru dalam pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi
para siswa sedangkan guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna
belajar dalam kehidupan siswa. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada
siswa dan mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran.
Siswa berperan sebagai pelaku utama (student center) yang memaknai
proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan siswa memahami potensi diri ,
mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri
yang bersifat negatif.

4)

Transpersonal
Deswita (2009) menjelaskan bahwa psikologi transpersonal sebenarnya

merupakan kelanjutan atau lebih tepatnya pengembangan dari psikologi
humanistik. Aliran psikologi ini disebut aliran keempat psikologi. S.I Shapiro dan
Denise H. Lajoie (1992) menggambarkan psikologi tranpersonal sebagai berikut :
“Transpersonal Psychology is concerned with the study of humanities, highest
potential, and with there cognation , Understanding, and realization of unitive,
spiritual, and transcendent states of consciousness” psikologi Transpersonal
memiliki fokus pada kajian tentang harkat kemanusiaan, berusaha memahami
potensi luhur kemanusiaan yang berhubungan dengan fenomena/gejala tentang
kesaatuan spiritual sebagai sebuah bentuk kesadaran terpanting dari derajat
kemanusiaan. Definisi ini mengarahkan untuk menarik kesimpulan bahwa fokus
psikologi transpersonal memaandang manusia dari dua segi, yaitu: Potensi-potensi
luhur (the highest potential) dan Fenomena kesadaran (state of consciousness)
Psikologi transpersonal, sebagaimana psikologi humanistik menaruh
perhatian kepada dimensi spiritual manusia yang berpotensi mengembangkan
kemampuan luar biasa, yang sejauh ini terabaikan oleh telaah psikologi
kontemporer. Perbedaan yang mencolok antara psikologi Humanistik dengan
transpersonal, adalah bahwa psikologi humanistik lebih memanfaatkan potensipotensi ini untuk meningkatkan hubungan antara manusia, sedangkan psikologi

transpersonal lebih tertarik untuk meneliti pengalaman subjektif-transendental
serta pengalaman luar biasa dari dimensi spiritual manusia.
Menurut Ahmadi dan Supriyono (2003) mengemukakan bahwa dalam
perkembangan manusia ada beberapa aliran atau pendapat yaitu :
a). Aliran konvergensi, bahwa perkembangan manusia itu dipengaruhi oleh
faktor dasar dan ajar. Aliran ini dipelopori oleh W. Stern.
b). Aliran nativisme, yaitu bahwa yang membentuk pribadi manusia itu
berbentuk atau berasal dari faktor-faktor dari dalam. Aliran ini dipelopori oleh
Yean Yaques Rousseau.
c). Aliran empirisme, yaitu pribadi manusia itu ditentukan oleh faktor luar.
Teorinya disebut tabularasa. Pandangan ini dipelopori oleh John Locke.

B.

MANUSIA DALAM PSIKOLOGI ISLAM
Manusia dalam perspektif psikologi Islam berbeda dengan konsep manusia

menurut Freud. Penentuan struktur kepribadian tidak dapat terlepas dari
pembahasan substansi manusia, sebab dengan pembahasan substansi tersebut
dapat diketahui hakikat dan dinamika prosesnya. Pada umumnya para ahli
membagi subtansi manusia atas jasad dan ruh, tanpa memasukkan nafsu. Masingmasing aspek yang berlawanan ini pada prinsipnya saling membutuhkan, jasad
tanpa ruh merupakan substansi yang mati, sedang ruh tanpa jasad tidak dapat
teraktualisasi, karena saling membutuhkan maka diperlukan perantara yang dapat
menampung kedua naluri yang berlawanan, yang dalam terminologi psikologi
Islam disebut dengan nafsu. Pembagian substansi tersebut seiring dengan
pendapat Khair al-Din al-Zarkaly yang di rujuk dari konsep Ikhwan al-Shafa.
1)

Substansi jasmani Jasad adalah substansi manusia yang terdiri atas struktur
organisme fisik. Organisme fisik manusia lebih sempurna di banding dengan
organisme fisik makhluk-makhluk lain. Setiap makhluk biotik lahiriyah
memiliki unsur material yang sama, yakni terbuat dari unsur tanah, api,
udara dan air

2)

Substansi rohani Ruh merupakan substansi psikis manusia yang menjadi
esensi kehidupannya. Sebagian ahli menyebut ruh sebagai badan halus (jism
latief), ada yang substansi sederhana (jaubar basiib), dan ada juga substansi
ruhani (jaubar ruhani). Ruh yang menjadi pembeda antara esensi manusia
dengan esensi makhluk lain. Ruh adalah substansi yang memiliki natur
tersendiri. Menurut Ibnu Sina, ruh adalah kesempurnaan awal jisim alami
manusia yang tinggi yang memiliki kehidupan dengan daya. Sedang bagi alFarabi, ruh berasal dari alam perintah (amar) yang mempunyai sifat berbeda
dengan jasad. Dengan roh ini manusia dapat mengenal dirinya sendiri, dan
mengenal Tuhannya serta menyadari keberadaan orang lain (kepribadiam,
ber-ketuhanan dan berperikemanusiaan), serta bertanggung jawab atas
segala tingkah lakunya
Islam memandang umat manusia sebagai makhluk yang dilahirkan dalam

keadaan kosong, tidak berilmu pengetahuan. Akan tetapi, Tuhan memberi potensi
yang bersifat jasmaniah dan rohaniah untuk belajar dan mengmbangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi untuk kemaslahatan umat manusia itu sendiri.
C.

PENGERTIAN PENDIDIKAN
Pendidikan merupakan upaya dalam mempengaruhi individu agar

berkembang menjadi manusia yang sesuai dengan yang dikehendaki. Dalam
pendidikan, terjadi proses pengembangan potensi manusiawi dan proses
pewarisan kebudayaan (Surya, 2004).
Pendidikan menurut John Dewey, Pendidikan adalah suatu
proses pembaharuan makna pengalaman, hal ini mungkin akan
terjadi di dalam pergaulan biasa atau pergaulan orang dewasa
dengan orang muda, mungkin pula terjadi secara sengaja dan
dilembagakan untuk untuk menghasilkan kesinambungan social.
Proses ini melibatkan pengawasan dan perkembangan dari orang
yang belum dewasa dan kelompok dimana dia hidup.

Pendidikan

menurut

Edgar

Dalle,

menjelaskan

bahwa :"Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh
keluarga,

masyarakat,

dan

pemerintah

melalui

kegiatan

bimbingan, pengajaran, dan latihan, yang berlangsung di sekolah
dan di luar sekolah sepanjang hayat untuk mempersiapkan
peserta didik agar dapat mempermainkan peranan dalam
berbagai lingkungan hidup secara tetap untuk masa yang akan
datang.
Driyarkara dalam Suwarno (2008) berpendapat bahwa inti
pendidikan adalah pemanusiaan manusia muda ke taraf insani.
Langgulung (1995) menyatakan bahwa Pendidikan bukan hanya
berarti pewarisan nilai-nilai budaya berupa kecerdasan dan
ketrampilan dari generasi tua kepada generasi muda, tetapi juga
berarti pengembangan potensi-potensi individu untuk kegunaan
individu

itu

sendiri

dan

selanjutnya

untuk

kebahagiaan

masyarakat.
Dari defenisi yang dikemukakan oleh para ahli di atas dapat
dikatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan
untuk mengubah perilaku peserta didik ke arah yang lebih baik
serta mempersiapkan diri peserta didik untuk dapat terus
mengembangkan potensi-potensi yang mereka miliki.

D.

PENGERTIAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN
Dirgagunarsa

dalam

Hadis

(2008)

menyebutkan

bahwa

Psikologi

pendidikan merupakan cabang dari psikologi. Secara harfiah atau etimologis,
psikologi berasal dari kata “psyche” yang berarti jiwa dan “logos” yang berarti
ilmu. Psikologi mengandung makna yaitu ilmu jiwa yang berarti ilmu
pengetahuan yang mempelajari jiwa manusia melalui gejala-gejalanya, aktivitasaktivitasnya atau perilaku manusia.

Witherington dalam bukunya Educational Psychology terjemahan M.
Buchori (1978) memberikan defenisi psikologi pendidikan sebagai A Systematic
study of the process and factors involved in the educational of human being is
called educational psychology, yakni bahwa psikologi pendidikan adalah studi
sistematis tentang proses-proses dan faktor-faktor yang berhubungan dengan
pendidikan manusia (Syah, 2010)
Psikologi pendidikan ialah cabang ilmu psikologi yang secara khusus
mengkaji berbagai perilaku individu dalam kaitan dengan situasi pendidikan,
tujuan psikologi pendidikan ialah menemukan berbagai fakta, generalisasi, dan
teori psikologis yang berkaitan dengan pendidikan untuk digunakan dalam upaya
melaksanakan proses pendidikan yang efektif (Surya, 2004).
Psikologi pendidikan sebagai bagian integral dari disiplin ilmu psikologi
berupaya

menggunakan

konsep

atau

prinsip-prinsip

psikologis

dalam

memecahkan masalah-masalah yang terjadi dalam dunia pendidikan (Hadis,
2008).
Menurut Arthur S. Reber (dalam Syah, 2010) berpandangan bahwa
psikologi pendidikan adalah sebuah sub disiplin ilmu psikologi yang berkaitan
dengan teori dan masalah kependidikan yang berguna seperti dalam hal-hal
penerapan prinsip-prinsip belajar didalam kelas, pengembangan dan pembaharuan
kurikulum, ujian dan evaluasi bakat dan kemampuan, sosialisasi proses-proses
dan interaksi proses-proses tersebut dengan pendayagunaan ranah kognitif serta
penyelenggaraan pendidikan keguruan.
Reber menyebut psikologi pendidikan sebagai subdisiplin ilmu psikologi
yang berkaitan dengan teori dan masalah kependidikan yang berguna dalam halhal berikut:
1.

Penerapan prinsip belajar dalam kelas.

2.

Pengembangan dan pembaruan kurikulum.

3.

Ujian dan evaluasi bakat dan kemampuan.

4.

Sosialisasi proses-proses dan interaksi dengan pendayagunaan ranah kognitif.

5.

Penyelenggaraan pendidikan keguruan.
Jadi meskipun psikologi pendidikan cenderung dianggap oleh banyak

kalangan atau para ahli psikologi (termasuk psikologi pendidikan itu sendiri)
sebagai subdisiplin psikologi yang bersifat terapan atau praktis, bukan teoritis,
cabang psikologi ini dipandang telah memiliki konsep, teori dan metode sendiri,
sehingga mestinya tidak lagi dianggap sebagai subdisiplin, tetapi disiplin (cabang
ilmu) yang berdiri sendiri.
Beberapa defenisi yang telah di ungkapkan oleh banyak pakar mengenai
psikologi pendidikan memberikan gambaran jelas bahwa psikologi pendidikan
merupakan cabang ilmu dari psikologi yang fokus kajiannya adalah mempelajari
perilaku individu terkait dengan dunia pendidikan. Peserta didik merupakan
individu yang unik, karena antara satu dan yang lainnya memiliki ciri khas
tersendiri, dengan demikian tentu dalam hal pengajaran pun tidak bisa
disamaratakan begitu saja, untuk mengetahui karakter tiap peserta didik memang
bukan lah hal yang mudah, meskipun demikian diharapkan dengan adanya
pengetahuan guru tentang psikologi pendidikan dapat menentukan pola
pendidikan dan pengajaran yang sesuai bagi tiap peserta didik.

E.

KONTRIBUSI PSIKOLOGI TERHADAP PENDIDIKAN
Psikologi dan ilmu pendidikan tidak dapat dipisahkan satu sama lain, karena

keduanya mempunyai hubungan timbal balik. Ilmu pendidikan sebagai suatu
disiplin bertujuan memberikan bimbingan hidup manusia sejak lahir sampai mati.
Pendidikan tidak akan berhasil dengan baik bilamana tidak berdasarkan kepada
psikologi perkembangan. Demikian pula watak dan kepribadian seseorang
ditunjukkan oleh psikologi. Karena begitu eratnya tugas antara psikologi dan ilmu
pendidikan, kemudian lahirlah suatu subdisiplin ilmu pendidikan (educational
psychology).

Dalam pendidikan tidak pernah terlepas dari proses belajar-mengajar,
dimana tugas utama seorang guru sebagai pendidik adalah memberikan
pengetahuan kepada seluruh peserta didiknya. Proses mentransfer pengetahuan ini
tentu saja tidak bisa seperti mentransfer uang dari satu rekening ke rekening yang
lain, di dalam mentransfer pengetahuannya guru juga dituntut untuk memiliki
kemampuan dalam membaca tiap karakter siswanya, hal ini adalah sebagai suatu
cara agar guru tahu bagaimana memberikan perlakuan kepada masing-masing
siswa.
Sumbangsih psikologi terhadap pendidikan sangat besar. Kegiatan
pendidikan, khususnya pada pendidikan formal, seperti pengembangan kurikulum,
Proses Belajar Mengajar, sistem evaluasi, dan layanan Bimbingan dan Konseling
merupakan beberapa kegiatan utama dalam pendidikan yang didalamnya tidak
bisa dilepaskan dari psikologi.
Pendidikan sebagai suatu kegiatan yang didalamnya melibatkan banyak
orang, diantarnya peseta didik, pendidik, administrator, masyarakat dan orang tua
peseta didik. Oleh karena itu, agar tujuan pendidikan dapat tercapai secara efektif
dan efisien, maka setiap orang yang terlibat dalam pendidikan tersebut
seyogyanya dapat memeahami tentang perilaku individu sekaligus dapat
menunjukan perilakunya secara efektif.
Guru dalam menjalankan perannya sebagai pembimbing, pendidik dan
pelatih bagi para peseta didiknya, tentunya dituntut memahami tentang berbagai
aspek perilaku dirinya maupun perilaku orang-orang yang terkait dengan
tugasnya, terutama perilaku peserta didik dengan segala aspeknya, sehingga dapat
menjalankan tugas dan perannya secara efektif, yang pada gilirannya dapat
memberikan kontribusi nyata bagi pencapaian tujuan pendidikan di sekolah.
Tugas guru tidak hanya sebatas memberikan pelajaran saja tapi begitu
kompleks, seperti yang dijelaskan oleh Ahmadi dan Supriyono (2003) salah
satunya membantu perkembangan aspek-aspek pribadi seperti sikap, nilai-nilai
dan penyesuaian diri. Demikianlah dalam proses belajar-mengajar guru tidak
terbatas sebagai penyampai ilmu pengetahuan akan tetapi lebih dari itu, ia
bertanggung jawab akan keseluruhan perkembangan kepribadian murid, ia harus

mampu menciptakan proses belajar yang sedemikian rupa, sehingga dapat
merangsang murid untuk belajar secara aktif dan dinamis dalam memenuhi
kebutuhan dan mencapai tujuan.
Disinilah arti penting Psikologi Pendidikan bagi guru. Penguasaan guru
tentang psikologi pendidikan merupakan salah satu kompetensi yang harus
dikuasai guru, yakni kompetensi paedagogik. Muhibbin syah (2003) mengatakan
bahwa “diantara pengetahuan-pengetahuan yang perlu dikuasai guru dan calon
guru adalah pengetahuan psikologi terapan yang erat kaitannya dengan proses
belajar mengajar peserta didik”.
Abimanyu dalam Hadis (2008) juga mengemukakan bahwa peranan
psikologi dalam pendidikan dan pengajaran ialah bertujuan untuk memberikan
orientasi mengenai laporan studi, menelusuri masalah-masalah di lapangan
dengan pendekatan psikologi serta meneliti faktor-faktor manusia dalam proses
pendidikan dan di dalam situasi proses belajar mengajar.
Di samping itu, kajian psikologi pendidikan telah melahirkan pula sejumlah
prinsip-prinsip yang melandasi kegiatan pembelajaran Nasution (Daeng
Sudirwo,2002) mengetengahkan tiga belas prinsip dalam belajar, yakni :
a)

Agar seorang benar-benar belajar, ia harus mempunyai suatu tujuan

b)

Tujuan itu harus timbul dari atau berhubungan dengan kebutuhan hidupnya
dan bukan karena dipaksakan oleh orang lain.

c)

Orang itu harus bersedia mengalami bermacam-macam kesulitan dan
berusaha dengan tekun untuk mencapai tujuan yang berharga baginya.

d)

Belajar itu harus terbukti dari perubahan kelakuannya.

e)

Selain tujuan pokok yang hendak dicapai, diperolehnya pula hasil sambilan.

f)

Belajar lebih berhasil dengan jalan berbuat atau melakukan.

g)

Seseorang belajar sebagai keseluruhan, tidak hanya aspek intelektual namun
termasuk pula aspek emosional, sosial, etis dan sebagainya.

h)

Seseorang memerlukan bantuan dan bimbingan dari orang lain.

i)

Untuk belajar diperlukan insight. Apa yang dipelajari harus benar-benar
dipahami. Belajar bukan sekedar menghafal fakta lepas secara verbalistis.

j)

Disamping mengejar tujuan belajar yang sebenarnya, seseorang sering
mengejar tujuan-tujuan lain.

k)

Belajar

lebih

berhasil,

apabila

usaha

itu

memberi

sukses

yang

menyenangkan.
l)

Ulangan dan latihan perlu akan tetapi harus didahului oleh pemahaman.

1.

Belajar hanya mungkin kalau ada kemauan dan hasrat untuk belajar.

BAB III
PENUTUP

A.

KESIMPULAN
1. Sampai dengan penghujung abad ini terdapat empat aliran besar
psikologi,

yakni

:

Psikoanalisis,

Behavioristik,

Humasnistik,

Transpersonal. Masing-masing aliran meninjau manusia dari sudut
pandang yang berlainan, dan dengan metodologi tertentu berhasil
menentukan berbagai dimensi dan asas tentang kehidupan manusia,
kemudian membangun teori dan filsafat mengenai manusia.
2. Manusia dalam persfektif psikologi islam dibagi menjadi dua substansi
yaitu jasmaniah dan rohaniah.
3. Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan untuk
mengubah perilaku peserta didik ke arah yang lebih baik
serta mempersiapkan diri peserta didik untuk dapat terus
mengembangkan potensi-potensi yang mereka miliki.

4. Psikologi pendidikan merupakan cabang ilmu dari psikologi yang fokus
kajiannya adalah mempelajari perilaku individu terkait dengan dunia
pendidikan. Peserta didik merupakan individu yang unik, karena antara
satu dan yang lainnya memiliki ciri khas tersendiri, dengan demikian
tentu dalam hal pengajaran pun tidak bisa disamaratakan begitu saja,
untuk mengetahui karakter tiap peserta didik memang bukan lah hal yang
mudah, meskipun demikian diharapkan dengan adanya pengetahuan guru
tentang psikologi pendidikan dapat menentukan pola pendidikan dan
pengajaran yang sesuai bagi tiap peserta didik.
5. Psikologi dan ilmu pendidikan tidak dapat dipisahkan satu sama lain,
karena keduanya mempunyai hubungan timbal balik. Ilmu pendidikan
sebagai suatu disiplin bertujuan memberikan bimbingan hidup manusia
sejak lahir sampai mati. Pendidikan tidak akan berhasil dengan baik
bilamana tidak berdasarkan kepada psikologi perkembangan. Demikian
pula watak dan kepribadian seseorang ditunjukkan oleh psikologi.
B.

SARAN
Menghadapi peserta didik dengan karakter yang berbeda-beda tentu

bukanlah hal yang mudah bagi seorang guru, untuk bisa menentukan pola
pengajaran yang tepat guru hendaklah memahami kondisi psikologis dari tiap
peserta didik, dan untuk memahami tiap karakter tersebut tentu diperlukan ilmu
lain diluar ilmu pendidikan, ilmu psikologi atau lebih tepatnya psikologi
pendidikan diharapkan mampu membantu guru dalam memahami karakter peserta
didiknya. Pola pengajaran yang tepat yang senantiasa memperhatikan kondisi
psikologis peserta didik akan memberikan pengaruh besar terhadap keberhasilan
peserta didik. Tugas lain yang tak kalah penting bagi seorang pendidik selain
mentransfer pengetahuan kepada peserta didiknya adalah bagaimana seorang
pendidik mampu menilai karakter tiap peserta didiknya serta menggali setiap
potensi yang mereka miliki.