Gagasan dan Cita cita dan masa

Gagasan dan Cita-Cita
Apakah gagasan dan cita-cita para pendiri Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo
sehingga mempunyai tekad yang begitu besar? Cita-citanya terutama adalah rasa tanggung jawab
memajukan ummat Islam dalan mencari ridha Allah. Tempat yang dipilih untuk mewujudkan
cita-cita itu adalah Pondok Pesantren, yaitu lembaga pendidikan Islam yang pernah berjaya pada
masa nenek moyang mereka tatapi pada saat itu telah mati.
Pendidikan pondok pesantren adalah model pendidikan Islam yang banyak dipakai dan berlaku
di beberapa negara Islam. Namun, di negara-negara itu pendidikan Islam telah banyak
mengalami kemajuan dan perkembangan, sedangkan lembaga pendidikan pesantren di Indonesia
karena situasi penjajahan dan lain-lain belum mampu berkembang pesat sebagaimana lembagalembaga pendidikan di negara-negara Islam lainnya. Karena itu pengembangan pondok
pesantren di Indonesia perlu mengambil kaca perbandingan dari lembaga-lembaga Islam di luar
negeri yang serupa dengan sistem pendidikan pesantren.

Gontor sebagai Sintesa Al-Azhar, Syanggit, Aligarh dan Santiniketan
Para Pendiri Pondok Modern Darussalam Gontor, pada awal pembangunan Pondok Gontor Baru
telah mengkaji berbagai lembaga pendidikan terkenal dan maju di luar negeri, khususnya yang
sesuai dengan sistem pondok pesantren. Di Mesir terdapat Universitas al-Azhar yang terkenal
dengan keabadiannya. Al-azhar bermula dari sebuah masjid yang didirikan oleh Penguasa Mesir
dari Daulah Fatimiyyah. Universitas ini telah hidup ratusan tahun dan telah memiliki harta wakaf
yang mampu memberi beasiswa kepada siswa dari seluruh dunia. Di Mauritania terdapat Pondok
Syanggit. Lembaga pendidikan ini harum namanya berkat kedermawanan dan keikhlasan para

pengasuhnya. Syanggit adalah lembaga pendidikan yang dikelola dengan jiwa keikhlasan; para
pengasuh mendidik murid-murid siang-malam serta menanggung seluruh kebutuhan santri. Di
India terdapat Universitas Muslim Aligarh, sebuah lembaga pendidikan modern yang membekali
mahasiswanya dengan ilmu pengetahuan umum dan agama serta memjadi pelopor revival of
Islam. Di India juga terdapat perguruan Santiniketan, didirikan oleh Rabindranath Tagore,
seorang filosuf Hindu. Perguruan yang dikenal dengan kedamaiannya ini berlokasi di kawasan
hutan, serba sederhana dan telah mampu mengajar dunia.
Keempat lembaga pendidikan tersebut menjadi idaman para pendiri Pondok Modern Darussalam
Gontor, karena itu mereka hendak mendirikan lembaga pendidikan yang merupakan sintesa dari
empat lembaga di atas.

Bermula dari Kongres Umat Islam
Selain itu, gagasan untuk membangun Gontor Baru dan gambaran tentang bentuk pendidikan dan
lulusannya diilhami oleh peristiwa dalam Konggres Ummat Islam Indonesia di Surabaya pada
pertengahan tahun 1926. Kongres itu dihadiri oleh tokoh-tokoh ummat Islam Indonesia,
misalnya H.O.S.Cokroaminoto, Kyai Mas Mansur, H. Agus Salim, AM. Sangaji, Usman Amin,
dan lain-lain.

Dalam kongres tersebut diputuskan bahwa ummat Islam Indonesia akan mengutus wakilnya ke
Muktamar Islam se-Dunia yang akan diselenggarakan di Makkah. Tetapi timbul masalah tentang

siapa yang akan menjadi utusan. Padahal utusan yang akan dikirim ke Muktamar tersebut harus
mahir sekurang-kurangnnya dalam bahasa Arab dan Inggris. Dari peserta kongres tersebut tak
seorang pun yang menguasai dua bahasa tersebut dengan baik. Akhirnya dipilih dua orang
utusan, yaitu H.O.S. Cokroaminoto yang mahir berbahasa Inggris dan K.H. Mas Mansur yang
menguasai bahasa Arab. Peristiwa ini mengilhami Pak Sahal yang hadir sebagai peserta konggres
tersebut akan perlunya mencetak tokoh-tokoh yang memiliki kriteria di atas .
Kesan-kesan Kyai Ahmad Sahal dari kongres itu menjadi topik pembicaraan dan merupakan
masukan pemikiran yang sangat berharga bagi bentuk dan ciri lembaga yang akan dibina di
kemudian hari .
Selain itu, situasi masyarakat dan lembaga pendidikan di tanah air saat itu juga mengilhami
timbulnya ide-ide mereka. Banyak sekolah yang dibina oleh zending-zending Kristen yang
berasal dari Barat mengalami kemajuan yang sangat pesat; guru-guru yang pandai dan cakap
dalam penguasaan materi dan metodologi pengajaran serta penguasaan ilmu jiwa dan ilmu
kemasyarakatan. Sementara itu, lembaga pendidikan Islam belum mampu menyamai kemajuan
mereka. Diantara sebab ketidakmampuan itu adalah kurangnya pendidikan Islam yang dapat
mencetak guru-guru Muslim yang cakap, berilmu luas dan ikhlas dalam bekerja serta memiliki
tanggung jawab untuk memajukan masyarakat
Dari sisi lain, lembaga-lembaga pendidikan yang ada pada saat itu sangat timpang, satu lembaga
pendidikan memberikan pelajaran umum saja dan mengabaikan pelajaran-pelajaran agama,
lembaga-lembaga pendidikan lain hanya mengajarkan ilmu agama dan mengesampingkan

pelajaran umum. Padahal keduanya adalah ilmu Islam dan sangat diperlukan oleh ummat Islam.
Maka pondok pesantren yang akan dikembangkan itu harus memperhatikan hal ini .
Situasi sosial dan politik bangsa Indonesia berpengaruh pula pada pendidikan; banyak lembaga
pendidikan yang didirikan oleh partai-partai dan golongan-golongan politik. Dalam lembaga
pemdidikan itu ditanamkan pelajaran tentang partai atau golongan. Sehingga timbul fanatisme
golongan. Sedangkan para pemimpinnya terpecah karena masuknya benih-benih perpecahan
yang disebarkan oleh penjajah. Maka lembaga pendidikan itu harus dibebaskan dari kepentingan
golongan atau partai politik tertentu, dan “berdiri di atas dan untuk semua golongan”.
Tidak dapat disangkal bahwa ummat Islam Indonesia, juga ummat Islam di seluruh dunia, terbagi
ke dalam berbagai suku, bangsa, negara, dan bahasa; mereka juga terbagi ke dalam aliran-aliran
paham agama; mereka juga terbagi-bagi ke dalam kelompok-kelompok organisasi dan gerakan
baik dalam bidang politik, sosial, dakwah, ekonomi, maupun yang lain. Kenyataan ini
menunjukkan adanya faktor pengkategori yang beragam. Tetapi, harus tetap disadari bahwa
kategori-kategori tersebut tidak bersifat mutlak. Karena itu, semua dasar klasifikasi tersebut tidak
boleh dijadikan dasar pengkotak-kotakan ummat yang menjurus kepada timbulnya pertentangan
dan perpecahan di antara mereka. Maka lembaga pendidikan harus berusaha menanamkan
kesadaran mengenai hal ini, serta mengajarkan bahwa faktor pengkategori yang sebenarnya
adalah Islam itu sendiri; ummat Islam seluruhnya adalah bersaudara dalam satu ukhuwwah
diniyyah.


Bangsa ini terus berkembang dan semua itu menjadi perhatian, pengamatan, dan pemikiran para
pendiri Pondok Modern Darussalam Gontor. Secara bertahap sistem pendidikan di Pondok
Modern Darussalam Gontor berjalan dengan berbagai percobaan pengembangan dari waktu ke
waktu. Ketiga pendiri yang memiliki latarbelakang pendidikan yang berbeda itu saling mengisi
dan melengkapi, sehingga Balai Pendidikan Pondok Modern Darussalam Gontor menjadi seperti
sekarang ini.
Namun semua yang ada saat ini belum mencerminkan seluruh gagasan dan cita-cita para pendiri
Gontor. Karena itu adalah tugas generasi penerus untuk memelihara, mengembangkan dan
memajukan lembaga pendidikan ini demi tercapainya cita-cita para pendirinya.

Pondok Tegalsari
Pada paroh pertama abad ke-18, hiduplah seorang kyai besar bernama Kyai Ageng Hasan
Bashari atau Besari di desa Tegalsari, yaitu sebuah desa terpencil lebih kurang 10 KM ke arah
selatan kota Ponorogo. Di tepi dua buah sungai, sungai Keyang dan sungai Malo, yang mengapit
desa Tegalsari inilah Kyai Besari mendirikan sebuah pondok yang kemudian dikenal dengan
sebutan Pondok Tegalsari.
Dalam sejarahnya, Pondok Tegalsari pernah mengalami zaman keemasan berkat kealiman,
kharisma, dan kepiawaian para kyai yang mengasuhnya. Ribuan santri berduyun-duyun
menuntut ilmu di Pondok ini. Mereka berasal dari hampir seluruh tanah Jawa dan sekitarnya.
Karena besarnya jumlah santri, seluruh desa menjadi pondok, bahkan pondokan para santri juga

didirikan di desa-desa sekitar, misalnya desa Jabung (Nglawu), desa Bantengan, dan lain-lain.
Jumlah santri yang begitu besar dan berasal dari berbagai daerah dan berbagai latar belakang itu
menunjukkan kebesaran lembaga pendidikan ini. Alumni Pondok ini banyak yang menjadi orang
besar dan berjasa kepada bangsa Indonesia. Di antara mereka ada yang menjadi kyai, ulama,
tokoh masyarakat, pejabat pemerintah, negarawan, pengusaha, dll. Sekadar menyebut sebagai
contoh adalah Paku Buana II atau Sunan Kumbul, penguasa Kerajaan Kartasura; Raden Ngabehi
Ronggowarsito (wafat 1803), seorang Pujangga Jawa yang masyhur; dan tokoh Pergerakan
Nasional H.O.S. Cokroaminoto (wafat 17 Desember 1934).
Dalam Babad Perdikan Tegalsari diceritakan tentang latar belakang Paku Buana II nyantri di
Pondok Tegalsari. Pada suatu hari, tepatnya tanggal 30 Juni 1742, di Kerajaan Kartasura terjadi
pemberontakan Cina yang dipimpin oleh Raden Mas Garendi Susuhuhan Kuning, seorang Sunan
keturunan Tionghoa. Serbuan yang dilakukan oleh para pemberontak itu terjadi begitu cepat dan
hebat sehingga Kartasura tidak siap menghadapinya. Karena itu Paku Buana II bersama
pengikutnya segera pergi dengan diam-diam meninggalkan Keraton menuju ke timur Gunung
Lawu. Dalam pelariannya itu dia sampai di desa Tegalsari. Di tengah kekhawatiran dan
ketakutan dari kejaran pasukan Sunan Kuning itulah kemudian Paku Buana II berserah diri
kepada Kanjeng Kyai Hasan Besari. Penguasa Kartasura ini selanjutnya menjadi santri dari Kyai

wara` itu; dia ditempa dan dibimbing untuk selalu bertafakkur dan bermunajat kepada Allah,
Penguasa dari segala penguasa di semesta alam.

Berkat keuletan dan kesungguhannya dalam beribadah dan berdoa serta berkat keikhlasan
bimbingan dan doa Kyai Besari, Allah SWT mengabulkan doa Paku Buana II. Api
pemberontakan akhirnya reda. Paku Buana II kembali menduduki tahtanya. Sebagai balas budi,
Sunan Paku Buana II mengambil Kyai Hasan Besari menjadi menantunya. Sejak itu nama Kyai
yang alim ini dikenal dengan sebutan Yang Mulia Kanjeng Kyai Hasan Bashari (Besari). Sejak
itu pula desa Tegalsari menjadi desa merdeka atau perdikan, yaitu desa istimewa yang bebas dari
segala kewajiban membayar pajak kepada kerajaan.
Setelah Kyai Ageng Hasan Bashari wafat, beliau digantikan oleh putra ketujuh beliau yang
bernama Kyai Hasan Yahya. Seterusnya Kyai Hasan Yahya digantikan oleh Kyai Bagus Hasan
Bashari II yang kemudian digantikan oleh Kyai Hasan Anom. Demikianlah Pesantren Tegalsari
hidup dan berkembang dari generasi ke generasi, dari pengasuh satu ke pengasuh lain. Tetapi,
pada pertengahan abad ke-19 atau pada generasi keempat keluarga Kyai Bashari, Pesantren
Tegalsari mulai surut.
Alkisah, pada masa kepemimpinan Kyai Khalifah, terdapat seorang santri yang sangat menonjol
dalam berbagai bidang. Namanya Sulaiman Jamaluddin, putera Panghulu Jamaluddin dan cucu
Pangeran Hadiraja, Sultan Kasepuhan Cirebon. Ia sangat dekat dengan Kyainya dan Kyai pun
sayang kepadanya. Maka setelah santri Sulaiman Jamaluddin dirasa telah memperoleh ilmu yang
cukup, ia diambil menantu oleh Kyai dan jadilah ia Kyai muda yang sering dipercaya
menggantikan Kyai untuk memimpin pesantren saat beliau berhalangan. Bahkan sang Kyai
akhirnya memberikan kepercayaan kepada santri dan menantunya ini untuk mendirikan

pesantren sendiri di desa Gontor.

Pondok Gontor Lama
Gontor adalah sebuah desa yang terletak lebih kurang 3 KM sebelah timur Tegalsari dan 11 KM
ke arah tenggara dari kota Ponorogo. Pada saat itu Gontor masih merupakan kawasan hutan yang
belum banyak didatangi orang. Bahkan hutan ini dikenal sebagai tempat persembunyian para
perampok, penjahat, penyamun, pemabuk, dan sebagainya.
Di tempat inilah Kyai muda Sulaiman Jamaluddin diberi amanat oleh mertuanya untuk merintis
pondok pesantren seperti Tegalsari. Dengan 40 santri yang dibekalkan oleh Kyai Khalifah
kepadanya, maka berangkatlah rombongan tersebut menuju desa Gontor untuk mendirikan
Pondok Gontor.
Pondok Gontor yang didirikan oleh Kyai Sulaiman Jamaluddin ini terus berkembang dengan
pesat, khususnya ketika dipimpin oleh putera beliau yang bernama Kyai Archam Anom Besari.
Santri-santrinya berdatangan dari berbagai daerah di Jawa, konon banyak juga santri yang datang
dari daerah Pasundan Jawa Barat. Setelah Kyai Archam wafat, pondok dilanjutkan oleh putera

beliau bernama Santoso Anom Besari. Kyai Santoso adalah generasi ketiga dari pendiri Gontor
Lama. Pada kepemimpinan generasi ketiga ini Gontor Lama mulai surut; kegiatan pendidikan
dan pengajaran di pesantren mulai memudar. Di antara sebab kemundurannya adalah karena
kurangnya perhatian terhadap kaderisasi.

Jumlah santri hanya tinggal sedikit dan mereka belajar di sebuah masjid kecil yang tidak lagi
ramai seperti waktu-waktu sebelumnya. Walaupun Pondok Gontor sudah tidak lagi maju
sebagaimana pada zaman ayah dan neneknya, Kyai Santoso tetap bertekad menegakkan agama
di desa Gontor. Ia tetap menjadi figur dan tokoh rujukan dalam berbagai persoalan keagamaan
dan kemasyarakatan di desa Gontor dan sekitarnya. Dalam usia yang belum begitu lanjut, Kyai
Santoso dipanggil Allah SWT. Dengan wafatnya Kyai Santoso ini, masa kejayaan Pondok
Gontor Lama benar-benar sirna. Saudara-saudara Kyai Santoso tidak ada lagi yang sanggup
menggantikannya untuk mempertahankan keberadaan Pondok. Yang tinggal hanyalah janda Kyai
Santoso beserta tujuh putera dan puterinya dengan peninggalan sebuah rumah sederhana dan
Masjid tua warisan nenek moyangnya.
Tetapi rupanya Nyai Santoso tidak hendak melihat Pondok Gontor pupus dan lenyap ditelan
sejarah. Ia bekerja keras mendidik putera-puterinya agar dapat meneruskan perjuangan nenek
moyangnya, yaitu menghidupkan kembali Gontor yang telah mati. Ibu Nyai Santoso itupun
kemudian memasukkan tiga puteranya ke beberapa pesantren dan lembaga pendidikan lain untuk
memperdalam agama. Mereka adalah Ahmad Sahal (anak kelima), Zainuddin Fannani (anak
keenam), dan Imam Zarkasyi (anak bungsu). Sayangnya, Ibu yang berhati mulia ini tidak pernah
menyaksikan kebangkitan kembali Gontor di tangan ketiga puteranya itu. Beliau wafat saat
ketiga puteranya masih dalam masa belajar.
Sepeninggal Kyai Santoso Anom Besari dan seiring dengan runtuhnya kejayaan Pondok Gontor
Lama, masyarakat desa Gontor dan sekitarnya yang sebelumnya taat beragama tampak mulai

kehilangan pegangan. Mereka berubah menjadi masyarakat yang meninggalkan agama dan
bahkan anti agama. Kehidupan mo-limo: maling (mencuri), madon (main perempuan), madat
(menghisap seret), mabuk, dan main (berjudi) telah menjadi kebiasaan sehari-hari. Ini ditambah
lagi dengan mewabahnya tradisi gemblakan di kalangan para warok.
Demikianlah suasana dan tradisi kehidupan masyarakat Gontor dan sekitarnya setelah pudarnya
masa kejayaan Pondok Gontor Lama.

Kepemimpinan Generasi Pertama
Terciptanya “Hymne Oh Pondokku” dan Peringatan 15 Tahun
Tahun ke-5 berdirinya KMI merupakan tahun bersejarah bagi Pondok Modern Darussalam
Gontor dengan terciptanya “Hymne Oh Pondokku.” Lagu hymne ini diciptakan R. Mu’in dan
liriknya diciptakan Husnul Haq, keduanya guru KMI.
Pada tanggal 1-10 Januari 1942, Pondok Modern Darussalam Gontor mengadakan Peringatan 15
Tahun Berdirinya Pondok yang disebut Fijftien Jarige Jubelium. Tujuan peringatan ini adalah

mensyukuri segala kemajuan yang telah dicapai. Semula Peringatan ini akan diadakan tahun
1941, tetapi karena situasi tidak aman dengan pecahnya Perang Dunia II, Peringatan tersebut
diundur hingga tahun 1942.

Masa Penjajahan Jepang

Dengan berkecamuknya perang Belanda-Jepang untuk memperebutkan Indonesia, terputuslah
jalur komunikasi luar Jawa dengan Jawa. Akibatnya santri Gontor yang berasal dari luar Jawa
tidak mendapatkan kiriman dari orang tua mereka. Untuk memenuhi kebutuhan mereka seharihari, Pengasuh dan Direktur menjual kekayaan pribadi mereka. Usaha inipun masih belum bisa
mencukupi kebutuhan makan sehari-hari santri, maka didirikanlah Dapur Umum dan dibentuk
pengurusnya yang disebut UPPIPOM (Usaha Penolong Pelajar Islam Pondok Modern) yang
bertugas mencari dana bagi kepentingan para santri.
Tahun 1943/1944 dengan propaganda perang suci “Perang Asia Timur Raya”, Jepang
mewajibkan pemuda ikut perang, maka sekolah-sekolah harus ditutup, termasuk KMI Pondok
Modern Darussalam Gontor. Namun lembaga pendidikan yang bernama pondok pesantren
dibiarkan tetap hidup. Karena itu pembelajaran di KMI dilaksanakan di dalam kamar para santri
secara sembunyi-sembunyi. Dengan cara demikian Pondok Modern Darussalam Gontor tidak
dikategorikan sebagai sekolah, sehingga tidak wajib ditutup.

Perang Merebut Kemerdekaan dan Pemberontakan PKI 1948
Pada saat perang merebut kemerdekaan negeri ini, santri Gontor banyak yang terlibat. Mereka
masuk dalam pasukan Hizbullah dan Sabilillah. Setelah perang agak reda, 1946, Presiden
Pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno, berkunjung ke Pondok Modern Darussalam Gontor.
Saat itu jumlah santri Gontor tinggal belasan saja.
Setelah kacau akibat peperangan, program KMI mulai ditata kembali. Pada 1947 organisasi
pelajar Roudlatul Muta’llimin dilebur dan diganti dengan PII (Pelajar Islam Indonesia) yang saat

itu baru berusia 3 bulan. PII dipilih karena ia tidak berafiliasi kepada satu parpol atau golongan
tertentu, sesuai dengan prinsip Gontor Berdiri di atas dan untuk semua golongan.
Tahun 1948 Pondok Modern Darussalam Gontor diguncang oleh pemberontakan PKI pimpinan
Muso yang dikenal dengan sebutan “Madiun Affair”. Pada saat itu Pondok terpaksa
dikosongkan. Sejumlah 200 santri secara bergelombang meninggalkan Pondok untuk menyusun
taktik perlawanan dan gelombang terakhir diikuti oleh pengasuh dan direktur mereka. Pada 19
Desember 1948 Belanda kembali menyerang Indonesia. Pondok lagi-lagi terpaksa ditinggalkan
para santrinya untuk ikut bergerilya mengangkat senjata bergabung dengan Corp Pelajar.

Pembentukan IKPM
Jumlah alumni KMI Pondok Modern Darussalam Gontor mulai banyak, mereka tersebar di
masyarakat dan bergerak dalam berbagai bidang kegiatan. Para alumni itu kemudian dihimpun
dalam suatu wadah persaudaraan yang disebut Ikatan Keluarga Pondok Modern (IKPM).
Organisasi alumni Gontor ini lahir tanggal 17 Desember 1949 di tengah berlangsungnya Kongres
Muslimin Indonesia di Yogyakarta. Pengikraran secara resmi IKPM dilakukan pada Peringatan
Seperempat Abad Pondok Modern, 29 Oktober 1951.

Peringatan Seperempat Abad
Peringatan Seperembat Abad Pondok (27 Oktober – 4 November 1951) dilaksanakan secara
meriah dengan rentetan acara bermacam-macam. Pada pembukaan acara tersebut Pak Sahal
menyampaikan sambutan di antaranya berisi ikrar bahwa Pondok Modern Darussalam Gontor
adalah Milik Ummat Islam Seluruh Dunia, karena itu maju mundurnya Pondok diserahkan
kepada ummat Islam.

Peringatan Empat Windu dan Pewakafan Pondok
Momen bersejarah bagi terwujudnya niat mewakafkan Pondok kepada Ummat Islam terjadi pada
Peringatan Empat Windu Pondok Modern Darussalam Gontor, 11-17 Oktober 1958. Pada saat
itu, 12 Oktober 1958, Trimurti (K.H. Ahmad Sahal, K.H. Zainuddin Fannani, dan K.H. Imam
Zarkarsyi) sebagai pendiri Pondok mewakafkan Pondok Modern Darussalam Gontor kepada
IKPM yang diwakili oleh 15 orang. Wakaf Pondok Modern Darussalam Gontor ketika itu terdiri
dari tanah kering seluas 1,740 ha (Kampus Pondok), tanah basah seluas 16,851 ha, dan gedung
sebanyak 12 buah; Masjid, Madrasah, Indonesia I, Indonesia II, Indonesia III, Tunis, Gedung
Baru, Abadi, Asia Baru, PSA, BPPM, dan Darul Kutub.

Pembentukan YPPWPM
Untuk memelihara dan mengembangkan kekayaan yang diwakafkan ini dan untuk menangani
berbagai persoalan berkaitan dengan pendanaan Pondok Modern, didirikanlah Yayasan
Pemeliharaan dan Perluasan Wakaf Pondok Modern (YPPWPM), tanggal 18 Maret 1959.

Pembukaan Perguruan Tinggi Pesantren
Setelah seperempat abad KMI berdiri dibukalah Perguruan Tinggi di Gontor dengan nama
Perguruan Tinggi Darussalam (PTD), tanggal 17 Nopember 1963. Nama PTD ini kemudian
berganti menjadi Institut Pendidikan Darussalam (IPD) yang selanjutnya berganti menjadi
Institut Studi Islam Darussalam (ISID). Saat ISID memiliki tiga Fakultas: Fakultas Tarbiyah
dengan jurusan Pendidikan Agama Islam dan Pengajaran Bahasa Arab, Fakultas Ushuluddin

dengan jurusan Perbandingan Agama dan Akidah dan Pemikiran Islam (Filsafat), dan Fakultas
Syariah dengan jurusan Perbandingan Madzhab dan Hukum dan jurusan Ekonomi Islam. Sejak
tahun 1996 ISID telah memiliki kampus tersendiri di Demangan, Siman, Ponorogo.

Peringatan Lima Windu dan Peristiwa Sembilan Belas Maret
Pada Tahun 1967 diadakan Peringatan Lima Windu Pondok Modern Darussalam Gontor. Di
antara acara penting dalam peringatan ini adalah wisuda perdana sarjana PerguruanTinggi
Darussalam. Pada tahun ini juga terjadi tragedi yang disebut Persemar (Peristiwa Sembilan belas
Maret). Sekelompok guru dan santri yang terprovokasi berusaha mengubah haluan Pondok
dengan ide yang mereka sebut sendiri sebagai ide gila. Mereka berniat membunuh dan
menyingkirkan pendiri dan sekaligus Pimpinan Pondok, kemudian memilih pimpinan yang
mereka kehendaki dari para tokoh pembuat makar itu. Rupanya Allah tidak meridhoi usaha
mereka dan mereka pun gagal.
Persemar tampaknya menjadi pupuk bagi perjalanan sejarah Pondok kemudian. Setelah peristiwa
itu Pondok berkembang dengan pesat dan minat masyarakat untuk belajar di Gontor semakin
tinggi.

Kesyukuran Setengah Abad dan Peresmian Masjid Jami’
Pesatnya perkembangan Pondok ini kemudian disyukuri dengan Perayaan Kesyukuran Setangah
Abad, berlangsung tanggal 2-4 Maret 1978. Acara ini dihadiri oleh Presiden R.I. Soeharto yang
sekaligus meresmikan Masji Jami’ Pondok.

Trimurti Wafat
Tahun 1967 K.H. Zainuddin Fanani, salah seorang dari Trimurti Pendiri Pondok wafat.
Kemudian disusul oleh K.H. Ahmad Sahal yang wafat tahun 1977. Delapan tahun berikutnya,
1985, K.H. Imam Zarkasyi pun pergi menghadap Ilahi menyusul kedua kakaknya. Sepeninggal
Trimurti tongkat estafet kepemimpinan Pondok Modern Darussalam Gontor diserahkan kepada
generasi kedua

Kepemimpinan Generasi Kedua
DALAM sidang pertamanya, sepeninggal Trimurti, Badan Wakaf Pondok Modern Darussalam
Gontor menetapkan tiga Pimpinan Pondok untuk memimpin Gontor paska Trimurti. Ketiga
Pimpinan itu adalah K.H. Shoiman Luqmanul Hakim, K.H. Abdullah Syukri Zarkasyi, MA., dan
K.H. Hasan Abdullah Sahal. Untuk menangani KMI, Badan Wakaf menetapkan K.H. Imam
Badri sebagai Direktur KMI. Awal kepemimpinan Generasi Kedua diliputi oleh kekhawatiran
dan keraguan akan nasib Pondok Modern Darussalam Gontor sepeninggal Generasi Pertama.

Tetapi berkat tekad yang bulat, niat yang mantap, dan perjuangan yang tak kenal menyerah;
dengan semboyan “Labuh bondo, bahu, pikir, lek perlu sak nyawane” serta tawakkal kepada
Allah SWT; Generasi Kedua berhasil melalui segala ujian dan rintangan untuk mempertahankan,
mengembangkan, dan memajukan Pondok Modern Darussalam Gontor. Banyak kemajuan yang
telah dicapai oleh Pimpinan Pondok dari Generasi Kedua ini; baik fisik maupun non fisik.

Pembentukan PLMPM
Salah satu orientasi pendidikan di Pondok Modern Darussalam Gontor adalah kemasyarakatan.
Para santri dicetak untuk menjadi pejuang Islam yang mandiri di masyarakat. Kenyataannya,
perkembangan iptek dan meluasnya informasi di segala sektor kehidupan menimbulkan
perubahan sosial yang cepat di masyarakat, sehingga menimbulkan jarak antara kesiapan
individu santri dengan tuntutan lingkungannya. Perkembangan dan perubahan zaman ini telah
diantisipasi oleh Pondok melalui berbagai cara dan program. Di antaranya adalah dengan
mendirikan Pusat Latihan Menejemen dan Pengembangan Masyarakat (PLMPM), tahun 1988,
yang dirancang khusus bagi alumni KMI dan ISID yang memang betul-betul akan terjun
langsung ke masyarakat. Di lembaga ini para alumni itu diberi bekal tambahan untuk
menyempurnakan dan mempercepat karya mereka di masyarakat. 2. Pembukaan Pesantren Putri
Di antara wujud kemajuan yang dicapai Generasi Kedua adalah keberhasilannya merealisasikan
amanat Trimurti dan melaksanakan Keputusan Badan Wakaf untuk mendirikan Pesantren Putri.
Pesantren yang didirikan di Sambirejo, Mantingan, Ngawi, Jawa Timur ini dibuka secara resmi
tanggal 31 Mei 1990 oleh Menteri Agama R.I. Munawwir Syadzali dengan didampingi oleh Duta
Besar Mesir untuk Indonesia.

Peringatan Delapan Windu
Perkembangan dan kemajuan ini kemudian disyukuri dengan mengadakan Peringatan Delapan
Windu yang berlangsung tanggal 3 Juni-20 Juli 1991. Acara ini dimeriahkan dengan berbagai
kegiatan dan dihadiri oleh tokoh-tokoh masyarakat, tokoh-tokoh agama, para cendekiawan dan
akademisi, para kyai pimpinan pondok pesantren, para pejabat tinggi pemerintah baik sipil
maupun militer, dan para duta besar perwakilan negara-negara sahabat. Hampir seluruh pimpinan
Ormas Islam ikut hadir dalam acara ini, dan pada acara puncak Peringatan ini dihadiri oleh Wakil
Presiden RI Sudharmono, S.H. beserta rombongan.

Peringatan 70 Tahun
Enam tahun kemudian, 1997, Pondok menyelenggarakan Peringatan 70 Tahun. Acara ini
berlangsung sukses meskipun tidak semeriah Peringatan Delapan Windu. Puncak acara ini
dihadiri oleh Wakil Presiden RI Try Sutrisno beserta beberapa pejabat tinggi negara lainnya.

Pendirian Pondok-Pondok Cabang
Mengingat tingginya animo masyarakat untuk memasukkan anaknya di Gontor dan keterbatasan
fasilitas yang tersedia di Kampus Pondok Modern Darussalam Gontor serta untuk memberikan
bekal yang lebih baik kepada para calon santri yang ingin masuk di Pondok Modern Darussalam
Gontor, dibukalah cabang-cabang Gontor di beberapa tempat: Pondok Modern Gontor 2, di
Madusari, Siman, Ponorogo, tahun 1996; Pondok Modern Gontor 3 “Darul Ma'rifat” di

Sumbercangkring, Gurah, Kediri, tahun 1993; Pondok Modern Gontor 4, yaitu Pesantren Putri
Gontor di Sambirejo, Mantingan, Ngawi, tahun 1990; Pondok Modern Gontor 5 “Darul
Muttaqin” di Kaligung, Rogojampi, Banyuwangi, tahun 1990; Pondok Modern Gontor 6 “Darul
Qiyam” di Gadingsari, Mangunsari, Sawangan, Magelang, tahun 1999; dan Pondok Modern
Gontor 7 “Riyadlatul Mujahidin”, di Podahua, Landono, Sulawesi Tenggara, tahun 2002; Pondok
Modern Gontor 8 dan Pondok Modern Darussalam Gontor 9 di Lampung; serta Pondok Modern
Gontor 10 “Darul Amin”di Aceh Di samping itu juga dibu Pondok Modern Gontor Putri 2 pada
tahun 1997 dan Pondok Modern Gontor Putri 3 pada tahun 2002, menyusul berikutnya Pondok
Modern Gontor Putri 4 di Kendari dan Pondok Modern Gontor Putri 5 di Kandangan, Kediri.

Estefet Kepemimpinan Pada Generasi Kedua
Pada awal tahun 1999, suasana duka menyelimuti Pondok Modern Darussalam Gontor; K.H.
Shoiman Luqmanul Hakim, salah seorang Pimpinan Pondok, pulang ke rahmatullah. Untuk
menggantikan posisi beliau sebagai Pimpinan Pondok, Badan Wakaf menunjuk K.H. Imam
Badri.

Pendirian Gontor 6 Darul Qiyam Magelang
Pondok Modern Darussalam Gontor mendapat wakaf tanah 2,3 hektar beserta 1 masjid dan 1
Unit rumah dari Hj. Qayyumi, istri dari bapak KH. Kafrawi Ridwan, MA, di dusun Gadingsari
desa Mangunsari kecamatan Sawangan kabupaten Magelang. Berdasarkan keputusan Badan
Wakaf yang ke-46, didirikanlah Gontor VI di atas lokasi tanah wakaf tersebut. Pada tanggal 22
Februari 2000, dibuka secara resmi Kulliyatul Mu'allimin Al-Islamiyah “Darul Qiyam”
Magelang oleh DIRJEN BIMBAGA ISLAM DEPAG RI, Dr. H. Marwan Saridjo.

Kampus Gontor Putri 2
Pada tanggal 5 Muharram 1422/ 1 April 2001 mulai dibangun kampus Gontor Putri II. Sejak
tahun1997 Gontor Putri 2 masih menjadi satu dengan Kampus Gontor Putri I. Kampus Gontor
Putri II berlokasi di sebelah barat kampus Gontor putri I, di atas tanah seluas 10 hektar. Secara
simbolis penggunaan kampus Gontor Putri 2 diresmikan oleh presiden RI Megawati Soekarno
Putri pada tanggal 14 Februari 2002, ketika berkunjung ke Pondok Modern Darussalam Gontor
di Ponorogo.

Gontor Buka Cabang di Kendari
Pada tanggal 24 Rabiul Tsani 1423 / 5 Juli 2002 di Kendari diadakan kesepakatan bersama antara
pemerintah Propinsi Sulawesi Tenggara sebagai pihak I yang diwakili oleh Gubernur Sulawesi
Tenggara, Drs. H. La Ode Kamaimoedin dengan Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo
Jawa Timur sebagai pihak ke II yang diwakili oleh KH. Abdullah Syukri Zarkasyi, MA, tentang;
pendirian dan pengelolaan Pondok Modern Darussalam Gontor VII “Riyadatul Mujahidin”
Pudahoa, Landono, Kendari, di atas tanah seluas 1000 hektar milik pemerintah Propinsi Sulawesi
Tenggara. Untuk selanjutnya pengelolaan dan tanggungjawab serta peningkatan mutu Pondok
Modern Darussalam Gontor VII Riyadatul Mujahidin sepenuhnya menjadi tanggungjawab
Pondok Modern Darussalam Gontor

Kampus Gontor Putri III di Karangbanyu
Setiap tahun jumlah calon pelajar yang hendak belajar di Pondok Gontor Putri kian bertambah,
sehingga 2 kampus yang telah disediakan itu dianggap tidak lagi dapat menampung mereka.
Maka pada awal bulan Oktober 2002, telah dimulai pembangunan kampus Gontor Putri III di
Desa Karangbanyu Kec. Widodaren, di atas tanah seluas 10 hektar. Pada tahun ajaran 1423/2003
ini, Pondok Gontor Putri III telah melahirkan alumni perdananya.

Struktur
Lembaga tertinggi dalam organisasi Balai Pendidikan Pondok Modern Darussalam Gontor ialah
Badan Wakaf. Badan Wakaf adalah semacam badan legislatif yang beranggotakan 15 orang,
bertanggungjawab atas segala pelaksanaan dan perkembangan pendidikan dan pengajaran di
Pondok Modern. Untuk tugas dan kewajiban keseharian amanat ini dijalankan oleh Pimpinan
Pondok.
Pimpinan Pondok Modern Darussalam Gontor merupakan semacam badan eksekutif (setelah
wafatnya para pendiri Pondok) yang dipilih oleh Badan Wakaf setiap 5 tahun sekali. Dengan
demikian Pimpinan Pondok adalah mandataris Badan Wakaf yang mendapatkan amanah untuk
menjalankan keputusan-keputusan Badan Wakaf dan bertanggungjawab kepada Badan Wakaf
Pondok Modern Darussalam Gontor. Pimpinan Pondok Modern Darussalam Gontor, di samping
memimpin lembaga-lembaga dan bagian-bagian di Balai Pendidikan Pondok Modern
Darussalam Gontor, juga berkewajiban mengasuh para santri sesuai dengan sunnah Balai
Pendidikan Pondok Modern Darussalam Gontor. Adapun lembaga-lembaga dan atau bagianbagian yang dibawahi Pimpinan Pondok Modern Darussalam Gontor adalah sebagai berikut:
1. Lembaga perguruan menengah dengan masa belajar 6 atau 4 tahun, setingkat Tsanawiyah dan
Aliyah, bernama Kulliyatul Mu’allimin al-Islamiyah (KMI)
2. Lembaga perguruan tinggi yang disebut Institut Studi Islam Darussalam (ISID), mempunyai
tiga fakultas: Fakultas Tarbiyah, Fakultas Ushuluddin, dan Fakultas Syari’ah.
3. Lembaga Pengasuhan Santri yang mengurusi bidang pengasuhan santri khususnya bidang
ekstra kurikuler. Lembaga ini membawahi tiga organisasi santri:
a.

Organisasi Pelajar Pondok Modern (OPPM), yaitu organisasi siswa KMI

b. Koordinator Gugusdepan Pondok Modern Darussalam Gontor, yakni organisasi
kepramukaan siswa KMI.
c.

Dewan Mahasiswa (DEMA), yaitu organisasi untuk mahasiswa ISID.

4. Lembaga yang bergerak dalam bidang penggalian dana, pemeliharaan, perluasan, dan
pengembangan aset-aset Pondok yang disebut Yayasan Pemeliharaan dan Perluasan Wakaf
Pondok Modern (YPPWPM).

5. Lembaga wadah pemersatu para alumni Gontor yang disebut Ikatan Keluarga Pondok Modern
(IKPM).
Di samping kelima lembaga di atas, ada bagian-bagian tertentu yang dibentuk untuk
memperlancar proses pendidikan dan pengajaran di Pondok. Bagian-bagian tersebut adalah:
1. Bagian pembinaan masyarakat yang disebut Pusat Latihan Manajemen dan Pengembangan
Masyarakat (PLMPM).
2. Bagian yang menangani pergedungan yang disebut Bagian Pembangunan Pondok Modern
Darussalam Gontor.
3. Bagian yang menangani unit-unit usaha milik Pondok yang disebut Koperasi Pondok
Pesantren (Kopontren) La Tansa.
4. Bagian yang bergerak di bidang pelayanan kesehatan santri dan masyarakat yaitu Balai
Kesehatan Santri dan Masyarakat (BKSM).

Institut Studi Islam Darussalam
Institut Studi Islam Darussalam (ISID) didirikan pada tanggal 1 Rajab 1383, bertepatan dengan
18 November 1963. Adapun tujuan yang diinginkan dari para pendirinya adalah sebagai berikut:
1. Agar ISID menjadi sentral ilmu dan bahasa Arab dan pembelajaran al-Qur’an. Dengan
memperhatikan nilai-nilai Pondok (Panca Jiwa dan Motto Pondok).
2. Agar ISID menjadi pusat pembentukan cendekiawan-cendekiawan yang senantiasa
berlandaskan akhlakul karimah, berbadan sehat, pengetahuan luas, dan pikiran bebas. Yang
berlandasan pengajaran agama Islam yang hanif. Dan mengajak umat manusia kepada jalan-Nya
dengan berlandaskan bil hikmah dan mau’idhah hasanah. ISID terdiri dari 3 fakultas :


Fakultas Tarbiyah, yang memiliki dua jurusan: Jurusan Pendidikan Agama Islam dan
Jurusan Pendidikan Bahasa Arab



Fakultas Usuluddin, dengan dua jurusan: Jurusan Akidah dan Pemikiran Islam, serta
Jurusan Perbandingan Agama



Fakultas Syariah, memiliki dua jurusan: Jurusan Perbandingan Madzhab dan Hukum,
serta Jurusan Manajemen Lembaga Keuangan Islam.

Sarjana strata satu Institut Studi Islam Darussalam, dapat meneruskan studi pada jenjang
pendidikan selanjutnya di berbagai universitas, antara lain;

1. Universitas Gadjah Mada di Jogjakarta (1973)
2. Universitas Negeri Malang (1975)
3. Perguruan Darul Ulum di Universitas Kairo Mesir (1981)
4. Universitas Punjab di Lahore Pakistan (1983)
5. International Islamic University Islamabad di Pakistan (1989)
6. International Islamic University, Malaysia.
7. Universitas Kebangsaan Malaya (1998)
8. Universitas Manila di Filipina (1999)
9. International Institute of Islamic Thought and Civilization (1999)
10. Universitas Putra Malaya Malaysia (2001)
11. Universiti Malaya Malaysia (2005)
Kunjungi website Institut Studi Islam Darussalam.

Wujudkan Universitas Darussalam, ISID
Gontor Kerjasama Universitas Qatar
Rabu, 6 November 2013 - 06:30 WIB
Kemudian, pada sesi kesembilan, Prof. Dr. Yusuf Qaradhawi menyampaikan materi tentang Fiqh
Al-Wasathiyyah wa At-Tajdiid

gontor.ac.id
Workshop dan MoU antara ISID dengan Universitas Qatar, Dr. Yusuf Qaradhawi

Terkait


Prof. Dr. Amal Fathullah Dikukuhkan sebagai Guru Besar Bidang Akidah dan Filsafat



Universitas Leicester Punya Mahasiswa PhD Berusia 15 Tahun



Gontor Berdiri Bukan untuk Mendukung Capres



Putra Pendiri PP Darussalam Gontor Anjurkan Partai Islam Bersatu dan Berkoalisi

Hidayatullah.com—Guna mewujudkan Institut Studi Islam Darussalam (ISID) menjadi
Universitas Darussalam, sebanyak 14 orang dosen ISID Gontor mengikuti workshop yang
diadakan oleh Markaz Al-Qaradhawi li Al-Wasathiyyah Al-Islamiyah wa Al-Tajdid, Qatar.
Mereka adalah Dr. K.H. Amal Fathullah Zarkasyi, M.A., Dr. H. Hamid Fahmi Zarkasyi, M.A.,
M.Phil., Dr. H. Dihyatun Masqon, H. Mulyono Jamal, M.A., Dr. H. Ahmad Hidayatullah
Zarkasyi, M.A., Drs. K.H. Akrim Mariyat, Dipl.A.Ed., K.H. Masyhudi Subari, M.A., H. Syamsul
Hadi Untung, M.A., M.L.S., Dr. H. Abdul Hafidz Zaid, M.A., H. Yoyok Suyoto Arief, M.S.I., H.
Abu Darda’, M.Ag., H. Setiawan bin Lahuri, M.A., Hj. Rosyda Diana, Lc., M.Ag., dan Hj.
Alfiah Rahmawati, Lc., M.A. Workshop ini membahas tentang Islam Moderat dan Pembaharuan
(Al-Wasathiyyah wa Al-Tajdid), diadakan selama lima hari, dimulai pada hari Ahad (03/11/2013)
dan berakhir pada Kamis (07/11/2013) ini.
Pada hari Ahad (03/11/2013), sesi pertama, yang digelar sesaat setelah acara dibuka, membahas
tentang Hiwar Al-Adyan. Pembahasan ini disampaikan oleh Prof. Dr. Mohamed Khalifa Hassan.
Dilanjutkan dengan sesi kedua, tentang Makaanatu Al-Wasathiyyah fii Al-Fikrii Al-Islamiy, yang
dibawakan oleh Prof. Dr. ‘Ali Al-Qara Daaghiy. Kemudian K.H. Dr. Amal Fathullah Zarkasyi,
M.A. melanjutkan sesi ketiga dengan membawa materi pembahasan tentang Nahwu Nidhomi
Ta’liimy Mutakaamil Tajribatu Jaami’atu Daar As-Salam Gontor.

Workshop pada hari pertama ditutup dengan kunjungan ke KBRI Qatar dan bersilaturahim
dengan Duta Besar RI di Doha, Bapak H.E. Mr. Deddy Saiful Hadi, demikian dikutip laman
gontor.ac.id.
Sesi keempat, tentang Maqaashid As-Syarii’ah fii Dhau’i Al-Wasathiyyah oleh Dr. Jasser Auda,
digelar pada Senin (04/11/2013) pagi. Dilanjutkan sesi kelima oleh Prof. ‘Abdul Salam
Basynuniy tentang Min Qadhaayaa Al-Da’wah Al-Islamiyah. Dr. H. Hamid Fahmi Zarkasyi,
M.A., M.Phil. melanjutkan sesi keenam dengan Dirasah Al-Hadharah Al-Gharbiyyah fii
Indonesia sebagai materi pembahasannya.
Sebagai penutup kegiatan workshop hari kedua, rombongan ISID Gontor mengunjungi Markaz
Dauhah Al-Dauly li Ihwar Al-Adyan.
Kegiatan pada hari ketiga, Selasa (05/11/2013), tidak kalah padatnya dengan hari pertama dan
kedua. Dimulai dengan mengikuti sesi ketujuh oleh Prof. Dr. Monzer Kahf dengan materi
pembahasan Ba’dhu Qadhaayaa At-Tamwiil Al-Islaamiy. Sesi kedelapan tentang Min
Qadhaayaa Al-Iqtishaad Al-Islaamiy dibawakan oleh Prof. Dr. Abdul Rahman Yasree Ahmad.
Kemudian, pada sesi kesembilan, Prof. Dr. Yusuf Qaradhawi menyampaikan materi tentang Fiqh
Al-Wasathiyyah wa At-Tajdiid.
Padatnya kegiatan pada hari ketiga diakhiri dengan pembahasan tentang Dirasaat Al-Lughah
Al-‘Arabiyah fii Indonesia oleh Dr. H. Abdul Hafidz Zaid, M.A.
Hari keempat, Rabu (06/11/2013), menjadi inti kegiatan ini, yaitu penandatangan MoU antara
ISID dan Universitas Qatar. Acara dilanjutkan dengan kunjungan ke Museum Seni Islam di Qatar
dan TV Al-Jazeera. Sesi kesebelas, tentang At-Ta’liim Al-Islaamiy li Al-Banaat fii Indonesia,
digelar sebagai penutup kegiatan pada hari keempat.
Rombongan ISID Gontor berkunjung ke Kantor Al-Syabakah Al-Islamiyah pada hari Kamis
(07/11/2013). Lalu dilanjutkan dengan penyampaian materi tentang Al-Wasathiyyah fii Fikri AlSyaikh Al-Qardhawi oleh Prof. Fikriy Makky. Sesi terakhir dari rentetan kegiatan workshop ini
dibawakan oleh Prof. Hassan Al-Diin Khaliil tentang Al-Fatwa: Ahammiyatuhaa wa
Dhawaabithuhaa wa Tathbiiquhaa.
Kegiatan ini dilaksanakan sebagai langkah untuk mewujudkan ISID menjadi Universitas
Darussalam.
Universitas berbasis pesantren yang diharapkan mampu menjaga nilai–nilai Islam dan
meninggikan agama Allah. Universitas dambaan umat yang para mahasiswanya selalu berpegang
teguh pada al-Quran dan Hadist, Amin.*

Melihat Profil Perguruan Tinggi di Pesantren Modern
12 April 2011 pukul 13:28

Kalau kita bertanya, seperti apa sih Perguruan Tinggi Islam di sebuah pesantren modern, salah
satu yang perlu dilihat adalah Institut Studi Islam Darussalam (ISID), yang terletak di desa

Siman, Ponorogo. Perguruan Tinggi ini memang satu atap dengan Pondok Modern Gontor, yang
terletak sekitar 10 km dari Perguruan Tinggi ini.

Areanya memang terpisah dari kampus Pondok yang untuk siswa setingkat Sekolah Menengah
Atas. Ini tentu saja agar membedakan lingkungan belajar antara santri dengan mahasiswa.
Karena memang suasananya berbeda. Santri lebih banyak harus “menurut” sama guru, kalau
mahasiswa bisa berpikir lebih bebas, tidak harus selalu sama dengan dosen-dosennya (malah
kadang lebih ngeyel, ya?) Hehehe....

Pintu Gerbang Depan

Kampusnya tidak terletak tepat di pinggiran jalan, tetapi ada jalanmasuk kecil yang muat 2 mobil
sekitar 200 m ke dalam. Pintu gerbangnya besar, menunjukkan wajah depan Perguruan Tinggi
ini. Di depannya tertulis Darussalam University (Universitas Darussalam), menunjukkan visi
besar mereka untuk menjadikan perguruan tinggi ini menjadi universitas. Ke depan, Perguruan
Tinggi ini memang ingin menjadi perguruan tinggi besar, yang dihargai tidak saja secara
nasional, maupun internasional.

Papan nama ISID, menuju Darussalam University

Memasuki jalan kampus, kita dihadapkan pada hamparan hijau persawahan di sisi kanan dan
kiri. Kampus ISID Gontor memang terletak di tengah-tengah sawah. Benar-benar suasana hijau
yang terasa, sangat kondusif untuk lingkungan belajar mengajar. Karenanya, orang sering
berseloroh kalau ISID itu sama dengan ITS. Bukan Institut Teknologi Surabaya, tetapi Institut
Tengah Sawah (ITS).

Hamparan sawah di sekeliling kampus

ISID mempunyai tiga fakultas, yaitu Tarbiyah, Syariah dan Ushuluddin. Fakultas Tarbiyah
mempunyai 2 program studi, yaitu Pendidikan Agama Islam (PAI), dan Pendidikan Bahasa Arab
(PBA). Fakultas Syariah juga mempunyai 2 program studi, yaitu Perbandingan Mazhab dan
Hukum (PMH) dan Mu’amalat. Sedangkan Fakultas Ushuluddin memiliki 2 program studi yaitu
Perbandingan Agama dan Aqidah Filsafat. Dan pada tahun 2010 kemarin, ISID membuka
Program S2 bidang Aqidah Islam. Mahasiswa ISID secara keseluruhan sekitar 1.600 orang.

Keunggulan utama kampus, sebagaimana dimuat di Warta Dunia (Wardun) Pondok Modern
Gontor terletak pada sistem pendidikan dan pengajarnnya yang terintegrasi; all in one campus
atau integrated system. Bahwa seluruh proses belajar mengajar dengan berbagai fasilitasnya
seperti masjid, asrama, perpustakaan, laboratorium bahasa, komputer, olah raga, seni budaya,
organisasi kemahasiswaan dan lain-lain berada dalam satu area kampus, ditambah dengan
manajemen pesantren sehingga memudahkan gerak kreativitas para mahasiswa dan dosen.
Keunggulan lain terletak pada penggunaan bahasa Arab dan Inggris sebagai pengantar

perkuliahan mata kuliah Dirasah Islamiyah dan Bahasa, juga untuk penulisan tugas perkuliahan
dan skripsi.

Lihat saja masjidnya, megah, menawan, dan terlihat nyaman untuk beribadah. Masjid yang
mampu menampung sekitar 1500 jamaah ini terletak tepat di depan pintu masuk. Mengingatkan
bahwa perguruan tinggi ini menjunjung nilai-nilai Islam, terutama dari sisi ibadah praktis seharihari. Saat saya berkunjung, masjid ini dipergunakan untuk latihan manasik haji, karena memang
Pondok Modern Gontor Ponorogo mempunyai Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) yang
setiap tahun memberangkatkan jamaahnya untuk bersama-sama menunaikan ibadah haji.

Depan Masjid Jami ISID. Salah satu masjid yang mempunyai desain artistik menarik

Saya kemudian berjalan memasuki gedung utama perkuliahan. Inilah gedung utama perkuliahan
dengan kelas-kelas modern dan bertingkat. Di sinilah tempat perkuliahan resmi dilakukan. Rata-

rata, mereka kuliah di pagi atau sore hari. Selebihnya, melakukan berbagai kegiatan
kemahasiswaan sebagaimana mahasiswa seperti biasa.

Gedung Utama; Ruang-Ruang Kelas

Asrama mahasiswa dibangun oleh pihak kampus untuk menampung keseluruhan mahasiswa.
Beberapa tahun yang lalu, mereka mendapatkan bantuan pembangunan Rusunawa Mahasiswa
dari Departemen Pekerjaan Umum (PU). Rusunawa empat tingkat ini sudah jadi, dan sekarang
ditempati mahasiswa baru.

Tampak Belakang: Rusunawa 4 lantai tempat asrama mahasiswa

Paling seru tentu saja melihat dapur mereka. Hampir sama dengan dapur umum lain, mereka
makan bersama di dapur umum yang lauknya sudah ditentukan. Mereka tinggal datang ke dapur,
dengan peralatan makan yang sudah disediakan. Dapurnya sederhana, karena memang mereka
diajarkan untuk selalu hidup dalam kesederhanaan.

Antri di dapur umum

Salah satu yang unik adalah asrama. Ada satu asrama yang dikhususkan untuk mahasiswa yang
duduk di semester akhir. Mereka diletakkan pada satu gedung untuk memudahkan proses
pengontrolan, dan juga agar antar mereka bisa saling memberi semangat. Kegiatan dan
kebutuhan sehari-hari mereka lakukan sendiri, seperti mencuci dan menyeterika baju. Bisa juga
baju-baju kotor itu mereka masukkan ke laundry.

Mencuci sendiri

Kegiatan olah raga juga difasilitasi secara baik. Ada lapangan bola, badminton, tenis meja, dan
juga basket. Mereka tinggal memilih yang sesuai keinginan, minat dan bakat masing-masing.
Fasilitas olah raga semacam ini mutlak ada untuk menjaga kesehatan dan mengusir kejenuhan
yang sangat mungkin mereka rasakan karena tinggal di dalam asrama.
Dilihat dari disiplin, tentu saja berbeda dengan para santri. Mereka berhak menentukan sendiri
mau melakukan kegiatan dan aktivitas sesuai dengan prioritas yang mereka targetkan. Relatif
tidak ada aktivitas rutin yang wajib, selain sholat berjamaah di masjid.

Di depan lapangan Sepak Bola

Dari sisi kegiatan keilmuan, fasilitasnya juga cukup memadai. Terdapat laboratorium komputer
dan bahasa yang bisa digunakan setiap saat, hotspot di seluruh kampus yang memungkinkan
mereka melakukan riset di internet secar mendalam, dan juga perpustakaan dengan koleksi bukubuku, baik buku-buku fisik maupun koleksi digital yang tertata dengan baik. Tergantung para
mahasiswa kemudian untuk memanfaatkan semua fasilitas tersebut secara maksimal.

Perpustakaan dan Laboratorium

Ruang meetingnya juga besar, dan terdapat guest house yang memadai untuk para tamu dan
dosen tidak tetap dari luar daerah. Artinya, secara umum, ISID telah siapmengembangkan diri
menjadi Universitas Islam yang besar di masa mendatang. Tinggal bagaimana menjaga tradisi
keilmuan yang baik, juga lingkungan yang berdisiplin tinggi untuk menjadikan sistem
terintegrasi ini menghasilkan lulusan yang bisa berguna bagi masyarakat, bangsa, dan negara.