EFIKASI LARVASIDA BERBAHAN AKTIF BENZOYL PHENIL UREA SEBAGAI INSECT GROWTH REGULATOR TERHADAP LARVA Culex quinquefasciatus DI LABORATORIUM

Siti Alfiah. et al Efikasi Larvasida

EFIKASI LARVASIDA BERBAHAN AKTIF BENZOYL PHENIL UREA

SEBAGAI INSECT GROWTH REGULATOR TERHADAP LARVA

Culex quinquefasciatus DI LABORATORIUM

Siti Alfiah, Riyani Setiyaningsih
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit
Jalan Hasanudin 123 Salatiga

THE EFFICACY OF LARVICIDE WITH ACTIVE INGREDIENT BENZOYL
PHENIL UREA AS INSECT GROWTH REGULATOR AGAINST Culex

quinquefasciatus LARVAE IN THE LABORATORY
ABSTRACT

This study was conducted to determine the efficacy of an insect growth regulator (IGR)
benzoyl phenil urea against Culex quinquefasciatus larvae, laboratory scale trial. The research
used seven concentrations of IGR, were evaluated 0,5 ; 1 ; 2 ; 2,5 ; 3 and 5 ppm and untreated

control, using 4 replications (20 larvae each). The result showed that 0,5 ppm of the benzoyl
phenil urea could kill more 90% of Cx. quinquefasciatus larvae in 5 days, while concentrations 1
; 2 ; 2,5 and 3 ppm in 4 days, and concentration 5 ppm in 3 days. The result was also revealed
that LC50 and LC90 0,57 and 23,2 ppm. Mosquito larvae mortalities were showed statistically
different among concentrations (p < 0,05).
Key words : Efficacy, benzoyl phenil urea, Culex quinquefasciatus
ABSTRAK

Penelitian untuk mengetahui efikasi insect growth regulator (IGR) benzoyl phenil urea
terhadap larva Culex quinquefasciatus telah dilakukan. Penelitian menggunakan 7 konsentrasi
pengujian yaitu 0,5 ppm, 1 ppm, 2 ppm, 2,5 ppm, 3 ppm, 5 ppm dan kontrol. Setiap konsentrasi
menggunakan 4 kali pengulangan. Hasil menunjukkan bahwa larvasida benzoyl phenil urea
membunuh lebih dari 90% larva Cx. quinquefasciatus dengan konsentrasi 0,5 ppm dalam 5 hari,
konsentrasi 1 ; 2 ; 2,5 dan 3 ppm dalam waktu 4 hari dan konsentrasi 5 ppm dalam waktu 3 hari.
Konsentrasi yang diperlukan untuk membunuh 50% (LC50) dan 90% (LC90) larva uji adalah 0,57
ppm dan 23,2 ppm. Uji analisis varian memberikan hasil bahwa ada perbedaan bermakna
kematian larva antar konsentrasi pada taraf nyata 5%.
Kata kunci : Efikasi, benzoyl phenil urea, Culex quinquefasciatus

ataupun kotoran-kotoran lain (Service,


PENDAHULUAN

1996)

Culex

quinquefasciatus

merupakan salah satu vektor limphatik
filariasis Wuchereria bancrofti (Subra,
1981). Habitat Cx. quinquefasciatus
adalah air kotor, yang dipenuhi tumbuhan
membusuk dan limbah ramah tangga

JURNAL VEKTORA Vol. IVNo. 1

Pengendalian

Cx.


quinquefasciatus telah diupayakan dengan
berbagai cara, dan yang paling populer
adalah
secara
kimia
(penggunaan
insektisida). Upaya pengendalian secara
kimia umumnya cukup efektif untuk

45

memutus siklus hidup nyamuk vektor,

serangga resisten

tetapi

organik.


pemakaian

insektisida

dapat

target.

juga

Insektisida

dapat

insektisida

ini

bertujuan


Penelitian

menyebabkan kematian flora dan fauna
non

terhadap

menentukan

efikasi

larvasida

berbahan

pencemaran

aktif benzoyl phenil urea sebagai Insect

lingkungan. Pemakaian insektisida terus


Growth Regulator (IGR) terhadap larva

menerus dalam jangka waktu lama dapat

Cx. quinquefasciatus di laboratorium.

mengakibatkan

terjadinya

menimbulkan resistensi vektor, sehingga
mengurangi

efektivitas

pengendalian

BAHAN DAN METODA


(WHO, 1995). Selain pengendalian secara

Bahan dan Alat

kimia, upaya pengendalian vektor dapat

1. Larvasida

dilakukan secara biologi, fisik, genetik

(bahan

ataupun pengelolaan lingkungan (Becker

Regulator.

Benzoyl

Phenil


Insect

aktif)

Urea
Growth

etal, 2010).
Sasaran pengendalian ditujukan

2. Larva uji Cx. quinquefasciatus koloni

pada vektor stadium dewasa ataupun pra

3.

dewasa. Pengendali vektor stadium pra

4. Alat - alat seperti : mangkok plastik


dewasa

(larvasida)

dapat

laboratorium (instar II).
Akuades.

digunakan

(diameter 17 cm dan tinggi 18 cm),

larvasida bahan aktif benzoyl phenil urea,

counter, pipet, termometer, pH meter,

merupakan zat

gelas plastik dan mikropipet.


pengatur pertumbuhan

serangga (Insect Growth Regulator'/IGR).
Larvasida (dalam

berperan

formulasi

mengendalikan

cair)

ini

Cara Kerja

pertumbuhan


Sebelum

pengujian,

terlebih

larva nyamuk dengan menghambat proses

dahulu

chitin synthesis, sehingga mengganggu

plastik (diameter 17 cm dan tinggi 18 cm)

proses pergantian kulit pada larva dengan

isi 2 liter akuades. Pengujian dilakukan

hasil

dan

menggunakan 7 konsentrasi IGR yaitu 0,5

menghambat pertumbuhan pupa menjadi

ppm, 1,0 ppm, 2,0 ppm, 2,5 ppm, 3,0

nyamuk.

ppm, 5,0 ppm dan kontrol, masing-

akhir

kematian

Keuntungan

karena

memiliki

larva,

penggunaan

daya

racun

IGR

disiapkan

28

buah

mangkok

masing 4 kali ulangan.

rendah

Apabila sarana pengujian telah

> 5000

siap sesuai dengan konsentrasi pengujian

mg/kg dan LD50 dermal > 2000 mg/kg,

yang telah ditentukan, digunakan 20 ekor

tidak beracun terhadap ikan, alga, cacing

larva

tanah,

laboratorium (instar II) setiap ulangan

terhadap mamalia LD50 oral

burung dan selektivitas tinggi

terhadap organisme sasaran serta cocok
di

perairan.

Insect

Growth

Regulator efektif mengendalikan spesies

46

quinquefasciatus

koloni

perlakuan maupun kontrol.

digunakan untuk mengendalikan larva
nyamuk

Cx.

Evaluasi

efektivitas

IGR

dilakukan pengamatan kematian selama
satu

minggu.

Pengamatan

dan

JURNAL VEKTORA Vol. IV No. I

Siti Alfiah. et al Efikasi Larvasida

perhitungan kematian larva uji dilakukan

waktu

setelah 24 jam pemaparan sesuai standar

kematian larva uji hingga 90%>.

dibutuhkan

untuk

mencapai

Kriteria efikasi IGR ditentukan

Koreksi angka kematian dilakukan

berdasarkan persen kematian larva uji

apabila persentase kematian larva uji pada

dalam periode waktu 24 jam > 90%>

kelompok kontrol lebih dari 5%> namun

(Komisi Pestisida, 1995). Pada kondisi

tidak

laboratorium, pengamatan terhadap larva

kematian

uji dilanjutkan guna mengetahui lama

menurat

WHO.

melebihi

20%>

pada
ramus

sehingga

angka

perlakuan

dikoreksi

abbot yaitu

(Komisi

Pestisida, 1995) :
Keterangan :

A-C

Al= Persentase kematian setelah dikoreksi

x 100%

Al

A = Persentase kematian larva uji

100-C

C = Persentase kematian larva kontrol

analisa

Analisis Data

lama

probit.

Sedangkan

untuk

Untuk mengetahui konsentrasi dan

mengetahui perbedaan kematian larva uji

waktu

antar

yang

diperlukan

untuk

perlakuan,

data

dianalisis

memperoleh kematian 50% dan 90%>

menggunakan analisa varian (anova) pada

larva uji, data dianalisis menggunakan

taraf nyata 5%.

HASIL PENELITIAN

pengamatan 24 jam sebesar 0%> sehingga
tidak

Efikasi larvasida berbahan aktif

perlu

mengggunakan

dilakukan

koreksi

ramus

Abbott.

Insect

Pengamatan terhadap larva perlakuan dan

Growth Regulator (IGR) terhadap larva

Cx. quinquefasciatus disajikan di Gambar

kontrol dilanjutkan untuk mengetahui
lama waktu yang diperlukan untuk

1. Gambar

mencapai kematian larva uji lebih dari

benzoyl

phenil

urea

sebagai

1 terlihat bahwa persen

kematian larva uji meningkat seiring

dengan
meningkatnya
pengujian.
Berdasarkan

konsentrasi
perhitungan

kriteria efikasi larvasida berbahan aktif

benzoyl

phenil

urea

sebagai

Insect

90%.

Gambar 1 menunjukkan bahwa

benzoyl phenil urea membunuh > 90%
pada
larva
Cx.
quinquefasciatus
konsentrasi 0,5 ppm

setelah 5 hari.

Sedangkan pada konsentrasi 1 ; 2 ; 2,5

Growth
Regulator
(IGR)
setelah
pengamatan 24 jam diketahui bahwa tidak

dan 3 ppm memerlukan waktu 4 hari dan

ada

memenuhi

konsentrasi 5 ppm memerlukan waktu 3

kriteria efikasi dengan kematian larva uji

hari. Pengamatan terhadap larva kontrol

diatas 90%>. Pengamatan terhadap larva

memberikan hasil bahwa sampai hari

kontrol memberikan hasil bahwa rata-rata

ketujuh, rata-rata kematian larva kontrol

persentase kematian larva kontrol setelah

adalah 20%.

konsentrasi

perlakuan

JURNAL VEKTORA Vol. IVNo. I

47

Efikasi benzoyl phenil urea (IGR) terhadap larva Cx.
quinquefasciatus sampai hari ke 7
120.00

100.00

c

.5
•p

60.00

ra

E
CD
•X

g

40,00

tm

i
E

20.00

0.00
1

2

3

4

5

6

7

-•-0.5

53.75

60.00

68.75

83.75

91.25

95.00

98.75

-•-1

55.00

63.75

71.25

92.50

97.50

100.00

100.00

-*-2

57.50

65.00

72.50

93.75

96.25

97.50

100.00

-W-2.5

68.75

72.50

60.00

96.25

96.25

97.50

97.50

3

73.75

82.50

83.75

98.75

98.75

100.00

100.00

-•-5

82.50

85.00

92.50

100.00

100.00

100.00

100.00

0.00

10.00

10.00

10.00

15.00

20.00

20.00

—^—kontrol

Gambar 1. Efikasi benzoyl phenil urea (IGR) dengan konsentrasi 0,5 ; 1 ; 2 ; 2,5 ; 3 dan
5 ppm terhadap larva Cx. quinquefasciatus sampai hari ke 7.
Analisa probit dilakukan untuk

larva. Hasil analisa probit menunjukkan

mengetahui konsentrasi diperlukan untuk

bahwa

membunuh 50% (LC50) dan 90% (LC90)

konsentrasi 0,57 ppm dan 23,20 ppm.

LC50 dan

LC90 larva

adalah

Tabel 1. Hasil Analisis Probit LC5o dan LC90 Larvasida IGR (Benzoyl Phenil Urea)
terhadap Larva Nyamuk Cx. quinquefasciatus
Kematian Larva (%)

80

Konsentrasi (ppm)
0,01
0,05
0,12
0,27
0,57
1,18
2,59
6,49

90

23,20

10
20
30
40
50
60
70

48

JURNAL VEKTORA Vol. IVNo. I

Siti Alfiah. et al Efikasi Larvasida

Analisa probit juga dilakukan
untuk mengetahui

lama

waktu

yang

90%

(LT5o

dan

LT90)

Cx.

larva

quinquefasciatus (Tabel 2).

diperlukan untuk membunuh 50%> dan
Tabel 2. Hasil Analisis Probit LT50 dan LT90 Larvasida IGR (Benzoyl Phenil Urea)
terhadap Larva Nyamuk Cx. quinquefasciatus
Konsentrasi

(ppm)

0,5
1,0
2,0
2,5
3,0
5,0

Lama Waktu (hari)
Kematian 50% Larva Uji Kematian 90% Larva Uji
5,10
1,20
1,10
3,90
3,80
1,10
3,60
0,70
2,50
0,60
1,95
0,30

Tabel 2 menunjukkan bahwa

mengetahui perbedaan kematian larva

lama waktu dibutuhkan untuk membunuh

antar konsentrasi uji, menunjukkan bahwa

50% dan 90% larva uji adalah 1, 2 dan 5

ada beda nyata kematian larva antar

hari, 1 hari pada konsentrasi 0,5 ppm.

konsentrasi pada taraf nyata 95%.

Analisa varian (anova) dilakukan untuk

larva uji dalam waktu 24 jam (Barodji,

PEMBAHASAN

1995).

Hal

efikasi

perilaku

larvasida berbahan aktif benzoyl phenil

berbeda

Hasil
urea

(IGR)

quinquefasciatus

pengujian
terhadap

larva

menunjukkan

Cx.

bahwa

ini

makan

berhubungan

dengan

larva Anopheles

dengan

sp.
Cx.

larva

quinquefasciatus. Larva Anopheles sp.
memiliki

kesukaan

mencari

makan

di

persen kematian larva uji meningkat

permukaan air, sedangkan larva Aedes

seiring dengan meningkatnya konsentrasi

aegypti

larvasida. Pengamatan setelah 24 jam

kebiasaan mencari makan di dasar air

diketahui bahwa konsentrasi 0,5 ; 1 ; 2 ;

(Aly,

2,5 ; 3 dan 5 ppm benzoyl phenil urea

beberapa

tidak memenuhi kriteria efikasi (kematian

berada di permukaan air sehingga dapat

larva uji kurang dari 90%>). Hasil uji

dimakan Anopheles sp. dan memerlukan

efikasi ini berbeda dengan hasil uji efikasi

waktu agak lama untuk mengendap ke

IGR kimiawi berbahan aktif pyriproxyfen

dasar air.

dan
1987).
hari

Cx.

quinquefasciatus

Disamping

itu

sampai

formulasi

IGR

masih

terhadap larva Anopheles sp., dimana

Pengamatan terhadap larva uji

konsentrasi yang lebih kecil yaitu sebesar

dan kontrol dilanjutkan untuk mengetahui

0,01 ppm telah mampu membunuh 83,5%

lama

JURNAL VEKTORA Vol. IV No. I

waktu

yang

diperlukan

untuk

49

mencapai kematian larva uji lebih dari

berturut-turat sebesar 0,57 ppm dan

90%.

23,20 ppm.

Hasil

pengamatan menunjukkan

bahwa setelah 5 hari, rata-rata persen

3. Ada perbedaan kematian larva

Cx.

kematian larva uji semua konsentrasi

quinquefasciatus pada tiap konsentrasi

lebih dari 90%>. Setelah 5 hari, larva

yang diujikan.

nyamuk yang makan benzoyl phenil urea
tidak dapat berkembang menjadi nyamuk

UCAPAN TERIMA KASIH

dewasa. Hal ini karena benzoyl phenil
urea selain dapat membunuh larva, juga
menghambat pertumbuhan cytin sehingga

Terima kasih kepada Dr. Damar

tidak dapat berkembang menjadi nyamuk

Tri
Boewono,
MS.
mengijinkan
peneliti

dewasa.

penelitian ini.
Uji

anova dilakukan

mengetahui perbedaan kematian

yang
telah
melaksanakan

untuk
larva

DAFTAR PUSTAKA

antar konsentrasi yang diujikan pada taraf
nyata

95%.

Hasil

yang

diperoleh

menunjukkan bahwa terdapat perbedaan

kematian larva antar konsentrasi yang
diujikan. Hal ini disebabkan semakin
tinggi konsentrasi yang diujikan, larvasida
yang dilaratkan dalam media semakin
banyak sehingga kemungkinan kontak
larva uji dengan larvasida semakin besar.
KESIMPULAN DAN SARAN

Aly, C. 1987. Floating Bait Formulations
Increase Effectiveness of Bacillus

thuringiensis
var.
israelensis
Against
Anopheles
Larvae.
Journal of Anopheles Mosquito
Control Association ; p: 583-588.

Barodji,
dkk.
1995.
Uji
Coba
Pyriproxyfen S-31183 (Adeal)
terhadap Anopheles maculatus,
Anopheles flavirostris, Anopheles
balabacencis

di

Kecamatan

Kokap, Kabupaten Kulon progo,
Berdasarkan hasil penelitian

Penelitian

Kesehatan Vol. 23 No. 2 ; p: 21-

kesimpulan sebagai berikut:

26.

1. Larvasida benzoyl phenil urea (IGR)

Becker, N., Petric, D., Zgomba, M.,

membunuh lebih dari 90%> larva Cx.

Boase,

quinquefasciatus dengan konsentrasi

Kaiser, A. 2010. Mosquitoes and
Their Control. Springer. London.

0,5

ppm

dalam

waktu

5

hari,

konsentrasi 1 ; 2 ; 2,5 dan 3 ppm
dalam waktu 4 hari dan konsentrasi 5

ppm dalam waktu 3 hari.

2. Konsentrasi yang diperlukan untuk

membunuh 50% (LC50) dan 90%
(LC90)

50

Buletin

DIY.

yang telah dilaksanakan dapat ditarik

larva

Cx.

quinquefasciatus

C,

Dahl,

C,

Madon,

Komisi Pestisida. 1995. Metoda Standar

Pengujian
Efikasi
Pestisida.
Departemen Pertanian. Jakarta
Service,

M.W.

1996.

Medical

Entomology. Chapman & Hall.
London.

JURNAL VEKTORA Vol. IV No. I

Siti Alfiah. et al Efikasi Larvasida

Subra R., 1981. Biology and control of
Culex pipiens quinquefasciatus
Say, 1823 (Diptera, Culicidae)
with special reference to Africa.
International Journal of Tropical
Insect Science 1; p: 319-338.
WHO. 1995. Vector Control for Malaria
and
other
Mosquitoes-borne
Diseases. WHO Technical Report
Series. WHO. Geneva.

JURNAL VEKTORA Vol. IVNo. 1

51

Dokumen yang terkait

Key words : Radioisotope 32P, Labelling, Filariasis dan Cx. quinquefasciatus

0 1 9

MALARIA VULNERABILITY INDEX (MLI) UNTUK MANAJEMEN RISIKO DAMPAK PERUBAHAN IKLIM GLOBAL TERHADAP LEDAKAN MALARIA DI INDONESIA

0 0 28

BEBERAPA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KELURAHAN PLOSO KECAMATAN PACITAN TAHUN 2009

0 1 12

Fridolina M. et al, Pemetaan Daerah PEMETAAN DAERAH PENYEBARAN KASUS RABIES DENGAN METODE GIS (Geographical Informasion System) DI KABUPATEN SIKKA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

0 0 10

PEMETAAN, KARAKTERISTIK HABITAT DAN STATUS RESISTENSI Aedes aegypti DI KOTA BANJARMASIN KALIMANTAN SELATAN Safitri

0 0 12

POTRET VEKTOR MALARIA DAN FILARIASIS DI KECAMATAN SEMBAKUNG KABUPATEN NUNUKAN PROPINSI KALIMANTAN TIMUR Lukman Waris Balai Litbang P2B2 Tanah Bumbu THE SHOWS OF MALARIA AND FILARIASIS VECTOR IN SEMBAKUNG NUNUKAN DISTRICT KALIMANTAN TIMUR ABSTRACT - POTRET

0 0 15

HOSPES PERANTARA DAN HOSPES RESERVOIR FASCIOLOPSIS BUSKI DI INDONESIA Studi Epidemiologi F. buski di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan Tahun 2002 dan 2010

0 1 10

LARVA Aedes aegypti SUDAH TOLERAN TERHADAP TEMEPOS DI KOTA BANJARBARU, KALIMANTAN SELATAN

0 2 19

STANDAR PENGASAPAN (THERMAL FOGGING) DAN PENGABUTAN (ULTRA LOW VOLUME) TERHADAP PERSENTASE KEMATIAN NYAMUK AEDES AEGYPTI DAN CULEX QUINQUEFASCIATUS Hasan Boesri dan Damar Tri Boewono Balai Besar Penelitian Dan Pengembangan Vektor Dan Reservoir Penyakit ST

0 1 11

SURVEI DEMOGRAFI DAN KONDISI LINGKUNGAN RUMAH DI DAERAH KASUS LEPTOSPIROSIS DI DESA SUMBERSARI KECAMATAN MOYUDAN KABUPATEN SLEMAN D.I. YOGYAKARTA TAHUN 2010

0 1 8