BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Lingkungan dan Pencemaran - Penurunan Kadar Logam Kromium, Tembaga, dan Nikel Pada Limbah Cair Laboratorium Elektroplating Politeknik Negeri Medan Dengan Metode Elektrokoagulasi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Lingkungan dan Pencemaran

  Pembangunan ekonomi di Indonesia menitikberatkan pada pembangunan sektor industri. Di satu sisi, pembangunan akan meningkatkan kualitas hidup manusia dengan meningkatnya pendapatan masyarakat. Di sisi lain, pembangunan juga bisa menurunkan kesehatan masyarakat dikarenakan pencemaran yang berasal dari limbah industri dan rumah tangga.

  Pada akhir-akhir ini, kita begitu sering mendengar, membaca dan bahkan membicarakan masalah pencemaran lingkungan. Media-media massa memaparkan tentang bermacam-macam pengrusakan lingkungan. Lingkungan dapat diartikan sebagai media atau suatu areal, tempat atau wilayah yang di dalamnya terdapat bermacam-macam bentuk aktivitas yang berasal dari ornamen-ornamen penyusunnya. Suatu lingkungan dikatakan tercemar apabila telah terjadi perubahan-perubahan dalam tatanan lingkungan itu sehingga tidak sama lagi dengan bentuk asalnya, sebagai akibat dari masuk dan atau dimasukkannya suatu zat atau benda asing (bahan polutan) ke dalam tatanan lingkungan itu. Bahan polutan tersebut pada umumnya mempunyai sifat racun (toksik) yang berbahaya bagi organisme hidup (Palar, 1994).

  Polutan berupa logam mencemari lingkungan, baik di lingkungan udara, air, dan tanah yang berasal dari proses alami dan kegiatan industri. Proses alami antara lain siklus alamiah sehingga bebatuan gunung berapi bisa memberikan kontribusi ke lingkungan udara, air, dan tanah. Kegiatan manusia yang bisa menambah polutan bagi lingkungan berupa kegiatan industri, pertambangan, pembakaran bahan bakar, serta kegiatan domestik lain yang mampu meningkatkan kandungan logam di lingkungan. Logam berat dapat menimbulkan gangguan terhadap kesehatam manusia, tergantung pada bagian mana logam berat tersebut yang terikat dalam tubuh serta dosis paparan. Efek toksik dari logam berat mampu menghalangi kerja enzim sehingga mengganggu metabolisme tubuh, menyebabkan alergi, bersifat mutagen, teratogen ( salah bentuk organ), atau karsinogen bagi manusia maupun hewan (Widowati, 2008).

  Pencemaran daratan dan air (air sungai/ laut) biasanya terjadi karena pembuangan limbah dari industri penggunaan logam yang bersangkutan secara tidak terkontrol (pabrik aki/ baterai) atau penggunaan bahan yang mengandung logam itu sendiri (Darmono, 1994).

  Limbah mengandung bahan pencemar yang bersifat racun dan berbahaya. Secara fakta, industri merupakan sumber pencemar yang paling dominan, walaupun kenyataannya sektor lainnya juga memberikan kontribusi dalam pencemaran lingkungan.

  Bahan beracun dan berbahaya banyak digunakan sebagai bahan baku industri maupun sebagai bahan tambahan. Beracun dan berbahaya ditunjukkan oleh sifat fisik maupun kimianya. Dalam kadar tertentu, kehadirannya dapat merusak kesehatan bahkan mematikan manusia atau kehidupan lainnya sehingga perlu ditetapkan batas-batas yang diperkenankan dalam lingkungan pada waktu tertentu.

  Adanya batasan kadar bahan beracun dan berbahaya yang terdapat dalam suatu elemen tertentu dikenal dengan nilai ambang batas, yang artinya dalam jumlah demikian masih dapat ditoleransi oleh lingkungan sehingga tidak membahayakan lingkungan atau pemakai.

  Tingkat bahaya dan keracunan yang disebabkan limbah tergantung pada karakteristiknya, dalam jangka waktu yang relative singkat tidak memberikan pengaruh yang berarti, tetapi dalam jangka panjang cukup fatal bagi lingkungan(Ginting, 1992). Biasanya senyawa kimia yang sangat beracun bagi organisme hidup dan manusia adalah senyawa- senyawa kimia yang mempunyai bahan-bahan aktif dari logam-logam berat. Daya racun yang dimiliki oleh bahan aktif dari logam berat akan bekerja sebagai penghalang kerja enzim dalam proses fisiologis atau metabolisme tubuh. Sehingga metabolisme terputus. Disamping itu bahan beracun dari senyawa kimia juga dapat terakumulasi atau menumpuk dalam tubuh, akibatnya timbul problema keracunan kronis (Palar, 1994).

  2.3. Limbah Berdasarkan Karakteristik Kimia

  Bahan kimia yang terdapat dalam air akan menetukan sifat air baik dalam tingkat keracunan maupun bahaya yang ditimbulkan. Karakteristik kimia limbah terdiri dari bahan organik dan mudah.

  Bahan buangan organik pada umumnya merupakan bahan yang dapat membusuk dan sebaiknya tidak dibuang ke badan air karena dapat menaikkan jumlah mikroorganisme dalam air. Bahan buangan anorganik merupakan limbah yang tidak dapat didegradasi oleh mikroorganisme. Bahan buangan ini berasal dari industri. Logam berat pada umumnya seperti tembaga, perak, seng, kadmium, air raksa, timah, kromium, besi, nikel, arsen, selenium, kobalt, mangan, dan aluminium.

  2.4. Logam Berat

  Secara gamblang, dalam konotasi keseharian kita beranggapan bahwa logam diidentikkan dengan besi, padat, berat, keras dan sulit dibentuk. Istilah logam biasanya diberikan kepada semua unsur-unsur kimia dengan ketentuan atau kaidah-kaidah tertentu. Unsur-unsur ini dalam kondisi suhu kamar, tidak selalu berbentuk padat melainkan ada yang berbentuk cair. Logam berat masih termasuk golongan logam dengan kriteria-kriteria yang sama dengan logam-logam lain. Perbedaannya terletak dari pengaruh yang dihasilkan bila logam berat ini berikatan atau masuk ke dalam tubuh organisme hidup. Sebagai contoh, bila unsur logam besi (Fe) masuk ke dalam tubuh, meski dalam jumlah agak berlebihan, biasanya tidak memberikan pengaruh yang begitu buruk terhadap tubuh. Karena unsur Fe dibutuhkan dalam darah untuk mengikat oksigen. Sedangkan unsur logam berat baik itu logam berat beracun yang dipentingkan seperti tembaga (Cu), bila masuk ke dalam tubuh dalam jumlah berlebihan akan menimbulkan pengaruh-pengaruh buruk terhadap fungsi fisiologis tubuh. Meskipun semua logam berat dapat mengakibatkan keracunan atas mahluk hidup, sebagian dari logam-logam tersebut tetap dibutuhkan oleh mahluk hidup. Kebutuhan tersebut berada dalam jumlah yang sangat sedikit. Tetapi bila kebutuhan yang sangat kecil itu tidak terpenuhi maka dapat berakibat fatal terhadap kelangsungan hidup dari setiap mahluk hidup. Karena tingkat kebutuhannya sangat dipentingkan maka logam-logam tersebut dinamakan sebagai logam-logam atau mineral essensial tubuh. Adapun logam di lingkungan perairan (hidrosfer) umumnya berada dalam bentuk ion, ada yang merupakan ion-ion bebas, organologam , ion- ion kompleks dan bentuk lainnya (Palar, 1994).

  Metabolisme logam dalam tubuh menyangkut katalisis dari protein aktif yang ion logamnya terikat erat dalam protein dan sulit untuk dilepaskan, hal ini melibatkan reaksi katalitik dari enzim. Reaksi tersebut meliputi absorpsi logam tertentu yang diperlukan dan ekskresi logam lain yang tidak diperlukan, juga mengenai transportasi dan penyimpannya dalam tubuh. Transportasi ion logam diangkut melalui aliran darah ke hati yang kemudian bergabung dengan metaloenzim. Kemudian ion logam tersebut didistribusikan ke dalam jaringan yang memerlukannya. Protein sangat berperan dalam transportasi ini, terutama albumin yang biasanya dijumpai dalam jumlah besar dalam aliran darah dan dapat mengikat bermacam ion logam. Yang terpenting dalam ikatan logam dengan albumin ini ialah mudahnya melepaskan ion logam tersebut ke dalam jaringan yang membutuhkan, tetapi sebaliknya, ikatan ion logam dengan enzim (metaloenzim) tidak dapat melepaskan ion logam (irreversible) (Darmono, 1994).

a) Logam Kromium (Cr)

  Logam kromium merupakan logam berat dengan berat atom 51,996 g/mol; berwarna abu- abu, tahan terhadap oksidasi meskipun pada suhu tinggi, mengkilat, keras, memiliki titik cair

  o o

  1.857 C dan titik didih 2.672

  C, bersifat paramagnetik (sedikit tertarik oleh medan magnet), membentuk senyawa-senyawa berwarna, memiliki beberapa bilangan oksidasi, yaitu +2, +3, dan +6 , dan stabil pada bilangan oksidasi +3 (Weast, 1982). Senyawa kromium pada bilangan oksidasi +6 merupakan oksidator kuat (Sugiyarto, 2003). Dalam larutan-larutan air, kromium membentuk tiga jenis ion; kation-kation kromium(II) dan kromium (III) dan anion kromat (dan dikromat) dalam mana keadaan oksidasi kromium

  3+

  adalah +6 (Vogel. 1979). Trivalent kromium Cr sama seperti besi III dan mempunyai

  2

  kelarutan pada pH 5. Ion kronik tidak dapat dioksidasi menjadi chromat (CrO 4- ) pada pH normal (Dean, 1981).

  Penggunaan kromium dalam industri di bidang metalurgi untuk mencegah korosi, mengkilapkan logam, antara lain sebagai bahan komponen alloy, pelapisan krom, dan

  

wood treatment . Kromium dalam jumlah kecil digunakan sebagai water treatment,

  katalisator, safety matches, copy machine toner, photographic chemical, magnetic tapes, Ni, sedikit Mn, C, P, Si, dan Fe (Widowati, 2008). Logam kromium sangat tahan terhadap korosi, karena reaksi dengan udara menghasilkan Cr

  2 O 3 yang bersifat non-pori sehingga

  mampu melindungi logam yang terlapisi dari reaksi lebih lanjut. Dengan sifat logam yang tahan korosi, manfaat utama kromium yaitu sebagai pelapis logam atau baja. Selain itu, lapisan kromium juga menghasilkan warna yang mengkilap sehingga memberikan manfaat tambahan yaitu sebagai fungsi dekoratif. Pada pelapisan kromium melalui proses elektro kromium plating dapat dipakai Cr O yang dilarutkan dalam H SO sebagai elektrolit. Ion

  2

  3

  2

  4 3+

  Cr akan tereduksi menjadi logam kromium yang melapisi logam lain yang dipasang sebagai katoda. Jika logam langsung dilapisi dengan kromium, biasanya lapisan hasil ini mudah retak-retak. Untuk memperoleh lapisan yang baik, kuat, dan tidak retak-retak, logam yang akan dilapisi dengan kromium, sebelumnya dilapisi terlebih dahulu dengan logam tembaga dan nikel (Sugiyarto, 2003).

  Industri elektroplating membuang sejumlah besar limbah Cr ke sungai. Leaching lapisan tanah atas dan batuan merupakan sumber utama Cr alami menuju badan perairan. Limbah padat dari proses industri kromat dapat mencemari tanah dan akhrinya mencemari perairan (U.S. Environmental Protection Agency, 2006). Kromium (III) merupakan mikronutrien bagi mahluk hidup, dibutuhkan dalam metabolisme hormon insulin dan pengaturan kadar glukosa darah. Sedangkan dalam jumlah berlebih Cr merupakan senyawa toksik (Widowati, 2008). Kadar maksimum logam kromium yang diizinkan adalah 0,05 mg/L total kromium yang direkomendasikan sebagai air buangan (Dean. 1981). The Departement of Health and Human

  

Sevices telah menetapkan bahwa Cr VI bersifat karsinogenik pada manusia. Sedangkan

  kromium (III) memiliki potensi yang sama dengan Cr (VI) dalam menimbulkan kanker dikarenakan oleh intake Cr (III) yang secara aktif akan dimetabolisme dan berikatan dengan asam nukleat inti sel. Ikatan Cr (III) akan memengaruhi materi genetis sehingga menyebabkan mutagenesis

  Sebagian besar kasus kanker dikarenakan oleh Cr (VI) yang larut dalam asam tetapi tidak larut dalam air (Klassen et al. 1986). Selain itu Cr (VI) bersifat toksik terhadap kulit, mata, alat pernafasan, alat pencernaan, serta bisa ditransfer ke embrio melalui plasenta (Widowati, 2008).

b) Logam Tembaga (Cu)

  Tembaga dengan nama kimia cuprum dilambangkan dengan Cu. Unsur logam ini berbentuk kristal dengan warna kemerahan, yang lunak, dapat ditempa, dan liat, dengan berat

  o o atom 63,546 g/mol; nomor atom 29; titik lebur 1083,4 C; titik didih 2567 C (Weast, 1982).

  Tembaga terdapat dalam keadaan oksidasi +1 dan +2, namun hanya tembaga (II) yang stabil dan mendominasi dalam larutan air (Sugiyarto, 2003).

  Unsur tembaga di alam bisa ditemukan dalam bentuk logam bebas, tetapi lebih banyak ditemukan dalam bentuk senyawa padat bentuk mineral. Tembaga bisa masuk ke lingkungan melalui jalur alamiah dan buatan. Tembaga tidak bisa diuraikan di alam sehingga Cu akan diakumulasi di dalam tanaman dan hewan melalui tanah. Tanah kaya Cu berpengaruh terhadap aktivitas mikroorganisme tanah dan cacing tanah, dan menyebabkan dekomposisi senyawa organik sehingga mengurangi kesuburan tanah dan mengurangi produksi (Widowati, 2008). Pengawasan terhadap pencemaran limbah B3 di Propinsi Sumatera Utara berdasarkan pengambilan sampel air di sekitar nuara Sungai Deli dan daerah sekitar Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Belawan menunjukkan bahwa logam berat Cu dan Zn di semua stasiun telah melampaui ambang batas yang ditetapkan. Berdasarkan data dari Bapedalda Sumut tahun 2004, tingginya kandungan logam Cu di semua stasiun disebabkan oleh pembuangan limbah dari 24 industri yang terletak di sekitar daerah aliran sungai Belawan dan Deli. Jenis-jenis industri yang diduga sebagai penyumbang tingginya kadar logam Cu, salah satunya adalah industri pelapisan logam disamping industri baterai kering, alat-alat berat, dan kawat kasar (Ditjen P2SDKP, 2005).

  Unsur Cu dibutuhkan manusia dalam jumlah kecil. Pada manusia , Cu dikelompokkan ke dalam metalloenzim dalam sistem metabolismenya (Palar.1994) . Batas aman untuk Cu terakumulasi dalam tubuh adalah 3 mg/L (Kep-51/MENLH/ 10/ 1995). Cu dalam sistem enzimatis berfungsi untuk transport elektron dan sebagian besar Cu akan disimpan di dalam hati dan sumsum tulang sehingga Cu bisa berikatan membentuk metalotionin. Apabila jumlah Cu telah melampaui batas aman, akan muncul toksisitas. Toksisitas Cu secara signifikan berasal dari kemampuan Cu menerima dan mendonasikan 1 elektron sehingga bisa mengubah oksidasi. Cu memiliki aktivitas katalitik yang dapat menghasilkan ion radikal bebas yang sangat reaktif, yaitu radikal bebas hidroksil sehingga yang dimiliki oleh logam Cu menduduki peringkat kedua setelah logam Hg.

c) Logam Nikel (Ni)

  Nikel adalah logam berwarna putih perak dengan berat jenis 8,5 dan berat atom 58,71

  o o

  g/mol; nomor atom 28; titik lebur 1453 C; titik didih 2732 C; kelarutan 8,902 g/L pada 25

  o

  C, terdapat dalam keadaan oksidasi 0, 1, 2, 3. Nikel merupakan logam yang resisten terhadap korosi dan oksidasi pada temperatur tinggi sehingga bisa digunakan untuk memproduksi stainless steel (Weast, 1982). Nikel sebagai paduan logam banyak digunakan di industri logam , berbagai macam baja, serta pelapisan logam. Nikel merupakan zat gizi esensial untuk beberapa jenis hewan dan manusia. Nikel terdapat dalam DNA dan RNA, berfungsi menstabilisasi struktur asam nukleat serta protein, mengatur kadar lipid dalam jaringan dan sebagai kofaktor berbagai enzim. Defisiensi Ni bisa mengakibatkan kerusakan hati dan alat tubuh lain (Widowati, W. 2008). Sunderman (1977) melaporkan bahwa defisiensi Ni dapat menyebabkan hambatan absorpsi Fe dalam usus sehingga menyebabkan anemia.

  Pembuangan limbah yang mengandung Ni mengakibatkan pencemaran Ni pada air tanah, air, dan tanaman. Total Ni di dalam tanah bisa mencapai 5-500 ppm, sedangkan kadar Ni pada air tanah mencapai 0,005-0,05 ppm dan kadar Ni dalam tumbuhan tidak lebih dari 1 ppm (Surhendrayatna, 2002). Kanker hidung tampaknya merupakan jenis neoplasma utama. Tetapi Ni juga menginduksi kanker pada paru-paru, laring, lambung, dan barangkali juga di ginjal. Sedangkan pada hewan uji, diketahui bahwa paparan per oral dari garam Ni bisa mengakibatkan penurunan jumlah anak yang hidup per kelahiran serta penurunan berat badan fetus. Paparan nikel nitrat per oral serta nikel oksida secara inhalasi pada hewan uji bisa mengakibatkan penurunan jumlah sperma dan meningkatkan jumlah sperma abnormal (US Environmental Protection Agency, 2000). Logam ini adalah salah satu penyebab kausatif yang paling biasa dari reaksi hipersensitivitas kulit di masyarakat luas. Reaksi ini biasanya muncul setelah kontak dengan barang logam yang mengandung Ni, misalnya uang logam dan barang-barang perhiasan (Widowati, 2008).

  Elektroplating didefenisinikan sebagai perpindahan ion logam dengan bantuan arus listrik melalui elektrolit sehingga ion logam mengendap pada benda padat konduktif membentuk lapisan logam. Prinsip dasar pada proses pelapisan logam adalah terjadinya reduksi dan oksidasi pada dua buah elektroda dengan syarat: adanya aliran listrik, adanya logam pelapis sebagai anoda, dan adanya logam yang dilapisi sebagai katoda dan eletrolit sebagai larutan penghantar arus listrik (Laurance, 1986). Lapisan logam yang mengendap disebut juga deposit. Sumber arus listrik searah dihubungkan dengan dua buah elektroda, yaitu elektroda yang dihubungkan dengan kutub negatif disebut katoda dan elektroda yang dihubungkan dengan kutub positif disebut anoda. Benda yang akan dilapisi harus bersifat konduktif atau menghantarkan arus listrik dan berfungsi sebagai katoda, disebut sebagai benda kerja. Pada anoda aktif digunakan anoda logam yang mempunyai kemurnian yang tinggi. Arus mengalir dari anoda menuju katoda melalalui elektrolit (Purwanto & Huda, 2005).

2.6. Pengolahan Limbah

  Ada tiga cara pengolahan air limbah berdasarkan karakterisriknya yaitu: 1. Pengolahan limbah cair secara fisik

  Bertujuan untuk menyisihkan atau bahan pencemar tersusupensi atau melayang yang berupa padatan dari dalam air limbah. Pengolahan secara fisik misalnya dengan penyaringan dan pengendapan. Aerasi adalah proses awal yang selalu dilakukan secara terbuka maupun injeksi udara. Proses penyaringan dimaksudkan untuk memisahkan padatan tersuspensi atau padatan terapung yang relatif besar. Proses penyaringan ini dilakukan sebelum limbah mendapat pengolahan lebih lanjut. Sedangkan proses pengendapan ditujukan untuk memisahkan padatan yang dapat mengendap dengan gaya gravitasi.

  2. Pengolahan limbah cair secara kimia Bertujuan untuk menghilangkan partikel-partikel yang tidak mudah mengendap (koloid), menetralkan limbah cair dengan cara menambahkan bahan kimia tertentu agar terjadi reaksi kimia untuk menyisihkan bahan polutan. Penambahan zat pengendap disertai dengan merupakan endapan yang kemudian dipisahkan secara fisika.. Proses ini memiliki kelemahan, yaitu bagaimana mengambil unsur baru sebagai hasil reaksi yang terjadi. Contoh pengolahan secara kimia lainnya seperti: oksidasi dan reduksi, netralisasi dan klorinasi, disinfektan (Sugiharto. 1987).

  3. Pengolahan limbah cair secara biologi Pengolahan secara biologi ini memanfaatkan mikroorganisme yang berada di dalam air untuk menguraikan bahan-bahan polutan. Pengolahan limbah cair secara biologi ini dipandang sebagai pengolahan yang paling murah dan efisien. Pengolahan ini digunakan untuk mengolah air limbah yang biodegradable.

2.7. Koagulasi dan Flokulasi

  Istilah koagulasi kimia dipakai untuk semua reaksi dan mekanisme kimia dalam destabilisasi partikel koloid membentuk partikel yang berukuran lebih besar. Koagulasi adalah peristiwa destabilisasi partikel-partikel koloid dalam larutan, partikel-partikel tersebut membentuk lapisan secara kimia yang kemudian diikuti dengan flokulasi. Bahan yang dipakai untuk proses koagulasi dinamakan koagulan (Tchobanoglous, 2003).

  Macam-macam koagulan yaitu: Al

  2 (SO 4 ) 3 (Aluminium sulfat), NaAlO 2 (Sodium

  aluminat), AlCl

  3 (Aluminium klorida), FeCl 3 (Ferri clorida), FeSO 4 (Ferro sulfat), Fe 2 (SO 4 )

  3

  (Ferri sulfat), CuSO

  4 (Tembaga sulfat) dan ozon. Penggabungan beberapa koagulan dalam

  proses koagulasi juga dapat dilakukan seperti NaAlO

  2 + Al 2 (SO 4 ) 3 . 18 H 2 O (Laing, 1940).

  Koagulan yang sering digunakan adalah alum (aluminium sulfat). Karakteristik dari logam (kation) multivalensi adalah memiliki kemampuan menarik koagulan ke muatan partikel koloid ( Proste, 1997).

  Pada dasarnya partikel koloid selalu mempunyai muatan negatif, baik pada air alam maupun air buangan. Dalam hal ini, penambahan koagulan yang bermuatan positif akan menetralkan muatan muatan negatif dari koloid yang bermuatan negatif sehingga membentuk endapan (Robert, 1986). Pada proses koagulasi, ketika konsentrasi dari ion pusat di dalam koloid yang berdekatan tidak dapat bersatu dengan yang lain disebabkan adanya lapisan rangkap listrik yang tebal, oleh karena itu koloidnya stabil. Namun ketika konsentrasi ditingkatkan, kuatnya tarikan diantara muatan pertama dan ion pusatnya ditingkatkan sehingga menyebabkan lapisan rangkapnya berkurang. Lapisan ini kemudian ditekan secukupnya dengan dilanjutkan penambahan ion pusat.

  Bentuk flok merupakan hasil dari penambahan koagulan, yang diikuti dengan flokulasi. Flokulasi adalah penggabungan dari partikel-partikel hasil koagulasi menjadi partikel yang lebih besar dan memiliki kecepatan mengendap yang lebih besar.

2.8. Elektrokoagulasi

  Elektrokoagulasi merupakan metode pengolahan air dengan proses koagulasi dengan menggunakan arus listrik searah melalui peristiwa elektrokimia, yaitu gejala dekomposisi elektrolit, dimana salah satu elektrodanya adalah aluminium atau besi. Dalam proses ini akan terjadi pembentukan koagulan yang terbentuk dari ion hidroksi dengan logam dari anoda dan terbentuknya gas hidrogen pada katoda (Vik et al, 1984) mendeskripsikan pengolahan limbah di London pada tahun 1889 dengan mencampurkan air laut dengan limbah yang kemudian dielektrolisis. Elektrokoagulasi menurut Ni’am (2007), merupakan proses penggumpalan dan pengendapan partikel-partikel halus dalam air menggunakan energy listrik. Proses elektrokoagulasi dilakukan pada bejana elektrolisis yang didalamnya terdapat dua buah elektroda sebagai penghantar listrik, yang tercelup dalam larutan elektrolit.

  Pada tahun 1909 US memperoleh paten atas pengolahan limbah dengan elektrolisis menggunakan aluminium dan besi sebagai anoda (Vik et al, 1984). Pada masa sekarang penggunaan teknologi elektrokoagulasi mulai dikembangkan kembali untuk meningkatkan kualitas effluen air limbah.

  Sebuah reaktor elektrokoagulasi adalah sel elektrokimia dimana anoda (biasanya menggunakan aluminium atau besi) digunakan sebagai koagulan dan dihasilkannya gas hidrogen (pada katoda). Beberapa material elektroda dapat dibuat dari aluminium, besi,

  Menurut Johannes (1978) reaksi yang terjadi pada elektroda tersebut adalah :

  a) Reaksi pada Katoda Pada katoda akan terjadi reaksi-reaksi reduksi terhadap kation, yang termasuk dalam kation

  • ini adalah ion H dan ion logam.
  • dari suatu asam akan direduksi menjadi gas hidrogen yang akan bebas sebagai gelembung-gelembung gas.

1. Ion H

  • Reaksi : 2H + 2e

  2

  → H 2. Jika larutan mengandung ion-ion logam alkali, alkali tanah, maka ion-ion ini tidak dapat direduksi dari larutan yang mengalami reduksi adalah pelarut (air) dan terbentuk gas-gas hidrogen (H 2 ) pada katoda.

  • Reaksi : 2H

2 O + 2e + H

  2

  → 2 OH

  o

  Dari daftar E (deret potensial logam/deret volta), maka akan diketahui bahwa reduksi terhadap air limbah lebih mudah berlangsung daripada reduksi terhadap pelarutnya (air). K, Ba, Ca, Na, Mg, Al, Zn, Cr, Fe, Cd, Co, Ni, Sn, Pb, Sb, Bi, Cu, Hg, Ag, Pt, Au.

3. Jika larutan mengandung ion-ion logam lain, maka ion-ion logam akan direduksi menjadi logamnya dan terdapat pada katoda.

  b) Reaksi pada Anoda

  1. Anoda yang digunakan logam aluminium akan teroksidasi :

  • 3+

  Reaksi : Al + 3 H

  2 O 3 + 3H + 3e

  → Al(OH)

  • 2. Ion OH dari basa akan mengalami oksidasi membentuk gas oksigen (O

  2 ) :

  • Reaksi : 4OH O + O + 4e

  2

  2

  → 2H

  • 2-

  3. Anion-anion lain seperti (SO

  4 , SO 3 ) tidak dapat dioksidasi dari larutan, yang akan

  mengalami oksidasi adalah pelarutnya (H

2 O) membentuk gas O 2 pada anoda.

  • O + 4e

  Reaksi : 2H O

  2

  2

  → 4H Dari reaksi-reaksi yang terjadi dalam proses elektrokoagulasi, maka pada katoda akan dihasilkan gas hidrogen dan reaksi ion logamnya. Sedangkan pada anoda akan dihasilkan gas halogen dan pengendapan flok-flok yang terbentuk. Proses elektrokoagulasi melibatkan sifat dari bahan polutan yang ada dalam larutan, kecepatan untuk terkoagulasi didasarkan pada akan terlebih dahulu terkoagulasi.

  Untuk pertimbangan penentuan penggunaan elektrokoagulasi maka Mollah (2001) telah memberikan gambaran tentang keuntungan dan kerugiannya. Keuntungan dari penggunaan elektrokoagulasi adalah sebagai berikut: 1. Elektrokoagulasi membutuhkan peralatan yang sederhana dan mudah dioperasikan.

  2. Air yang diolah dengan elektrokoagulasi menghasilkan effluen yang jernih, tidak berwarna,dan tidak berbau.

  3. Flok yang terbentuk pada elektrokoagulasi memiliki kesamaan dengan flok yang terbentuk dari koagulasi kimia. Perbedaannya adalah flok dari elektrokoagulasi berukuran lebih besar, lebih stabil, dan mudah dipisahkan secara cepat dengan filtrasi.

  4. Effluen yang dihasilkan elektrokoagulasi mengandung TDS (Total Dissolved Solid) dalam jumlah yang lebih sedikit dibandingkan dengan pengolahan kimiawi..

  5. Proses elektrokoagulasi mempunyai keuntungan dalam mengolah partikel-partikel koloid yang berukuran sangat kecil, sebab diaplikasikan medan elektrik dengan gerak yang lebih cepat, sehingga proses koagulasi lebih mudah terjadi.

  6. Proses elektrokoagulasi jauh dari penggunaan bahan kimia sehingga tidak bermasalah dengan netralisasi kelebihan bahan kimia, dan tidak ada polusi yang kedua yang disebabkan senyawa-senyawa kimia yang ditambahkan pada konsentrasi tinggi.

  7. Produksi gelembung-gelembung gas selama elektrolisis dapat membawa polutan-polutan yang diolah untuk naik ke permukaan (flotasi) dimana flok tersebut dapat dengan mudah terkonsentrasi, dikumpulkan, dan dipisahkan.

  8. Perawatan reaktor elektrokoagulasi lebih mudah karena proses elektrolisis yang terjadi cukup dikontrol dari pemakaian listrik tanpa perlu memindahkan bagian-bagian di dalamnya.

  9. Teknologi elektrokoagulasi dapat dengan mudah diaplikasikan di daerah yang tidak terjangkau layanan listrik yakni dengan menggunakan panel matahari yang cukup untuk terjadinya proses pengolahan. Sedangkan kerugian dari penggunaan elektrokoagulasi adalah : 1. Elektroda yang digunakan dalam proses pengolahan ini harus diganti secara teratur.

  2. Terbentuknya lapisan di elektroda dapat mengurangi efisiensi pengolahan.

  4. Teknologi ini membutuhkan konduktivitas yang tinggi pada air limbah yang diolah 2.9. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Koagulasi dan Flokulasi.

  Proses koagulasi-flokulasi optimum , dapat dicapai dengan pengaturan kondisi- kondisi tertentu seperti : a.

  Pengaruh Temperatur Air Apabila temperatur menurun maka viskositas air akan meningkat sehingga kecepatan mengendap flok akan menurun. Proses koagulasi-flokulasi lebih mudah dilakukan pada temperatur tinggi daripada temperatur rendah.

  b.

  Pengaruh pH Koagulasi akan berjalan dengan baik bila berada pada rentang pH optimum. Alkalinitas air dapat membantu proses pembentukan flok dengan peranannya memproduksi ion hidroksida pada reaksi hidroksida koagulan, seperti penambahan Na(OH), Ca(OH) , CaO yang sekaligus

  2 sebagai pengatur pH sebelum koagulasi dilakukan.

  c.

  Jenis Koagulan Koagulan yang dipilih didasarkan pada penelitian perbandingan performa koagulan dan dilihat dari segi ekonomisnya juga.

  d.

  Pengaruh Tingkat Kekeruhan Air Baku Pada tingkat kekeruhan yang rendah, proses destabilisasi akan sukar terjadi, dan juga dilihat dari dosis koagulan yang dipakai.

  Dosis koagulan akan naik bersamaan dengan meningkatnya kekeruhan, akan tetapi kenaikan dosis koagulan ini tidak berbanding lurus dengan peningkatan kekeruhan apabila kekeruhan sangat tinggi akan diperlukan koagulan yang lebih sedikit karena besarnya tumbukan antar partikel-partikel koloid yang telah dikoagulasi. Selain itu bervariasinya distribusi ukuran partikel akan memudahkan terjadinya koagulasi.

  Pengaruh Jumlah Garam-Garam Terlarut Dalam Air Pengaruh anion lebih besar daripada kation, sehingga ion seperti Natrium, Kalsium, dan Magnesium tidak memberikan pengaruh yang berarti terhadap proses koagulasi.

  Sedangkan ion-ion negatif memperbesar daerah pH optimum koagulasi yang tergantung juga pada valensi ion-ion tersebut. Ion-ion monovalen seperti klorida, nitrat tidak memberikan pengaruh yang berarti dibanding ion-ion sulfat, pospat, dsb.

  f.

  Pengaruh Kondisi Pengadukan Pengaturan kondisi pengadukan dapat dilakukan dengan mengatur gradien kecepatan dan lamanya waktu pengadukan, proses koagulasi yang baik dilakukan dengan mengatur kecepatan dan waktu pengadukan secara tepat, karena dengan kecepatan pengadukan yang terlalu besar akan mengakibatkan pecahnya flok sehingga proses koagulasi tidak berhasil (Nainggolan, 2011).

2.10. Spektrofotometri Serapan Atom

  Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) adalah suatu metode pengukuran kuantitatif suatu unsur yang terdapat dalam suatu cuplikan berdasarkan penerapan cahaya pada panjang gelombang tertentu oleh atom-atom bentuk gas dalam keadaan dasar. Jika cahaya dengan panjang gelombang resonansi dilewatkan, nyala yang mengandung atom-atom yang bersangkutan, maka sebagian cahaya itu akan diserap dan jauhnya penyerapan akan berbanding lurus dengan atom keadaan dasar yang berada dalam nyala. Metode ini digunakan untuk penetapan sejumlah unsur, kebanyakan logam, dan berbagai sampel. (Mulja,M.1995). Spektrofotometri terdiri dari sumber sinar (biasanya lampu katoda berongga yang diisi dengan gas mulia, neon atau argon), kuvet sampel (tempat sampel), monokromator yang mengontrol intensitas cahaya dari radiasi energi yang mencapai detektor, sedangkan detektor pada SSA berfungsi mendeteksi intensitas cahaya yang diteruskan dan mengubahnya menjadi arus listrik, komponen lainnya berupa sistem pencatat yang menerima sinyal dalam bentuk digital berupa tampilan data dalam satuan ansorbansi (Haswell, 1991).

  Gambar 1. Bagan Alat Spektrofotometer Serapan Atom Berbagai faktor dapat mempengaruhi pancaran nyala suatu unsur tertentu dan menyebabkan gangguan pada penetapan konsentrasi unsur. Gangguan ini dapat berupa gangguan spektral dan gangguan kimia. Gangguan spektral dalam AAS timbul terutama dari tumpang tindih antara frekuensi-frekuensi garis resonansi yang terpilih dengan garis-garis yang dipancarkan oleh sesuatu unsur lain. Gangguan spektral lebih mungkin terjadi apabila emisi gas unsur yang akan ditetapkan tersebut dan emisi garis yang disebabkan zat-zat pengganggu berdekatan panjang gelombangnya. Gangguan ini dapat diatasi dengan daya pisah instrumen yang lebih baik, menggunakan prisma sebagai pengganti filter misalnya.

  Dihasilkannya atom gas pada keadaan dasar yang merupakan dasar dari Spektrofotometer Serapan Atom dapat dihalangi oleh dua bentuk utama gangguan kimia berupa pembentukan senyawa stabil dan disebabkan oleh pengionan. Pembentukan senyawa stabil menyebabkan tidak sempurnanya disosiasi zat yang akan dianalisa bila ditaruh dalam nyala. Gangguan ini dapat diatasi dengan meningkatkan temperatur nyala, menggunakan reagensia pelepas, dan ekstraksi analit atau unsur. Sedangkan gangguan berupa pengionan atom gas berkeadaan dasar dalam nyala akan mengurangi intensitas emisi garis spektral atom atau akan mengurangi jauhnya serapan dalam Spektrofotometer Serapan Atom (Vogel, 1994).

Dokumen yang terkait

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2. 1. Corporate Social Responsibility (CSR) dalam perspektif Good - Pelaksanaan Corporate Social Responsibility (CSR) PT. Perkebunan Nusantara III Dalam Pemberdayaan UMKM Kabupaten Asahan (Studi pada program kemitraan PT. Perkebunan

1 5 27

BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang - Pelaksanaan Corporate Social Responsibility (CSR) PT. Perkebunan Nusantara III Dalam Pemberdayaan UMKM Kabupaten Asahan (Studi pada program kemitraan PT. Perkebunan Nusantara IIIDistrik Asahan)

0 0 12

Analisis Faktor Penyebab Terjadinya Sisa Material pada Proyek Pembangunan Gedung Wilmar Business Institute Medan

0 1 92

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Analisis Faktor Penyebab Terjadinya Sisa Material pada Proyek Pembangunan Gedung Wilmar Business Institute Medan

1 1 21

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang Lingkup Lembaga Zakat 2.1.1 Pengertian Lembaga Zakat - Analisis Persepsi dan Respon Masyarakat Terhadap Eksistensi Lembaga-Lembaga Zakat Di Kota Medan (Studi Kasus: Masyarakat Kelurahan Pulo Brayan Darat II Medan)

0 4 27

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Analisis Persepsi dan Respon Masyarakat Terhadap Eksistensi Lembaga-Lembaga Zakat Di Kota Medan (Studi Kasus: Masyarakat Kelurahan Pulo Brayan Darat II Medan)

0 0 8

Analisis Persepsi dan Respon Masyarakat Terhadap Eksistensi Lembaga-Lembaga Zakat Di Kota Medan (Studi Kasus: Masyarakat Kelurahan Pulo Brayan Darat II Medan)

0 0 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu - Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nasabah Memilih Menabung di Bank Sumut Cabang Syariah Medan

0 1 38

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nasabah Memilih Menabung di Bank Sumut Cabang Syariah Medan

0 1 8

Penurunan Kadar Logam Kromium, Tembaga, dan Nikel Pada Limbah Cair Laboratorium Elektroplating Politeknik Negeri Medan Dengan Metode Elektrokoagulasi

0 0 10