BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang Lingkup Lembaga Zakat 2.1.1 Pengertian Lembaga Zakat - Analisis Persepsi dan Respon Masyarakat Terhadap Eksistensi Lembaga-Lembaga Zakat Di Kota Medan (Studi Kasus: Masyarakat Kelurahan Pulo Brayan Darat II Medan)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ruang Lingkup Lembaga Zakat

2.1.1 Pengertian Lembaga Zakat

  Berdasarkan Undang-Undang No. 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat Bab I Ayat 1 & 2 menerangkan bahwa Lembaga zakat adalah lembaga swadaya masyarakat yang mengelola penerimaan, pengumpulan, penyaluran dan masyarakat untuk masyarakat yang dibentuk oleh masyarakat sedangkan Badan Amil Zakat adalah organisasi pengelola zakat yang dibentuk oleh pemerintah terdiri dari unsur masyarakat dan pemerintah dengan tugas mengumpulkan, mendistribusikan dan mendayagunakan zakat sesuai dengan ketentuan agama. Sedangkan pengertian BAZIS secara istilah antara lain ditemukan dalam surat keputusan bersama (SKB) Mentri Dalam Negeri dan Menteri Agama Nomor 29 Tahun 1991/57 Tahun 1991 tentang pembinaan Badan Amil Zakat, Infaq dan Sedekah. Dalam pasal 1 SKB tersebbut dinyatakan bahwasanya yang disebut BAZIZ adalah “Lembaga swadaya masyarakat yang mengelola penerimaan, pengumpulan, penyaluran dan pemanfaatan zakat, infaq, sedekah secara berdaya guna berhasil guna”.

  Secara subtansi, pengertian tersebut dapat ditemukan pula dalam UU Nomor 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat, kemudian dipertegas lagi dalam keputusan Menteri Agama (KMA) Republik Indonesia Nomor 581 Tahun 1999 tentang pelaksanaan UU 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat, dalam pasal 1 ayat 1 Keputusan Menteri disebutkan bahwa yang dimaksud dengan Badan Amil Zakat (BAZ) adalah: organisasi pengelola zakat yang dibentuk oleh pemerintah terdiri dari unsur masyarakat dan pemerintah dengan tugas mengumpulkan, mendistribusikan dan mendayagunakan zakat sesuai dengan ketentuan Agama.

  Dari kedua pengertian di atas SKB Mentri Dalam Negeri dan Menteri Agama serta UU Nomor 38 Tahun 1999, tampak ada perbedaan. Menurut SKB, BAZIS itu adalah Lembaga swadaya masyarakat yang dibentuk oleh masyarakat, pemerintah. Untuk menangani perbedaan persepsi itu, maka dalam UU Nomor 38 Tahun 1999 pasal 1 ayat 2 selain Badan Amil Zakat dilengkapi pula dengan Lembaga Amil Zakat yang sama pengertiannya dengan BAZIS yang dikemukakan SKB. Dengan demikian, dalam struktur organisasi pengelolaan zakat menurut UU Nomor 38 Tahun 1999 dibedakan antara Badan Amil Zakat dengan Lembaga Amil Zakat. Kalau BAZ dibentuk oleh pemerintah sedangkan LAZ dibentuk atas prakarsa masyarakat.

2.1.2 Prinsip-Prinsip Zakat Dalam Islam

  Dalam pengelolaan baik zakat, infaq dan sedekah terdapat beberapa prinsip yang harus dipatuhi dan ditaati agar pengelola dapat berhasil dalam mengelola zakat sesuai dengan yang diharapkan, adapun prinsip-prinsip tersebut menurut M.A. Manan dalam bukunya Islamic Economics: Theory and Practice (Lahore, 1970: 285) zakat mempunyai enam prinsip, yaitu: 1.

  Prinsip keyakinan keagamaan (faith), menyatakan bahwa orang yang membayar zakat yakin bahwa pembayarannya tersebut merupakan salah satu manifestasi keyakinan agamanya, sehingga kalau orang yang bersangkutan belum membayarkan zakatnya, belum merasa sempurna ibadahnya.

  2. Prinsip pemerataan dan keadilan, cukup jelas menggambarkan tujuan zakat yaitu membagi lebih adil kekayaan yang telah diberikan tuhan kepada umat manusia.

  3. Prinsip produktifitas dan kematangan, menekankan bahwa zakat memang tertentu. Hasil (produksi) tersebut hanya dapat dipungut setelah lewat jangka waktu satu tahun yang merupakan ukuran normal memperoleh hasil tertentu.

  4. Prinsip nalar, yaitu orang yang diharuskan bayar zakat adalah seseorang yang berakal sehat dan bertanggung jawab. Dari sinilah ada anggapan bahwa orang yang belum dewasa dan tidak waras bebas dari zakat yang dalam hal ini merupakan suatu ibadat.

  5. Prinsip kebebasan, menjelaskan bahwa zakat hanya dibayar oleh orang yang bebas dan sehat jasmani serta rohaninya, yang merasa mempunyai tanggung jawab untuk membayar zakat untuk kepentingan bersama. Zakat tidak dipungut untuk orang yang sedang dihukum atau orang yang sedang sakit jiwa.

6. Prinsip etik dan kewajaran menyatakan bahwa zakat tidak akan diminta secara semena-mena tanpa memperhatikan akibat yang ditimbulkannya.

  Zakat tidak mungkin dipungut, kalau karena pemungutan itu orang yang membayarnya akan menderita (Mubyarto, 1986: 33).

2.1.3 Tugas dan Fungsi Lembaga Zakat

  Sebagaimana tercantum dalam pasal 8 UU Nomor 38 Tahun 1999 tugas pokok lembaga pengelola zakat adalah mengumpulkan, mendistribusikan, dan mendayagunakan zakat sesuai dengan ketentuan agama. Sedangkan fungsinya sebagaimana tercantum dalam Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Amil Zakat, Infaq dan Sedekah. Pasal 6 bahwa fungsi utamanya telah sebagai wadah pengelola, penerima, pengumpulan, penyaluran dan pendayaguna zakat, infaq dan sedekah dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat sebagai wujud partisipasi umat Islam dalam pembangunan nasional serta sebagai pembinaan dan pengembangan swadaya masyarakat.

  Petunjuk teknis pengelolaan zakat yang dikeluarkan oleh institusi Managemen Zakat (2001) dikemukakan susunan orgãnisasi lembaga pengelolaan zakat seperti Badan Amil Zakat sebagai berikut:

  1. Badan Amil Zakat terdiri atas Dewan Pertimbangan, Komisi Pengawas dan Badan Pelaksana.

  2. Dewan Pertimbangan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) meliputi unsur ketua, sekretaris dan anggota.

  3. Komisi Pengawas sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi unsur ketua, sekretaris dan anggota.

  4. Badan pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi unsur ketua, sekretaris, bagian keuangan, bagian pengumpulan, bagian pendistribusian dan pendayagunaan.

  5. Anggota pengurus Badan Amil Zakat terdiri atas unsur masyarakat dan unsur pemerintah. Unsur pemerintah terdiri atas unsur u1ama kaum cendekia, tokoh masyarakat, tenaga profesional dan lembaga pendidikan yang terkait. Fungsi dan tugas pokok pengurus Badan Amil Zakat (BAZ) menurut a.

  Dewan Pertimbangan Adapun fungsi dewan pertimbangan adalah memberikan pertimbangan, fatwa, saran, dan rekomendasi kepada badan pelaksana dan komisi pengawas dalam pengelolaan Badan Amil Zakat, meliputi aspek syariah dan aspek manajerial. Sedangkan tugas pokok dewan pertimbangan (Hafidhudhin, 2002: 131) adalah sebagai berikut: 1.

  Memberikan garis-garis kebijakan umum Badan Amil Zakat.

  Setiap lembaga pengelolaan zakat memiliki kebijakan-kebijakan dalam pelaksanaan kegiatan lembaga zakat tersebut. Untuk itu, diperlukan Dewan Pertimbangan sebagai badan yang ditunjuk untuk memberikan garis-garis kebijakan tersebut tentang apa yang harus dilakukan oleh lembaga pengelolaan zakat.

2. Mengesahkan rencana kerja dan Badan Pelaksana dan Komisi Pengawas

  Rencana kerja yang telah ditetapkan oleh badan pelaksana dan komisi pengawas harus mendapat persetujuan dan dewan pertimbangan untuk disahkan menjadi program kerja.

  3. Mengeluarkan fatwa syariah baik diminta ataupun tidak berkaitan hukum zakat yang wajib diikuti oleh pengurus Badan Amil Zakat.

  4. Memberikan pertimbangan, saran dan rekomendasi kepada Badan Pelaksana dan Komisi Pengawas baik diminta maupun tidak diminta. apa yang hendak dan akan dilakukan oleh badan pelaksana dan dewan komisi. Setiap rencana kerja yang dilakukan harus mendapat perhatian dari dewan pertimbangan.

  5. Memberikan persetujuan atas laporan tahunan hasil kerja Badan Pelaksana dari Komisi Pengawas.

  Setiap akhir periode, setiap lembaga pengelolaan zakat wajib melaporkan dan mempertanggungjawabkan segala kegiatannya kepada dewan pengawas dengan tujuan untuk dievaluasi agar kekurangan yang terjadi dapat diperbaiki di tahun depan. Setiap laporan pertanggungjawaban harus disahkan oleh dewan pertimbangan.

  6. Menunjuk akuntan publik.

  Setiap lembaga pengelolaan zakat harus menunjuk seorang akuntan publik agar transparansi dan akuntabilitas leporan keuangan tersebut sah dan tidak menimbulkan masalah lain. b.

  Komisi Pengawas Dalam lembaga pengelolaan zakat, fungsi komisi pengawas adalah

  Sebagai pengawas internal lembaga atas operasional kegiatan yang dilaksanakan Badan Pelaksana. Sedangkan menurut (Hafidhudhin, 2002: 131) tugas pokok komisi pengawas adalah sebagai berikut:

  1. Mengawasi pelaksanaan rencana kerja yang telah disahkan Setiap rencana kerja yang telah disusun dan disahkan oleh lembaga zakat tersebut dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya.

  2. Mengawasi pelaksanaan kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan Dewan Pertimbangan

  Dewan Pertimbangan merupakan suatu badan yang memberikan saran dan rekomendasi kepada Komisi Pengawas dalam mengelolan lembaga zakat. Untuk itu, setiap kebijakan-kebijakan dan peraturan-peraturan yang telah ditetapkan oleh dewan pertimbangan harus mendapat perhatian dan pengawasan oleh Komisi Pengawasan.

  3. Mengawasi operasional kegiatan yang dilaksanakan Badan Pelaksana, yang mencakup pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan Komisi pengawasan melakukan pemantauan dalam setiap kegiatan yang dilakukan oleh badan pelaksana dengan tujuan agar kegiatan dan program tersebut dapat berjalan sesuai dengan yang telah disepakati.

  4. Melakukan pemeriksaan operasional dan pemeriksaan syariah.

  Komisi pengawas harus melakukan pemerikasaan rutin segala apapun yang dilakukan oleh lembaga pengelolaan zakat. Baik dalam laporan keuangan, kegiatan, dan lain-lain.

  c.

  Badan Pelaksana Adapun fungsi badan pelaksana adalah sebagai pelaksana pengelolaan zakat. Sedangkan tugas pokok badan pelaksana adalah sebagai berikut

  (Hafidhudhin, 2002: 132): Setiap lembaga pengelola zakat harus menyusun rencana kerja mengenai apa yang akan dilakukan selama satu tahun. Setiap rencana kerja yang dibuat nantinya akan dilaporkan dalam rapat anggota untuk kemudian di sahkan menjadi rencana kerja.

  2. Melaksanakan oprasional pengelolaan zakat sesuai rencana kerja yang telah disahkan dan sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan Setiap rencana kerja yang telah disahkan melalui rapat harus dijalankan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Rencana kerja tersebut harus dijalankan sebaik-baiknya karena akan dimintai pertanggungjawabannya di akhir periode atau akhir tahun.

  3. Menyusun laporan tahunan.

  Di setiap akhir periode, setiap lembaga zakat harus membuat laporan tahunan tentang apa yang telah dilakukan selama periode kerja tersebut.

  Semuanya harus dilaporkan dalam rapat evaluasi.

  4. Menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada pemerintah.

  Setelah lembaga zakat tersebut membuat laporan tahunan dan laporan pertanggungjawaban, selanjutnya laporan tersebut harus disampaikan kepada pemerintah sebagai pengawas lembaga zakat.

  5. Bertindak dan bertanggungjawab untuk dan atas nama Badan Amil Zakat ke dalam maupun ke luar.

  Segala sesuatu yang dilakukan oleh lembaga zakat harus diperhatikan dipertanggungjawabkan.

  Salah satu tugas penting lain dan lembaga pengelolaan zakat adalah melakukan sosialisasi tentang zakat kepada masyarakat secar terus-menerus dan berkesinambungan, melalui berbagai forum dan media, seperti khutbah jum’at, media ta’lim, seminar, diskusi dan lokakarya, melalui surat kabar, majalah, radio, internet maupun televisi. Dengan sosialisasi yang baik dan optimal diharapkan masyarakat muzakki akan semakin sadar untuk membayar zakat melalui lembaga zakat yang kuat, aman, dan terpercaya.

  

2.1.4 Alur Pengumpulan dan Penyaluran Zakat Dalam Lembaga Pengelolaan

Zakat

  Zakat yang dikumpulkan oleh lembaga pengelola zakat, harus segera disalurkan kepada para mustahik sesuai dengan skala prioritas yang telah disusun dalam program kerja. Zakat tersebut harus disalurkan kepada para mustahik sebagaimana tersurat dalam Al-Qur’an Surah At-Taubah ayat 60 yang uraiannya antara lain sebagai berikut:

  1. Fakir dan Miskin Fakir dan miskin sebenarnya memiliki perbedaan tetapi dalam kenyatannya sering disamakan yaitu mereka yang tidak memiliki penghasilan sama sekali, atau memilikinya akan tetapi sangat tidak mencukupi kebutuhan pokok dirinya dan keluarga yang menjadi tanggungannya. Zakat yang disalurkan pada kelompok ini dapat bersifat konsumtif dan dapat pula bersifat produktif.

  2. Kelompok Amil perdelapan atau 12,5 %. dengan catatan bahwa petugas zakat ini memang melakukan tugas-tugas keamilan dengan sebaik-baiknya dan waktunya sebagian besar atau seluruhnya untuk tugas tersebut.

  3. Kelompok Muallaf Yaitu kelompok orang yang baru masuk Islam. Mereka diberi zakat agar bersungguh-sungguh dalam ber-Islam dan sehingga bertambah keyakinan mereka bahwa segala pengorbanan mereka dengan sebab memeluk agama Islam tidak sia- sia.

  4. Memerdekakan Budak Belian Artinya bahwa zakat itu antara lain harus dipergunakan untuk membebaskan budak belian dan menghilangkan segala bentuk perbudakan.

  5. Kelompok Gharimin Artinya kelompok yang berhutang, yang sama sekali tidak dapat melunasi hutangnya. Mereka diberikan zakat agar terhindar dari segala lilitan hutang.

  6. Fi Sabilillah Pada zaman Rasulullah saw golongan yang termasuk kategori ini adalah para sukarelawan perang yang tidak mempunyai gaji yang tetap. Tetapi berdasarkan lafaz sabilillah di jalan Allah SWT. Sebagian ulama membolehkan memberi zakat tersebut untuk membangun masjid, lembaga pendidikan, perpustakaan, pelatihan para da’i, menerbitkan buku agama, majalah, brosur, dan lain-lain. lbnu Sabil

  Adalah orang yang terputus bekalnya dalam perjalanan karena tidak memiliki biaya untuk kembali ke tanah airnya.

2.1.5 Persyaratan Lembaga Pengelola Zakat

  Yusuf Al Qaradhawi dalam bukunya Fiqh Zakat (1991: 586), menyatakan bahwa seseorang yang ditunjuk sebagai amil zakat atau pengelola zakat, harus memiliki beberapa persyaratan sebagai berikut:

  1. Beragama Islam. Zakat adalah salah satu rukun Islam (rukun Islam ketiga), karena itu sudah saatnya apabila urusan penting kaum muslimin ini diurus oleh sesama muslim.

  2. Mukallaf yaitu orang dewasa yang sehat akal pikirannya yang siap menerima tanggung jawab mengurus urusan umat.

  3. Memiliki sifat amanah atau jujur. Sifat ini sangat penting karena berkaitan dengan kepercayaan umat. Artinya para muzakki akan dengan rela menyerahkan zakatnya melalui lembaga pengelola zakat, jika lembaga ini memang patut dan layak dipercaya. Serta keamanahan ini diwujudkan dalam bentuk transparasi

  (keterbukaan) dalam menyampaikan laporan pertanggung jawaban secara berkala dan juga ketepatan penyalurannya sejalan dengan ketentuan syariat Islamiyyah.

  4. Mengerti dan memahami hukum-hukum zakat yang ia mampu melakukan sosialisasi segala sesuatu yang berkaitan dengan zakat kepada masyarakat dengan pengetahuan tentang zakat yang relatif memadai, para amil zakat diharapkan terbebas dari kesalahan dan kekeliruan yang diakibatkan dan kebodohannya pada masalah zakat tersebut. dan jujur merupakan syarat yang sangat penting, akan tetapi juga harus ditunjang oleh kemampuan dalam melakukan tugas.

  Sedangkan di Indonesia, berdasarkan Keputusan Menteri Agama RI Nomor 581 tahun 1999, dikemukakan bahwa lembaga zakat harus memiliki persyaratan teknis, antara lain adalah (Hafidhudhin, 2002: 173):

  1. Berbadan hukum Maksudnya adalah lembaga zakat harus memiliki badan hukum yang diperoleh dan Departemen Agama sehingga memiliki kekuatan hukum yang jelas agar masyarakat lebih percaya untuk menyisihkan zakat ke lembaga zakat tersebut.

  2. Memiliki data muzakki dan mustahik Setiap lembaga zakat pasti memiliki muzakki dan mustahik yang dijadikan sebagai sasaran sebagai penyimpan dan penyalur dana zakat. Untuk itu, setiap lembaga zakat harus memiliki data muzakki dan mustahik sehingga proses penyaluran dan pengelolaan dana zakat menjadi lebih jelas.

  3. Memiliki program kerja yang jelas Sebagai lembaga yang dipercaya oleh masyatakat, lembaga zakat harus memiliki program kerja yang jelas agar masyarakat tidak ragu untuk menyalurkan menyisihkan dana zakat mereka ke lembaga tersebut.

  4. Memiliki pembukuan yang baik Keberadaan lembaga zakat sekarang ini sangat berpengaruh kepada masyarakat. Setiap dana zakat yang terhimpun dan tersalur, harus transparan. Oleh muzakki percaya dengan lembaga zakat yang ada.

  5. Melampirkan surat pemyataan bersedia diaudit Setiap lembaga zakat harus melaporkan setiap kegiatannya kepada muzakki agar transparansi dapat terjaga. Lembaga zakat harus bersedia diaudit laporan keuangannya agar tidak terjadi kecurangan dalam pelaksanaanya.

  Persyaratan tersebut tentu mengarah pada profesionalitas dan transparansi dari setiap lembaga pengelola zakat. Dengan demikian, diharapkan masyarakat akan semakin bergairah menyalurkan zakatnya melalui lembaga pengelola zakat.

2.2 Ruang Lingkup Zakat

2.2.1 Pengertian Zakat

  Ditinjau dari segi bahasa kata zakat merupakan kata dasar dari zaka yang berarti berkah, tumbuh, bersih dan baik, sedangkan dan segi istilah fiqih, zakat berarti sejumlah harta tertentu yang diwajibkan oleh Allah SWT diserahkan kepada orang yang berhak menerimanya, disamping berarti mengeluarkan sejumlah harta tertentu itu sendiri (Qaradhawi, 1996:35).

  Menurut etimologi syari’at (istilah), zakat adalah nama bagi sejumlah harta tertentu yang telah mencapai syarat tertentu yang diwajibkan Allah SWT untuk dikeluarkan dan diberikan kepada orang-orang yang berhak menerimanya. Perintah zakat termasuk kewajiban yang utama dalam Islam yang dikeluarkan oleh orang yang telah berkewajiban untuk mengeluarkan zakat dari harta yang dianggap telah lebih dari segi jumlah dan pantas untuk dikeluarkan untuk kesejahteraan umat sesuai syariat yang berlaku.

  Menurut pendapat para ulama, harta yang wajib dikeluarkan zakatnya ialah harta yang dimiliki seorang muslim yang baligh dan berakal yang dimiliki serta dapat dipergunakan hasil atau manfaatnya.

  Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam kewajiban zakat ialah: 1. Pemilikan harta yang pasti dan kepemilikan penuh yaitu harta benda yang akan dizakatkan berada dalam kekuasaan dan dimiliki oleh si pemberi zakat.

  2. Berkembang, yaitu harta tersebut berkembang baik secara alami berdasarkan sunatullah maupun karena usaha manusia.

  3. Melebihi kebutuhan pokok, yaitu harta yang dizakatkan telah melebihi dari kebutuhan pokok seseorang atau keluarga yang mengeluarkan zakat tersebut.

  4. Bersih dari utang, yaitu harta yang akan dizakatkan harus bebas dari utang baik kepada Allah (nazar) maupun utang kepada manusia.

  5. Mencapai nisab, yaitu harta tersebut telah mencapai batas jumlah minimal yang wajib dikeluarkan zakatnya.

6. Mencapai haul, yaitu harta tersebut telah mencapai waktu tertentu untuk dikeluarkan zakatnya, biasanya berlaku setiap satu tahun.

2.2.3 Jenis-Jenis Zakat

  1. Zakat Fitrah Zakat fitrah itu adalah zakat diri atau pribadi dari setiap muslim yang dikeluarkan menjelang hari raya Idul Fitri. Zakat fitrah diwajibkan pada tahun kedua hijriah (Yusuf al-Qaradhawi dalam kitabnya Fiqh Az-Zakah )yaitu pada perbuatan dosa. Zakat fitrah itu diberikan kepada orang miskin untuk memenuhi kebutuhan mereka agar tidak sampai meminta-minta pada saat hari raya (Hasan, 2006:107).

  2. Zakat Maal

  Maal (harta) menurut bahasa ialah segala sesuatu yang diinginkan sekali

  oleh manusia untuk menyimpan, memiliki dan dimanfaatkan, sedangkan menurut syara’ adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki dan dapat digunakan menurut kebiasaannya (Kartika, 2006:24). Zakat maal adalah zakat yang dikeluarkan dari harta atau kekayaan serta penghasilan yang dimiliki oleh seorang Muslim yang telah mencapai nishab dan haulnya. Perhitungan zakat maal menurut nishab, kadar dan waktu dikeluarkannya ditetapkan berdasarkan hukum agama.

  3. Zakat Hasil Pemiagaan Zakat perniagaan ialah zakat yang dikeluarkan dari kekayaan yang diinvestasikan dan diperoleh dari kegiatan perdagangan, baik yang dilakukan oleh perseorangan maupun secara kelompok yang wajib dikeluarkan zakatnya setiap tahun sebagai zakat uang.

  4. Zakat Hasil Perternakan dan Perikanan Zakat peternakan meliputi hasil dari peternakan hewan baik yang berukuran besar seperti sapi, kerbau dan unta, yang berukuran sedang sedang seperti kambing dan domba dan yang berukuran kecil kecil seperti unggas,ikan dan lain-lain. Perhitungan zakat untuk masing-masing jenis hewan ternak, baik yakni satu tahun untuk tiap hewan.

  5. Zakat Pertambangan Zakat pertambangan adalah segala yang dikeluarkan dari hasil bumi yang dijadikan Allah di dalamnya dan berharga, seperti timah, besi dan sebagainya

  (Teungku, 2006:149). Hasil tambang tidak disyaratkan haul, zakatnya wajib dibayar ketika barang itu telah digali. Hal ini mengingat bahwa haul disyaratkan untuk menjamin perkembangan harta, sedang dalam hal ini perkembangan tersebut telah terjadi sekaligus, seperti dalam zakat tanaman.

  Barang tambang yang digali sekaligus harus memenuhi nisab begitu juga yang digali secara terus-menerus , tidak terputus karena diterbengkalaikan. Semua hasil tambang yang digali secara terus-menerus harus digabung untuk memenuhi nisab. Jika penggalian itu terputus karena suatu hal yang timbul dengan tiba-tiba, seperti reparasi peralatan atau berhentinya tenaga kerja, maka semua itu tidak memengaruhi keharusan menggabungkan semua hasil galian. Bila galian itu terputus karena beralih profesi, karena pertambangan sudah tidak mengandung barang tambang yang cukup atau sebab lain, maka hal ini memengaruhi penggabungan yang satu dengan yang lain. Dalam hal ini harus diperhatikan nisab ketika dimulai kembali penggalian baru.

  6. Zakat Hasil Pertanian Adalah hasil tumbuh-tumbuhan atau tanaman yang bernilai ekonomis seperti tanaman biji-bijian (padi, jagung, kedelai); umbi-umbian (ubi, kentang, dll); sayur-sayuran (bawang, cabai, bayam, dll); buah-buahan (kelapa, pisang, bamboo, tebu); daun-daunan (teh, tembakau, vanili); kacang-kacangan (kacang hijau, kedelai, kacang tanah) (Kartika, 2006:28).

  Kadar zakat untuk hasil pertanian, apabila menggunakan pengairan secara alami seperti, air hujan, sungai, mata air, adalah 10%. Sedangkan yang menggunakan alat-alat tertentu, sekira air tidak dapat menjangkau pada lahan pertanian kecuali dengan alat tersebut, maka kadar zakatnya adalah 5%.

  Adapun biaya-biaya yang dikeluarkan selain untuk alat pengairan tersebut diatas, seperti pupuk, obat-obatan, upah petugas irigasi, dan lain-lain, tidak dapat berpengaruh pada kadar zakat yang harus dikeluarkan, meskipun ada biaya tambahan yang harus dikeluarkan.

  7. Zakat Pendapatan dan Profesi Zakat profesi adalah zakat yang dikenakan pada setiap pekerjaan atau keahlian profesionalisme tertentu, baik yang dilakukan bersama dengan orang atau lembaga lain, yang mendatangkan penghasilan (uang) yang memenuhi nisab (Hafidhuddin, 1998:103).

  Hasil profesi merupakan sumber pendapatan orang-orang masa kini, seperti pegawai negeri, swasta, konsultan, dokter, dan notaris. Para ahli fikih kontemporer bersepakat bahwa hasil profesi termasuk harta yang harus dikeluarkan zakatnya, mengingat zakat pada hakikatnya adalah pungutan harta yang diambil dari orang-orang kaya untuk dibagikan kepada orang-orang miskin diantara mereka (sesuai dengan ketentuan syarak). Walaupun demikian, jika hasil profesi seseorang tidak mencukupi kebutuhan hidup (diri dan keluarga)nya, ia untuk menutupi kebutuhan hidupnya, atau lebih sedikit, ia belum juga terbebani kewajiban zakat. Kebutuhan hidup yang dimaksud adalah kebutuhan pokok, yaitu pangan, sandang, papan, pendidikan, kesehatan, dan biaya yang diperlukan untuk menjalankan profesinya

  8. Zakat Rikaz Menurut istilah ahli ulama, barang-barang yang disimpan didalam tanah yang berupa emas, perak dan sebagainya sejak zaman purbakala atau sering disebut dengan harta karun, yang termasuk didalamnya barang atau harta yang ditemukan terpendam di tanah hak miliknya namun tidak ada pemiliknya. Setiap orang yang mendapat harta rikaz, yakni harta milik orang-orang dahulu yang ditanam di dalam tanah dan wajib dikeluarkan zakatnya pada ketika itu juga (Kartika, 2006:33).

2.2.4 Manfaat Zakat Dalam Kehidupan Masyarakat

  Zakat sebagai sumber dana yang potensial yang dapat digunakan dalam menunjang kesejahteraan masyarakat, jelas memiliki manfaat dan hikmah tersendiri. Menurut Heri Sudarsono (2003: 135) dalam bukunya Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, manfaat dan hikmah zakat tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

  1. Menghindari kesenjangan antara agniyah dan dhu’afa.

  Maksudnya adalah agar tidak ada batasan antara si kaya dan si miskin. Dimana si kaya dapat membantu si miskin agar dapat meningkatkan kehidupan yang lebih baik dengan zakat yang diberikan oleh si kaya.

  Setiap rezeki yang didapatkan, ada sebagian merupakan hak orang lain. Terkadang rezeki yang didapat belum tentu halal di hadapan Allah SWT. Untuk itu, dianjurkan setiap umat Islam untuk mengeluarkan zakat agar rezeki yang didapatkannya tersebut halal.

  3. Menjadi unsur penting dalam mewujudkan keseimbangan dalam distribusi harta (social distribution) dan keseimbangan tanggung jawab individu dalam masyarakat.

  Zakat merupakan tanggung jawab bagi Muslim yang mampu untuk membayar zakat. Zakat yang dibayarkan ke lambaga-lembaga zakat nantinya akan didistribusikan kepada masyarakat yang membutuhkan sehingga terjadi keseimbangan distribusu harta dari si kaya kepada si miskin.

  4. Menunjang terwujudnya sistem kemasyarakatan Islam.

  Sistem kemasyarakatan Islam terdiri atas prinsip-prinsip: ummat wahidan (umat yang sath), musawah (persamaan derajat), ukhuwah islamiyah (persaudaraan Islam) dan takaful ijti’ma (tanggung jawab bersama).

  5.Dapat mensucikan diri (pribadi) dari kotoran dosa, memurnikan jiwa dan menumbuhkan akhlaq mulia dan mengikis sifat bakhil (kikir).

  Zakat adalah salah satu cara yang dilakukan untuk mensucikan harta-harta yang didapat agar menjadi halal. Dengan membayar zakat, maka manusia akan terbebas dari harta yang tidak halal serta mampu mensucikan diri dari kotoran dosa.

  6.Zakat adalah ibadah maaliyah ekonomi dan pemerataan karunia Allah dan juga merupakan perwujudan solidaritas sosial, pernyataan rasa kemanusiaan dan keadilan, dan pengikat kebersamaan umat dan bangsa sebagai pengikat batin antara golongan kaya dengan yang miskin dan sebagai penimbun jurang pemisah antara golongan yang kuat dengan yang lemah.

2.3 Pengertian Persepsi

  Definisi tentang persepsi dapat dilihat dari definisi secara etimologis maupun definisi yang diberikan oleh beberapa orang ahli. Secara etimologis, persepsi berasal berasal dari kata perception (Inggris) berasal dari bahasa latin

  

perception; dari percipare yang artinya menerima atau mengambil (Sobur,

2003:445).

  Menurut kamus lengkap psikologi, persepsi adalah: (1) Proses mengetahui atau mengenali objek dan kejadian objektif dengan bantuan indera, (2) Kesadaran dari proses-proses organis, (3) (Titchener) satu kelompok penginderaan dengan penambahan arti-arti yang berasal dari pengalaman di masa lalu, (4) variabel yang menghalangi atau ikut campur tangan, berasal dari kemampuan organisasi untuk melakukan pembedaan diantara perangsang-perangsang, (5) kesadaran intuitif mengenai kebenaran langsung atau keyakinan yang serta merta mengenai sesuatu (Chaplin, 2006:358).

  Menurut Leavit (dalam Sobur, 2003:445) persepsi dalam arti sempit adalah penglihatan, bagaimana cara seseorang melihat sesuatu, sedangkan dalam arti luas persepsi adalah pandangan atau pengertian yaitu bagaimana seseorang

  Definisi persepsi menurut para ahli sangat beragam, seperti yang dikemukakan berikut ini. Persepsi menurut Epstein & Rogers (dalam Stenberg, 2008:105) adalah seperangkat proses yang dengannya kita mengenali, mengorganisasikan dan memahami cerapan-cerapan inderawi yang kita terima dari stimuli lingkungan.

  Persepsi didefinisikan sebagai suatu proses yang menggabungkan dan mengorganisir data-data indera kita (penginderaan) untuk dikembangkan sedemikian rupa sehingga kita dapat menyadari di sekeliling kita, termasuk sadar akan diri kita sendiri (Shaleh, 2009:110).

  Menurut Wittig (1977:76) persepsi adalah proses menginterpretasikan stimulus oleh seseorang (perception is the process by which a person interprets

  sensory stimuli) . Persepsi muncul dari beberapa bagian pengalaman sebelumnya.

  Definisi persepsi yang diberikan oleh Desiderato (dalam Rakhmat, 1996:51) adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi ialah memberikan makna pada stimuli inderawi (sensory stimuli). Hubungan dengan persepsi sudah jelas. Sensasi adalah bagian dari persepsi. Walaupun begitu, menafsirkan makna informasi inderawi tidak hanya melibatkan sensasi, tetapi juga atensi, ekspektasi, motivasi, dan memori.

  Persepsi dalam pengertian psikologi menurut Sarwono (2002:94) adalah proses pencarian informasi untuk dipahami. Alat untuk memperoleh informasi tersebut adalah penginderaan (penglihatan, pendengaran, peraba dan sebagainya).

  Menurut Moskowitz dan Ogel (dalam Walgito, 2003:54) persepsi merupakan proses yang integrated dari individu terhadap stimulus yang diterimanya. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa persepsi itu merupakan proses pengorganisasian, penginterpretasian terhadap stimulus yang diterima oleh organisme atau individu sehingga merupakan sesuatu yang berarti dan merupakan aktivitas yang integrated dalam diri individu.

  Persepsi adalah proses pengolahan informasi dari lingkungan yang berupa stimulus, yang diterima melalui alat indera dan diteruskan ke otak untuk diseleksi, diorganisasikan sehingga menimbulkan penafsiran atau penginterpretasian yang berupa penilaian dari penginderaan atau pengalaman sebelumnya. Persepsi merupakan hasil interaksi antara dunia luar individu (lingkungan) dengan pengalaman individu yang sudah diinternalisasi dengan sistem sensorik alat indera sebagai penghubung, dan dinterpretasikan oleh sistem saraf di otak.

  Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi menurut Siagian (1995: 80) yaitu : a. Diri orang yang bersangkutan, dalam hal ini orang yang berpengaruh adalah karakteristik individual meliputi dimana sikap, kepentingan, minat, pengalaman dan harapan.

  b. Sasaran persepsi, yang menjadi sasaran persepsi dapat berupa orang, benda, peristiwa yang sifat sasaran dari persepsi dapat mempengaruhi persepsi orang yang melihatnya. Hal-hal lain yang ikut mempengaruhi persepsi seseorang adalah gerakan, suara, ukuran, tindak tanduk dan lain-lain dari sasaran persepsi. kontekstual artinya perlu dalam situasi yang mana persepsi itu timbul.

  Sementara menurut Bimo Walgito (2010: 101) dalam persepsi individu mengorganisasikan dan menginterpretasikan stimulus mempunyai arti individu yang bersangkutan dimana stimulus merupakan salah satu faktor yang berperan dalam persepsi. Berkaitan dengan hal itu faktor-faktor yang berperan dalam persepsi yaitu :

  1. Adanya objek yang diamati Objek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau reseptor stimulus dapat datang dari luar langsung mengenai alat indera (reseptor), dan dapat datang dari dalam yang langsung mengenai syaraf penerima (sensori) yang bekerja sebagai reseptor.

  2. Alat indera atau reseptor Alat indera (reseptor) merupakan alat untuk menerima stimulus.

  Disamping itu harus ada syaraf sensori sebagai alat untuk meneruskan stimulus yang diterima reseptor ke pusat syaraf yaitu otak sebagai pusat kesadaran. Dan sebagai alat untuk mengadakan respon diperlukan syaraf sensori.

  3. Adanya perhatian Perhatian merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam suatu persepsi. Tanpa adanya perhatian tidak akan terbentuk persepsi.

  Robbins ( 2001 : 89 ) mengemukakan bahwasanya ada 3 faktor yang dapat mempengaruhi persepsi masyarakat yaitu : menafsirkan apa yang dilihatnya dan penafsiran itu sangat dipengaruhi oleh karakteristik pribadi dari pelaku persepsi individu itu.

  2. Target atau objek, karakteristik-karakteristik dan target yang diamati dapat mempengaruhi apa yang dipersepsikan. Target tidak dipandang dalam keadaan terisolasi, hubungan suatu target dengan latar belakangnya mempengaruhi persepsi seperti kecendrungan kita untuk mengelompokkan benda- benda yang berdekatan atau yang mirip.

  3. Situasi, dalam hal ini penting untuk melihat konteks objek atau peristiwa sebab unsur-unsur lingkungan sekitar mempengaruhi persepsi individu.

2.4 Pengertian Respon

  Respon berasal dan kata response, yang berarti jawaban, balasan atau tanggapan (reaction). Dalam kamus besar Bahasa Indonesia edisi ketiga dijelaskan definisi respon adalah berupa tanggapan, reaksi, dan jawahan. Dalam pembahasan teori respon tidak terlepas dari pembahasan, proses teori komunikasi, karena respon merupakan timbal balik dari apa yang dikomunikasikan terhadap orang-orang yang terlibat proses komunikasi.

  Dalam istilah Psikologi, respon dikenal dengan proses memunculkan dan membayangkan kembali gambaran hasil pengamatan. Menurut Kartono (1996 : 58) “respon bisa didefenisikan sebagai gambaran ingatan dari pengamatan”. Sedangkan Ahmadi (1992 :64) menyatakan respon adalah “gambaran ingatan dan pengamatan yang mana objek yang telah diamati tidak lagi berada di dalam ruang respon itu harus melalui pengamatan terlebih dahulu.

  Syah (1995 : 118) mengemukakan bahwa “pengamatan artinya proses menerima, menafsirkan, dan memberi arti rangsangan yang masuk melalui indera- indera, seperti mata dan telinga”. Jadi, respon adalah bayangan yang tinggal dalam ingatan seseorang setelah melalui proses pengamatan terlebih dahulu.

  Dalam proses pengamatan, respon tidak terikat oleh tempat dan waktu. Selain itu, yang menjadi objek dalam respon tersebut masih kabur dan tidak mendetail dan juga tidak memerlukan adanya perangsang dan bersifat imajiner.

  Berdasarkan beberapa pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa respon itu bermula dari adanya suatu tindakan pengamatan yang menghasilkan suatu kesan sehingga menjadi kesadaran yang dapat dikembangkan pada masa sekarang atau pun menjadi antisipasi pada masa yang akan datang. Jadi jelaslah bahwa pengamatan merupakan modal dasar dari respon, sedangkan modal dari pengamatan adalah alat indera yang meliputi penglihatan dan pendengaran.

  2.4.1 Teori Respon

  Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Steven M Caffe respon dibagi menjadi tiga bagian utama (Rahmat, 2004: 218) yaitu:

  1. Kognitif Adalah respon yang berkaitan erat dengan pengetahuan keterampilan dan informasi seseorang mengenai sesuatu. respon ini timbul apabila adanya peruhahan terhadap yang dipahami atau dipersepsi oleh khalayak.

  2. Afektif Yaitu respon yang berhubungan dengan emosi, sikap dan menilai seseorang terhadap sesuatu. Respon ini timbul apabila ada perubahan yang disenangi oleh khalayak ramai terhadap sesuatu.

  3. Konatif Yaitu respon yang berhubungan dengan prilaku nyata yang meliputi tindakan atau perbuatan.

  Oleh kanena itu proses perubahan sikap tersebut tergantung pada keselarasan antara lembaga zakat selaku pengelola zakat (amil) dan muzakki, apakah strategi stimulus lembaga zakat dapat diterima oleh objek lembaga zakat atau sebaliknya tidak dapat diterima. Jika strategi stimulus lembaga zakat dapat diterima berarti komunikasi lembaga zakat dan muzakki dapat efektif dan lancar begitu juga sebaliknya.

  2.4.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Respon Seseorang

  Secara umum dapat dikatakan bahwa terdapat tiga faktor yang mempengaruhi respon seseorang, yaitu : a. Diri orang yang bersangkutan yang melihat dan berusaha memberikan interpretasi tentang apa yang dilihatnya itu, ia dipengaruhi oleh sikap, motif, kepentingan, dan harapannya.

  b. Sasaran respon tersebut, berupa orang, benda, atau peristiwa. Sifat-sifat sasaran itu biasanya berpengaruh terhadap respon orang melihatnya. Dengan kata lain, gerakan, suara, ukuran, tindakan-tindakan, dan ciri-ciri lain dari sasaran respon turut menentukan cara pandang orang. mana respon itu timbul mendapat perhatian. Situasi merupakan faktor yang turut berperan dalam pembentukan atau tanggapan seseorang.

Dokumen yang terkait

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Gambaran Ketahanan Pangan Rumah Tangga Petani Padi di Desa Maligas Tongah Kecamatan Tanah Jawa Kabupaten Simalungun

0 0 7

Liberalisasi Pendidikan Dalam Kerangka GATS : Kajian Hukum Terhadap Pendirian Perguruan Tinggi Asing Di Indonesia

0 1 10

BAB II PENGATURAN PENDIDIKAN TINGGI SEBAGAI SUBSISTEM DARI SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL INDONESIA A. Sistem Pendidikan Nasional - Liberalisasi Pendidikan Dalam Kerangka GATS : Kajian Hukum Terhadap Pendirian Perguruan Tinggi Asing Di Indonesia

0 0 52

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Liberalisasi Pendidikan Dalam Kerangka GATS : Kajian Hukum Terhadap Pendirian Perguruan Tinggi Asing Di Indonesia

0 0 21

10. Bagaimanakah dampak pelaksanaan Program Kemitraan PT.Perkebunan - Pelaksanaan Corporate Social Responsibility (CSR) PT. Perkebunan Nusantara III Dalam Pemberdayaan UMKM Kabupaten Asahan (Studi pada program kemitraan PT. Perkebunan Nusantara IIIDistrik

0 2 20

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2. 1. Corporate Social Responsibility (CSR) dalam perspektif Good - Pelaksanaan Corporate Social Responsibility (CSR) PT. Perkebunan Nusantara III Dalam Pemberdayaan UMKM Kabupaten Asahan (Studi pada program kemitraan PT. Perkebunan

1 5 27

BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang - Pelaksanaan Corporate Social Responsibility (CSR) PT. Perkebunan Nusantara III Dalam Pemberdayaan UMKM Kabupaten Asahan (Studi pada program kemitraan PT. Perkebunan Nusantara IIIDistrik Asahan)

0 0 12

Pelaksanaan Corporate Social Responsibility (CSR) PT. Perkebunan Nusantara III Dalam Pemberdayaan UMKM Kabupaten Asahan (Studi pada program kemitraan PT. Perkebunan Nusantara IIIDistrik Asahan)

0 3 9

Analisis Faktor Penyebab Terjadinya Sisa Material pada Proyek Pembangunan Gedung Wilmar Business Institute Medan

0 1 92

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Analisis Faktor Penyebab Terjadinya Sisa Material pada Proyek Pembangunan Gedung Wilmar Business Institute Medan

1 1 21