BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Kanker Payudara - Perbedaan Intensitas dan Perilaku Nyeri pada Pasien Kanker Payudara Kronik Berdasarkan Tipe Kepribadian di RSUP Haji Adam Malik Medan

  1.1 Definisi Kanker Payudara Kanker payudara adalah neoplasma maligna yang paling sering dijumpai pada wanita dan menempati tempat nomor dua setelah karsinoma servik uterus. Angka tertinggi terdapat pada usia 45-66 tahun, secara keseluruhanresiko perempuan seumur hidupnya untuk berkembang kanker payudara adalah 1 berbanding 8 (Bruner & Suddarth, 2001).

  Kanker payudara adalah tumor ganas yang menyerang payudara. Jaringan payudara tersebut terdiri dari kelenjar susu, saluran kelenjar, dan jaringan penunjang payudara. Kanker payudara tidak menyerang kulit payudara yang berfungsi sebagai pembungkus. Kanker payudara menyebabkan sel dan jaringan berubah bentuk menjadi abnormal dan bertambah banyak secara tidak terkendali (Mardiana, 2004).

  1.2 Manifestasi Klinis Kanker Payudara Selama ini yang terjadi pada penderita adalah baru diketahui bahwa dirinya terserang kanker payudara setelah timbul rasa nyeri atau sakit pada payudara atau setelah benjolan tumbuh semakin membesar pada jaringan payudaranya. Penderita yang terkena kanker payudara stadium awal atau dini tidak merasakan adanya nyeri atau sakit pada payudaranya (Mardiana, 2004).

  8 Dengan lebih cepat mengetahui kanker payudara akan memberikan kesempatan lebih besar untuk keberhasilan penyembuhan kanker itu sendiri. Berikut beberapa tanda dan gejala kanker payudara (American Cancer Society, 2013) :

  1.2.1 Benjolan di payudara Benjolan atau massa di payudara adalah tanda yang paling sering ditemukan pada kanker payudara. Biasanya benjolan tersebut keras dan tidak sakit, walaupun pada beberapa kasus yang juga merasakan nyeri. Tidak semua benjolan berarti kanker. Ada beberapa kondisi tumor jinak pada payudara juga menyebabkan benjolan.

  1.2.2 Pembengkakan di sekitar payudara atau ketiak. Pembengkakan payudara disebabkan oleh peradangan kanker payudara, sebagai bentuk keganasan dari penyakit tersebut.

  Pembengkakan atau benjolan di sekitar ketiak disebabkan oleh kanker payudara yang telah menyebar ke kelenjar getah bening pada area tersebut.

  1.2.3 Kulit kemerahan Jika kulit pada payudara mulai berwarna kemerahan (orange), seringkali disebabkan oleh mastitis yang biasanya terjadi pada ibu menyusui. Tetapi jika tanda tersebut tidak mengalami perubahan ke arah yang lebih baik setelah diberi antibiotik. Kemungkinan tanda tersebut disebabkan oleh peradangan kanker payudara.

  1.2.4 Payudara terasa hangat dan gatal Tanda ini bisa disebabkan oleh mastitis atau peradangan pada kanker payudara.

  1.2.5 Perubahan pada puting Kanker payudara menyebabkan perubahan pada puting, seperti putting akan masuk ke dalam atau kulit di sekitarnya akan gatal, menjadi merah, dan bersisik.

  1.2.6 Cairan yang keluar dari puting Cairan yang keluar dari puting (selain susu) dapat menjadi alarm, tetapi kasus yang sering terjadi disebabkan oleh luka, infeksi atau tumor jinak. Jika cairan yang keluar berupa darah kemungkinan disebabkan oleh kanker payudara.

  1.2.7 Nyeri Payudara terasa nyeri hebat dan menetap serta tidak berhubungan dengan siklus menstruasi. Nyeri biasanya tidak terdapat kecuali pada tahap akhir.

  1.3 Stadium Kanker Payudara Stadium penyakit kanker adalah suatu keadaan dari hasil penelitian dokter saat mendiagnosis suatu penyakit kanker yang diderita pasiennya, sudah sejauhmanakah tingkat penyebaran kanker tersebut baik ke organ atau jaringan sekitar maupun penyebaran ketempat lain.

  Untuk menentukan suatu stadium, harus dilakukan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang lainnya yaitu histopatologi atau PA, rontgen,USG, dan bilamemungkinkan dengan CT scan, scintigrafi, dan lain-lain. Banyak sekali cara untukmenentukan stadium, namun yang paling banyak digunakan saat ini adalah stadium kanker berdasarkan klasifikasi sistem TNM yang direkomendasikan oleh UICC (International Union Against Cancer dari WorldHelath Organization) / AJCC (American Joint Committee On Canceryang disponsori oleh American Cancer Society dan American College of Surgeons). Huruf T menunjukkan tumor primer dengan angka tepat yang menggambarkan ukuran tumor dan gangguan fungsional yang disebabkan oleh perluasan langsung tumor ini. Huruf N menunjukkan keterlibatan kelenjar limfe regional atau adanya keterlibatan kelenjar limfe dalam lokasi anatomi berbeda. Huruf M menunjukkan metastasis jauh dan tidak adanya metastasis (Sabiston, 1995).

Tabel 2.1.3.1 Sistem Penentuan Stadium TNT (Sabiston, 1995)

  Tumor TX Tumor tidak dapat dinilai TO Tanpa bukti tumor primer TIS Karsinoma in situ T1, T2, T3, T4 Peningkatan progresif ukuran tumor dan keterlibatan regional Nodus NX Nodi lympathic regional tidak dapat dinilai secara klinik NO Nodi lympathic regional tidak tampak abnormal N1, N2, N3, N4 Peningkatan derajat keterlibatan nodi lympathic regional Metastasis MX Tidak dinilai MO Tidak diketahui M1 Ada metastasis jauh Setelah masing-masing faktor T, N, M didapatkan, ketiga faktor tersebut kemudiandigabungkan dan akan diperolehstadium kanker sebagai berikut:

Tabel 2.1.3.2 Stadium Numerik Kanker Payudara (Protokol Peraboi, 2003)

  Stadium Ukuran Tumor Palpable Lymph

  Node Metastase

  1 IIA

  IIB

  IIIA

  IIIB

  IV Tis T1 T1 T2 T2 T3

  T1, T2 T3 T4 T N0 N0 N1 N0 N1 N0 N2 N1 N3 N M0 M0 M0 M0 M0 M0 M0 M0 M0 M1

  1.4 Penatalaksanaan Kanker Payudara

  1.4.1 Pembedahan Pembedahan merupakan prosedur pengobatan kanker yang paling tua, dan paling besar kemungkinannya untuk sembuh, khususnya untuk jenis kanker tertentu yang belum menyebar ke bagian tubuh lain. Kemajuan di bidang pembedahan telah memungkinkan tindakan operasi dengan luka dan efek seminimal mungkin sehingga sesudahnya pasien dapat beraktivitas seperti semula (Diananda, 2009).

  1.4.2 Kemoterapi Kemoterapi diberikan sebelum operasi untuk memperkecil ukuran kanker yang akan dioperasi, atau sesudah operasi untuk membersihkan sisa-sisa sel kanker (Diananda, 2009). Pada kemoterapi digunakan preparat antineoplastik sebagai upaya untuk membunuh sel-sel tumor dengan mengganggu fungsi dan reproduksi selular (Potter & Perry, 2005).

  1.4.3 Radioterapi Radioterapi adalah terapi untuk kanker yang luas ekstensinya masih terbatas dan lokal (Sukardja, 2000). Terapi ini diberikan secara eksternal dan internal. Secara eksternal menggunakan alat tertentu untuk menembakkan gelombang radioaktif kea rah sel-sel kanker (disinar), sedangkan internal dalam bentuk implant radioaktif yang disisipkan di area kanker, atau berupa obat telan/suntik (Diananda, 2009).

  1.5 Nyeri pada Kanker Payudara Kebanyakan penderita kanker payudara merasakan beberapa tingkatan nyeri mulai dari ringan sampai hebat, dari akut sampai kronik yang disebabkan oleh kanker itu sendiri atau efek dari pengobatan seperti pembedahan, kemoterapi, terapi radiasi, terapi hormonal, dan obat-obatan anti kanker (Breastcancer Organization, 2015).

  Nyeri yang disebabkan oleh kanker itu sendiri biasanya disebabkan oleh 2 hal yaitu (1) Tumor pada payudara, nyeri bukanlah tanda yang biasanya muncul pada tahap awal kanker payudara, tetapi tumor dapat menyebabkan nyeri karena tumor menekan jaringan terdekat. Pada wanita dengan peradangan kanker payudara, nyeri merupakan salah satu tanda awal. Kanker payudara yang jarang terjadi disebut Paget‟s, penyakit pada puting dapat menyebabkan nyeri dan rasa terbakar sebagai tanda awal. (2) Penyebaran kanker ke bagian tubuh lain. Nyeri yang disebabkan oleh kanker itu sendiri biasanya terjadi pada penderita stadium lanjut karena sel kanker telah menyebar ke bagian lain tubuh . Contohnya jika kanker telah bermetastase ke tulang, maka akan menyebabkan nyeri pada punggung, pinggul dan tulang lainnya. Kanker yang telah bermetastase ke otak akan menyebabkan sakit kepala. Jika kanker telah menyebar ke kelenjar adrenal di ginjal, penderita akan merasakan nyeri tumpul pada punggung. Jika menyebar ke hati , penderita akan merasakan nyeri di bagian kanan atas abdomen (Breastcancer Organization, 2015).

  Nyeri atau ketidaknyamanan yang disebabkan oleh pengobatan kanker payudara bisa terjadi pada setiap penderita tanpa memperhatikan stadium dari kanker itu sendiri. Nyeri yang dialami pasien dapat berupa nyeri akut setelah pembedahan atau prosedur invasif lainnya. Ada juga nyeri kronik yang dialami pasien seperti nyeri post mastektomi, nyeri post torakotomi, nyeri phantom, dan sebagainya. Kemoterapi juga dapat menyebabkan nyeri saat pemasangan intrevena dan nyeri pada abdomen saat pemasangan intraperitonium atau nyeri akibat kemoterapi itu sendiri seperti mukositis, sakit kepala, dsb (Casasola, 2006).

  Pengkajianpascamastektomipenderitabreastcancermengungkapkan bahwa2tahunsetelah operasi, 20% pasien melaporkansensasipayudaraphantomdan1% melaporkannyeri payudaraphantom. Penelitian terbarulainnyamelaporkankejadian47% (13% berat, 39% sedang,danringan% 48) nyeripascamastektomi2-3tahunsetelah operasi (Fine, Burton, & Passik, 2011).

  Intensitas nyeri yang dirasakan pasien kanker tergantung kepada jenis kanker,letak kanker, stadium kanker dan berapa banyak nervus yang rusak karena kanker itu sendiri maupun diakibatkan oleh pengobatan yang dilakukan (Baradero & koleganya, 2007). Nyeri pada kanker menjadi kronik seiring dengan perjalanan penyakit kanker itu sendiri dan sebagai komplikasi dari pengobatan.

  2.1 Definisi Intensitas Nyeri Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri yang dirasakan oleh individu. Pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual, dan kemungkinan dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling mungkin adalah menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri (Tamsuri, 2004).

  2.2 Klasifikasi Nyeri pada Kanker Menurut Casasola (2006), nyeri kanker dapat diklasifikasikan menjadi 2 yaitu :

  2.2.1 Nyeri Nosiseptik Nyeri nosiseptik dihasilkan dari rangsangan pada jalur nosiseptik pada jaringan viseral atau somatik, yang disebabkan oleh peradangan. Nyeri kanker nosiseptik somatik berasal dari struktur jaringan lunak yaitu sistem saraf dan nonvisceral pada sumber termasuk tulang, otot, kulit dan sendi. Nyeri biasanya terlokasisasi dan karakter nyeri biasanya tajam, sakit dan berdenyut. Nyeri somatik biasanya berhubungan dengan kerusakan jaringan. Nyeri kanker nosiseptik visceral berasal dari organ bagian dalam toraks, abdomen atau pelvis. Nyeri viseral biasanya tidak jelas dan tumpul. Nyeri sulit dilokalisasi.

  2.2.2 Nyeri Neuropatik Nyeri neorupatik disebabkan oleh patologi yang mempengaruhi sistem saraf, daripada aktivasi dari nosiseptor oleh rangsangan.

  Pada keganasan, nyeri neuropatik dihasilkan oleh tekanan pada saraf, disertai saraf yang mengalami kerusakan dan nyeri simpatik. Karakter nyeri yang disebabkan tekanan pada saraf seperti rasa terbakar, tertusuk, dan seperti tersetrum. Hasil radiologi akan menunjukkan keganasan yang menekan struktur saraf. Kerusakan saraf pada pasien kanker merupakan proses kompleks yang disebabkan oleh banyak mekanisme. Biasanya berhubungan dengan hilangnya fungsi saraf afferent pada bagian yang nyeri.

  Nyeri simpatik berhubungan dengan vasodilatasi kutaneus, peningkatan temperature kulit, pola berkeringat yang abnormal, perubahan trophic dan allodynia.

  2.3 Fisiologi Nyeri Organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsangan nyeri disebut reseptor nyeri (Tamsuri, 2004). Reseptor nyeri disebut juga nosiseptor. Berdasarkan letaknya, nosiseptor dapat dikelompokkan dalam beberapa bagian tubuh yaitu pada kulit (kutaneus), somatik dalam (deep somatic) dan pada daerah viseral. Fisiologi nyeri melalui proses-proses berikut :

  2.3.1 Tranduksi Selama fase tranduksi, jaringan yang mengalami kerusakan melepaskan mediator biokimia yaitu prostaglandin, bradikinin, serotonin, histamine dan substansi P) yang akan mengaktifkan reseptor-reseptor nyeri (nosiseptor). Rangsangan nyeri (noxious stimuli) juga menyebabkan perpindahan ion melalui membran sel yang dapat mengaktifkan reseptor (Kozier,dkk, 2004). Pada fase ini stimuli nyeri diubah menjadi suatu aktifitas listrik yang akan diterima ujung-ujung saraf.

  2.3.2 Transmisi Transmisi nyeri terdiri dari 3 bagian. Bagian pertama, implus nyeri disalurkan dari serabut saraf perifer ke medula spinalis.

  Subtansi P sebagai neurotransmitter membantu transmisi implus melewati sinaps dari saraf aferen primer ke saraf kedua di dorsal horn pada medula spinalis. Bagian kedua, transmisi dari medula spinalis melalui jalur spinathalamic menuju batang otak dan thalamus. Bagian ketiga meliputi transmisi implus antara thalamus ke somatik sensori di korteks serebri dimana implus tersebut diterjemahkan dan dirasakan sebagai persepsi nyeri (Kozier,dkk, 2004).

  2.3.3 Persepsi Persepsi merupakan titik kesadaran seseorang terhadap nyeri.

  Pada saat individu menjadi sadar akan nyeri, maka akan terjadi reaksi yang kompleks (Potter & Perry, 2005).

  2.3.4 Modulasi Sering didefinisikan sebagai descending system. Modulasi terjadi saat neuron di batang otak mengirim sinyal kembali ke kornu dorsal di medulla spinalis. Serabut descending melepaskan substansi P seperti opiod, serotonin, dan norepinefrin yang dapat menghambat implus nyeri di dorsal horn (Kozier,dkk, 2004).

  2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi intensitas nyeri Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi intensitas nyeri yang dirasakan oleh pasien antara lain :

  2.4.1 Usia Usia merupakan variabel yang penting dalam mempengaruhi nyeri individu. Anak yang masih kecil mempunyai kesulitan dalam memahami nyeri dan prosedur pengobatan yang dapat menyebabkan nyeri. Anak-anak juga belum dapat mengucapkan kata-kata untuk mengungkapkan nyeri yang ia rasakan (Prasetyo, 2010). Sedangkan pada orang dewasa, nyeri yang mereka rasakan sangat kompleks, karena mereka umumnya memiliki berbagai macam penyakit dengan gejala yang sering sama dengan bagian tubuh yang lain (Taylor, 1997 dalam Potter & Perry, 2009).

  2.4.2 Jenis Kelamin Jenis kelamin secara umum, pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna dalam merespons terhadap nyeri (Gill, 1990 dikutip dari Potter & Perry, 2005). Akan tetapi dari penelitian terakhir memperlihatkan hormon seks paa mamalia berpengaruh terhadap toleransi terhadap nyeri. Hormon seks testosterone menaikkan ambang nyeri pada percobaan binatang sedangkan estrogen meningkatkan pengenalan/sensitivitas terhadap nyeri (Prasetyo, 2010).

  2.4.3 Kebudayaan Latar belakang etnik dan budaya telah lama diketahui sebagai faktor yang mempengaruhi reaksi dan ekspresi seseorang terhadap nyeri. Perilaku yang berhubungan dengan nyeri adalah bagian dari proses sosialisasi. Walaupun ada sedikit variasi pada ambang nyeri, latar belakang budaya dapat mempengaruhi level nyeri yang individu dapat di toleransi (Kozier,dkk, 2004).

  2.4.4 Makna Nyeri Makna nyeri pada seseorang mempengaruhi pengalaman nyeri dan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri. Seorang wanita yang merasakan nyeri saat bersalin akan mempersepsikan nyeri secara berbeda dengan wanita lain yang nyeri karena dipukul suami (Prasetyo, 2010).

  2.4.5 Ansietas dan Stres Ansietas sering menyertai nyeri. Ancaman yang tidak diketahui dan ketidakmampuan mengontrol nyeri atau kejadian yang memperberatnya dapat menambah persepsi nyeri. Pasien yang percaya bahwa mereka mampu mengontrol nyerinya memiliki tingkat ansietas yang lebih rendah (Kozier,dkk, 2004).

  2.4.6 Pengalaman nyeri masa lalu Pengalaman nyeri sebelumnya merubah sensitivitas pasien terhadap nyeri (Kozier,dkk, 2004). Tetapi tidak selalu berarti bahwa individu tersebut akan mudah menerima nyeri pada masa yang akandatang. Apabila individu sejak lama mengalami nyeri yang berat, maka ansietas atau bahkan rasa takut akan muncul. Sebaliknya, apabila individu mengalami nyeri dengan jenis sama dan berulang tetapi nyeri tersebut dapat hilang akan lebih mudah bagi individu tersebut menginterpretasikan sensasi nyeri dan akibatnya pasien akan lebih siap untuk melakukan tindakan- tindakan yang diperlukan untuk menghilangkan nyeri (Potter & Perry, 2005).

  2.4.7 Lingkungan dan Dukungan Sosial Lingkungan asing seperti rumah sakit, dengan kegaduhannya dan aktivitasnya dapat memperparah nyeri (Kozier,dkk, 2004).Individu yang mengalami nyeri sering kali bergantung pada anggota keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan, bantuan atau perlindungan. Walaupun nyeri tetap klien rasakan, kehadiran orang yang dicintai dapat meminimalkan kesepian dan ketakutan (Potter & Perry, 2005).

  2.5 Pengukuran intensitas nyeri

  2.5.1 Skala Numerik Nyeri(Numeric Rating Scale) Penggunaan skala numerik nyeri sangat mudah dan metode yang reliable untuk menentukan intensitas nyeri pasien (Kozier,dkk, 2004). Berat ringannya rasa sakit atau nyeri dibuat menjadi terukur dengan mengobyektifkan pendapat subyektif nyeri. Skala numerik dari 0 hingga 10, di bawah ini, nol (0) merupakan keadaan tanpa atau bebas nyeri, sedangkan sepuluh (10), suatu nyeri yang sangat hebat (Brunner & Suddarth, 2001). Skala numerik nyeri valid digunakan untuk mengkaji nyeri pada berbagai tipe nyeri seperti nyeri akut, nyeri pada kanker, dll Gambar 1.Skala Numerik Nyeri

  3.1 Definisi Perilaku Nyeri Pengukuran nyeri lainnya berfokus pada perilaku nyeri. Menurut

  Wall, 1991 perilaku nyeri adalah segala sesuatu yang dilakukan oleh seseorang dan setiap perubahan kebiasaan ketika ia mengalami nyeri yang dapat diobservasi. Perilaku yang muncul dapat menjadi tanda dari nyeri kronik seperti kelainan gerak tubuh atau cara berjalan, ekspresi stres yang terlihat dan terdengar, dan menghindari aktivitas (Turk, Wack, & Kerns, 1995 dalam Taylor, S.E 2009). Perilaku nyeri juga dapat didefenisikan sebagai sebahagian atau seluruh output individu yang terobservasi yang menunjukkan adanya nyeri seperti postur tubuh, ekspresi wajah, perkataan, berbaring, mengkonsumsi obat, mencari pengobatan, dan pencarian kompensasi (Fordyce, 1976 dalam Harahap, 2006).

Tabel 2.3.3.1 Indikator Perilaku Nyeri (Potter & Perry, 2009)

  Vokal Ekspresi Pergerakan Interaksi Wajah Tubuh

  1. Mengerang

  1.Menyeringai

  1. Gelisah

  1. Menghindari (merintih)

  2. Merapatkan

  2. Tidak percakapan

  2. Menangis gigi dapat

  2. Hanya fokus

  3.Menghembuskan

  3.Mengerutkan bergerak pada aktivitas nafas dahi

  3.Ketegangan yang tidak

  4. Mendengkur

  4. Menutup otot menimbulkan (mengorok) mata atau

  4.Peningkatan nyeri mulut dengan gerakan

  3. Menghindari rapat sekali tangan dan kontak sosial atau jari

  4. Perhatian membukanya

  5. Aktivitas berkurang lebar-lebar yang cepat

  5. Interaksi

  5.Menggigit

  6. Gerakan dengan bibir berirama atau lingkungan mengikuti berkurang

  7.Menjaga pergerakan bagian tubuh nyeri

  8. Memegang bagian tubuh yang nyeri

  3.2 Tipe-Tipe Perilaku Nyeri

  3.2.1 Respondent Behavior(Perilaku Reflektif) adalah tipe perilaku refleks sebagai respon

  Respondent behavior terhadap rangsangan (Kats, 1998 dalam Harahap, 2006).

  Rangsangan tersebut biasanya spesifik dan dapat diprediksi.

  Respondent behavior adalah perilaku spontan saat rangsangan

  terjadi secara adekuat seperti rangsangan nosiseptik, respon dari perilaku tersebut kemungkinan akan tampak. Sebaliknya, saat rangsangan tersebut tidak adekuat, perilaku tersebut kemungkinan tidak terlihat. Oleh karena itu, perilaku responden bergantung pada rangsangannya.

  3.2.2 Operant Behavior(Respon Instrumental)

  Operant behavior tidak selalu berhubungan dengan rangsangan

  yang spesifik. Operant behavior terjadi secara langsung dan otomatis terhadap rangsangan sama seperti perilaku responden (Kats, 1998 dalam Harahap, 2006). Tipe perilaku nyeri ini tidak dikontrol oleh rangsangan dan bahkan saat rangsangan tersebut tidak adekuat tetapi pasien menerima pengaruh dari lingkungan seperti (keberadaan pasangan, perawat dan keadaan lingkungan) maka perilaku nyeri akan terlihat.

  3.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku nyeri

  3.3.1 Jenis Kelamin Pada umumnya wanita menunjukkan ekspresi emosional yang lebih kuat pada saat mengalami nyeri. Menangis misalnya, adalah hal atau perilaku yang sudah dapat diterima pada wanita sementara pada laki-laki hal ini dianggap hal yang memalukan (Lewis, 1983).

  3.3.2 Intensitas Nyeri Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri yang dirasakan oleh individu. Wilkie dan kolega 1992 dalam Harahap 2006 melakukan penelitian pada pasien kanker paru-paru, mereka menemukan bahwa perilaku nyeri berhubungan secara signifikan dengan intensitas nyeri dan kualitas nyeri.

  3.3.3 Kebudayaan Setiap suku dan kebudayaan mempersepsikan nyeri dengan cara yang berbeda-beda ( Waddle dan kolega 1989), perbedaan itu terlihat dari perilaku nyeri yang ditunjukkan pasien ( Lofvander & Furhoff 2002 dalam Harahap 2006). Beberapa pasien mengatasi nyeri yang dirasakannya sendiri karena menganggap nyeri adalah sesuatu yang pribadi. Pasien lainnya menunjukkan ekspresi verbal seperti menangis dan berteriak. Diperkirakan orang Barat memiliki toleransi terhadap nyeri lebih tinggi dibanding orang Timur (Nayak & kolega, 2000 dalam Callister, 2003).

  3.3.4 Keyakinan Diri Keyakinan diri berhubungan dengan kemampuan individu untuk melakukan aktivitas seperti duduk, berdiri dan berjalan (Romano & kolega, 1999 dalam Harahap, 2006). Self-efficacy yang rendah berhubungan dengan rendahnya toleransi terhadap nyeri, penghindaran sosial, tingginya ketidakmampuan dalam beraktivitas mandiri, dan buruknya hasil treatmentyang dijalani (Turk & Monarch, 2002 dalam Godsoe, 2008).

  3.3.5 Pasangan/ Anggota Keluarga Pasangan merupakan sumber yang sangat penting bagi keutuhan kehidupan sosial pasien dan boleh juga diisyaratkan sebagai syarat yang berbeda dan pilihan yang tepat untuk mengekspresikan sebuah perilaku nyeri (Fordyce, 1976 dalam Harahap, 2006).

  Menurut Flor, Turk, dan Rudy (1992 dalam Harahap, 2006) bahwa pasangan dan anggota keluarga yang lain sering termasuk dalam pengobatan dan mengajarkan kepada pasien untuk berespons positif pada setiap aktivitas yang dilakukan pasien dan indikasi yang lainnya bagi perilaku yang baik. Pasangan mempunyai peran yang kuat bagi peningkatan nyeri pasien.

  3.4 Pengukuran perilaku nyeri Instrumen yang digunakan untuk mengukur perilaku nyeri adalah

  Pain Behavior Observation Protocol (PBOP), pertama kali dikemukakan oleh Keefe dan Block tahun 1982 (Harahap, 2006). PBOP terdiri dari lima parameter perilaku yaitu guarding, braching, rubbing, grimacing, dan sighing. Serial aktivitas protokol Keefe dan Block yang telah distandarisasi ini akan diadaptasikan selama 10 menit. Protokol aktivitas ini meliputi: duduk untuk periode 1 menit dan lagi selama 2 menit, berdiri untuk periode 1 menit dan lagi selama 2 menit, berbaring untuk periode 1 menit dan lagi selama 1 menit kedua, dan berjalan untuk 1 menit dan lagi selama 1 menit kedua. Pendeskripsian dari kelima parameter perilaku nyeri tersebut adalah:(1) guarding, yang mana mengacu pada penjagaan area tubuh yang sakit, (2) braching, yang mana mengacu pada kekakuan tubuh yang tidak normal, menyela, atau pergerakan yang kaku, (3) rubbing, yang mana mengacu pada sentuhan atau rabaan pada bagian tubuh yang sakit, (4) grimacing, yang mana mengacu pada guratan wajah dalam mengekspresikan rasa nyeri seperti mengerutkan dahi, menyipitkan mata, mengatupkan bibir, menyingkap sudut mulut, dan merapatkan gigi, (5) sighing, yang mengacu pada pernafasan atau menghela nafas.

  Instrumen ini menggunakan skala Likert (0 = tidak ada nyeri, 1 = sering, 2 = selalu). Nilai total perilaku nyeri merupakan penjumlahan dari kelima parameter perilaku nyeri tersebut diatas. Skor tertinggi (10) mengidentifikasikan level perilaku nyeri yang tinggi.

  4.1 Definisi Kepribadian Personality atau kepribadian berasal dari bahasa Latin persona, kata persona merujuk pada topeng yang biasa digunakan para pemain sandiwara di Zaman Romawi. Para aktor Romawi memakai topeng (persona) untuk memainkan peran atau penampilan palsu. Definisi ini tentu saja, bukan definisi yang bisa diterima. Ketika psikolog menggunakan istilah kepribadian, mereka mengacu pada sesuatu yang lebih dari sekedar peran yang dimainkan seseorang.

  Banyak para ahli yang mendefinisikan kepribadian. Salah satu yang paling penting menurut Allport dalam Alwisol (2009), kepribadian adalah suatu organisasi yang dinamis dari sistem psikofisik indvidu yang menentukan tingkah laku dan pemikiran indvidu secara khas. Terjadinya interaksi psikofisik mengarahkan tingkah laku manusia. Maksud dinamis pada pengertian tersebut adalah perilaku mungkin saja berubah-ubah melalui proses pembelajaran atau melalui pengalaman-pengalaman, reward, punishment, pendidikan dsb.

  Kepribadian adalah pola sifat dan karakteristik tertentu, yang relatif permanen dan memberikan, baik konsistensi maupun individualitas pada perilaku seseorang (Feist & Feist, 2009). Sifat (trait) merupakan faktor penyebab adanya perbedaan antarindividual dalam perilaku, konsistensi perilaku dari waktu ke waktu, dan stabilitas perilaku dalam berbagai situasi. Sifat bisa saja unik, sama pada beberapa kelompok manusia, atau dimiliki semua manusia, tetapi pola sifat pasti berbeda untuk masing- masing individu.

  Karakteristik (characteristic) merupakan kualitas tertentu yang dimilki seseorang termasuk di dalamnya beberapa karakter seperti temperamen, fisik, dan kecerdasan. Jadi masing-masing orang mempunyai kepribadian berbeda, walaupun memiliki kesamaan dalam beberapa hal dengan orang lain.

  Kepribadian adalah bagaimana ia berespon, mengintegrasi stimuli dan bagaimana ia memotivasi dirinya sendiri untuk memenuhi kebutuhan primer maupun sekunder (Izzudin, 2006).

  Dari beberapa defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa kepribadian adalah sebuah karakteristik didalam diri individu yang relatif menetap, bertahan, yang mempengaruhi penyesuaian diri individu terhadap lingkungan dan stimulus.

  4.2 Tipe-Tipe Kepribadian Tipe-tipe kepribadian adalah konsep yang dikembangkan untuk membagi kepribadian dalam kategori-kategori tertentu. Ada berbagai teori tentang kepribadian, beberapa di antaranya :

  4.2.1 Teori Eysenck Hans Jurgen Eysenck dalam Lestari (2008) mengembangkan teori kepribadiannya berdasarkan struktur kepribadian yang terbentuk mulai dari respon yang sederhana sampai dengan respon yang kompleks. Penjelasan teori ini dipersempit pada pengertian trait dan tipe yang merupakan hal yang diutamakan dalam teorinya. Dimensi kepribadian Eysenck menjelaskan posisi kecenderungan individu sehubungan dengan reaksi atau tingkah lakunya. Di dalam tipe kepribadian Introvert-Extravert, telah terkandung didalamnya dimensi Stable-Unstable, karena Eysenck telah mengkombinasikan kedua dimensi tersebut kedalam satu tipe kepribadian Introvert- Extravert. Eysenck juga mengatakan bahwa seseorang tidak pernah murni berada dalam satu tipe, tidak ada yang murni introvert atauextravert.

  Hanya saja yang lebih dominan pada diri seseorang itu apakah itu sifat introvert atau extravert sehingga orang tersebut dapat digolongkan ke dalam tipe introvert atau tipe extravert. Seperti juga orang neurotik tidak akan menjadi neurotik sepanjang waktu, kepribadian ini dapat bergerak dari normal sampai dengan neurotik, begitu juga sebaliknya. Kemudian ia menambahkan satu dimensi lagi, yaitu Psychotism. Dimensi ini jarang ditemui pada populasi normal, karena telaah Eysenck tentang dimensi ini memang lebih didasarkan pada kepribadian abnormal.

  Karakteristik mendasar kepribadian akan terletak pada dimensi extravert-introvert (dimensi E). Eysenck yakin bahwa setiap orang pasti terletak pada suatu posisi dalam kontinum kedua dimensi tersebut.

  Eysenck mengakui bahwa kedua dimensi kepribadian yang diajukannya tersebut bukanlah merupakan satu-satunya cara mendeskripsikan maupun menganalisa kepribadian. Namun ternyata dua dimensi itulah yang kemudian dibuktikan oleh para peneliti lain, dengan menggunakan metode yang berbeda-beda, sebagai dimensi yang selalu muncul dan oleh karenanya menjadi dimensi terpenting dalam mendeskripsikan kepribadian manusia. Berikut diuraikan dimensi kepribadian yang dikemukakan oleh Eysenck :

  4.2.1.1 Introvert Individu yang memiliki tipe introvert mempunyai ciri tenang, pemalu, lebih suka menyendiri, introspektif, lebih menyukai buku daripada berbicara dengan orang lain. Bersikap hati-hati dan menjaga jarak kecuali dengan teman dekatnya. Dia cenderung mempunyai rencana ke depan, penuh pertimbangan, tidak membiarkan dorongannya keluar begitu saja. Selain itu, dimensi ini juga mempunyai kehidupan yang teratur, perasaannya dijaga ketat, jarang bertingkah laku agresif serta tidak mudah kehilangan kendali. Ia juga seorang yang dapat dipercaya, agak pesimis dan menempatkan standar etika pada tempat yang tinggi.

  4.2.1.2 Ekstravert Ciri khas orang extravert adalah pandai bersosialisasi, memiliki banyak teman, membutuhkan orang untuk diajak berbicara, tidak menyukai membaca dan belajar sendiri. Mencari-cari kegembiraan, menyukai perubahan, mudah berubah, tindakan-tindakannya tidak dipikirkan terlebih dahulu dan biasanya impulsive. Menyenangi lelucon ringan, periang, optimis, suka tertawa dan bersenang-senang. Ia juga seorang yang aktif dan banyak melakukan kegiatan, cenderung agresif, mudah kehilangan kendali, perasaannya tidak dijaga secara ketat, serta ia bukanlah orang yang selalu bisa dipercaya .

  4.3 Pengukuran Kepribadian

  4.3.1 Inventori Kepribadian Inventori kepribadian adalah kuisioner yang mendorong individu untuk melaporkan reaksi atau perasaannya dalam situasi tertentu.

  Kuisioner ini mengajukan pertanyaan-pertanyaan pada setiap orang dan jawabannya biasanya diberikan dalam bentuk yang mudah dinilai.

  4.3.1.1 Eysenck Personality Inventory Alat ukur ini diciptakan oleh H.J. Eysenck, yang konstruksi tesnya dimulai pada tahun 1963 dan digunakan untuk menentukan kecenderungan introvert dan extravert. Eysenck beranggapan bahwa sebelum dapat mendeskripsikan dan mengukur kepribadian, perlu dibuat suatu model untuk mewakilinya dan suatu konsep untuk meringkas aspek yang berbeda-beda dari model tersebut.

  Pada masing-masing dimensi kepribadian (Extraversion dan Introversion) yang dikemukakan Eysenck terdapat traits yaitu :

  a. Pada dimensi Extraversion dan Introversion terdiri dari 7 traits yaitu activity (aktivitas), sociability (kesukaan bergaul), risk taking (keberanian mengambil resiko), impulsiveness (melakukan dorongan hati), expressiveness (pernyataan perasaan), reflectiveness (kedalaman berpikir), dan responsibility (tanggung jawab).

  1. Activity (Aktivitas) Orang-orang yang mempunyai nilai tinggi pada faktor ini pada umumnya aktif dan energik.Mereka menyukai seluruh jenis aktivitas fisik termasuk kerja keras dan latihan. Mereka cenderung bangun pagi-pagi sekali, bergerak dengan cepat dari satu aktivitas ke aktivitas lainnya dan mengejar berbagai macam kepentingan dan minat yang berbeda-beda.Orang-orang yang mempunyai nilai rendah pada faktor ini cenderung tidak aktif secara fisik, lesu dan mudah letih. Mereka bergerak di dunia ini dengan langkah yang santai dan lebih menyukai hari libur yang tenang dan penuh istirahat. Nilai aktivitas yang tinggi adalah suatu karakteristik extravert, nilai aktivitas yang rendah adalah suatu karakteristik introvert.

  2. Sociability(Kesukaan Bergaul) Faktor ini mempunyai interpretasi yang cukup berterus terang.

  Individu yang mempunyai nilai tinggi pada faktor ini suka mencari teman, menyukai kegiatan-kegiatan sosial, pesta-pesta, mudah menjumpai orang-orang dan pada umumnya juga cukup bergembira dan merasa senang dalam situasi-situasi ramah tamah.

  Individu yang mempunyai nilai rendah sebaliknya, lebih suka mempunyai teman khusus saja, menyenangi kegiatan-kegiatan yang menyendiri seperti membaca, merasa sukar untuk mencari hal-hal yang hendak dibicarakan dengan orang lain, dan cenderung menarik diri dari kontak-kontak sosial yang menekan. Nilai yang tinggi dalam kesukaan bergaul adalah suatu aspek dari extravert, sedangkan nilai kemauan bergaul merupakan aspek introvert.

  3. Risk Taking(Keberanian Mengambil Resiko) Individu yang mempunyai nilai tinggi pada faktor ini, senang hidup dalam bahaya dan mencari pekerjaan yang penuh dengan resiko.

  Individu yang mempunyai nilai rendah pada karakteristik ini, lebih menyukai keakraban (kebiasaan), keamanan dan keselamatan, meskipun hal ini berarti mengorbankan suatu tingkat kegembiraan dalam kehidupan. Faktor keberanian mengambil resiko ini mempunyai kaitan yang erat dengan aspek impulsiveness. Nilai tinggi pada dimensi ini menunjukkan kecenderungan extravertdan nilai yang rendah menunjukkan kecenderungan introvert.

  4. Impulsiveness (Penurutan Dorongan Hati) Individu yang mempunyai nilai tinggi pada faktor ini cenderung bertindak secara mendadak tanpa dipikirkan terlebih dahulu, membuat keputusan yang terburu-buru dan kadang-kadang gegabah, biasanya tidak memikirkan apa-apa sama sekali, angina- anginan dan tidak berpendirian tetap. Orang-orang yang mempunyai nilai yang rendah mempertimbangkan berbagai masalah dengan sangat hati-hati sebelum membuat keputusan. Orang-orang ini mempunyai sifat yang sistematis, teratur, hati-hati dan merencanakan kehidupan mereka terlebih dahulu. Mereka berpikir sebelum berbicara dan melihat sebelum melangkah.

  5. Expressiveness(Pernyataan Perasaan) Faktor ini berhubungan dengan suatu kecenderungan umum seseorang untuk memperlihatkan emosinya kearah luar dan secara terbuka, apakah itu duka cita, kemarahan, ketakutan, kecintaan dan kebencian. Individu yang mempunyai nilai yang tinggi pada faktor ini cenderung sentimental, simpatik, mudah berubah pendirian dan demonstratif. Sebaliknya individu yang mempunyai nilai rendah sangat pandai menguasai diri, tenang, tidak memihak dan pada umumnya terkontrol dalam menyatakan pendapat dan perasaannya.

  6. Reflectiveness(Kedalaman Berpikir) Individu yang mempunyai nilai tinggi pada faktor ini mengarah pada introvertdan nilai rendah mengarah kepada extravert. Individu yang mempunyai nilai tinggi pada faktor kedalaman berpikir ini cenderung tertarik pada ide-ide, abstraksi-abstraksi, masalah- masalah filsafat, diskusi-diskusi, spekulasi-spekulasi danpengetahuan “untuk pengetahuan itu sendiri,” yaitu mereka pada umumnya suka berpikir dan introspektif (dalam pengertian yang harfiah). Orang-orang yang mempunyai nilai yang rendah mempunyai bakat untuk bekerja, lebih tertarik untuk melakukan berbagai hal daripada memikirkan hal-hal tersebut dan cenderung tidak sabar dengan perbuatan teori- teori “alam khayal.”

  7. Responsibility (Tanggung jawab) Individu yang mempunyai nilai tinggi pada faktor ini cenderung berhati-hati, teliti, dapat dipercaya, dapat dijadikan andalan, sungguh-sungguh, bahkan mempunyai sedikit sifat mendorong. Individu yang mempunyai nilai yang rendah cenderung tidak menyukai kegiatan yang resmi, terlambat dalam menepati janji, berubah-ubah pendirian, dan mungkin juga tidak bertanggung jawab secara sosial, seluruh nilai pada faktor ini masih berada dalam batas-batas normal.

Dokumen yang terkait

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 HIV 2.1.1 Epidemiologi 1.Situasi Global - Profil Pasien Hiv Dengan Tuberkulosis Yang Berobat Ke Balai Pengobatan Paru Provinsi (Bp4), Medan Dari Juli 2011 Hingga Juni 2013

0 0 36

Profil Pasien Hiv Dengan Tuberkulosis Yang Berobat Ke Balai Pengobatan Paru Provinsi (Bp4), Medan Dari Juli 2011 Hingga Juni 2013

0 0 14

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN (KONTRAK) A. Pengertian Perjanjian - Analisis Hukum tentang Perjanjian Pengadaan Jasa Konsultansi untuk pekerjaan survey dan penyelidikan tanah SUTET 275 KV Sigli-Lhoksumawe dan SUTT 150 KV Takengon-Blang Kjeren, st

0 0 38

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisis Hukum tentang Perjanjian Pengadaan Jasa Konsultansi untuk pekerjaan survey dan penyelidikan tanah SUTET 275 KV Sigli-Lhoksumawe dan SUTT 150 KV Takengon-Blang Kjeren, studi pada PT. Prima Layanan Nasional Enj

0 0 16

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tinjauan Yuridis Tentang Perlindungan Hukum Nasabah Penyimpanan Dana (Studi Pada BNI 46 Cabang Medan)

0 1 9

Keanekaragaman Plankton di Sungai Pelawi Desa Pelawi Utara Kabupaten Langkat Sumatera Utara

0 1 43

Keanekaragaman Plankton di Sungai Pelawi Desa Pelawi Utara Kabupaten Langkat Sumatera Utara

0 1 10

Pemeliharaan Kebersihan Diri Ibu Hamil di Kecamatan Medan Belawan

0 1 36

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pemeliharaan Kebersihan Diri Ibu Hamil di Kecamatan Medan Belawan

0 0 13

Perbedaan Intensitas dan Perilaku Nyeri pada Pasien Kanker Payudara Kronik Berdasarkan Tipe Kepribadian di RSUP Haji Adam Malik Medan

0 0 25