BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Konflik 2.1.1 Pengertian Konflik - Pengaruh Konflik Dan Kejenuhan Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Melalui Motivasi Terhadap Karyawan Pt. Tolan Tiga Indonesia Medan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Konflik

2.1.1 Pengertian Konflik

  Walton dalam Winardi (2001:169) mengatakan bahwa hubungan – hubungan antar kelompok, tidak selalu berjalan dengan baik. Senantiasa dapat timbul kemungkinan konflik antar individu, dan konflik antar kelompok. Konflik timbul, apabila terdapat ketidaksesuaian paham pada sebuah situasi sosial, mengenai persoalan – persoalan substansi, dan atau antagonisme emosional.

  Menurut Supardi & Anwar (2002:76) konflik biasanya timbul dalam organisasi sebagai hasil adanya masalah – masalah komunikasi, hubungan pribadi atau struktur organisasi. Konflik dapat didefinisikan sebagai segala macam interaksi pertentangan atau antagonistic antara dua atau lebih pihak. Konflik organisasi (organization conflict) adalah ketidaksesuaian antara dua atau lebih anggota – anggota atau kelompok – kelompok organisasi yang timbul karena adanya kenyataan bahwa mereka harus membagi sumber daya – sumber daya yang terbatas atau kegiatan – kegiatan kerja dan atau karena kenyataan bahwa mereka mempunyai perbedaan status, tujuan, nilai atau persepsi.

  Konflik didefinisikan sebagai suatu perselisihan atau perjuangan di antara dua pihak yang ditandai dengan menunjukkan permusuhan secara terbuka dan/atau menganggu dengan sengaja pencapaian tujuan pihak yang menjadi lawannya. Gangguan yang dilakukan dapat meliputi usaha–usaha yang aktif atau penolakan secara pasif. (Umar, 2008:39)

2.1.2 Penyebab Konflik Kerja

  Menurut Ernie & Saefullah (2005:135) konflik yang terjadi biasanya disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya karena:

  1. Faktor Komunikasi (Communication Factors) Faktor komunikasi dapat menjadi penyebab konflik ketika para anggota dalam sebuah organisasi maupun antarorganisasi tidak dapat atau tidak mau untuk saling mengerti dan saling memahami dalam berbagai hal dalam organisasi.

  2. Faktor Struktur Tugas dan Struktur Organisasi Struktur tugas dapat menyebabkan konflik ketika sebagian anggota tidak bisa memaami pekerjaan mereka dari struktur tugas yang ada, atau juga terjadi ketidaksesuaian dalam hal pembagian kerja, maupun prosedur kerja yang tidak dipahami. Struktur organisasi dapat menyebabkan konflik ketika sebagian anggota merasa tidak cocok untuk berada di suatu bagian dalam organisasi, atau juga bisa berupa adanya upaya untuk meraih satu posisi tertentu, maupun berbagai hal lainnya yang terkait dengan posisi atau bagian yang ada dalam organisasi.

  3. Faktor Personal Faktor personal dapat menjadi sumber konflik dalam organisasi ketika individu – individu dalam organisasi tidak dapat saling memahami satu sama lain, sehingga terjadi berbagai persoalan yang dapat mendorong terciptanya konflik antar indivdu, baik di dalam satu bagian tertentu maupun antar bagian tertentu dalam organisasi.

4. Faktor Lingkungan

  Faktor lingkungan dapat menjadi sumber konflik ketika lingkungan di mana setiap indivifu bekerja tidak mendukung terwujudnya suasana kerja yang kondusif bagi efektivitas pekerjaan yang dilakukan oleh setiap orang maupun setiap kelompok kerja.

2.1.3 Jenis – Jenis Konflik

  Menurut Supardi & Anwar (2002:78) ada lima jenis konflik dalam kehidupan organisasi:

  1. Konflik dalam diri individu, yang terjadi bila seorang individu menghadapi ketidakpastian tentang pekerjaan yang dia harapkan untuk melaksanakannya, bila berbagai permintaan pekerjaan saling bertentangan atau bila individu diharapkan untuk melakukan lebih dari kemampuannya.

  2. Konflik antar individu dalam organisasi yang sama, di mana hal ini sering diakibatkan oleh perbedaan – perbedaan kepribadian. Konflik ini juga berasal dari adanya konflik antar peranan seperti antara manajer dan bawahan.

  3. Konflik antar individu dan kelompok, yang berhubungan dengan cara individu menangani tekanan untuk keseragaman yang dilaksanakan oleh kelompok kerja mereka.

4. Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama, karena terjadi pertentangan kepentingan antar kelompok.

  5. Konflik antar organisasi, yang timbul sebagai akibat bentuk persaingan ekonomi dalam system perekonomian suatu Negara. Konflik ini tela mengarahkan timbulnya pengembangan produk baru, teknologi dan jasa, harga – harga lebih rendah dan penggunaan sumber daya lebih efisien.

2.1.4 Cara – Cara Mengendalikan Konflik

  Menurut Rivai (2003:164) ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menagatasi atau mengendalikan konflik, yaitu:

  1. Memberikan kesempatan kepada semua anggota kelompok untuk mengemukakan pendapatnya tentang kondisi – kondisi penting yang diinginkan, yang menurut persepsi masing – masing harus dipenuhi dengan pemanfaatan berbagai sumber daya dan dana yang tersedia.

  2. Cara lain yang sering ditempuh untuk mengatasi situasi konflik ialah dengan meminta satu pihak menempatkan diri pada posisi orang lain, dan memberikan argumentasi kuat mengenai posisi tersebut, dan sebaliknya.

  3. Kewenangan pimpinan sebagai sumber kekuatan kelompok. Seorang manajer yang bertugas memimpin suatu kelompok, untuk mengambil keputusan, atau memecahkan masalah secara efektif, perlu memiliki kemahiran menggunakan kekuasaan atau kewenangan yang melekat pada perannya. Selain itu ada beberapa cara untuk mengatasi konflik menurut

  Tampubolon (2008:88) yaitu: 1.

  Mengatasi Konflik Melalui Jalur Hierarki Komando Konflik yang dihadapi bisa diatasi dengan mempergunakan alur hierarki komando di dalam struktur organisasi, dimana secara psikologis, komando atau atasan tertinggi memiliki kewenangan atau wibawa untuk menyelesaikan setiap permasalahan dalam organisasi yang dipimpinnya.

  2. Mengatasi Konflik Melalui Pimpinan Tertinggi Konflik yang terjadi akibat perselisihan yang sangat pribadi bukan akibat dari dalam pekerjaan, yang jika tidak terselesaikan, dapat menimbulkan dendam dan konflik secara fisik. Penyelesaiannya, harus diketahui semua orang di dalam organisasi sehingga peran utama pimpinan tertinggi sangat diharapkann, dilihat dari segi kekuasaan dan kewenangannya sebagai pimpinan tertinggi, dia dapat memutuskan langkah terbaik dalam penyelesaian konflik itu.

  3. Mengatasi Konflik Melalui Arbitrase Mengatasi konflik yang timbul akibat permasalahan dalam tuntutan pembenaran hak dan kewajiban (equity and legal) antara karyawan dengan pimpinan, pada umumnya diatasi dengan memanfaatkan lembaga arbitrase, yang dibentuk pemerintah ataupun tenaga professional (expert) di bidang perselisihan perburuhan yang diakui oleh organisasi di mana terjadi konflik.

  4. Mengatasi Konflik Melalui Ombudsman

  

Ombudsman merupakan lembaga bagian yang dibentuk di dalam suatu

  organisasi yang mempunyai kualifikasi untuk mengetahui dan menguasai banyak permasalahan di dalam organisasi. Ombudsman memiliki fasilitas komunikasi, baik ke atas (top management) maupun ke bawah (lower

  management ). Ombudsman tidak memiliki kewenangan untuk memutuskan setiap permasalahan, tetapi dapat memberikan solusi kepada pimpinan tertinggi untuk mengambil keputusan dalam menyelesaikan konflik di dalam organisasi.

2.2 Teori Kejenuhan (Burnout)

2.2.1 Pengertian Kejenuhan (Burnout)

  Istilah burnout pertama kali diutarakan dan diperkenalkan kepada masyarakat oleh Herbert Freudenberger pada tahun 1973. Ia mengamati perubahan perilaku para sukarelawan setelah bertahun – tahun bekerja. Hasil pengamatannya, ia laporkan dalam sebuah jurnal psikologi professional pada tahun 1973 yang disebut sebagai sindrom burnout. Menurutnya, para relawan tersebut mengalami kelelahan mental, kehilangan komitmen, dan penurunan motivasi seiring dengan berjalannya waktu. (Farber, 1991:108)

  Menurut Griffin (2003:149) kejenuhan adalah perasaan letih (secara fisik dan mental) yang mungkin muncul saat seseorang mengalami stress yang terlalu parah dalam jangka waktu yang lama. Burnout berakibat pada kelelahan berkepanjangan, frustasi, dan keputusasaan. Lalu diikuti oleh peningkatan kekakuan (tubuh), penurunan kepercayaan diri, dan perilaku penarikan diri psikologis. Sang individu akan takut pergi ke kantor, sering kali bekerja lebih panjang tetapi meraih lebih sedikit dibanding sebelumnya, dan menampakkan keletihan mental dan fisik.

  Kemudian Pines dan Aronson (1989:13) mendefinisikan burnout sebagai kelelahan secara fisik, emosional dan mental yang disebabkan keterlibatan jangka panjang dalam situasi yang penuh tuntutan emosional. Menurut mereka burnout dialami oleh seseorang yang bekerja di sektor pelayanan sosial yang cukup lama. Dalam jangka panjang seseorang akan mengalami kelelahan, karena ia berusaha memberikan sesuatu secara maksimal, namun memperoleh apresiasi yang minimal.

  Beban kerja yang berlebihan bisa meliputi jam kerja, jumlah individu yang harus dilayani, tanggung jawab yang harus dipikul, pekerjaan rutin dan yang bukan rutin, dan pekerjaan administrasi lainnya yang melampaui kapasitas dan kemampuan individu. Selain itu, beban kerja yang berlebihan dapat mencakup segi kuantitaif yang berupa jumlah pekerjaan dan kualitatif yaitu tingkat kesulitan pekerjaan tersebut yang harus ditangani. Dengan beban kerja yang berlebihan menyebabkan karyawan merasakan adanya ketegangan emosional saat bekerja sehingga dapat mengarahkan perilaku karyawan untuk menarik diri secara psikologis dan menghindari diri untuk terlibat. (Maslach, 1982:63)

  Kejenuhan meskipun jarang berakibat fatal, merupakan kondisi yang menganggu di mana orang – orang kehilangan makna tujuan dasar dan penyelesaian pekerjaannya. Kejenuhan berbeda dengan stress, kejenuhan menyebabkan orang – orang yang sebelumnya sangat berkomitmen pada pekerjaan mereka menjadi kecewa serta kehilangan minat dan motivasi (Mondy, 2009:)

2.2.2 Penyebab Kejenuhan (Burnout)

  Menurut Caputo (1991, 12) penyebab burnout adalah sebagai berikut 1. Penyebab di Lingkungan Kerja

  1. Interaksi Dengan Publik Pekerjaan yang melibatkan interaksi sosial dengan publik bersifat sangat melelahkan. Pekerjaan tersebut membutuhkan banyak energy untuk bersabar dalam menghadapi berbagai masalah yang muncul, serta aktif dalam menjelaskan permintaan dan harapan public yang tidak jelas, dan menunjukkan keahlian sosial yang sesuai, tidak peduli apa yang pekerja itu rasakan.

  2. Konflik Peran Dua faktor penting dari konflik peran merupakan pemicu terhadap burnout. Pertama adalah karena seseorang merasa kurang cocok dengan pekerjaannya. Yang kedua adalah konflik antara nilai – nilai individu dan tuntutan pekerjaan.

2. Penyebab Personal

  Faktor penyebab personal dibagi menjadi empat, meliputi: 1.

  Jenis Kelamin Peran gender umumnya menjadi faktor penentu stress dalam pekerjaan. Ketika laki – laki maupun perempuan bekerja dalam profesi yang dianggap bersifat feminine atau maskulin, pekerja dapat mengalami tekanan untuk menyesuaikan diri.

2. Usia

  Orang yang berusia muda memiliki kemungkinan mengalami

  burnout lebih besar daripada orang yang berusia lebih tua. Orang –

  orang dengan pengalaman kerja yang sedikit lebih rentan terhadap

  

burnout , tetapi usia seseorang menjadi faktor yang lebih penting

  daripada senioritas di tempat kerja. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatann pengalaman hidup membuat individu memiliki kemampuan yang lebih besar untuk mengatasi tekanan yang mengarah ke burnout.

  3. Status Perkawinan Menjelaskan bahwa status perkawinan juga berpengaruh terhadap timbulnya burnout. Alasannya adalah:

  1.Seseorang yang telah berkeluarga pada umumnya cenderung berusia lebih tua, lebih stabil dan lebih matang secara psikologis,

  2.Keterlibatan dengan keluarga dan anak dapat mempersiapkan mental seseorang dalam menghadapi masalah pribadi dan konflik emosional,

  3.Kasih sayang dan dukungan sosial dari keluarga dapat membantuk seseorang dalam mengatasi tuntutan emosional dalam pekerjaan, dan

  4.Seseorang yang telah berkeluarga memiliki pandangan yang lebih realistis.

  4. Pendidikan Bahwa orang dengan empat tahun kuliah (sarjana) merupakan yang paling beresiko untuk burnout, diikuti oleh individu dengan tingkat pendidikan pascasarjana. Mereka yang berpendidikan di bawah sarjana memiliki resiko terkena burnout lebih sedikit.

2.2.3 Gejala Terkena Kejenuhan (Burnout)

  Menurut Potter (2005) burnout tidak terjadi dalam waktu singkat. Ini adalah proses kumulatif, dimulai dengan tanda peringatan kecil, yang ketika diabaikan bisa berkembang menjadi kondisi serius. Potter (2005) menjelaskan gejala – gejala burnout meliputi:

  1. Emosi Negatif Terkadang perasaan frustasi, marah, depresi, ketidakpuasan dan kegelisahan yang merupakan bagian normal dari kehidupan dan bekerja.

  Akan tetapi pada orang yang terperangkap dalam siklus burnout emosi negatif ini lebih sering terjadi sehingga lama – kelamaan menjadi kronis.

  Dalam tahap – tahap selanjutnya terlihat kecemasan, rasa bersalah, ketakutan yang kemudian menjadi depresi. Kemurungan dan mudah marah juga merupakan tanda – tanda burnout.

  2. Frustasi Perasaan frustasi di dunia kerja dalam sebagian besar waktu bekerja dan dalam melaksanakan tanggung jawab merupakan gejala awal burnout.

  Namun, banyak korban burnout menyalahkan diri sendiri dengan menunjukkan mereka frustasi atas kegagalan mereka sendiri.

  3. Depresi Perasaan depresi mendalam hampir sama dengan kelelahan emosional dan spiritual dimana individu merasa seperti kehabisan energi. Depresi terjadi sebagai respon terhadap situasi pekerjaan, hal itu dapat menjadi masalah dalam diri individu yang menyebabkan gangguan kesehatan yang memburuk dan penampilan kerja.

  4. Masalah Kesehatan Cadangan emosional korban burnout terkuras dan kualitas hubungannya memburuk, ketahanan fisik mereka juga menurun. Mereka tampaknya berada dalam keadaan tegang atau stress kronis. Lebih sering terkena penyakit ringan, seperti pilek, sakit kepala, insomnia dan sakit punggung.

  Korban burnout mengalami frustasi, perasaan bersalah, bahkan depresi.

  5. KinerjaMenurun Tingkat energi yang tinggi, kesehatan yang baik, dan kondisi prima yang diperlukan untuk bekerja dengan kinerja tinggi semuanya bisa habis akibat

  burnout . Efisiensi dan kualitas kerja mengalami penurunan. Kinerja

  menurun mengakibatkan bekerja menjadi lebih menyakitkan dan kurang menguntungkan, absensi juga akan meningkat, selain itu korban burnout sering mengalami kondisi emosional. Tinggal menunggu waktu saja sampai terjadi penurunan yang cukup besar dalam kualitas kinerja.

  Hasilnya adalah penurunan produktivitas.

2.2.4 Aspek – Aspek Kejenuhan (Burnout)

  Maslach dalam Sutjipto (2001:6) mengemukakan bahwa terdapat tiga dimensi kejenuhan (burnout), yaitu:

  1. Kelelahan emosional yang ditandai dengan perasaan frustasi, putus asa, sedih, tidak berdaya, tertekan dan merasa terjebak, mudah tersinggung dan mudah marah tanpa alasan yang jelas; 2. Depersonalisasi, ditandai dengan menjauhnya individu dari lingkungan sosial, apatis, tidak peduli terhadap lingkungan dan orang – orang yang ada di sekitarnya; 3. Rendahnya penghargaan terhadap diri sendiri, yakni individu tidak pernah merasa puas dengan hasil karyanya sendiri, merasa tidak pernah melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya maupun orang lain. Sementara itu, Greenberg & Baron (1993:129) juga mengemukakan empat aspek kejenuhan (burnout), yaitu:

  1. Kelelahan fisik yang ditandai dengan serangan sakit kepala, mual, susah tidur, dan kurangnya nafsu makan;

  2. Kelelahan emosional, ditandai dengan depresi, perasaan tidak berdaya, merasa terperangkap dalam pekerjaannya, mudah marah serta cepat tersinggung; 3. Kelelahan mental, ditandai dengan bersikap sinis terhadap orang lain, bersifat negatif terhadap orang lain, cenderung merugikan diri sendiri, pekerjaan, organisasi dan kehidupan pada umumnya; 4. Rendahnya penghargaan terhadap diri, ditandai dengan tidak pernah puas terhadap hasil kerja sendiri, merasa tidak pernah melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya maupun orang lain.

2.3 Teori Kepuasan Kerja

2.3.1 Pengertian Kepuasan Kerja

  Adakalanya manusia bekerja hanya bermaksud mengisi waktu luang, menghilangkan kejenuhan, atau alasan – alasan lain, seperti ingin menggerakkan fisik agar mengeluarkan keringat. Jawaban paling umum dari pertanyaan “mengapa orang bekerja” adalah bahwa mereka melakukan pekerjaan itu untuk memperoleh kepuasan. Di samping untuk memenuhi kebutuhan hidup dari hari ke hari, seseorang bekerja untuk memperoleh kepuasan kerja dan kepuasan yang diperoleh dari hasil pekerjaan. Kepuasan kerja merupakan kombinasi aspek psikologis, sosiologis, dan suasana lingkungan. (Danim, 2004:109)

  Menurut Umar (2008:38) kepuasan kerja adalah seperangkat perasaan pegawai tentang menyenangkan atau tidaknya pekerjaan mereka. Apabila seseorang bergabung dalam suatu organisasi sebagai seorang pekerja, ia membawa serta seperangkat keinginan, kebutuhan, hasrat, dan pengalaman masa lalu yang menyatu membentuk harapan kerja. Kepuasan kerja menunjukkan kesesuaian antara harapan seseorang yang timbul dan imbalan yang disediakan pekerjaan.

  Menurut Daft (2002:241) kepuasan kerja adalah sebuah sikap positif terhadap pekerjaan seseorang. Secara umum, orang – orang mengalami sikap ini ketika pekerjaan mereka sesuai dengan kebutuhan – kebutuhan dan kepentingan – kepentingan mereka, ketika kondisi kerja dan pengharapan (seperti gaji) memuaskan, dan ketika para karyawan menyukai rekan – rekan kerja mereka. Pentingnya kepuasan bervariasi dan tergantung pada besarnya kendali yang dimiliki karyawan.

  Sedangkan menurut Griffin (2003:15) kepuasan atau ketidakpuasan kerja adalah suatu sikap yang mencerminkan sejauh mana seorang individu bahagia atau puas pada pekerjaannya. Faktor – faktor pribadi seperti kebutuhan – kebutuhan dan cita – cita individu mempengaruhi sikap ini, bersama – sama faktor

  • – faktor kelompok dan organisasional seperti hubungan dengan rekan kerja dan supervisor serta kondisi kerja, kebijakan kerja dan kompensasi. Karyawan yang memiliki kepuasan kerja cenderung jarang absen, memberikan kontribusi – kontribusi positif, dan mau tinggal lebih lama dalam organisasi. Sebaliknya, karyawan yang tidak puas cenderung lebih sering absen, mungkin mengalami stress yang mengganggu rekan kerja, dan mungkin terus menerus mencari pekerjaan baru.

  Moorse dalam Panggabean (2004:35) mengemukakan bahwa pada dasarnya, kepuasan kerja tergantung kepada apa yang diinginkan seseorang dari pekerjannya dan apa yang mereka perole. Orang yang paling tidak merasa puas adalah mereka yang mempunyai keinginan paling banyak, namun mendapat paling sedikit. Sedangkan, yang paling merasa puas adalah orang yang menginginkan banyak dan mendapatkannya.

2.3.2 Aspek – Aspek Kepuasan Kerja

  Berkaitan dengan aspek – aspek kepuasan kerja, secara khusus Kreitner dan Kinicki dalam Panggabean (2004:38) mengemukakan bahwa aspek – aspek kepuasan kerja yang relevan terdiri atas kepuasan terhadap pekerjaan, gaji, promosi, rekan kerja dan penyelia. Sementara itu Blau dalam Panggabean (2004:38) mengemukakan bahwa selain terhadap hal – hal tersebut di atas, kepuasan kerja juga relevan terhadap penilaian prestasi. Yang berarti bahwa :

  1. Kepuasan kerja adalah kepuasan terhadap setiap perlakuan yang mereka terima di tempat kerja, termasuk kepuasan terhadap evaluasi pekerjaan, seleksi, pemberian fasilitas dan tunjangan, insentif, atau pemberhentian, dan

  2. Kepuasan kerja bukan merupakan konsep yang berdimensi tunggal, melainkan berdimensi jamak. Seseorang bisa saja merasa puas dengan dimensi yang satu, namun tidak puas dengan dimensi yang lain.

2.3.3 Faktor – Faktor Penentu Kepuasan Kerja

  Glison dan Durick dalam Panggabean (2004:40) mengemukakan bahwa variabel – variabel penentu kepuasan kerja dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok, yaitu 1.

  Karakteristik Pekerjaan Karakteristik pekerjaan terdiri atas keanekaragaman keterampilan (skill

  variety ), identitas tugas (task identity), keberartian tugas (task significance ), otonomi (autonomy), dan umpan balik pekerjaan (feedback)

2. Karakteristik Organisasi

  Karakteristik organisasi mencakup skala usaha, kompleksitas, formalisasi, sentralisasi, jumlah anggota kelompok, anggaran anggota kelompok, lamanya beroperasi, usia kelompok kerja dan kepemimpinan.

  3. Karakteristik Individu Karakteristik individu terdiri atas jenis kelamin, tingkat pendidikan, usia, masa kerja, status perkawinan, dan jumlah tanggungan.

  Sementara menurut Robbins (2002:36) ada empat faktor yang menentukan kepuasan kerja, yaitu

  1. Pekerjaan yang Menantang Pekerjaan yang menantang adalah pekerjaan-pekerjaan yang memberikan kesempatan untuk menggunakan ketrampilan dan kemampuan dan menawarkan satu varietas tugas, kebebasan dan umpan balik tentang seberapa baiknya melakukan pekerjaan itu, yang secara mental menantang.

  2. Ganjaran yang Pantas (Imbalan) Imbalan yang pantas, dan atau imbalan yang layak adalah merupakan keinginan karyawan akan system upah dan kebijakan promosi yang mereka pandang adil, dan sesuai dengan pengharapan mereka.

  3. Kondisi Kerja yang Mendukung Kondisi kerja yang mendukung dikatakan bahwa keadaan tempat bekerja yang menyangkut kenyamanan pribadi maupun kemudahan untuk dapat melakukan pekerjaan dengan baik.

  4. Rekan Kerja yang Mendukung Memiliki rekan kerja yang supportif dan bersahabat dapat meningkatkan kepuasan kerja. Perilaku dari pimpinan juga merupakan penentu utama terhadap kepuasan kerja.

2.4 Teori Motivasi

2.4.1 Pengertian Motivasi

  Motivasi berasal dari kata latin “movere” yang berarti “dorongan atau daya penggerak”. Motivasi ini hanya diberikan kepada manusia, khususnya kepada para bawahan atau pengikut. Motivasi mempersoalkan bagaimana caranya mendorong gairah kerja bawahan, agar mereka mau bekerja keras dengan memberikan semua kemampuan dan ketrampilannya untuk mewujudkan tujuan perusahaan. (Hasibuan, 1996:72)

  Menurut Kadarman & Udaya (2001:49) istilah motivasi mencakup 2 pengertian:

1. Suatu aktivitas yang dilaksanakan oleh para manajer 2.

  Suatu dorongan psikis dalam diri seseorang yang menyebabkannya berprilaku demikian, terutama dalam suatu lingkungan pekerjaan Motivasi menjelaskan aktivitas manajemen atau sesuatu yang dilakukan seorang manajer untuk membujuk / mempengaruhi bawahannya untuk bertindak secara organisatoris dengan cara tertentu agar dapat menghasilkan kinerja yang efektif. Motivasi juga berarti ketegangan psikis yang ada dalam diri seseorang yang mendorongnya berprilaku demikian.

  Motivasi adalah sekelompok faktor yang menyebabkan individu berperilaku dalam cara – cara tertentu, seorang karyawan dapat memilih bekerja sekeras mungkin, atau bekerja secukupnya untuk menghindari teguran, atau bekerja seminimal mungkin. Tujuan manajer member motivasi adalah untuk meminimalkan probabilitas kemunculan perilaku yang terakhir. (Sunarto,2007:96)

2.4.2 Teori – Teori Motivasi

  Kadarman (2001:51) membedakan teori motivasi atas dasar content

  

theories , process theories, dan reinforcement theories. Content theories

  merupakan teori motivasi yang memusatkan perhatian pada masalah “apa” (what) motivasi itu. Process theories lebih berfokus pada masalah “bagaimana” (how) dari motivasi. Reinforcement theories mempunyai penekanan pada cara – cara perilaku itu dipelajari (learned).

  Sedangkan menurut Nawawi (1997:351) telah dikembangkan enam teori motivasi dari sudut psikologi, yang dapat diimplementasikan dalam manajemen SDM di lingkungan suatu organisasi / perusahaan. Keenam itu adalah: 1.

  Teori Kebutuhan (Need) dari Abraham Maslow Dalam teori ini kebutuhan diartikan sebagai kekuatan / tenaga (energy) yang menghasilkan dorongan bagi individu untuk melakukan kegiatan, agar dapat memenuhi atau memuaskan kebutuhan tersebut. Maslow dalam teorinya mengetengahkan tingkatan kebutuhan, yang berbeda kekuatannya dalam memotivasi seseorang melakukan suatu kegiatan. Urutan tersebut dari yang terkuat sampai yang terlemah dalam memotivasi terdiri dari: Kebutuhan Fisik, Kebutuhan Rasa Aman, Kebutuhan Sosial, Kebutuhan Status/Kekuasaan dan Kebutuhan Aktualisasi Diri.

2. Teori Dua Faktor dari Herzberg

  Teori ini mengemukakan bahwa ada dua faktor yang dapat memberikan kepuasan dalam bekerja. Kedua faktor tersebut adalah:

  1. Faktor sesuatu yang dapat memotivasi (motivator). Faktor ini antara lain adalah faktor prestasi (achievement), faktor pengakuan / penghargaan, faktor tanggung jawab, faktor memperoleh kemajuan dan pengembangan dalam bekerja khususnya promosi, dan faktor pekerjaan itu sendiri.

  2. Kebutuhan Kesehatan Lingkungan Kerja (hygiene factors). Faktor ini dapat berbentuk upah / gaji, hubungan antara pekerja, supervise teknis, kondisi kerja, kebijaksanaan perusahaan, dan proses administrasi di perusahaan.

  3. Teori Prestasi (Achievement) dari McClelland Teori ini mengklasifikasi motivasi berdasarkan akibat suatu kegiatan berupa prestasi yang dicapai, termasuk juga dalam bekerja. Dengan kata lain kebutuhan berprestasi merupakan motivasi dalam pelaksanaan pekerjaan.

  4. Teori Penguatan (Reinforcement) Teori ini banyak dipergunakan dan fundamental sifatnya dalam proses belajar, dengan mempergunakan prinsip yang disebut “Hukum Ganjaran” (Law Of Effect). Hukum itu mengatakan bahwa suatu tingkah laku yang mendapat ganjaran menyenangkan akan mengalami penguatan dan cenderung untuk diulangi. Demikian pula sebaliknya suatu tingkah laku yang tidak mendapat ganjaran, tidak akan mengalami penguatan, karena cenderung tidak diulangi, bahkan dihindari.

  5. Teori Harapan (Expectancy) Teori ini berpegang pada prinsip yang mengatakan: “terdapat hubungan yang erat antara pengertian seseorang mengenai suatu tingkah laku, dengan hasil yang ingin diperolehnya sebagai harapan.” Dengan demikian berarti juga harapan merupakan energi penggerak untuk melakukan suatu kegiatan, yang karena terarah untuk mencapai sesuatu yang diinginkan disebut “usaha.” Usaha di lingkungan para pekerja dilakukan berupa kegiatan yang disebut bekerja, pada dasarnya didorong oleh harapan tertentu.

  6. Teori Tujuan Sebagai Motivasi Dalam bekerja tujuan bukan harapan. Dalam kenyataannya harapan bersifat subyektif dan berbeda – beda antara setiap individu, meskipun bekerja pada unit kerja atau perusahaan yang sama. Setiap pekerja yang memahami dan menerima tujuan organisasi / perusahaan atau unit kerjanya, dan merasa sesuai dengan dirinya akan merasa ikut bertanggung jawab dalam mewujudkannya.dalam keadaan seperti itu tujuan akan berfungsi sebagai motivasi dalam bekerja, yang mendorong para pekerja memilih alternative cara bekerja yang terbaik atau yang paling efektif dan efisien.

2.4.3 Asas – Asas Motivasi

  Asas – asas motivasi menurut Hasibuan (1996:145) adalah sebagai berikut,

  1. Asas Mengikutsertakan, artinya mengajak bawahan untuk ikut berpartisipasi dan memberikan kesempatan kepada mereka mengajukan pendapat, rekomendasi dalam proses pengambilan keputusan.

  2. Asas Komunikasi, artinya menginformasikan secara jelas tentang tujuan yang ingin dicapai, cara – cara mengerjakannya dan kendala – kendala yang dihadapi.

  3. Asas Pengakuan, artinya memberikan penghargaan, pujian dan pengakuan yang tepat serta wajar kepada bawahan atas prestasi kerja yang dicapainya.

  4. Asas Wewenang yang Didelegasikan, artinya memberikan kewenangan, dan kepercayaan diri pada bawahan, bahwa dengan kemampuan dan kreativitasnya ia mampu mengerjakan tugas – tugas itu dengan baik.

5. Asas Adil dan Layak, artinya alat dan jenis motivasi yang diberikan harus berdasarkan atas “keadilan dan kelayakan” terhadap semua karyawan.

  6. Asas Perhatian Timbal Balik, artinya bawahan yang berhasil mencapai tujuan dengan baik, maka pimpinan harus bersedia memberikan alat dan jenis motivasi. Tegasnya kerja sama yang saling menguntungkan kedua belah pihak.

2.4.4 Tipe – Tipe Motivasi

  Menurut Danim (2004:17) secara umum motivasi dapat diklasifikasikan ke dalam empat jenis yang satu sama lain memberi warna terhadap aktivitas manusia.

  Motivasi yang dimaksudkan di sini tidak terlepas dari konteks manusia organisasional. Motivasi yang mempengaruhi manusia organisasional dalam bekerja atau mungkin menjauhi pekerjaan adalah seperti tersebut di bawah ini

  1. Motivasi Positif Motivasi positif didasari atas keinginan manusia untuk mencari keuntungan – keuntungan tertentu. Manusia bekerja di dalam organisasi jika dia merasakan bahwa setiap upaya yang dilakukannya akan memberikan keuntungan tertentu, apakah besar atau kecil. Dengan demikian, motivasi positif merupakan proses pemberian motivasi atau usaha membangkitkan motif, di mana hal itu diarahkan pada usaha untuk mempengaruhi orang lain agar dia bekerja secara baik dan antusias dengan cara memberikan keuntungan tertentu kepadanya. Jenis – jenis motivasi positif antara lain imbalan yang menarik, informasi tentang pekerjaan, kedudukan atau jabatan, perhatian atasan terhadap bawahan, kondisi kerja, rasa partisipasi, dianggap penting, pemberian tugas berikut tanggung jawabnya, dan pemberian kesempatan untuk tumbuh dan berkembang.

  2. Motivasi Negatif Motivasi negatif sering dikatakan sebagai motivasi yang bersumber dari rasa takut, misalnya, jika dia tidak bekerja akan muncul rasa takut dikeluarkan, takut tidak diberi gaji, dan takut dijauhi oleh rekan sekerja. Motivasi negatif berlebihan akan membuat organisasi tidak mampu mencapai tujuan.

  3. Motivasi dari Dalam Motivasi dari dalam timbul pada diri pekerja waktu dia menjalankan tugas

  • – tugas atau pekerjaan dan bersumber dari dalam diri pekerja itu sendiri. Dengan demikian berarti juga bahwa kesenangan pekerja muncul pada waktu dia bekerja dan dia sendiri menyenangi pekerjaannya itu. Motivasi muncul dari dalam diri individu, karena memang individu itu mempunyai kesadaran untuk berbuat.

4. Motivasi dari Luar

  Motivasi dari luar adalah motivasi yang muncul sebagai akibat adanya pengaruh yang ada di luar pekerjaan dan dari luar diri pekerja itu sendiri.

  Motivasi dari luar biasanya dikaitkan dengan imbalan. Kesehatan, kesempatan cuti, program rekreasi perusahaan dan lain lain. Manusia bekerja, karena semata – mata didorong oleh adanya sesuatu yang ingin dicapai dan dapat pula bersumber dari faktor – faktor di luar subjek.

2.4.5 Faktor-faktor Penentu Motivasi

  Menurut Arep dan Tanjung (2003:151) ada beberapa faktor yang menjadi penentu motivasi yakni:

1. Supervise teknis dan prestasi 2.

  Keterlibatan dalam saran dan ide 3. Tanggung jawab 4. Masa depan perusahaan 5. Kemampuan antarpersonal atasan 6. Upah, kebijakan perusahaan dan administrasi 7. Jaminan sosial dan status 8. Hubungan antar karyawan

9. Tunjangan hari raya keagamaan 10.

  Kondisi kerja

2.5 Penelitian Terdahulu

  Soetopo (2010) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Stres Kerja Dan Konflik Terhadap Kepuasan Kerja Pegawai Di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Labuhan Ruku”. Dalam penelitian ini, terdapat pengaruh berarti antara stress kerja dan konflik dengan kepuasan kerja di Lembaga Pemasyarakatan Klas

  IIA Labuhan Ruku. Hasil uji Regresi Linier Berganda menunjukkan variabel stress kerja dan konflik secara bersama – sama memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan kerja pegawai di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Labuhan Ruku.

  Feni Rusdiani Silvi (2014) melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Burnout Dengan Kepuasan Kerja Pustakawan di Perpustakaan Universitas Negeri Padang (UNP)”. Dalam penelitian ini, terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara burnout dengan kepuasan kerja pustakawan di Perpustakaan UNP. Yang dibuktikan dengan hasil distribusi frekuensi beberapa indikator yang menyatakan 38% atau hampir setengah dari total pustakawan yang berjumlah 50 orang masih kurang puas terhadap pekerjaannya sehingga terindikasi burnour.

  Karen A. Jehn, Frank De Wit dan Manuela Barreto (2008) melakukan penelitian dengan judul “Conflict Asymmetries: Effects on Motivation, Attitudes, and Performance”. Dalam penelitian ini, menunjukkan bahwa konflik mengurangi ekspektasi yang tinggi terhadap motivasi bekerja dalam mengerjakan tugas. Ditemukannya efek yang signifikan dari konflik terhadap motivasi, menunjukkan bahwa peserta mengharapkan untuk lebih di motivasi dalam pekerjaannya.

  Ramon Diaz (2007) melakukan penelitian dengan judul ” Hubungan Antara Burnout Dengan Motivasi Berprestasi Akademis Pada Mahasiswa Yang Bekerja”. Dalam penelitian ini, menunjukkan bahwa semakin tinggi burnout yang dialami individu maka semakin rendah motivasi berprestasi akademis, demikian juga sebaliknya, semakin rendah burnout yang dialami individu maka motivasi berprestasinya akan semakin tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, adanya hubungan negatif yang sangat signifikan antara skor burnout dengan skor motivasi berprestasi.

  Linda Sari (2013) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Hubungan Motivasi Kerja Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Pada Mawar Bakery & Cake Shop Setia Budi Medan”. Berdasarkan hasil uji korelasi kepuasan kerja dengan motivasi kerja, maka hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang sangat kuat antara motivasi kerja terhadap kepuasan kerja Mawar Bakery & Cake Shop Setia Budi Medan.

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No Peneliti/ Judul Variabel Teknik Hasil

  

Tahun Penelitian Analisis Data Penelitian

  1. Berutu Pengaruh Stress Kerja Analisis Terdapat Soetopo / Stres Kerja (x ) Regresi pengaruh

  1

  2010 Dan Konflik Konflik (x

  2 ) Berganda berarti antara

  Terhadap Kepuasan stress kerja Kepuasan Kerja (y) dan konflik Kerja dengan

  Pegawai Di kepuasan Lembaga kerja di Pemasyaraka Lembaga tan Klas IIA Labuhan Ruku

  Pemasyaraka tan Klas IIA Labuhan Ruku.

  3 )

  Analisis Deskriptif Analisis Korelasi

  Motivasi Kerja (x) Kepuasan Kerja

  Analisis Hubungan Motivasi Kerja

  5. Linda Sari / 2013

  Semakin tinggi burnout yang dialami individu maka semakin rendah motivasi berprestasi akademis, demikian juga sebaliknya.

  Analisis Korelasi Product Moment Karl Pearson

  Burnout (x) Motivasi Berprestasi Akademis (y)

  Hubungan Antara Burnout Dengan Motivasi Berprestasi Akademis Pada Mahasiswa Yang Bekerja

  4, Ramon Diaz / 2007

  Konflik Mengurangi Ekspektasi Yang Tinggi Terhadap Motivasi Bekerja Dalam Mengerjakan Tugas.

  Manipulation Checks Dependent Variables

  Kinerja (y

  2. Feni Rusdiani Silvi / 2014

  2 )

  ) Perilaku (y

  1

  Konflik (x) Motivasi (y

  Conflict Asymmetrie s: Effects on Motivation, Attitudes, and Performance

  dengan kepuasan kerja pustakawan di Perpustakaan UNP 3. Karen A. Jehn, Frank De Wit, Manuela Barreto /2008

  burnout

  Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara

  Analisis Deskriptif Analisis Korelasi

  Burnout (x) Kepuasan Kerja Pustakawan (y)

  Hubungan Burnout Dengan Kepuasan Kerja Pustakawan di Perpustakaa n Universitas Negeri Padang (UNP)

  Terdapat korelasi yang sangat kuat antara Terhadap Karyawan motivasi Kepuasan (y) kerja Kerja terhadap

  Karyawan kepuasan Pada Mawar kerja Mawar Bakery & Bakery & Cake Shop Cake Shop Setia Budi Setia Budi Medan Medan

2.6 Kerangka Konseptual

  Menurut Susanto (2010) konflik kerja (x

  1 ), berhubungan dengan sejumlah

  sikap kerja dan konsekuensi negatif, termasuk rendahnya kepuasan kerja secara umum. Dan menurut Minarsih (2009) konflik kerja yang berakibat negatif akan membuat individu mengalami stress kerja dan merasa tidak nyaman dengan lingkungan kerjanya, dan apabila ini tidak dapat diatasi akan berakibat menurunnya kepuasan kerja karyawan.

  Sedangkan menurut Wiwik (2007) apapun penyebab dan bentuk dari konflik itu harus segera diatasi/ditangani, karena akan tercipta suasana kerja yang kurang kondusif. Meskipun typical orang itu berbeda-beda tetapi ketika ada konflik dalam pekerjaannya/lembaga kerjanya tentunya akan mempengaruhi motivasi kerja mereka.

  Tsigilis & Koustelios (dalam Kanwar dkk, 2009) menyatakan bahwa kejenuhan (burnout) dan kepuasan kerja merupakan respon kerja yang afektif dan memiliki hubungan yang negatif artinya semakin rendah kejenuhan maka kepuasan kerja semakin meningkat. Penelitian lain yang dilakukan oleh Verma

  (dalam Sharma, 2010) juga menemukan hal yang sama bahwa terdapat hubungan yang negative antara kejenuhan (burnout) dan kepuasan kerja.

  Sedangkan menurut Anoraga (2006) salah satu hal yang dapat mempengaruhi terjadinya kecenderungan kejenuhan (burnout) adalah motivasi kerja. Setiap manusia mempunyai alasan tertentu bersedia melakukan jenis kegiatan atau pekerjaan tertentu, mengapa individu yang satu bekerja lebih giat, sedangkan yang lainnya bekerja dengan biasa saja, hal ini sangat tergantung pada motivasi yang mendasari individu tersebut.

  Menurut Rosidah (2009) kepuasan atau ketidakpuasan secara individual pegawai berasal dari kesimpulan yang berdasarkan pada perbandingan antara apa yang diterima pegawai dibandingkan dengap apa yang diharapkan, diinginkan atau dipikirkan oleh seorang. Kepuasan kerja tampaknya dapat memengaruhi kehadiran seseorang dalam dunia kerja, dan ingin melakukan perubahan kerja, yang selanjutnya juga berpengaruh terhadap kemauan untuk bekerja. Keinginan pegawai atau motivasi untuk bekerja biasanya ditunjukkan dengan dukungan aktivitas yang mengarah pada tujuan.

  KONFLIK KERJA (X )

1 KEPUASAN MOTIVASI KERJA (Z) (Y) KEJENUHAN (X 2 )

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Sumber : Susanto (2010), Wiwik (2007), Kanwar dkk (2009), Sharma (2010),

  

Anoraga (2006), Rosidah (2009)

2.7 Hipotesis

  Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Konflik berpengaruh signifikan terhadap motivasi karyawan PT. Tolan Tiga Medan.

  2. Kejenuhan berpengaruh signifikan terhadap motivasi karyawan PT. Tolan Tiga Medan.

  3. Konflik berpengaruh signifikan secara langsung terhadap kepuasan kerja karyawan PT. Tolan Tiga Medan.

  4. Kejenuhan berpengaruh signifikan secara langsung terhadap kepuasan kerja karyawan PT. Tolan Tiga Medan.

  5. Motivasi berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan PT.

  Tolan Tiga Medan.

  6. Konflik berpengaruh signifikan secara tidak langsung terhadap kepuasan kerja melalui motivasi karyawan PT. Tolan Tiga Medan.

Dokumen yang terkait

Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman Asam Sulfat (H2SO4) Terhadap Viabilitas Benih Delima (Punica granatum L.)

0 0 21

Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman Asam Sulfat (H2SO4) Terhadap Viabilitas Benih Delima (Punica granatum L.)

0 0 8

Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman Asam Sulfat (H2SO4) Terhadap Viabilitas Benih Delima (Punica granatum L.)

0 2 12

Fungsi Fisik Mangrove Sebagai Penahan Abrasi di Pesisir Kota Medan Provinsi Sumatera Utara

0 0 10

Fungsi Fisik Mangrove Sebagai Penahan Abrasi di Pesisir Kota Medan Provinsi Sumatera Utara

0 1 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN - Analisis Dampak Fluktuasi Harga Bbm Terhadap Usaha Penangkapan Ikan Dengan Kapal Motor (Kasus : Kecamatan Sarudik, Kabupaten Tapanuli Tengah)

0 0 10

A. Indentitas Responden - Analisis Pengaruh Pendapatan Usahatani Kopi Terhadap Tingkat Kesejahteraan Masyarakat (Studi Kasus Kabupaten Aceh Tengah Dan Kabupaten Bener Meriah)

0 0 58

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usahatani - Analisis Pengaruh Pendapatan Usahatani Kopi Terhadap Tingkat Kesejahteraan Masyarakat (Studi Kasus Kabupaten Aceh Tengah Dan Kabupaten Bener Meriah)

0 0 30

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Analisis Pengaruh Pendapatan Usahatani Kopi Terhadap Tingkat Kesejahteraan Masyarakat (Studi Kasus Kabupaten Aceh Tengah Dan Kabupaten Bener Meriah)

0 0 8

b) Berilah tanda check list () pada salah satu jawaban yang menurut - Pengaruh Konflik Dan Kejenuhan Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Melalui Motivasi Terhadap Karyawan Pt. Tolan Tiga Indonesia Medan

0 0 17