BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usahatani - Analisis Pengaruh Pendapatan Usahatani Kopi Terhadap Tingkat Kesejahteraan Masyarakat (Studi Kasus Kabupaten Aceh Tengah Dan Kabupaten Bener Meriah)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Usahatani

  Kegiatan ekonomi yang dapat menghasilkan barang dan jasa disebut berproduksi, begitu pula dalam kegiatan usahatani yang meliputi sub sektor kegiatan ekonomi pertanian tanaman pangan, perkebunan tanaman karas, perikanan dan peternakan adalah merupakan usahatani yang menghasilkan produksi. Untuk lebih menjelaskan pengertian usahatani dapat diikuti dari definisi yang dikemukakan oleh Moebyarto (dalam Nursiah, 2012) yaitu usahatani adalah himpunan sumber-sumber alam yang terdapat pada sektor pertanian itu diperlukan untuk produksi pertanian, tanah dan air, perbaikan-perbaikan yang telah dilakukan di atas tanah dan sebagainya, atau dapat dikatakan bahwa pemanfaatan tanah untuk kebutuhan hidup.

  Pengrtian di atas dapat dijelaskan bahwa pada mulanya usahatani bertujuan untuk memenuhi kebutuhan keluarga petani, segala jenis tanaman dicoba dan dibudidayakan. Segala jenis ternak dicoba dan dipopulasikan, sehingga ditemukan jenis yang cocok dengan kondisi alam setempat, kemudian disesuaikan dengan prasarana yang harus disiapkan guna menunjang keberhasilan produk usahatani.

  Menurut Mosher (dalam Nursiah, 2012) mengemukakan usahatani adalah bagian permukaan bumi dimana seorang petani dan keluarganya atau badan hukum lainnya bercocok tanam atau memelihara ternak.

  Menurut Soekartawi (dalam Nursiah, 2012) mendefinisikan usahatani sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara afektif dan efisien untuk tujuan memperoleh

  Moebyarto (dalam Nursiah, 2012) mengemukakan bahwa usahatani adalah himpunan sumber-sumber alam yang terdapat di tempat itu yang dilakukan untuk produksi pertanian. Jadi usahatani yang sesungguhnya tidak sekedar hanya terbatas pada pengambilan hasil, melainkan benar-benar usaha produksi, sehingga di sini berlangsung pendayagunaan tanah, investasi, tenaga kerja dan manajemen. Tingkat keberhasilan dalam pengelolaan usahatani sangat ditentukan oleh keempat faktor di atas.

  Menurut Soekartawi (dalam Nursiah, 2012) menyatakan bahwa berhasil di dalam suatu kegiatan usahatani tergantung pada pengelolaannya karena walaupun ketiga faktor yang lain tersedia, tetapi tidak adanya manajemen yang baik, maka penggunaan dari faktor-faktor produksi yang lain tidak akan memperoleh hasil yang optimal.

  Bagi seorang petani, analisa pendapatan merupakan ukuran keberhasilan dari suatu usahatani yang dikelola dan pendapatan ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan bahkan dapat dijadikan sebagai modal untuk memperluas usahataninya. Hal ini sejalan dengan pernyataan Patong (dalam Nursiah, 2012) bahwa bentuk jumlah pendapatan mempunyai fungsi yang sama yaitu memenuhi kebutuhan sehari-hari dan memberikan kepuasan kepada petani agar dapat melanjutkan usahanya.

  Lebih lanjut dikatakan oleh Hernanto (dalam Nursiah, 2012) bahwa besarnya pendapatan petani dan usahatani dapat menggambarkan kemajuan ekonomi usahatani dan besarnya tingkat pendapatan ini juga digunakan untuk membandingkan keberhasilan petani yang satu dengan petani yang lainnya.

  Soeharjo dan Patong (dalam Nursiah, 2012) menyatakan bahwa analisis pendapatan usahatani memerlukan dua hitungan pokok, yaitu keadaan penerimaan dan keadaan pengeluaran selama jangka waktu yang ditetapkan. Penerimaan usahatani berwujud tiga hal, yaitu :

1. Hasil penjualan tanaman, ternak, dan hasil ternak 2.

  Produksi yang dikonsumsikan keluarga 3. Kenaikan nilai industri

2.2 Kopi

  Kopi adalah spesies tanaman berbentuk pohon yang ternasuk dalam family Rubiaceae dan genus Coffea. Tanaman ini tumbuh tegak, bercabang, dan tinggi dapat mencapai 12 meter. Daunnya bulat telur dan ujungnya agak meruncing.

  Daun tumbuh pada batang, cabang, dan ranting (Anonymous, 1982).

2.2.1 Pentingnya Tanaman Kopi

  Sudah beberapa abad lamanya, kopi menjadi bahan perdagangan, maka dalam menyukseskan pelita ini, perkebunan kopi mendapat kepercayaan dan tugas berat dari pemerintah untuk menghasilkan kopi sebagai bahan ekspor. Sebab dari berbagai penjuru dunia banyak orang yang suka minum kopi, tetapi negaranya tidak menghasilkan kopi, sehingga Negara tersebut harus membeli dari Negara lain. Maka dewasa ini tanaman kopi lebih meluas.

  Perluasan perkebunan kopi itu tidak hanya terbatas pada perusahaan perkebunan besar saja, akan tetapi justru perkebunan rakyatlah yang semakin meluas. Di tahun 2013 luas perkebunan rakyat adalah seluas

  1.193,10 Ha dan 47.000,8 Ha luas perkebunan besar. Hal ini dapat kita lihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 2.1 Luas Areal Tanaman Kopi Perkebunan Rakyat dan Perkebunan Besar, 2005-2013

  

Tahun Perkebunan Rakyat (Ha) Perkebunan Besar (000 Ha)

2005 1.202,40 52,9 2006 1.255,10 53,6 2007 1.243,40 52,5 2008 1.236,80 58,3 2009 1.217,50 48,7 2010 1.162,80 47,6 2011 1.185,00 48,7 2012 1.187,70 47,6 2013* 1.193,10 47,8

  Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan

  Daerah-daerah yang rakyatnya banyak menanam kopi adalah Aceh, Sumatera Selatan/Lampung, Bali dan Sulawesi Selatan. Sedangkan yang diusahakan oleh perusahaan perkebunan besar adalah Jawa Timur dan Jawa Tengah. Dengan demikian yang menghasilkan bahan ekspor itu bukan hanya perkebunan besar saja, tetapi tanaman rakyat pun menghasilkan bahan ekspor.

  Dari hasil ekspor ini, negara dapat memperoleh uang dalam jumlah besar, sehingga dapat dipergunakan untuk membeli alat-alat dan bahan- bahan industri yang belum bisa dibuat. Di samping itu tanaman kopi juga mempunyai fungsi sosial dan ekonomi, sebab dengan adanya perkebunan tersebut, berarti memberi kesempatan kerja bagi mereka yang memerlukannya dan dapat juga meningkatkan pendapatan para petani kopi (AAK, 1988).

2.2.2 Sejarah Perkembangan Kopi Di Dunia

  Nama-nama jenis kopi sulit ditentukan, karena spesies ditentukan menyusun daftar sebanyak 64 spesies, tetapi ada yang hanya dianggap sebagai varietas saja. Maka jenis spesies yang tepat kurang lebih ada 60.

  Kebanyakan spesies itu terdapat di Afrika tropis, yakni sebanyak 33 spesies, 14 spesies di Madagaskar, 3 spesies di Mauritius dan Reunion, 10 spesies di Asia tenggara (tropis).

  Ditinjau dari segi ekonomi, spesies yang terpenting ialah kopi arabika yang menghasilkan 90% dari kopi dunia pada waktu belum ada robusta (J.E.

  Purseglove); kopi canephora 9% dan kopi liberika kurang dari 1% (AAK, 1988).

  1. Kopi Arabika Kopi arabika adalah jenis biji tertua dan merupakan yang paling banyak dibudidayakan. Kopi arabika tumbuh baik secara alami pada ketinggian sekitar 1.500 - 2.000-an meter di atas permukaan laut. Daerah asal kopi arabika adalah pegunungan Ethiopia (Afrika). Dari Ethiopia kopi tersebut tersebar ke Negara Arab semenjak tahun 575.

  Di Indonesia kopi arabika pertama kali dibawa ke Jawa pada tahun 1696 oleh bangsa Belanda (AKK, 1988). Jenis arabika mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : Habitus : Perdu, tinggi 2-3 meter Batang : Tegak, bulat, percabangan monopodial, permukaan kasar.

  Daun : Tunggal, berhadapan, lonjong, panjang 8-15 cm, lebar 4-7 cm.

  Bunga : Majemuk, bentuk payung, kelopak lonjong, lima helai,

  Buah : Bulat telur, diameter 0,5-1 cm, masih muda hijau setelah tua merah.

  Biji : Berbentuk bola. Akar : Tunggang, kuning muda.

  2. Kopi Robusta Kopi jenis robusta di temukan pada tahun 1870-an, tumbuh liar di Kongo. Pohon robusta merupakan tanaman yang tumbuh pada ketinggian rendah (permukaan laut sampai 600 meter). Tahan pada kelembaban dan lebih tahan terhadap penyakit dibandingkan dengan kopi arabika. Kopi robusta matang dalam waktu sekitar setangah dari waktu yang dibutuhkan kopi arabika dan menghasilkan hampir dua kali lebih banyak buah kopi. Jenis tanaman robusta ini aslinya tumbuh di hutan belantara dengan keadaan tanaman yang sangat padat dan dapat hidup dari permukaan laut sampai pada ketinggian 1.500 meter.

  o

  Temperatur yang dikehendaki untuk jenis ini ialah sekitar 21-24 c. Kopi robusta memiliki ukuran biji kopi yang besar. Bentuknya oval, tinggi kafein dan memiliki aroma yang kurang harum. Robusta dapat dikembangkan dalam lingkungan dimana arabika tidak dapat tumbuh. Ciri-ciri kopi robusta adalah : Habitus : Perdu, tinggi 5 meter.

  Batang : Berkayu, keras, putih keabu-abuan. Daun : Tunggal, bulat telur, panjang 5-15 cm, lebar 4-6.5 cm. Bunga : Majemuk, mahkota berbentuk bintang.

  Biji : Bulat telur, berbelah dua, keras. Akar : Tunggang, kuning muda.

  3. Kopi Liberika Kopi liberika adalah jenis kopi yang berasal dari Liberia dan Afrika Barat. Kopi ini dapat tumbuh hingga 9 meter. Kopi liberika menghendaki syarat-syarat tumbuh yang lebih ringan bila dibandingkan dengan kopi arabika dan robusta. Tanaman ini lebih mudah menyesuaikan diri dan dapat tumbuh di dataran rendah dan iklim yang panas. Letak ketinggian dari permukaan laut menentukan besar kecilnya hujan dan kekuatan pancaran sinar matahari. Semakin tinggi letaknya akan semakin banyak hujan, tetapi semakin kurang jumlah pancaran sinar matahari. Kesemuanya ini akan berpengaruh besar terhadap perkembangan bunga dan pembentukan buah. Kopi ini memiliki beberapa karakteristik. Yaitu :

  • Ukurannya lebih besar dari kopi arabika dan robusta
  • Berbuah sepanjang tahun
  • Kualitas buah relatif rendah
  • Ukuran buah tidak merata
  • Tumbuh baik di dataran rendah

2.2.3 Sejarah Perkebunan Kopi Di Indonesia

  Tanaman kopi bukan tanaman asli Indonesia, melainkan jenis tanaman berasal dari benua Afrika. Tanaman kopi ini dibawa ke pulau Jawa pada tahun 1696 oleh bangsa Belanda, jenis kopi yang didatangkan adalah tanaman kopi ini mendapat perhatian sepenuhnya baru pada tahun 1699, karenan tanaman tersebut dapat berkembang dan berproduksi dengan baik.

  Percobaan tanaman ini pada mulanya berada di sekitar Jakarta. Setelah percobaan penanaman di daerah itu ternyata berhasil, kemudian biji- biji itu dibagi-bagikan kepada para Bupati di Jawa Barat untuk di tanam di daerah masing-masing, ternyata hasilnya pun baik. Hasil-hasil tersebut harus diserahkan kepada V.O.C. (Verenigde Oost-indische Compagnie) dengan harga yang sangat rendah, dengan penyerahan secara paksa.

  Setelah diketahui bahwa tanaman kopi itu hasilnya terus meningkat, maka perluasan tanaman terus meningkat, terutama di pulau jawa. Mula- mula penanaman kopi ini banyak terdapat di Jawa Tengah, yakni daerah Semarang, Sala, Kedu; dan Jawa Timur terutama di daerah Bekasi dan Malang. Sedangkan di Sumatera terdapat di Lampung, Palembang, Sumatera Barat dan Sumatera Timur (AKK, 1988).

2.2.4 Prospek Komoditas Kopi

  Bagi petani, kopi bukan hanya sekedar minuman segar dan berkhasiat, tapi juga mempunyai arti ekonomi yang cukup penting. Sejak sepuluh tahun yang lalu, kopi telah menjadi sumber pendapatan bagi para petani. Tanpa pemeliharaan insentifpun, produksi kopi yang dihasilkan cukup lumayan untuk menambah penghasilan, apalagi bila pemeliharaan dan pengolahannya cukup baik, pasti usaha ini mendatangkan keuntungan berlipat ganda (Najiyati dkk, 2004).

  Lebih dari 90% tanaman kopi di Indonesia diusahakan oleh rakyat. produktif lagi. Penerapan teknologi yang digunakanpun masih sangat sederhana. Tidak heran bila produksi dan mutunya sangat rendah. Untuk mengatasi hal tersebut maka langkah yang perlu di tempuh sebagai berikut : 1.

  Mengembangkan varietas kopi arabika unggul pada lahan yang sesuai 2. Mengganti tanaman tua dengan tanaman muda varietas unggul yang dianjurkan (peremajaan)

  3. Menerapkan tekhnik budidaya yang benar, baik sistem penanaman, pemangkasan, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit, maupun pengaturan naungan 4. Menerapkan sistem permanen dan pengolahan yang benar, baik cara pemetikan, pengolahan, pengeringan, maupun sortasi (Najiati dkk,

  2004).

2.2. Pendapatan

  Pendapatan atau perolehan merupakan suatu kesempatan mendapatkan hasil dari setiap usaha yang dilakukan, baik secara langsung maupun tidak langsung.

  Pendapatan secara langsung diterima oleh setiap orang yang berhubungan langsung dengan pekerjaan, sedangkan pendapatan tidak langsung merupakan tingkat pendapatan yang diterima melalui perantara (Bambang, 1994).

2.3.1 Pengertian Pendapatan

  Pendapatan merupakan total nilai jual dari produksi suatu usaha setelah dikurangi dengan seluruh biaya yang dikeluarkan dengan hitungan rupiah. Pendapatan juga salah satu ukuran yang menonjol dalam penentuan keberhasilan atau kegagalan suatu usaha (Sukirno, 2006).

  Pendapatan adalah arus masuk atau peningkatan nilai yang diterima selama periode tertentu, yang berasal dari penyerahan produksi barang.

  Melalui pelaksanaan kegiatan lainnya yang merupakan kegiatan utama perusahaan yang sedang berjalan (Siagian, 2003).

  Pendapatan merupakan tujuan akhir dari suatu usaha, tujuan mengeluarkan biaya produksi tiada lain untuk dapat memperoleh keuntungan, serat penerimaan merupakan nilai produksi dari suatu usaha yang di nyatakan dalam rupiah di mana jumlah produksi di kalikan dengan harga yang berlaku di pasar saat penelitian.

  Pendapatan merupakan selisih antara penerimaan dan semua biaya atau dengan kata lain pendapatan Y meliputi pendapatan kotor atau penerimaan total dan pendapatan bersih (Rahim, 2008).

  Dalam arti lain pendapatan adalah jumlah pendapatan yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang digunakan untuk memproduksikan barang dan jasa dalam satu tahun tertentu (Sukirno, 2006).

  Pendapatan adalah sebagai saluran penerimaan baik berupa uang maupun barang, baik dari pihak lain maupun dari hasil sendiri dengan jalan dinilai melalui sejumlah uang atau jasa atas dasar harga yang berlaku saat ini.

  Pendapatan merupakan imbalan dari pelayanan yang di berikan. Pendapatan biasa juga disebut pendapatan dari penjualan dan di terima oleh perusahaan dalam bentuk uang tunai atau dalam bentuk kredit yang merupakan kewajiban bagi konsumen untuk membayar (Siagian, 2003).

  Pendapatan adalah merupakan selisih antara penerimaan dengan total biaya perusahaan dengan satuan rupiah (Suratiyah, 2009).

  2.3.2 Pendapatan Usahatani Kopi

  Pendapatan Usahatani Kopi merupakan penerimaan yang berasal dari penjuaalan hasil kopi yang dimiliki oleh petani. Untuk itu, upaya yang harus dilakukan adalah peningkatan produktivitas dan teknologi tepat guna sesuai potensi melalui pengolahan kopi, memupuk, memberantas hama penyakit, memanen dan pasca panen, yaitu merontokkan gabah, menggilingkan ke tempat penggilingan dan menjemur gabah. Selain kebutuhan keluarga petani akan tercukupi, maka akan meningkatkan pendapatan keluarga petani. Tinggi rendahnya pendapatan yang diperoleh petani, ditentukan oleh tinggi rendahnya produksi dan produktivitas yang dicapai. Antara produksi dan pendapatan memiliki hubungan yang linier. Semakin tinggi produksi dan produktivitas yang dicapai, maka semakin tinggi pendapatan yang diperoleh petani. Tingginya pendapatan yang diperolah petani akan mempengaruhi motivasi petani untuk mau meningkatkan produksi. Sementara besarnya pendapatan yang diperolah petani kopi akan ditentukan oleh faktor-faktor diantaranya harga produk itu sendiri, harga biaya produksi, harga faktor produksi dan kebijakan pemerintah (Rahardjo, 1995).

  2.3.3 Pendapatan Usahatani Non Kopi

  Pendapatan usahatani non kopi merupakan penerimaan yang berasal dari nilai penjualan hasil non kopi. Sumber pendapatan usahatani non kopi meliputi :

  • Palawija (jagung, pinang, jeruk, ubi kayu, kelapa, kelapa sawit, coklat dan karet)
  • Hortikultura (kacang tanah, kacang kedele, sawi, tomat, cabe, terong, padi)
  • Nelayan • Beternak Tanaman, hewan ternak dan ikan yang dapat diusahakan oleh manusia seringkali dikelompokkan berdasarkan unsur-unsur kesamaan biologinya. Sesuai dengan perbedaan biologi tanaman, hewan ternak dan ikan cara membudidayakannya diperlukan lahan yang berbeda persyaratannya. Tetapi secara umum dapat dikatakan bahwa persyaratan lahan untuk tanaman yang berumur pendek lebih tinggi dibanding untuk tanaman tahunan atau hewan tahunan atau hewan ternak. Oleh karena itu, untuk menghasilkan pendapatan yang tinggi. Petani perlu melakukan perencanaan program penggunaan lahan. Rahardjo (dalam Zebua, 2010).

2.3.4 Pendapatan Non Pertanian

  Merupakan sumber pendapatan yang berasal di luar pertanian yang terdiri dari sektor formal seperti pegawai negeri, ABRI atau pamong desa, dan sektor informal seperti dagang, usaha industri, pekerja bangunan dan jasa. Namun tidak tertutup kemungkinan sumber pendapatan rumah tangga berasal dari kegiatan mencari benda di alam bebas atau di peroleh dari usaha menyewakan barang, baik itu aset tanah atau aset lainnya dan mendapat sumbangan berupa kiriman dari pihak luar keluarga atau pihak lainnya.

2.3. Tingkat Kesejahteraan

  Setiap orang memiliki keinginan untuk sejahtera, suatu keadaan yang serba baik, atau suatu kondisi di mana orang-orangnya dalam keadaan makmur, dalam keadaan sehat dan damai. Sejahtera juga mengandung pengertian aman sentosa, makmur, serta selamat , terlepas dari berbagai gangguan. Keadaan sejahtera itu juga digambarkan dalam UU No. 6 tahun 1974 dengan sangat abstrak, yaitu suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial material maupun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan dan ketentraman lahir batin. Lebih lengkapa, Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat memberi pengertian kesejahteraan yaitu suatu kondisi masyarakat yang telah terpenuhi kebutuhan dasarnya. Kebutuhan dasar tersebut berupa kecukupan dan mutu pangan, sandang, papan, kesehatan, pendidikan, lapangan pekerjaan, dan kebutuhan dasar lainnya seperti lingkungan yang bersih, aman dan nyaman. Juga terpenuhinya hak asasi dan partisipasi serta terwujudnya masyarakat beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Walaupun sulit diberi pengertian, namun kesejahteraan memiliki beberapa kata kunci yaitu terpenuhi kebutuhan dasar, makmur, sehat, damai dan selamat, beriman dan bertaqwa. Wiryono (dalam Zebua,2010)

  Tingkat kesejahteraan petani merupakan salah satu faktor penting dalam pembangunan sektor pertanian. Pada saat ini tingkat kesejahteraan petani sedang menjadi perhatian utama, karena tingkat kesejahteraan petani diperkirakan makin menurun. Beberapa faktor yang diduga menjadi penyebab menurunnya tingkat kesejahteraan petani makin sempitnya lahan yang dimiliki petani, harga gabah yang cenderung rendah pada saat panen dan naiknya beberapa faktor input

  Tingkat kesejahteraan masyarakat dapat dilihat dari berbagai komponen yang dapat menggambarkan apakah masyarakat tersebut sudah berada pada kehidupan yang sejahtera atau belum. Komponen yang dapat dilihat antara lain keadaan perumahan di mana mereka tinggal, tingkat pendidikan, dan kesehatan.

  Biro Pusat Statistik (2000) menyatakan bahwa komponen kesejahteraan yang dapat dipakai sebagai indikator kesejahteraan masyarakat adalah kependudukan, tingkat kesehatan dan gizi masyarakat, tingkat pendidikan, ketenagakerjaan, taraf dan pola konsumsi masyarakat, keadaan perumahan dan lingkungan, dan keadaan sosial budaya. Di samping komponen yang dikemukakan di atas, ada komponen lain yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan masyarakat misalnya luas kepemilikan lahan. Rustanta (dalam Zebua, 2010).

  Untuk mencapai kesejahteraan itu, manusia melakukan berbagai macam usaha, misalnya di bidang pertanian, perdagangan, pendidikan, kesehatan serta keragamaan, pertahanan-keamanan dan sebagainya. Manusia juga melakukan upaya-upaya secara individu serta berkelompok. Upaya mencapai kesejahteraan lewat kelompok misalnya membentuk koperasi, asosiasi, organisasi serta membentuk Negara. Kesejahteraan juga bisa dibedakan menjadi lahiriah/fisik dan batiniah. Namun, mengukur kesejahteraan, terutama kesejahteraan batin/spiritual, bukanlah yang mudah. Kesejahteraan yang bersifat lahir yang biasa dikenal dengan kesejahteraan ekonomi lebih mudah diukur dari pada kesejahteraan batin. Wiryono (dalam Zebua, 2010).

  Ukuran kesejahteraan lebih kompleks dari kemiskinan. Kesejahteraan dapat diraih jika seseorang dapat mengakses pekerjaan, pendapatan, pangan, mengukur kesejahteraan dari sisi fisik atau ekonomi. Terdapat berbagai perkembangan pengukuran tingkat kesejahteraan dari sisi fisik, seperti Human Development Index (Indeks Pembangunan Manusia), Physical Quality Life Index (Indeks Mutu Hidup); Basic Needs (Kebutuhan Dasar); GNP/Kapita (Pendapatan Perkapita), dan Nilai Tukar Petani (NTP), ukuran kesejahteraan ekonomi inipun bisa dilihat dari dua sisi, yaitu konsumsi dan produksi (Zebua, 2010).

  Dalam pengertian ilmu ekonomi, konsumsi dapat diartikan sebagai kebutuhan manusia dalam bentuk benda dan juga baik untuk diri sendiri maupun untuk kepentingan keluarga/lingkungannya, berdasarkan tata hubungan dan tanggungjawabnya didasarkan atas pola produksi, pola distribusi dan sistem kebutuhan yang dimilikinya yang sifatnya tercermin sebagai kebutuhan primer dan kebutuhan sekunder. Lukman (dalam Zebua, 2010).

2.5 Regresi Linier Berganda

  Analisis regresi menjelaskan hubungan dua atau lebih dari variabel sebab akibat. Artinya variabel yang satu akan di pengaruhi variabel lainya. Besarnya pengaruh variabel ini dapat diduga dengan besar yang ditunjukkan oleh koefisien regresi. Persamaan regresinya yaitu Y = f (X , X , X , X …....X ).

  1

  2

  3 4 n

  Dimana : Y= variabel yang di jelaskan (dependent variabel) X = variabel yang menjelaskan (Indevenden variabel)

  Hubungan Y dan X adalah searah, dimana X akan selalu mempengaruhi Y, dan tidak mungkin terjadi hal yang sebaliknya. Oleh karena itu dalam model development, maka pemilihan variabel Y dan X harus cermat dan benar (Soekartawi, 2002).

  AnalisisRegresi Linier Berganda merupakan salah satu metode regresi untuk mengetimasi α dan β yang disebut dengan metode ordinary least squares method (OLS), dengan regresi linier berganda dapat mengidentifikasikan hubungan- hubungan yang terjadi antara peubah-peubah bebas dengan peubah tetap. Analisis ini juga dapat mengetahui seberapa besar pengaruh yang diberikan oleh peubah bebas tertentu terhadap peubah tetapnya. Dalam penelitian ekonomi dan bisnis, banyak hal yang tidak bisa dikendalikan sehingga regresi berganda sering dibutuhkan untuk menduga pengaruh yang diberikan oleh berbagai peubah secara simultan. Newbold, et.al. 2003(dalam Daslina 2006). Model umum regresi linear berganda adalah :

  1i

  X ni i Yi = α+ βX +β + …+ β ε

  • Dengan 1,

2 X 2i n

  2 ,…… n koefisien regresi

  α merupakan intercept/constanta, β β β yang menggambarkan pengaruh yang diberikan oleh peubah bebas (X

  1 , X 2 , …X n )

  terhadap peubah tak bebas (Y), dan ε merupakan error/galat model yang mengakomodasikan kesalahan pendugaan, sedangkan subscript i menunjukkan amatan (responden) ke-i.

  Menurut Lains 2003 (dalam Daslina 2006)asumsi dasar OLS sering dilanggar dalam melakukan estimasi sebuah model sehingga parameter yang diperoleh menjadi bias, tidak konsisten dan tidak efisien. Asumsi dasar OLS yang harus dipenuhi menurut Gauss dalam Lains2003(dalam Daslina 2006) diantaranya adalah tidak terdapat kolinearitas ganda (multikolineraitas) berderajat tinggi yang akan menghasilkan koefisien regresi yang tidak efisien. Yang dimaksud dengan

  

multicollinearity adalah situasi yang menjelaskan adanya interkorelasi yang tinggi disebutkan untuk mengetahui adanya multikolinearitas tersebut dapat diukur dengan nilai variance inflation factor (VIF) dengan rumus sebagai berikut :

  1 VIF ( ) = β i 2 1 – R i

2 Dimana R i adalah koefisien korelasi antara variabel X i dengan variabel

  penjelas lainnya. Dan Mechling (1997)dalam Daslina 2006 menambahkan bahwa nilai VIF yang lebih besar dari 10 memberikan indikasi adanya multikolinearitas.

2.5.1 Uji Asumsi Klasik 1.

  Uji Multikolinieritas Multikolinearitas adalah alat yang digunakan untuk mengetahui apakah ada hubungan yang kuat (kombinasi linier) diantara independen variabel. Multikolinieritas dikenalkan oleh Ragnar Frisch (1934). Suatu model regresi linier akan menghasilkan estimasi yang baik apabila model tersebut tidak mengandung multikolinieritas.

  Multikolinearitas terjadi karena adanya hubungan yang kuat antara sesama variabel independen dari suatu model estimasi. Adanya multikolinieritas ditandai dengan :

  • Standart error tidak terhingga
  • Tidak ada satupun t-statistik yang signifikan pada α = 1%, α = 5% dan α = 10%
  • Terjadi perubahan tanda atau berlawanan dengan teori
  • R2 sangat tinggi

  Cara mendeteksi apakah terdapat gejala multikolonearitas dapat dikatakan terbebas dari gejala multikolinearitas jika nilai correlation antar variabel independen lebih kecil dari 0,8 (correlation < 0,8).

  2. Uji Heterokedastisitas Heterokedastisitas terjadi apabila variabel pengganggu (Error

  

Term ) tidak mempunyai varian yang konstan (sama) untuk semua

  observasi sehingga residual variabel pengganggu tidak bernilai nol

  2

  2

  atau E( . Ini merupakan pelanggaran salah satu asumsi klasik ) ≠ tentang model regresi linier berdasarkan metode kuadrat terkecil biasa.

  Heterokedastisitas pada umumnya lebih banyak ditemui pada data

  

cross section yaitu data yang menggambarkan keadaan pada suatu

  waktu tertentu misalnya data hasil suatu survei. Keberadaan heterokedastisitas akan dapat menyebabkan kesalahan dalam penaksiran sehingga koefisien regresi menjadi tidak efisien dan dapat meyesatkan. (Nachrowi Djalal Nachrowi dan Hardius Usman, 2006).

  3. Uji Normalitas Uji normalitas dilakukan untuk menguji apakah faktor pengganggu berdistribusi normal atau tidak. Untuk melakukan uji normalitas digunakan Jarcue-Bera Test (JB- Test). Untuk melihat apakah data telah berdistribusi normal dengan cara JB-Test ini adalah dengan membandingkan Jarcue Bera normality test statistics dengan tabel, jika Jarcue Bera normality test statistics lebih kecil dari tabel

  normality test statistics lebih besar dari tabel maka adalah tidak berdistribusi normal.

  Cara lain untuk melihat apakah data berdistribusi normal dengan menggunakan JB-Test adalah dengan melihat angka probability.

  Apabila angka probability > 0,05 maka data berdistribusi normal, sebaliknya apabila angka probability < 0,05 maka data tidak berdistribusi normal. ( Pratomo dan Paidi Hidayat, 2007).

2.5.2 Uji Kesesuaian (Test of Goodness of Fit)

  Uji kesesuaian (Test of Goodness of Fit) merupakan pengujian kecocokan atau kebaikan antara hasil pengamatan (frekuensi pengamatan) tertentu dengan frekuensi yang diperoleh berdasarkan nilai harapannya (frekuensi teoritis), atau uji yang digunakan untuk melihat sejauh mana garis regresi mencocok data.

1. Uji t-statistik

  Uji t-statistik merupakan pengujian untuk mengetahui apakah masing-masing koefisien regresi signifikan atau tidak terhadap dependen variabel. Dengan menganggap variabel independen lainya konstan. Nilai t-hitung diperoleh dengan rumus : (

  − ) t hitung =

  ( ) Dimana : bi = koefesien variabel ke – i b = nilai hipotesis nol Se(bi) = simpangan baku dari variabel independent ke-i

Gambar 2.1 Kurva Uji t-statistik

  Dalam uji t ini digunakan perumusan bentuk hipotesis sebagai berikut : Ho : bi = b Ha : bi

  ≠ b Dimana bi adalah koefisien variabel independen ke I nilai parameter hipotesis, dan biasanya b dianggap = 0. Artinya tidak ada pengaruh variabel Xi terhadap Y.

  Pengujian dilakukan melalui uji-t dengan membandingkan t- statistik dengan t-tabel. Apabila hasil perhitungan menunjukkan : a.

  Ho diterima dan Ha ditolak apabila t-hitung < t-tabel dengan tingkat kepercayaan sebesar (α). Artinya variasi variabel bebas tidak dapat menerangkan variabel terikat, dimana tidak terdapat pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat.

  Pengujian dilakukan dengan tingkat kepercayaan sebesar (α).

  b.

  Ho ditolak dan Ha diterima apabila t-hitung > t-tabel dengan menerangkan variabel terikat, dimana terdapat pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Pengujian ini dilakukan dengan tingkat kepercayaan se besar (α).

2. Uji F-statistik

  Uji F-statistik ini adalah pengujian yang bertujian untuk mengetahui seberapa besar pengaruh koefisien regresi secara bersama-sama terhadap dependen variabel. Nilai F-hitung dapat diperoleh dengan rumus : R /(K-1) 2 F- hitung= (1-R )/(N-K) 2 Dimana: R2 : Koefisien determinasi

  k : Jumlah variabel independen n : Jumlah sampel

Gambar 2.2 Kurva Uji F-statistik

  Untuk uji F-statistik ini digunakan hipotesis sebagai berikut: H0 : b1 = b2 = bn………..bn = 0 (tidak ada pengaruh) Ha : b1

  ≠ 0……………….bi = 1 (ada pengaruh) Kriteria pengambilan keputusan : a. Ho : b1 = b2 = 0 H0 diterima (F-hitung < F-tabel) artinya variabel independen secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap b.

  Ha : b1 ≠ b2≠0 Ha diterima (F -hitung > F-tabel) artinya variabel independen secara parsial berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.

2.6 Landasan Teori

  Biaya adalah semua pengeluaran yang dinyatakan dengan uang yang diperlukan untuk menghasilkan sesuatu produk dalam suatu periode produksi.

  Biaya usahatani adalah semua pengeluaran yang dipergunakan dalam suatu usahatani dan pendapatan usahatani adalah selisih antara pengeluaran dan penerimaan dalam usahatani. Pendapatan sangat dipengaruhi oleh banyaknya produksi yang dijual oleh petani sendiri sehingga semakin banyak jumlah produksi maka semakin tinggi pendapatan yang diperoleh (Soekartawi, 1995).

  Pendapatan dari usahatani adalah total penerimaan dari nilai penjualan hasil ditambah dari nilai hasil yang dipergunakan sendiri, dikurangi dengan total nilai pengeluaran yang terdiri dari pengeluaran untuk input (pupuk, pestisida dan alat- alat) pengeluaran untuk upah tenaga kerja dan lain-lain (Hernanto, 1993). Dapat dirumuskan sebagai berikut :

  Pd = TR – TC Dimana : Pd = Pendapatan usahatani TR = Total revenue (total penerimaan) TC = Total cost ( total biaya)

  Total pendapatan keluarga adalah seluruh pendapatan keluarga yang berasal dari usahatani kopi, usahatani non kopi dan usaha non pertanian. Kontribusi pendapatan usahatani adalah pendapatan yang diterima dari usahatani dibagi dengan pendapatan keluarga dan dikalikan 100%, sehingga dapat diketahui seberapa besar kontribusi usahatani kopi terhadap pendapatan keluarga.Dapat

  Total pendapatan usahatani

  x 100%

  Total pendapatan keluarga petani

  Meningkatnya pendapatan maka meningkat pula pengeluaran untuk keperluan rumah tangga dan pembentukan modal. Menurunnya pendapatan akan menurunkan pula pengeluaran untuk konsumsi dan modal. Tohir (dalam Zebua, 2010).

  Adapun faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi pendapatan petani tersebut yaitu :

  1. Umur, rata-rata petani Indonesia yang cenderung tua sangat berpengaruh pada produktivitas sektor pertanian Indonesia. Petani berusia tua biasanya cenderung sangat konservatif dalam menyikapi perubahan atau inovasi teknologi. Berbeda halnya dengan petani yang berusia muda. Umur seseorang pada umumnya dapat mempengaruhi aktivitas petani dalam mengelola usahataninya, dalam hal ini mempengaruhi kondisi fisik dan kemampuan berpikir. Makin muda umur petani, cenderung memiliki fisik yang kuat dan dinamis dalam mengelola usahataninya, sehingga mampu bekerja lebih kuat dari petani yang umurnya tua. Selain itu petani yang lebih muda mempunyai keberanian untuk menanggung resiko dalam mencoba inovasi baru demi kemajuan usahataninya (Syafrudin 2003).

  2. Pendidikan, Masri singarimbun dan D.H. Penny mengemukakan banyaknya atau lamanya sekolah/pendidikan yang diterima seseorang akan berpengaruh terhadap kecakapannya dalam pekerjaan tertentu. lebih besar dalam menghasilkan pendapatan bagi rumah tangga. Artinya bahwa kecakapan seseorang dalam suatu lembaga atau organisasi.

  Faktor terakhir inilah kemudian akan mempengaruhi secara langsung kemampuannya dalam memperoleh pendapatan yang lebih besar.

  Mardikanto (1990) menyatakan bahwa pendidikan petani umumnya mempengaruhi cara dan pola pikir petani dalam mengelola usahatani.

  Pendidikan yang relatif tinggi menyebabkan petani lebih dinamis(Dalam Rini Sri Damihartini dan Amri Jahi, 2005).

  3. Lamanya berusahatani, pengalaman seseorang dalam berusahatani berpengaruh dalam menerima inovasi dari luar. Dalam mengadakan suatu penelitian lamanya berusahatani diukur mulai sejak kapan petani itu aktif secara mandiri mengusahakan usahataninya tersebut sampai diadakan penelitian. Padmowihardjo (1994), mengemukakan bahwa pengalaman baik yang menyenangkan maupun mengecewakan berpengaruh pada proses belajar seseorang. Motivasi berusahatani merupakan usaha yang dilakukan oleh manusia untuk menimbulkan dorongan berbuat atau melakukan tindakan. Motivasi dapat menjelaskan alasan seseorang melakukan sesuatu tindakan (Dalam Rini Sri Damihartini at all, 2004).

  4. Jumlah tanggungan, akan semakin banyak anggota keluarga akan semakin berat beban hidup yang harus dipenuhi, jumlah anggota keluarga akan mempengaruhi keputusan petani dalam berusahatani. Keluarga yang memiliki sebidang tanah tetap saja jumlahnya semakin sempit dengan bertambahnya anggota keluarga sementara kebutuhan akan produksi terutama pangan akan semakin bertambah.

  Menurut Syafrudin (2003), jumlah tanggungan keluarga merupakan salah satusumberdaya manusia yang dimiliki petani, terutama yang berusia produktif danikut membantu usahaternaknya, tanggungan keluarga juga bisa menjadi bebankeluarga jika tidak aktif bekerja.

  5. Luas Lahan, akan mempengaruhi skala usaha. Dan skala usaha ini pada akhirnya akan mempengaruhi efesien atau tidaknya suatu usaha pertanian. Seringkali dijumpai, makin luas lahan yang dipakai sebagai usaha pertanian maka lahan tersebut semakin tidak efesien. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa luasnya lahan mengakibatkan upaya melakukan tidakan yang mengarah pada segi efesien akan berkurang.

  Sebaliknya pada lahan yang sempit upaya pengawasan terhadap penggunaan faktor produksi semakin baik, sehingga usaha pertanian seperti ini lebih efesien. Meskipun demikian lahan yang terlalu kecil cenderung menghasilkan usaha yang tidak efesien pula.

  Lahan merupakan sarana produksi bagi usahatani, termasuk salah satu faktor produksi dan pabrik hasil pertanian. Lahan adalah sumberdaya alam fisik yang mempunyai peranan sangat penting bagi petani. Mosher(Dalam Rini Sri Damihartini at all, 2004). Pengukuran kesejahteraan petani didekati dengan konsep Nilai Tukar Petani

  (NTP) yang merupakan rasio indeks harga yang diterima petani dan indeks harga yang dibayar petani. Menurut Simatupang, et all, 2007, bahwa penanda menjadi pilihan satu-satunya bagi pengamat pembangunan pertanian. Namun NTP tersebut baru merujuk rumahtangga petani tanaman bahan makanan dan perkebunan saja. Sedangkan rumahtangga petani bahan makanan dan perkebunan, pada umumnya juga memperoleh pendapatan dari usaha pertenrnakan atau perikanan bahkan dari non pertanian.

  Penanda kesejahteraan petani dengan NTP dapat didekati dengan berbagai cara sesuai dengan tingkat kebutuhannya. Oleh karena itu sesuai dengan tujuan penelitian, maka penanda tingkat kesejahteraan petani dengan konsep “Nilai Tukar Pendapatan Rumahtangga Petani (NTPRP)”. Penanda tersebut adalah merupakan ukuran kemampuan rumah tangga petani dalam memenuhi kebutuhan subsistennya. Konsep kebutuhan subsisten disebut juga dengan nilai tukar subsisten. Hutabarat (dalam Zebua, 2010).

  Sedangkan menurut konsep Biro Pusat Statistik yang diformulasikan sebagai Nilai Tukar Subsisten (NTS) mendefinisikan bahwa nilai tukar pendapatan baru memasukkan semua usaha pertanian, namun belum memasukkan kegiatan berburuh tani dan sektor non pertanian yang cukup besar memberikan kontribusi terhadap pendapatan rumahtangga petani (Muchjidin, R. et all. 2000). Oleh karena itu, menurut Muchjidin, R. et al 2000; Riyanto Basuki, et all 2001; Simatupang, et all 2007, bahwa konsep “Nilai Tukar Pendapatan Rumahtangga Petani (NTPRP)” didefinisikan merupakan nisbah antara pendapatan total rumahtangga dengan pengeluaran total rumahtangga. Pendapatan total rumahtangga pertanian merupakan penjumlahan dari seluruh nilai hasil produksi komoditas pertanian yang dihasilkan petani, nilai dari berburuh tani, nilai hasil produksi usaha non penjumlahan dari pengeluaran untuk konsumsi rumah tangga dan pengeluaran untuk biaya produksi (Sugiarto, 2008).

  Secara matematis Konsep Nilai Tukar Pendapatan Rumahtangga Petani adalah sebagai berikut :

  NTPRP = Y/E Y = Y + Y p np E = E + E p k Dimana : NTPRP = Nilai Tukar Pendapatan Rumahtangga Petani Y = Pendapatan E = Pengeluaran Y = Total pendapatan dari usaha pertanian p Y = Total pendapatan dari non pertanian np E = Total pengeluaran untuk usaha pertanian p E = Total pengeluaran untuk usaha non pertanian k .

  Nilai tukar pendapatan rumahtangga petani (NTPRP) yang digunakan sebagai tolak ukur kesejahteraan rumahtangga petani kopi adalah < 1, artinya bahwa tingkat kesejahteraan rumahtangga petani kopi masih belum masuk kategori sejahtera. Dan > 1, artinya bahwa tingkat kesejahteraan rumahtangga petani kopi masuk kategori sejahtera. Hutabarat (dalam Zebua, 2010).

2.7 Penelitian Terdahulu

  Pendapatan merupakan faktor penting dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga. Hasil analisis juga memberikan gambaran bahwa keluarga dengan pendapatan yang tinggi memiliki peluang lebih besar untuk sejahtera dibandingkan keluarga dengan pendapatanyang rendah. Hasil penelitian yang dilakukan oleh J.X Fan (1997) yang berjudul “ Expenditure Patterns of Asian Americana: Evidence from the US Consumer Expenditure Survey1980-1992 ” menyimpulkan bahwa pendapatan akan menentukan daya beli terhadap pangan dan fasilitas lainnya seperti pendidikan, kesehatan, perumahan, dan lain-lain. Selain itu, keluarga yang memiliki aset, lebih sejahtera dibandingkan keluarga yang tidakmemiliki aset.

  Penelitian yang dilakukan oleh Indah Cahyani Zebua (2010) tentang “Analisis Pendapatan Pada Petani Padi Sawah Terhadap Kesejahteraan (Studi kasus : Desa Lubuk Bayas Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai)” Menjelaskan bahwa kontribusi pendapatan dari usahatani padi sawah terhadap pendapatan keluarga lebih besar dibandingkan dari kontribusi pendapatan dari usahatani non padi sawah dan kontribusi dari non usahatani. Kesejahteraan petani padi sawah yang dihitung dengan menggunakan konsep Nilai Tukar Pendapatan Rumahtangga Petani (NTPRP) adalah 1,637 artinya bahwa besarnya pendapatan yang diperoleh masih mencukupi untuk memenuhi kebutuhan pengeluaran mereka.

  Penelitian yang dilakukan oleh Iskandar, Hartoyo, Ujang Sumarwan dan Ali Khomsan (2006) yang berjudul “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi kesejahteraan Keluarga” dengan kesimpulan bahwa faktor demografi dan sosial ekonomi yang berpengaruh terhadap kesejahteraan adalah jumlah anggota, umur suami dan istri, pendidikan suami dan istri, pendapatan, kepemilikan aset, status pekerjaan suami sebagai pedagang, dan bukan buruh.

2.8 Kerangka Pemikiran

  Petani kopi adalah orang yang mengusahakan produksi kopi dalam usaha tani dengan memiliki ciri yang terdiri dari faktor sosial ekonomi (umur, pendidikan, lamanya berusahatani, jumlah tanggungan dan luas lahan). Faktor sosial ekonomi ini yang akan memberikan pengaruh terhadap pendapatan.

  Pada umumnya masyarakat yang mayoritas petani memiliki keragaman matapencaharian untuk memenuhi kebutuhan keluarga, artinya walaupun suatu keluarga telah memiliki usahatani utama namun tetap berupaya untuk mengusahakan berbagai jenis cabang usahatani yang lain maupun kegiatan produktif diluar usahatani untuk menambah pendapatannya seperti buruh tani dan pedagang. Walaupun mayoritas petani tersebut sudah mengusahakan usahatani kopi sebagai usahatani utama, ternyata banyak diantara mereka yang mengusahakan kegiatan lain sebagai matapencaharian tambahan disamping usahatani dari non kopi (seperti usahatani jeruk, cabe, padi dan beternak) dan non petani (seperti PNS).

  Sedangkan pengeluaran merupakan biaya yang dikeluarkan untuk biaya produksi (benih, pupuk, pestisida, alat-alat dan tenaga kerja) dan konsumsi rumah tangga. Dengan semakin banyaknya kegiatan produktif yang dapat dilakukan petani dan keluarganya diharapkan akan mampu meningkatkan total pendapatan keluarga.

  Adapun pendapatan keluarga petani merupakan total pendapatan dikurangi dengan total biaya pengeluaran yang akan memberikan pengaruh terhadap kesejahteraan petani kopi dimana kesejahteraan dapat dilihat dari jumlah pengeluaran konsumsi pangan sembilan bahan pokok adalah beras, lauk pauk, telur, sayur mayur, garam, gula, minyak goreng, terigu dan minyak tanah/gas apakah terpenuhi dan konsumsi nonpangan seperti konsumsi sandang, kesehatan, pendidikan, transportasi, listrik dan lain-lain. Dengan kata lain pendapatan petani merupakan pengeluaran untuk konsumsi rumah tangga dan pengeluaran untuk biaya produksi dengan menggunakan metode penanda tingkat kesejahteraan petani dengan konsep Nilai Tukar Pendapatan Rumahtangga Petani (NTPRP).

  Petani Kopi Usahatani Pendapatan

  Pengeluaran Pendapatan

Pendapatan Pendapatan Non Biaya Produksi Konsumsi Rumah

Usahatani Non

  Usahatani Kopi Pertanian Tangga Kopi Total Pengeluaran

  Total Penerimaan

  Pendapatan Keluarga Petani Faktor sosial Ekonomi :

  • Umur Tingkat Kesejahteraan menurut konsep Nilai Tukar Pendapatan • Pendidikan

    Rumahtangga Petani (NTPRP)

  • Lamanya berusaha tani
  • Jumlah tanggungan
  • Luas lahan Kesejahteraan Petani Kopi

Dokumen yang terkait

BAB II PENGATURAN SISTEM PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA DALAM HUKUM POSITIF INDONESIA A. Pengaturan Terhadap Tindak Pidana Pemalsuan Ijazah Dalam Hukum Positif Indonesia - Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pengguna Ijazah Palsu Dalam Pemilihan Kepala Desa Kabu

0 0 45

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG - Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pengguna Ijazah Palsu Dalam Pemilihan Kepala Desa Kabupaten Langkat (Studi Putusan Pn No.197/Pid.B/2011/Pn.Stb, Pt No.431/Pid/2011/Pt.Mdn, Ma-Ri No.579k/Pid/2012)

0 0 31

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PENGGUNA IJAZAH PALSU DALAM PEMILIHAN KEPALA DESA KABUPATEN LANGKAT (Studi Putusan PN No.197Pid.B2011PN.Stb, PT No.431Pid2011PT.Mdn, MA-RI No.579KPid2012) SKRIPSI

0 0 12

BAB II PENGELOLAAN YAYASAN OLEH ORGAN YAYASAN A. Keberadaan Yayasan Menurut Undang-Undang Yayasan Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 - Tinjauan Yuridis Tentang Pembagian Kekayaan Dari Yayasan Kepada Organ Yayasan Ditinjau Dari Undang

0 0 31

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tinjauan Yuridis Tentang Pembagian Kekayaan Dari Yayasan Kepada Organ Yayasan Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004

0 0 19

Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman Asam Sulfat (H2SO4) Terhadap Viabilitas Benih Delima (Punica granatum L.)

0 0 21

Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman Asam Sulfat (H2SO4) Terhadap Viabilitas Benih Delima (Punica granatum L.)

0 0 8

Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman Asam Sulfat (H2SO4) Terhadap Viabilitas Benih Delima (Punica granatum L.)

0 2 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN - Analisis Dampak Fluktuasi Harga Bbm Terhadap Usaha Penangkapan Ikan Dengan Kapal Motor (Kasus : Kecamatan Sarudik, Kabupaten Tapanuli Tengah)

0 0 10

A. Indentitas Responden - Analisis Pengaruh Pendapatan Usahatani Kopi Terhadap Tingkat Kesejahteraan Masyarakat (Studi Kasus Kabupaten Aceh Tengah Dan Kabupaten Bener Meriah)

0 0 58