PANDUAN PENARGETAN PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN BERBASIS WILAYAH

  

UPAYA KHUSUS

PENURUNAN TINGKAT KEMISKINAN

PANDUAN PENARGETAN PROGRAM PENANGGULANGAN

KEMISKINAN BERBASIS WILAYAH

Disusun oleh:

  

Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan

Tulisan dan data dalam publikasi ini dapat direproduksi selama mencantumkan sumber yang dikutip. Dilarang

mereproduksi untuk tujuan komersial.

  Cetakan Kedua, April 2014 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

©2014 Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan

  ATA ENGANTAR K P

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan meningkatkan kesejahteraan rumah tangga yang

tercermin dari naiknya tingkat pendapatan masyarakat. Pada saat yang sama, fenomena

tingginya inflasi yang tercermin dari tingginya tingkat harga komoditas sebagai representasi

pengeluaran rumah tangga akan semakin menambah beban hidup rumah tangga. Kombinasi

diantara keduanya sangat mempengaruhi kemampuan daya beli masyarakat.

Pemerintah perlu memastikan seluruh program penanggulangan kemiskinan dapat berjalan

dengan efektif sehingga mampu mempertahankan kemampuan daya beli masyarakat agar

tidak jatuh dalam kemiskinan. Oleh karena itu, program penanggulangan kemiskinan perlu

dilakukan dengan tepat sasaran. Ketepatan sasaran program penanggulangan kemiskinan

dapat ditempuh dengan melaksanakan dua prinsip dasar yaitu tepat individu dan tepat

wilayah. Tepat individu berarti pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan diberikan

kepada penduduk miskin yang benar-benar membutuhkan dan sesuai dengan cakupan

program. Sementara tepat wilayah artinya pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan

seyogyanya juga memperhatikan aspek kesejahteraan wilayah yang tercermin dalam dimensi

kemiskinan konsumsi dan non-konsumsi rumah tangga.

  

Buku ini merupakan panduan identifikasi wilayah prioritas (geographic targeting) atau

kantong kemiskinan, yang dapat digunakan untuk menentukan basis wilayah prioritas

pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan. Di wilayah prioritas ini, seluruh program

penanggulangan kemiskinan dari Pemerintah Pusat maupun Daerah seharusnya dipastikan

berjalan efektif. Pemanfaatan Indeks Kesejahteraan Wilayah (IKW) ini seyogyanya juga tidak

hanya untuk program penanggulangan kemiskinan, namun juga dapat digunakan oleh semua

program dan kegiatan Pemerintah Pusat maupun Daerah. Target RPJMN angka kemiskinan 8-

10 persen bukan mustahil untuk dicapai apabila tercipta sinergi dalam penargetan individu

maupun penargetan wilayah, di kantong-kantong kemiskinan ini.

  Jakarta, Desember 2013

  Deputi Seswapres Bidang Kesejahteraan Rakyat dan Penanggulangan Kemiskinan/Sekretaris Eksekutif Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan

  D AFTAR

  15

  2

  4

  8

  11

  12

  13

  13

  14

  19

  3.4. Wilayah Prioritas Berdasarkan IKW iii iv v vi

  20

  21

  21

  22

  26

  26

  27

  36

  1

  3.3.3. Program Penanggulangan Kemiskinan Pada Wilayah Prioritas

  I SI

  2.2.1. Basis Data Terpadu

  Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar

  Bagian 1. Perkembangan Indikator Perekonomian

  1.1. Pertumbuhan Ekonomi

  1.2. Inflasi

  1.3. Kemiskinan

  Bagian 2. Upaya Pemerintah

  2.1. Target Pengurangan Tingkat Kemiskinan

  2.2. Penargetan Individu

  2.2.2 Kartu Perlindungan Sosial

  3.3.2. Perbandingan Pilihan Skenario Wilayah Prioritas

  2.2.3 Program Percepatan dan Perluasan Perlindungan Sosial

  Bagian 3. Upaya Penajaman Penanggulangan Kemiskinan

  3.1. Penargetan Wilayah Prioritas

  3.2. Basis Wilayah Prioritas

  3.2.1. Kerangka Pemikiran

  3.2.2 Variabel, Indikator dan Faktor Komposit IKW

  3.3. Pemilihan Wilayah Prioritas

  3.3.1. Dasar Pemilihan Wilayah Prioritas

  37

  D AFTAR T ABEL

  Tabel 1. Target Jumlah dan Pengurangan Penduduk Miskin, Maret 2014 dan September 2014

  Tabel 2. Distribusi Program Menurut Jenjang Administrasi Wilayah Tabel 3. Jumlah Rumah Tangga dan Anggota Rumah Tangga Sasaran Program

  Penanggulangan Kemiskinan Berbasis Rumah Tangga dan Individu, 2013 Tabel 4. Jumlah Desa dan Kecamatan Menurut Jumlah Program Penanggulangan

  Kemiskinan yang Diterima, 2013 Tabel 5. Skenario Penargetan Wilayah Prioritas Tabel 6. Faktor, Variabel dan Indikator Kesejahteraan Wilayah Tabel 7. Perbandingan Indikator Kemiskinan di 100 Kabupaten Wilayah Prioritas Tabel 8. Perbandingan Distribusi Wilayah dengan Berbagai Skenario Tabel 9. Kabupaten dan Kota Prioritas Berdasarkan Indeks Kesejahteraan

  Wilayah

  11

  15

  16

  17

  20

  23

  31

  34

  36

  • – September 2013 Gambar 4. Perkembangan Inflasi, Januari 2003-Desember 2013 (persen, y-o-y) Gambar 5. Perbandingan Inflasi menurut Kelompok Barang, Desember 2009 dan Desember 2013

  6

  33

  29

  28

  27

  26

  24

  22

  13

  8

  8

  7

  7

  5

  5

  4

  3

  3

  • – Desember 2013 (dalam Rupiah per Kg) Gambar 7. Inflasi Umum (IHK) dan Inflasi Garis Kemiskinan, 2003-2013 (y-o-y) Gambar 8. Pergerakan inflasi Umum dan Inflasi Garis Kemiskinan, 2005-2013 Gambar 9. Jumlah Penduduk Miskin dan Angka Kemiskinan, 2004-2013 Gambar 10. Tingkat Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Tingkat Keparahan Kemiskinan (P2), 2004-2013

  Wilayah Prioritas Gambar 18. Sebaran Wilayah Prioritas Gambar 19. Perbandingan Cakupan Program Nasional dan Wilayah Prioritas

  Skenario Wilayah Prioritas Gambar 17. Perbandingan Keparahan Kemiskinan (P2) dengan Berbagai Skenario

  Wilayah Prioritas Gambar 16. Perbandingan Kedalaman Kemiskinan (P1) dengan Berbagai

  Gambar 11. Contoh Kartu Perlindungan Sosial Gambar 12. Kerangka Pemikiran Penyusunan IKW Gambar 13. Faktor Komposit IKW Gambar 14. Dasar Pemilihan Wilayah Prioritas Berdasarkan IKW Gambar 15. Perbandingan Tingkat Kemiskinan (P0) dengan Berbagai Skenario

  Gambar 6. Perkembangan Harga Harian Beberapa Komoditas Bahan Pangan Utama, Januari

  2010

  Gambar 1. Pertumbuhan Ekonomi, 2004-2013 Gambar 2. Pertumbuhan pengeluaran tahunan 2008-2012 menurut 100 kelompok penduduk Gambar 3. Kontribusi Sektoral Terhadap Pertumbuhan PDB (y-o-y) September

  D AFTAR G AMBAR

  35 Perkembangan Indikator Perekonomian B AGIAN

  1 P ERKEMBANGAN

  I NDIKATOR P

EREKONOMIAN

  ‘Perlambatan pertumbuhan ekonomi serta meningkatnya harga bahan kebutuhan pokok berpotensi mengurangi efektivitas penanggulangan kemiskinan’ Dalam upaya terus menerus untuk menanggulangi kemiskinan di Indonesia, sangat penting untuk secara teratur memperhatikan perkembangan indikator kemiskinan. Kemiskinan didefinisikan sebagai suatu situasi di mana pengeluaran rumah tangga berada di bawah garis minimal yang disebut garis kemiskinan. Karena itu tingkat kemiskinan sangat dipengaruhi oleh dua hal. Pertama adalah tingkat kesejahteraan yang menentukan besarnya pengeluaran rumah tangga. Kedua adalah beban hidup rumah tangga yang dicerminkan oleh tingkat harga komoditas yang menjadi pengeluaran rumah tangga. Dalam perkembangan antarwaktu, tingkat kesejahteraan sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi, sementara beban hidup rumah tangga dapat terlihat dalam perkembangan inflasi. Pertumbuhan ekonomi akan meningkatkan daya beli, sementara inflasi akan menurunkan daya beli. Perkembangan dua indikator ini diuraikan di bagian berikut.

1.1 Pertumbuhan Ekonomi

  Sejak 2004 hingga 2013, perekonomian Indonesia tumbuh di atas 5 persen, kecuali pada tahun 2009 akibat krisis keuangan global. Sejalan dengan membaiknya perekonomian global, pertumbuhan ekonomi Indonesia juga membaik dan mencapai angka 6,49 persen di tahun 2011. Setelah itu terjadi perlambatan pertumbuhan ekonomi, meskipun masih cukup tinggi di tingkat sekitar 6 persen (lihat Gambar 1).

  Tingkat pertumbuhan sebesar ini telah pula memberikan dampak kepada seluruh kelompok ekonomi. Kelompok miskin maupun kaya secara nyata menikmati peningkatan pengeluaran. Namun demikian harus diakui bahwa peningkatan pengeluaran selama 2008-2012 tidak merata untuk seluruh kelompok masyarakat. Sekitar 40 persen kelompok penduduk dengan kondisi sosial-ekonomi terendah hanya mengalami pertumbuhan pengeluaran riil sebesar 2 persen per tahun, sementara rata-rata Indonesia selama periode tersebut adalah 4,87 persen per tahun (lihat Gambar 2). Hanya sekitar 20% kelompok masyarakat terkaya mengalami pertumbuhan pengeluaran yang lebih tinggi dibandingkan rata-rata nasional. Hal ini telah menyebabkan ketimpangan meningkat di perekonomian.

  Gambar 1. Pertumbuhan Ekonomi, 2004-2013 Gambar 2.

  Pertumbuhan Pengeluaran Tahunan 2008-2012 menurut 100 Kelompok Penduduk Sumber: Badan Pusat Statistik Sumber: Susenas, diolah oleh TNP2K

  Pada tahun 2013, pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat sebesar 5,78 persen, lebih rendah dibandingkan dengan target APBN-P 2013 sebesar 6,13 persen. Perlambatan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2013 disebabkan karena perlambatan pertumbuhan sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel dan rumah makan. Pertumbuhan sektor konstruksi melambat sesuai dengan perlambatan pertumbuhan investasi di sektor bangunan. Sementara itu, pertumbuhan sektor jasa tetap kuat, tetapi sub-sektor terbesar yaitu perdagangan, hotel dan rumah makan mengalami perlambatan (lihat Gambar 3). Perlambatan pertumbuhan ekonomi ini juga dipengaruhi oleh faktor eksternal yaitu kondisi keuangan internasional yang lebih ketat, akibat rencana tapering di Amerika Serikat, dan melambatkan pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang seperti Cina dan India. Harga komoditas dunia mengalami tekanan, dan pada gilirannya mempengaruhi ekspor Indonesia. Indonesia mengalami peningkatan suku bunga domestik serta depresiasi Rupiah, dan keseluruhannya menyebabkan perlambatan pertumbuhan ekonomi di 2013.

  5,03 5,69 5,5 6,35 6,01

  4,63 6,22 6,49 6,23 5,78

  2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 4.87 0.0 2.0 4.0 6.0 8.0 10.0 1 15 29 43 57 71 85

%

99 A

nn

ua

l

g

r

ow

t

h

r

a

t

e

Percentiles

  Gambar 3. Kontribusi Sektoral Terhadap Pertumbuhan PDB (y-o-y) September 2010 Pengangkutan dan Komunikasi Perdagangan, Hotel dan Restoran Konstruksi Pertanian Pertambangan Industri Pengolahan – September 2013 6 7 Jasa lainnya PDB tase 4

  5 Per sen

  3 2

1 Sep-10 Dec-10 Mar-11 Jun-11 Sep-11 Dec-11 Mar-12 Jun-12 Sep-12 Dec-12 Mar-13 Jun-13 Sep-13

  • 1

  Secara umum, pertumbuhan ekonomi sebagaimana yang diuraikan di atas telah meningkatkan pengeluaran seluruh kelompok penduduk, termasuk di dalamnya kelompok miskin. Namun demikian, peningkatan daya beli tersebut harus berhadapan dengan peningkatan harga komoditas, dan secara khusus harga komoditas yang dikonsumsi oleh kelompok masyarakat miskin. Bagian berikut akan menguraikan hal tersebut.

1.2 Inflasi

  Peningkatan harga dapat ditunjukkan oleh indikator inflasi. Gambar 4 menunjukkan perkembangan inflasi yang fluktuatif dan cenderung tidak stabil selama kurun waktu 10 tahun terakhir. Perkembangan terakhir menunjukkan bahwa pada Desember 2013 inflasi tahunan (y-o-y) mencapai 8,38 persen. Angka inflasi tahunan tertinggi setelah periode September 2008 adalah pada Agustus 2013 yang mencapai angka sebesar 8,79 persen. Hal ini terjadi setelah peningkatan harga BBM yang berdekatan dengan Hari Raya Idul Fitri 2013 di sekitar Juni-Juli 2013.

  Gambar 4. Perkembangan Inflasi, Januari 2003-Desember 2013 (persen, y-o-y)

  Gambar 5. Perbandingan Inflasi menurut Kelompok Barang, Desember 2009 dan Desember 2013

  Sumber: Badan Pusat Statistik, 2013

  Pada tahun 2013, inflasi tahunan (y-o-y) teratas untuk kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan yaitu sebesar 15,36 persen. Sedangkan kelompok inflasi tertinggi kedua adalah bahan makanan sebesar 11,35 persen. Di sisi lain, inflasi terendah terdapat pada kelompok sandang, dengan inflasi yang hanya sekitar 0,52 persen (y-o-y).

  Berdasarkan Berita Resmi Statistik BPS, pada Desember 2013 terjadi inflasi bulanan sebesar 0,55 persen. Dari 66 kota IHK, tercatat 61 kota mengalami inflasi dan 5 kota lainnya mengalami deflasi. Inflasi tertinggi terjadi di Manado 2,69 persen dan inflasi terendah terjadi di Palembang dan Tangerang masing-masaing 0,04 persen. Di sisi lain, deflasi tertinggi terjadi di Padang Sidempuan 0,44 persen dan terendah terjadi di Kendari 0,05 persen.

  Kelompok masyarakat miskin memiliki komposisi konsumsi yang berbeda dengan kelompok masyarakat yang lebih tinggi status ekonominya. Konsumsi kelompok masyarakat miskin terkonsentrasi pada jenis komoditas pangan. Sementara itu, komoditas pangan pada umumnya memiliki harga yang lebih fluktuatif (karena produksi yang sifatnya musiman) dan inflasi yang lebih tinggi. Beberapa komoditi pangan utama seperti beras, kedelai, bawang

  8,74 18,38 12,14 6,84

  8,79 8,38 Ja n -0 3 S ep -0 3 M ei -0 4 Ja n -0 5 S ep -0 5 M ei -0 6 Ja n -0 7 S ep -0 7 M ei -0 8 Ja n -0 9 S ep -0 9 M ei -1 Ja n -1 1 S ep -1 1 M ei -1 2 Ja n -1 3 S ep -1 3 3,88 7,81 1,83 6,00 3,89 3,89 -3,67 11,35 7,45 6,22 0,52 3,7 3,91 15,36 B ah an M ak an an M ak an an Jad i, M in u man , Ro ko k , d an T embak au Pe ru mah an , A ir , Li st ri k, G as , d an B ah an b ak ar Sand an g Kes eh a tan Pe n d id ik an , Rek rea si , d an Ol ah rag a T ran sp o r, Ko mu n ik as i, d an Jas a Keu an g an

  2009 2013

  • – Desember 2013 (dalam Rupiah per Kg)

  D e s e m b e r

  J a n u a ri

  Feb ru a ri

  Mar e t A p ril

  Me i J u n i

  J u li A g u s tu s S e p te mbe r Ok to b e r

  N o v e m b e r

  Bawang Merah 9.000 10.000

  Ok to b e r N o v e m b e r D e s e m b e r

  11.000 J a n u a ri

  Feb ru a ri

  Mar e t A p ril

  Mei J u n i J u li

  A g u s tu s

  S e p te mbe r

  Ok to b e r N o v e m b e r D e s e m b e r

  Beras Medium 10.000 20.000 30.000 40.000 50.000 60.000 70.000 80.000

  S e p te mbe r

  merah, maupun daging sapi, mengalami pergerakan inflasi yang cukup signifikan di tahun 2013 (lihat Gambar 6).

  Mei J u n i J u li

  Gambar 6. Perkembangan Harga Harian Beberapa Komoditas Bahan Pangan Utama, Januari

  Sumber: Kementerian Perdagangan, 2014

  Komposisi pengeluaran kelompok miskin yang lebih terkonsentrasi kepada komoditas pangan menjadikan kelompok miskin menghadapi inflasi yang berbeda dibandingkan inflasi umum (lihat Gambar 7 dan 8). Gambar 7 menunjukkan bahwa inflasi umum yang diwakili oleh Indeks Harga Konsumen (IHK) dan inflasi garis kemiskinan memiliki tren pergerakan yang mirip, namun inflasi garis kemiskinan selalu lebih tinggi dibandingkan inflasi umum. Artinya,

  80.000 90.000 100.000

  J a n u a ri

  Feb ru a ri

  Mar e t A p ril

  A g u s tu s

  A g u s tu s

  S e p te mbe r

  Ok to b e r N o v e m b e r D e s e m b e r

  Daging Sapi

8.000

8.100

8.200

8.300

8.400

8.500

8.600

8.700

  J a n u a ri

  Feb ru a ri

  Mar e t A p ril

  Mei J u n i J u li

  Kedelai Kedelai Impor Kedelai lokal kelompok masyarakat miskin menghadapi peningkatan harga yang lebih tinggi dibandingkan inflasi yang dihadapi masyarakat umum. Pada 2012, inflasi garis kemiskinan berada 3,29 titik persen (percentage points) lebih tinggi dibandingkan inflasi secara umum. Demikian pula pada 2013, inflasi garis kemiskinan berada 1,06 titik persen (percentage points) lebih tinggi di atas inflasi IHK. Gambar 8 lebih lanjut menunjukkan bahwa perbedaan antara inflasi umum dan inflasi garis kemiskinan ternyata makin melebar dari waktu ke waktu.

  Gambar 7. Gambar 8. Inflasi Umum (IHK) dan Inflasi Garis Kemiskinan, Pergerakan inflasi Umum dan Inflasi Garis 2003-2013 (y-o-y) Kemiskinan, 2005-2013

  20 250 % Y)

  200

15 Yo

  ch 100)

  150 ar M

  10 (

  2005= n (

  100 o x e ati d fl

5 In

  50 In al u n n A

  2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Poverty Basket CPI Poverty Basket CPI

  Sumber: Hasil Estimasi Menggunakan Susenas

  Berdasarkan inflasi tahun 2013 yang cukup tinggi, garis kemiskinan pada 2014 diperkirakan akan semakin meningkat. Hal ini berarti beban biaya hidup yang lebih tinggi bagi kelompok masyarakat miskin. Jika tidak diimbangi dengan intervensi untuk meningkatkan daya beli, maka upaya penanggulangan kemiskinan melalui program penanggulangan kemiskinan tidak akan optimal.

1.3 Kemiskinan

  Pertumbuhan ekonomi dan pergerakan tingkat harga akan mempengaruhi jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan. Selama periode 2004-2013, terlihat adanya tren penurunan jumlah orang miskin maupun angka kemiskinan. Pada September 2013, terdapat 28,55 juta penduduk hidup di bawah garis kemiskinan yang berarti angka kemiskinan sebesar 11,47 persen.

  Gambar 9. Gambar 10.

Jumlah Penduduk Miskin dan Angka Kemiskinan, Tingkat Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Tingkat

2004-2013 Keparahan Kemiskinan (P2), 2004-2013

  Populasi Penduduk Miskin (Juta Jiwa) Kedalaman Kemiskinan

  Persentase Penduduk Miskin (%) 36,15 35,10 34,97 39,05 37,17 32,53 31,02 2,89 2,78 2,77 3,43 2,99 keparahan Kemiskinan 30,02 2,50 17,75 16,58 29,13 28,60 28,07 28,55 1,00 0,84 2,21 2,08 2,05 1,88 1,90 1,89 1,75

  16,66 15,97 0,78 0,76 15,42 0,76 0,68 14,15 13,33 0,58 0,55 0,53 0,47 0,49 0,43 0,48 12,49 11,96 11,66 11,37 11,47

  4

  5

  6

  7

  8

  9

  1

  2

  3

  4

  5

  6

  7

  8

  9

  1

  2

  3

  12

  13

  11

  12

  13

  • 1 -1 -1 -1 -1 p- p- p- p- p- 200 200 200 200 200 200 201 201 200 200 200 200 200 200 201 ar ar ar ar ar e e e e e S S S S S M M M M M

  Sumber: Badan Pusat Statistik, 2014

  Selama periode 2006-2009, tingkat kemiskinan turun lebih dari 1 titik persen (percentage

  

points) setiap tahunnya. Namun dalam periode 2010-2013 terjadi perlambatan penurunan

  tingkat kemiskinan. Pengumuman jumlah penduduk miskin dan angka kemiskinan di September 2013 menunjukkan perlambatan yang sangat mengkhawatirkan. Antara Maret 2012-Maret 2013, masih terjadi penurunan jumlah penduduk miskin sebesar 1,06 juta jiwa.

  Namun dalam periode September 2012-September 2013 penurunan jumlah penduduk miskin tersebut hanyalah sejumlah 50 ribu jiwa. Perlambatan yang sama juga terjadi dalam hal perubahan angka kemiskinan. Antara Maret 2012-Maret 2013, terjadi penurunan angka kemiskinan sebesar 0,58 titik persen (percentage point). Namun dalam periode September 2012-September 2013 penurunan angka kemiskinan tersebut hanyalah 0,19 titik persen (percentage point).

  Indikator kedalaman kemiskinan (P1) dan keparahan kemiskinan (P2) juga mengalami tren penurunan dalam periode 2006-2013. Tren penurunan indikator kedalaman kemiskinan (P1) menunjukkan bahwa rata-rata pengeluaran rumah tangga miskin semakin mendekati garis kemiskinan. Sementara itu, tren penurunan indikator keparahan kemiskinan (P2) berarti kesenjangan pengeluaran antarpenduduk miskin makin mengecil. Namun demikian, tren perlambatan penurunan juga terlihat sangat jelas untuk kedua indikator ini.

  Perlambatan tren penurunan indikator kemiskinan ini akan mempengaruhi pencapaian target angka kemiskinan sebesar 8-10 persen pada tahun 2014. Diperlukan penguatan berbagai upaya yang telah berjalan selama ini, dan lebih dari itu diperlukan upaya khusus untuk menurunkan angka kemiskinan ini. Oleh karena itu, secara progresif pemerintah pusat melalui kementerian dan lembaga serta pemerintah daerah sangat perlu mengoptimalkan dan mensinergikan berbagai progam penanggulangan kemiskinan yang telah berjalan. Salah satu upaya yang dapat ditempuh adalah dengan melaksanakan sistem pemantauan terpadu terhadap berbagai program tersebut dengan target pencapaian output yang terukur dan tepat waktu, tepat jumlah serta tepat sasaran dalam implementasi program.

  B AGIAN

  2 U PAYA P EMERINTAH ‘Upaya penurunan tingkat kemiskinan dilakukan dengan meningkatkan penargetan individu bagi seluruh program penanggulangan kemiskinan’

2.1 Target Pengurangan Tingkat Kemiskinan

  Berdasarkan RPJMN 2009-2014 pemerintah menetapkan target penurunan tingkat kemiskinan secara bertahap dari 14,15 persen pada 2009 menjadi 8 persen (target bawah) atau 10 persen (target atas) pada 2014. Pada bulan September 2013, angka kemiskinan adalah 11.47 persen dengan sekitar 28,55 juta penduduk miskin. Proyeksi Penduduk Indonesia 2010- 2035 yang telah dikeluarkan oleh Bappenas memperkirakan bahwa penduduk Indonesia pada pertengahan tahun 2014 adalah sebesar 252,165 juta jiwa. Dengan demikian dapat diperkirakan jumlah penduduk pada bulan Maret dan September 2014. Untuk mendapatkan target atas angka kemiskinan 10% pada bulan September 2014, maka diperlukan pengurangan jumlah penduduk miskin sebesar 3,27 juta jiwa antara September 2013 sampai dengan September 2014.

  Tabel 1. Target Jumlah dan Pengurangan Penduduk Miskin, Maret 2014 dan September 2014

  Target Jumlah Target Pengurangan Jumlah Penduduk Miskin Penduduk Miskin Sejak Sept 2013 (juta jiwa) (Juta jiwa)

  Target Target Target Target Bawah Atas Bawah Atas 8% 10% 8% 10%

  Maret 2014 20,08 25,10

  8.47

  3.45 September 2014

  20.22

  25.28

  8.33

  3.27 Catatan: Asumsi jumlah penduduk: 251,05 juta (Maret 2014) dan 252,78 juta (Sept 2014)

  Target di atas tidak mudah untuk selesaikan, terutama jika melihat perlambatan penurunan jumlah penduduk miskin maupun perlambatan penurunan angka kemiskinan seperti yang diuraikan di Bagian 1. Karena itu dalam waktu 6 bulan ke depan Pemerintah perlu lebih meningkatkan sinergi melalui penargetan program-program penanggulangan kemiskinan secara tepat. Dua dimensi penargetan harus mendapat perhatian penuh, yaitu ketepatan penargetan individu dan juga ketepatan penargetan secara wilayah.

  Ketepatan penargetan individu dilakukan dengan pemanfaatan Basis Data Terpadu, pelaksanaan Program Percepatan Perluasan Perlindungan Sosial (P4S) dengan Kartu Pelindungan Sosial (KPS). Diperlukan instrumen pemantauan yang ketat terhadap implementasi program penanggulangan kemiskinan di lapangan untuk memastikan ketepatan sasaran, ketepatan jumlah dan ketepatan waktu pelaksanaan progam. Hal ini akan diuraikan pada Bagian 2 ini. Sementara itu, ketepatan penargetan secara wilayah akan diuraikan lebih lanjut di Bagian 3 setelah ini.

2.2 Penargetan Individu

  Sejak awal pemerintahan SBY-Boediono, Pemerintah telah meletakkan dasar bagi peningkatan efektivitas penargetan individu bagi seluruh program penanggulangan kemiskinan yang dijalankan. Satu hal yang telah dilakukan adalah pembentukan Basis Data Terpadu (BDT) hasil Program Pendataan Perlindungan Sosia (PPLS) 2011 yang kemudian dikelola sebagai sumber data penerima bagi seluruh program penanggulangan kemiskinan Pemerintah yang memiliki target individu dan rumah tangga. Pada tahun 2013, Pemerintah meluncurkan Program Percepatan dan Perluasan Perlindungan Sosial (P4S) disertai penggunaan Kartu Perlindungan Sosial (KPS) sebagai upaya untuk meningkatkan ketepatan individu dan rumah tangga penerima program.

2.2.1. Basis Data Terpadu

  Basis Data Terpadu (BDT) yang saat ini dikelola oleh Sekretariat Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) berisikan nama dan alamat individu yang termasuk dalam 40 persen rumah tangga dengan status sosial-ekonomi terendah. BDT merupakan hasil PPLS 2011 yang telah mengalami perbaikan metodologi pendataan (dibandingkan dengan pendataan PSE 2005 maupun PPLS 2008). Berbagai kegiatan verifikasi data yang telah dilakukan (melalui spot-checks maupun penggunaan data bagi program) yang telah dilakukan menunjukkan bahwa BDT memiliki tingkat akurasi yang tinggi.

  BDT dikelola sebagai basis data yang dapat dipergunakan oleh program Pemerintah Pusat maupun Daerah baik untuk kegiatan penargetan maupun untuk kegiatan perencanaan program. Sekretariat TNP2K menyediakan bantuan teknis untuk penggunaan BDT tersebut. Akses data untuk kegiatan perencanaan dapat dilakukan secara on-line melalui

  

Di samping itu, data nama dan alamat dapat dipergunakan oleh Program

Pemerintah Pusat dan Daerah yang memiliki target sasaran individu maupun rumah tangga.

2.2.2. Kartu Perlindungan Sosial

  Kartu Perlindungan Sosial (KPS) adalah kartu yang diterbitkan pemerintah dalam rangka pelaksanaan Program Percepatan dan Perluasan Perlindungan Sosial (P4S). KPS memuat informasi Nama Kepala Rumah Tangga, Nama Pasangan Kepala Rumah Tangga, Nama Anggota Rumah Tangga Lain, Alamat Rumah Tangga, Nomor Kartu Keluarga, dilengkapi dengan kode batang (barcode) beserta nomor identitas KPS yang unik. Bagian depan bertuliskan Kartu Perlindungan Sosial dengan logo Garuda, dan masa berlaku kartu sampai dengan tahun 2014.

  Gambar 11. Contoh Kartu Perlindungan Sosial

  Sumber: TNP2K

  Berdasarkan Basis Data Terpadu (BDT), diputuskan bahwa KPS diberikan kepada 25 persen Rumah Tangga dengan status sosial ekonomi terendah. Mengingat jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan pada bulan September 2012 adalah 11,66 persen, berarti pemberian KPS tidak hanya mencakup mereka yang miskin namun juga mereka yang berada diatas garis kemiskinan/rentan.

  Melalui KPS, rumah tangga bersangkutan dapat mengakses seluruh manfaat Program P4S. Syarat dan ketentuan dari penggunaan KPS adalah sebagai berikut: 1.

  Kepala Rumah Tangga pemegang KPS beserta seluruh Anggota Rumah Tangganya berhak menerima Program Perlindungan Sosial.

2. Kartu ini ditunjukkan pada saat pengambilan manfaat Program Perlindungan Sosial.

  Ketidaksesuaian nomor Kartu Keluarga asli dengan nomor Kartu Keluarga yang ada di KPS, tidak menghapus hak Rumah Tangga atas manfaat program.

  3. Kartu ini tidak dapat dipindahtangankan.

  4. KPS harus disimpan dengan baik, kehilangan atau kerusakan kartu menjadi tanggung jawab pemegang kartu. Mekanisme penyaluran kartu dirumuskan oleh TNP2K berkoordinasi dengan Kementerian dan Lembaga terkait dan dilaksanakan sepenuhnya oleh PT. Pos Indonesia. Tugas utama PT. Pos Indonesia adalah mendistribusikan KPS ke RTS tanpa dikenai biaya apapun, didampingi oleh aparat desa/kelurahan, dan TKSK (Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan). Selain itu, PT. Pos Indonesia juga berkewajiban mendata KPS yang kembali (retur) dikarenakan berbagai alasan, seperti Rumah Tangga tercatat ganda; Rumah Tangga pindah; Rumah Tangga tidak ditemukan; dan Rumah Tangga yang seluruh anggotanya telah meninggal. Selama proses distribusi kartu, TKSK memfasilitasi pencatatan jumlah KPS yang kembali per Desa/Kelurahan, selanjutnya direkapitulasi di tingkat kecamatan yang menjadi wilayah kerjanya. TKSK menginformasikan jumlah kartu yang kembali pada masing-masing desa/kelurahan sebagai bahan pelaksanaan Musyawarah Desa atau Kelurahan untuk menentukan rumahtangga pengganti.

2.2.3. Program Percepatan dan Perluasan Perlindungan Sosial

  Pemerintah meluncurkan Program Percepatan dan Perluasan Perlindungan Sosial (P4S) pada pertengahan tahun 2013 dalam rangka pengalihan subsidi BBM yang sebagian besar dinikmati oleh 20 persen kelompok terkaya di Indonesia menjadi program bantuan sosial berbasis rumah tangga. Program ini juga bertujuan untuk mempertahankan daya beli kelompok rumah tangga miskin dan rentan. P4S menjangkau 15,5 juta rumah tangga atau kurang lebih 62 juta jiwa. Cakupan P4S ini adalah 25 persen rumah tangga dengan kondisi sosial-ekonomi terendah, yang ditandai dengan penyaluran KPS. Dalam pendistribusian program bantuan sosial, pemerintah tidak mengalokasikannya secara spesifik di daerah tertentu. Program didistribusikan berdasarkan anggaran yang tersedia dan tingkat kemiskinan suatu wilayah. Semakin tinggi tingkat kemiskinan suatu wilayah, semakin banyak program bantuan sosial yang dilaksanakan di wilayah tersebut. P4S sendiri merupakan pengintegrasian berbagai program bantuan sosial yang sudah lama dilaksanakan, seperti Raskin, Bantuan Siswa Miskin (BSM), Program Keluarga Harapan (PKH), Jamkesmas dan Program Percepatan Pembangunan Infrastruktur dan Air Bersih, serta Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM). BLSM hanya dilakukan dalam empat bulan, yaitu pada bulan Juli-Oktober 2013 dengan dua kali pembayaran di bulan Juli dan September.

  P4S merupakan salah satu program pemerintah yang didesain secara terintegrasi bagi rumah tangga sasaran penerima program perlindungan sosial. Desain terintegrasi yang dimaksud adalah menggunakan satu KPS yang dapat digunakan untuk pengambilan manfaat dari beberapa program bantuan sosial. Dengan desain terintegrasi diharapkan dapat lebih mempercepat penurunan kemiskinan selain upaya mengefektifkan program penanggulangan kemiskinan lainnya yang telah berjalan.

  Tabel 2 menyajikan cakupan program-program tersebut secara nasional menurut jenjang administrasi wilayah. Program Raskin dan BSM merupakan program yang telah menjangkau seluruh desa. Cakupan Raskin mencapai 15,15 juta rumah tangga, atau 24,7 persen dari jumlah penduduk. Sementara itu, cakupan BSM sekitar 10 persen penduduk, khususnya untuk anggota rumah tangga pemegang KPS pada usia sekolah. Kuota program ini sekitar 16,6 juta siswa yang terdiri dari jenjang pendidikan SD/MI sekitar 10,2 juta siswa, SMP/MTs sekitar 4,1 juta siswa dan jenjang SMA/SMK/MA sekitar 2,3 juta siswa. Cakupan Program Jamkesmas juga sangat besar, mencapai lebih dari 90% dari total desa, dengan total penerima manfaat sebesar 21 juta rumah tangga atau 86,4 juta penduduk.

  Tabel 2. Distribusi Program Menurut Jenjang Administrasi Wilayah

  PROVINSI KABUPATEN KECAMATAN DESA NAMA PROGRAM Jumlah 33 497 6727 78,024

  Program Jamkesmas* Jumlah 31 457 6,186 71,238

  %

  

93.94

  91.95

  91.96

  91.30 Program RASKIN Jumlah

  33 497 6,727 78,024

  % 100.00 100.00 100.00 100.00

  Program Bantuan Siswa Jumlah 33 497 6,727 78,024 Miskin (BSM) % 100.00 100.00 100.00 100.00 Program Keluarga Harapan Jumlah 25 120 1,459 16,897 (PKH) %

  

75.76

  24.14

  21.38

  21.61 Sumber: Basis Data Terpadu, TNP2K, 2013 Keterangan: Persen terhadap total unit wilayah administrasi.

  • Tidak termasuk Provinsi Papua dan Papua Barat.

  Program yang cakupan wilayahnya masih relatif kecil adalah PKH, yakni baru menjangkau 22 persen desa dan kecamatan yang tersebar di 120 kabupaten/kota dan 25 provinsi, dan menyasar sekitar 7 persen jumlah rumah tangga. Sampai dengan pembayaran tahap ke empat tahun 2013, jumlah penerima manfaat program PKH adalah 2,32 juta rumah tangga atau setara dengan 10,06 juta jiwa. Dalam konteks penargetan, diharapkan bahwa rumah tangga yang paling miskin mendapatkan seluruh program penanggulangan kemiskinan dan P4S yang diluncurkan oleh Pemerintah. Karena PKH adalah program dengan cakupan kepesertaan yang paling sedikit, maka seluruh peserta PKH seyogyanya mendapatkan BSM (untuk anak yang bersekolah), Raskin (untuk rumah tangga), dan menjadi penerima bantuan iuran program Jaminan Kesehatan (untuk seluruh anggota rumah tangga). Dengan bantuan program yang komprehensif tersebut maka diharapkan RT yang paling miskin dapat memperbaiki kondisi hidupnya.

  Tabel 3. Jumlah Rumah Tangga dan Anggota Rumah Tangga Sasaran Program Penanggulangan Kemiskinan Berbasis Rumah Tangga dan Individu, 2013

  Program Program Program Program Cakupan Penerima Keluarga RASKIN BSM Jamkesmas* Harapan

  Rumah tangga (juta) 15,5 1,9 15,5 21,8 Individu anggota RT (juta) 10,9 16,6 86,4

  Sumber: TNP2K

  Keseluruhan program tersebut secara kumulatif seharusnya mempunyai dampak yang nyata terhadap penurunan tingkat kemiskinan. Namun, seperti dikemukakan sebelumnya, laju penurunan tingkat penduduk miskin secara aktual masih belum mampu mencapai target tingkat kemiskinan yang ditetapkan RPJMN 2010-2014.

  Distribusi cakupan wilayah yang luas dan jumlah rumah tangga penerima manfaat program yang besar merupakan modal dasar bagi pemerintah untuk mencapai target tingkat kemiskinan sesuai dengan rencana. Namun demikian, kenyataan yang ada menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan yang terjadi belum sesuai dengan target yang ditentukan. Oleh karena itu, efektivitas pelaksanaan berbagai program terurai di atas perlu dipertajam.

  Tabel 4. Jumlah Desa dan Kecamatan Menurut Jumlah Program Penanggulangan Kemiskinan yang Diterima, 2013

  Jumlah Jumlah program (% terhadap total Nasional)

DESA KECAMATAN

  1 Program 7,624 570

  9.49

  8.32

  2 Program 20,136 147

  25.06

  2.14

  3 Program 40,073 4,754

  49.88

  69.36

  4 Program 12,503 1,383

  15.56

  20.18 Total 80,336 6,854 Sumber: TNP2K Keterangan: [1] Wilayah yang hanya menerima salah satu dari program Raskin, BSM, Jamkesmas dan PKH [2] Wilayah yang menerima 2 program yang terdiri dari kombinasi antara Raskin, BSM, Jamkesmas dan PKH [3] Wilayah yang menerima 3 program yang terdiri dari kombinasi antara Raskin, BSM, Jamkesmas dan PKH [4] Wilayah yang menerima 4 program dan terdiri dari Raskin, BSM, Jamkesmas dan PKH

  Dimensi lain dari distribusi program penanggulangan kemiskinan tersebut adalah dengan melihatnya menurut desa dan kecamata. Data menunjukkan bahwa sebagian besar kecamatan dan desa menerima lebih dari satu program. Jumlah kecamatan dan desa yang hanya menerima satu jenis program masing-masing persentasenya hanya 8 persen dan 9 persen. Jumlah kecamatan dan desa yang menerima sekaligus 3 program, masing-masing mencapai 49 persen dan 69 persen. Penajaman penargetan wilayah ini akan diuraikan di Bagian 3 berikut.

  AGIAN B

  3 PAYA ENAJAMAN U P ENANGGULANGAN P EMISKINAN K ‘Diperlukan penajaman fokus dengan penargetan berbasis wilayah untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan’

3.1 Penargetan Wilayah Prioritas

  Pemerintah perlu memastikan bahwa seluruh program penanggulangan kemiskinan yang dilakukan berjalan sesuai dengan rencana. Hal ini dapat dilakukan dengan cara melakukan pemantauan terhadap efektivitas pelaksanaan seluruh program penanggulangan kemiskinan, terutama bagi program-program berbasis individu dan rumah tangga, di wilayah-wilayah prioritas kantong kemiskinan. Upaya ini dirasa cukup realistis untuk dilakukan, karena dapat dilakukan berbasiskan program-program yang sudah ada, dan Pemerintah tidak perlu menciptakan program penanggulangan kemiskinan baru. Penargetan wilayah prioritas kantong kemiskinan sebenarnya bukanlah merupakan hal baru dalam program penanggulangan kemiskinan di Indonesia. Di masa lalu, program Inpres Desa Tertinggal (IDT) misalnya, merupakan program pemerintah yang telah menggunakan pendekatan target kewilayahan atau geographical targeting. Pada batasan tertentu, pelaksanaan program PNPM Mandiri, juga telah mengadopsi pendekatan ini. Upaya penajaman penanggulangan kemiskinan melalui penargetan wilayah prioritas kantong kemiskinan disusun berdasarkan berbagai pertimbangan: pertama, masa tugas Kabinet Indonesia Bersatu II (KIB II) tersisa kurang dari satu tahun. Kedua, efisiensi pemanfaatan sumberdaya dengan memfokuskannya pada wilayah prioritas. Ketiga, fokus pemantauan terhadap pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan dapat lebih efektif. Keempat, pengukuran target pencapaian dapat lebih terkontrol. Dan kelima, dapat dijadikan sebagai dasar perluasan pada program-program terkait lainnya (scaling-up prototype). Pelaksanaan program percepatan penurunan tingkat kemiskinan berdasarkan penargetan wilayah ini menuntut adanya koordinasi dan sinergi yang kuat antar-Kementerian/Lembaga maupun antar-tingkatan pemerintahan, serta dukungan berbagai kekuatan sosial. Pada saat yang sama, penajaman penargetan wilayah yang dilaksanakan berbarengan dengan mekanisme sistem pemantauan yang terkontrol hingga tingkat desa/kelurahan, akan mampu menjamin efektivitas pelaksanaan berbagai program penanggulangan kemiskinan yang pada akhirnya diharapkan akan berdampak besar terhadap percepatan penurunan jumlah penduduk miskin dan tingkat kemiskinan.

3.2 Basis Wilayah Prioritas

3.2.1. Kerangka Pemikiran

  Upaya dan program penanggulangan kemiskinan yang telah dijalankan masih memerlukan penguatan, yang dilakukan dengan cara memberikan perhatian lebih berupa pemantauan terhadap pelaksanan program penanggulangan kemiskinan di wilayah prioritas kantong kemiskinan. Paling tidak terdapat empat skenario yang dapat dimanfaatkan sebagai pendekatan dalam menentukan basis wilayah prioritas. Keempat skenario tersebut adalah berdasarkan: (i) jumlah penduduk miskin, (ii) jumlah penduduk yang termasuk 10 persen terendah (desil 1 di Basis Data Terpadu), (iii) jumlah rumah tangga penerima KPS, dan (iv) pemanfaatan Indeks Kesejahteraan Wilayah (IKW) berbasis kemiskinan multidimensi.

  Tabel 5. Skenario Penargetan Wilayah Prioritas

  Dasar Identifikasi pemilihan 100 wilayah Skenario Sumber Data Penentuan prioritas

  

1 Jumlah Wilayah dengan jumlah penduduk miskin Badan Pusat Statistik,

Penduduk tertinggi adalah wilayah prioritas Publikasi Kemiskinan Miskin

2 Jumlah Wilayah dengan penduduk desil 1 tertinggi Basis Data Terpadu, TNP2K Penduduk di adalah wilayah prioritas.

  Desil 1 BDT

  

3 Jumlah Wilayah dengan jumlah rumah tangga Basis Data Terpadu dan

Penerima KPS penerima KPS tertinggi merupakan wilayah Kartu Perlindungan Sosial, prioritas. TNP2K

  4 IKW berbasis Berdasarkan komposit indeks multi-dimensi Berbagai sumber dengan kemiskinan yang terkait langsung atau tidak langsung melakukan estimasi dan multidimensi dalam menentukan tingkat kesejahteraan. dekomposisi

Wilayah dengan indeks kesejahteraan

wilayah terendah merupakan wilayah

prioritas.

  Tiga dasar penentuan yang pertama adalah indikator-indikator terkait erat dengan tingkat kemiskinan dan pelaksanaan program. Ketiga indikator tersebut pada dasarnya merupakan varian dari indikator kemiskinan berbasiskan pengeluaran atau konsumsi rumah tangga. Jumlah penduduk miskin ditentukan oleh tingginya garis kemiskinan yang direpresentasikan oleh sejumlah pengeluaran minimum yang diperlukan rumah tangga untuk memenuhi pengeluaran makanan dan non-makanan minimum. Jumlah penduduk di Desil 1 BDT didapatkan dari pemeringkatan kondisi sosial-ekonomi rumah tangga, berbasiskan model

  

proxy-means testing yang juga dibangun berdasarkan pengeluaran atau konsumsi rumah

  tangga. Jumlah penerima KPS pada prinsipnya juga ditentukan oleh hasil pemeringkatan rumah tangga, namun pada jumlah cakupan yang lebih tinggi dibandingkan indikator kedua. Jika Desil 1 menggunakan batasan (cut-off) 10 persen peringkat terendah, maka cakupan KPS menggunakan batasan (cut-off) sebesar 25 persen peringkat terendah.