FEMINISME Tentang dan Pengertian Sosio
FEMINISME
Feminisme (Feminist/Femina), berasal dari bahasa latin yang berarti perempuan. Menurut Kamla
Bhasin dan Nighat Said Khan, Feminisme adalah suatu kesadaran akan penindasan dan pemerasan
terhadap perempuan dalam masyarakat, di tempat kerja dan dalam keluarga, serta tindakan sadar
perempuan maupun lelaki untuk mengubah keadaan tersebut. Sedangkan menurut Yunahar Ilyas,
Feminisme adalah kesadaran akan ketidakadilan gender yang menimpa kaum perempuan, baik
dalam keluarga maupun masyarakat.Dalam teori-teori feminisme pusat perhatian tertuju pada
masalah-masalah mendasar tentang perempuan dengan isu utama keadilan gender. Dengan
demikian yang dimaksud dengan feminisme adalah paham atau teori tentang Keadilan Gender dan
yang dimaksud dengan feminis adalah orang-orang yang menyadari bahwa perempuan telah
diperlakukan tidak adil dan berusaha mengubah keadaan tersebut.
Feminisme diawali dengan suatu pergerakan sosial yang muncul di dunia Barat pada tahun
1800-an dengan tuntutan kesamaan hak dan keadilan bagi perempuan. Di sini tokoh yang muncul
Susan dan Elizabeth telah memperjuangkan hak-hak politik, yaitu hak untuk memilih. Diawali dengan
kelahiran era pencerahan yang terjadi di Eropa dimana Lady Mary Wortley Montagu dan Marquis de
Condoracet sebagai pelopornya. Menjelang abad 19 gerakan feminisme ini lahir di negara-negara
penjajahan Eropa dan memperjuangkan apa yang mereka sebut sebagai universal sisterhood.
a) Gelombang pertama atau lebih dikenal suara perempuan.
Kata feminisme sendiri pertama kali dikreasikan oleh aktivis sosialis utopis yaitu Charles
Fourier padatahun 1837. Kemudian pergerakan yang berpusat di Eropa ini pindah ke Amerika
dan berkembang pesat sejak adanya publikasi buku yang berjudul The Subjection of Women
(1869) karya John Stuart Mill, dan perjuangan ini menandai kelahiran gerakan feminisme
pada gelombang pertama.
Maka, dari latar belakang demikian, di Eropa berkembang gerakan untuk menaikkan derajat
kaum perempuan tetapi gaungnya kurang keras, baru setelah di Amerika Serikat terjadi
revolusi sosial dan Politik, perhatian terhadap hak-hak kaum perempuan mulai mencuat.
Tahun 1792 Mary Wolllstonecraf membuat karya tulis berjudul Vindication of theright of
Woman yang isinya dapat dikatakan meletakan dasar prinsip-prinsip feminisme dikemudian
hari. Pada tahun-tahun 1830-1840 sejalan terhadap pemberantasan praktek perbudakan,
hak –hak kaum perempuan mulai diperhatikan, jam kerja dan gaji kaum ini mulai diperbaiki
dan mereka memberi kesempatan ikut dalam pendidikan dan diberi hak pilih, sesuatu yang
selama ini dinikmati oleh kaum laki-laki. Secara umum pada gelombang pertama dan kedua
hal-hal berikut ini yang menjadi momentum perjuangannya adalah gender inequality, hakhak perempuan, hak reproduksi, hak berpolitik, peran gender, identitas gender dan
seksualita.
b) Gelombang kedua atau dikenal dengan Pribadi yang berpolitik
Setelah berakhirnya perang dunia kedua, yang ditandai dengan lahirnya Negara-negara baru
yang terbebas dari penjajahan negara-negara Eropa maka lahirlah gerakan Feminisme
gelombang kedua pada tahun 1960 dimana fenomena ini mencapai puncaknya dengan
diikutsertakannya kaum perempuan dan hak suara perempuan dalam hak suara parlemen.
Pada tahun ini merupakan awal bagi perempuan mendapatkan hak pilih dari selanjutnya ikut
mendiami ranah politik kenegaraan. Akhir 1960-an dan awal 1970-an menjadi saksi
meningkatnnya aktivisme kaum kiri yang bersemangat di seluruh dunia Barat. Inilah konteks
kemunculan Gerakan Pembebasan Perempuan, bersamaan dengan gerakan-gerakan lain
seperti Gay Liberation dan Black Power . Feminisme liberal gelombang kedua dipelopori
oleh para feminis Perancis seperti Helene Cixous (seorang yahudi kelahiran Algeria yang
kemudian menetap di Perancis) dan Julia Kristeva (seorang Bulgaria yang kemudian menetap
di Perancis) bersamaan dengan kelahiran dekontruksionis, Derrida. Dalam the laugh of the
Medusa, Cixous mengkritik logosentrisme yang banyak didominasi oleh nilai-nilai maskulin.
Sebagai bukan white-Anglo-American Feminist, dia menolak essensialisme yang sedang
marak di Amerika pada waktu itu. Julia Kristeva memiliki pengaruh kuat dalam wacana posstrukturalis yang sangat dipengaruhi oleh Foucault dan Derrida. Dengan keberhasilan
gelombang kedua ini, perempuan dunia pertama melihat bahwa mereka perlu
menyelamatkan perempuan-perempuan yang teropresi di dunia ketiga, dengan asumsi
bahwa semua perempuan adalah sama.
c) Gelombang Ketiga
Gelombang ketiga feminism sangat dipengaruhi oleh gelombang kedua. Gelombang ketiga ini
didorong oleh kebutuhan pengembangan teori dan politik aktivis feminis. Feminisme sebagai
kegiatan politik akar rumputnya tidak hilang. Kaum perempuan tetap aktif hingga sekarang
dalam kampanye-kampanye dengan isu tunggal seputar, misalnya pornografi, hak reproduksi,
kekerasaan terhadap perempuan dan hak-hak legal perempuan. Kaum feminisi juga terlibat
dan memberikan kontribusi yang khas terhadap gerakan gerakan sosial yang lebh luas,
seperti gerakan perdamaian dan kampanye menuntut hak-hak kaum lesbian dan gay.
Gagasan-gagasan feminis juga memiliki pengaruh dalam politik arus utama dan berbagai
perdebatan publik yang lebih luas
Pergerakan ini diilhami oleh pemikiran Mary Wollstenocraf dalam bukunya The vindication
Rights of Woman tahun 1972 yang menuding bahwa pembodohan terhadap perempuan disebabkan
oleh tradisi dan kebiasaan masyarakat yang membuat perempuan menjadi subordinasi laki-laki.
Pergerakan perempuan ini dimotori oleh sekelompok perempuan di dunia Barat ini kemudian
disambut secara global. Pergerakan perempuan merupakan pergerakan sosial yang paling lama
bertahan dan terus berkembang sampai kini, merambah ke berbagai lini kehidupan, bersifat
transnasional dan bergulir menjadi wacana akademik di perguruan tinggi. Ketika wacana-wacana
feminisme masuk ke dunia akademis dan menjadi kajian ilmiah, muncul berbagai teori feminisme.
Teori-teori feminisme merupakan teori emansipatoris membebaskan manusia dari kondisi
perbudakan dan fokusnya menyingkap dominasi laki-laki terhadap perempuan. Feminisme pada
awalnya adalah sebuah gerakan sosial yaitu pergerakan perempuan yang menyibukkan diri
dengan berbagai aktivitas untuk menuntut hak dan keadilan bagi perempuan. Gerakan ini muncul
karena pengaruh pemikir-pemikir perempuan yang berada dibalik lahirnya Deklarasi Konvensi Hakhak Perempuan di Seneca Falls yang menginginkan adanya rumusan hak asasi perempuan. Ketika
gerakan perempuan masuk ke dunia akademis lahir berbagai kajian perempuan dengan teori-teori
mengenai keadilan gender, penyebab ketidakadilan dan cara mengatasinya. Ketika feminisme
bersinggungan dengan pemikiran kontemporer seperti pemikiran paska-kolonial dan posmodern,
muncul konsep-konsep yang diterima secara universal, seperti perempuan universal, tubuh, gender
dan seksualitas. Konsep-konsep feminisme kontemporer ini memperlihatkan kebebasan perempuan
dalam menampilkan diri dan berkutat pada masalah alienasi perempuan secara seksual, psikologis
dan sastra dengan bertumpu pada bahasa sebagai sebuah sistem.
Secara umum teori feminisme dikelompokan dalam tabel di bawah ini :
TEORI FEMINISME
Gelombang Awal Feminisme
Feminisme Liberal
Feminisme Radikal
Feminisme sosialis-marxis
I.
Gelombang Kedua Feminisme
Gelombang Ketiga Feminisme
Feminisme postmoderen
Feminisme Eksistensialis
Feminisme Multikultural
Feminisme Gynosentris
Feminisme global
Ecofeminisme
Gelombang Awal Fenisme
a) Feminisme Liberal
Teori feminis liberal meyakini bahwa masyarakat telah melanggar nilai tentang hak-hak
kesetaraan terhadap wanita terutama dengan cara mendefinisikan wanita sebagai sebuah
kelompok ketimbang sebagai individu-individu. Mazhab ini mengusulkan agar wanita
memiliki hak yang sama dengan laki-laki. Para pendukung feminisme liberal sangat banyak,
antara lain : John Stuart Mill, Harriet Taylor, Josephine St. Pierre Ruffin, Anna Julia
Copper, Ida B. Wells, Frances E. W. Harper, Mary Church Terrel, dan Fannie Barrier
Williams. Gerakan utama feminisme liberal tidak mengusulkan perubahan struktur secara
fundamental, melainkan memasukan wanita ke dalam struktur yang ada berdasarkan
prinsip kesetaraan dengan laki-laki. Lebih kepada perjuangan yang harus menyentuh
kesetaraan politik antara wanita dan laki-laki melalui penguatan perwakilan wanita di
ruang-ruang publik. Para feminis liberal aktif memonitor pemilihan umum dan mendukung
laki-laki yang memperjuangankan kepentinga wanita. Berbeda dengan para pendahulunya,
feminis liberal saat ini cenderung lebih sejalan dengan model liberalisme kesejahteraan
atau egalitarian yang mendukung sistem kesejahteraan negara (welfare state), dan
meritokrasi.
b) Feminisme Radikal
Feminis radikal lahir dari aktivitas dan analis politik mengenai hak-hak sipil dan gerakangerakan perubahan sosial pada tahun 1950-an; serta gerakan-gerakan wanita yang semarak
pada tahun 1960-an dan 1970-an. Namun demikian, mazhab ini dapat dilacak pada para
pendukungnya yang lebih awal. Lewat karyanya, Vindication of the Rights of Women, Mary
Wollstonecraff pada tahun 1797 menganjurkan kemandirian wanita dalam bidang ekonomi.
Maria Stewart, salah satu feminis kulit hitam pertama, pada tahun 1830-an mengusulkan
penguatan relasi diantara wanita kulit hitam. Elizabeth Cuddy Stanton pada tahun 1880-an
menentang hak-hak seksual laki-laki terhadap wanita dan menyerang justifikasi keagamaan
yang menindas wanita. Feminis radikal juga dikembangkan dari gerakan-gerakan Kiri Baru
(New Lef) yang menyatakan bahwa perasaan-perasaan keterasingan dan ketidakberdayaan
pada dasarnya diciptakan secara politik dan karenanya transformasi personal melalui aksiaksi radikal merupakan cara dan tujuan yang paling baik. Mazhab ini secara fundamental
menolak agenda feminisme liberal mengenai kesamaan hak wanita;dan menolak strategi
kaum liberal yang bersifat tambal sulam, incremental, dan tidak menyeluruh.
Berseberangan dengan feminis liberal yang menekankan kesamaan antara wanita dan lakilaki. Misalnya, wanita dan laki-laki mengkonseptualisasikan kekuasaan secara berbeda. Bila
laki-laki berusaha untuk mendominasi dan mengontrol orang lain; wanita lebih tertarik
untuk berbagi dan merawat kekuasaan. Inti ajaran feminis radikal diantaranya, the persona
is politcal sebagai slogan yang kerap digunakan oleh feminis radikal. Maknannya : bahwa
pengalaman-pengalaman individual wanita mengenai ketidakadilan dan kesengsaraan
yang oleh para wanita dianggap sebagai masalah-masalah personal, pada hakikatnya
adalah isu-isu politik yang berakar pada ketidakseimbanga kekuasaan antara wanita dan
laki-laki. Memprotes eksploitasi wanita dan pelaksanaan peran sebagai istri, ibu dan
pasangan sex laki-laki, serta menganggap perkawinan sebagai bentuk formalisasi
pendiskriminasian terhadap wanita. Menolak sistem hierarkis yang berstrata berdasarkan
garis gender dan kelas, sebagaimana diterima oleh feminis liberal.
c)
Feminisme Marxis dan Sosialis
Feminis sosialis mulai dikenal sejak tahun 1970-an. Menurut Jagga, mazhab ini merupakan
sintesa dari pendekatan historis-materialis Marxisme dan Engels dengan wawasan the
personal is political dari kaum feminis radikal, meskipun banyak pendukung mazhab ini
kurang puas dengan analisis Marx dan Engels yang tidak menyapa penindasan dan
perbudakan terhadap wanita. Marx menyatakan kondisi material atau ekonomi merupakan
akar kebudayaan dan organisasi sosial. Cara-cara hidup manusia merupakan hasil dari apa
yang mereka produksi dan bagaimana mereka memproduksinya. Maka, semua sejarah
politik dan intelektual dapat difahami dengan mengetahui mode of econmic production
yang dilakukan oleh bangsa manusia. Kesadaran dan diri berubah mengikuti perubahan
lingkungan material. Marx berargumen, “it is not consciousness that determines life but life
that determines consciousness”. Menurut Engels, wanita dan laki-laki memiliki perananperanan penting dalam memelihara keluarga inti. Namun karena tugas-tugas tradisional
wanita mencakup pemeliharaan rumah dan penyiapan makanan, sedangkan tugas laki-laki
mencari makanan, memiliki dan memerintah budak, serta memiliki alat-alat yang
mendukung pelaksanaan tugas-tugas tersebut, laki-laki memiliki akumulasi kekayaan yang
lebih besar ketimbang wanita. Akumulasi kekayaan ini menyebabkan posisi laki-laki di
dalam keluarga menjadi lebih penting daripada wanita dan pada gilirannya mendorong lakilaki untuk mengeksploitasi posisinya dengan menguasai wanita dan menjamin warisan bagi
anak-anaknya. Feminis sosialis lebih menekankan wanita tidak dimasukan analisis kelas,
karena pandangan bahwa wanita tidak memiliki hubungan khusus dengan alat-alat
produksi. Karenanya, perubahan alat-alat produksi merupakan necessary condition,
meskipun bukan sufficient condition dalam mengubah faktor-faktor yang mempengaruhi
penindasan terhadap wanita. Teori feminis menjadi kian beragam dan cenderung
menitiberatkan perhatian pada persoalan-persoalan khusus ketimbang berusaha memotret
kondisi perempuan secara umum. Pengakuan akan adanya perbedaan antara kaum
perempuan itu sendiri menjadi isu teoritis utama.
d) Fenisme Anarkisme
Lebih bersifat sebagai suatu paham politik yang mencita-citakan masyarakat sosialis dan
menganggap negara dan laki-laki adalah sumber permasalahan yang sesegera mungkin
harus dihancurkan.
II.
Gelombang Kedua Feninsme
1. Fenisme Ekstensialis. Melihat ketertindasan perempuan dari beban reproduksi yang di
tanggung perempuan, sehingga tidak mempunyai posisi tawar dengan laki-laki.
2. Fenisme Genosentrisme. Melihat ketertindasan perempuan dari perbedaan fisik antara
laki-laki dan perempuan, yang menyebabkan perempuan lebih inferior dibandingkan lakilaki.
III.
Gelombang Ketiga Fenisme
a. Feminisme Postmoderen, menggali persoalan aliansi perempuan seksual, psikologis,
dan sastra dengan bertumpu pada bahasa sebagai sistem.
b. Feminisme Multikultural, melihat ketertindasan perempuan sebagai “satu definisi”
dan tidak melihat ketertindasan terjadi dari kelas dan ras, preferensi sosial, umur,
agama, pendidikan, kesehatan dan lain-lain.
c. Feminisme Global, lebih menekankan ketertindasannya dalam konteks perdebatan
antara feminisme di dunia yang sudah maju dan feminisme di dunia yang sedang
berkembang.
d. Ecofeminisme, berbicara tentang ketidakadilan perempuan dalam lingkungan,
berangkat dari adanya ketidakadilan yang dilakukan manusia terhadap non-manusia
atau alam. Feminisme ekofemonisme, melihat individu secara koprehensif yaitu
sebagai makhluk yang terikat dan berinteraksi. Ragam ini berupaya memberikan
kesadaran pada perempuan dan berhak untuk mengaktualisasikannya di mana pun ia
berada termasuk dalam dunia maskulin. Impelentasi teori feminisme ini bertujuan
untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender dalam berbagai aspek kehidupan.
Aplikasi teori feminisme dalam pembangunan adalah dengan dikembangkannya alat
analisis berpersfektif feminisme yang dikenal dengan “Teknik Analisis Gender TAG”.
Politik patriarki telah menekan suara perempuan dan mendominasi wacana sosial dan
aksi sosial untuk kepentingan laki-laki dan merugikan perempuan. Oleh karena itu
mungkin menjadi masalah bagi beberapa bahwa, sebagai laki-laki kulit putih dalam
masyarakat patriarkal ini, berjuang untuk mendefinisikan peran laki-laki dalam
feminisme, yang lahir dari gerakan perempuan dan kembali mempertanyakan
pertanyaan yang belum terjawab, apakah laki-laki dapat melakukan teori feminis ?
Pertanyaan ini hanya dapat dijawab dengan cara memahami teks dan jawaban atas pertanyaan
sosial di konteskan melalui mediasi simbolik yang tertanam dalam hubungan sosial
kekuasaan yang berbeda. Mungkin pertanyaan yang lebih penting daripada apakah atau tidak
orang bisa “melakukan” teori feminis adalah apakah orang dapat terlibat feminisme dan
bisakah mereka menjadi feminis?.
Menjadi bagian dari lembaga feminis merupakan hal penting bagi laki-laki. Jika feminisme
adalah untuk mencapai tujuannya yaitu membebaskan perempuan, laki-laki harus menjadi bagian
dari perjuangan. Memang, laki-laki mungkin menanggung lebih dari tanggung jawab untuk
mengakhiri penindasan terhadap perempuan karena laki-laki patriarkal telah menjadi pelaku utama
penindasan . Tapi bisakah orang melakukan hal ini dengan menjadi feminis ?. Meskipun percaya
bahwa laki-laki bisa pro – feminis dan anti – sexist , tidak percaya kita bisa menjadi feminis dalam
arti ketat dalam masyarakat saat ini . Laki-laki , di sistem patriarki ini , tidak dapat menghapus diri
dari kekuasaan dan hak istimewa mereka dalam kaitannya dengan perempuan. Untuk menjadi salah
satu feminis harus menjadi anggota dari kelompok sasaran ( yaitu perempuan ) tidak hanya sebagai
klasifikasi utama , tetapi memiliki satu pengalaman hidup yang langsung menginformasikan teori
dan praksis seseorang.
Sebuah analogi yang jelas dapat dibuat antara profeminism laki-laki dan anti-rasisme . Lakilaki tidak bisa benar-benar menjadi lebih feminis dibandingkan kulit putih yang bisa menjadi
nasionalis kulit hitam. Namun, laki-laki bisa pro feminis dan putih bisa menjadi nasionalis pro
hitam. Pada saat yang sama itu tidak cukup hanya menjadi anggota dari minoritas yang kehilangan
haknya untuk menjadi baik feminis atau nasionalis kulit hitam. Feminisme, seperti nasionalisme
hitam membutuhkan kesadaran politik dan bahkan aktivisme. Seksisme membatasi peran untuk lakilaki maupun perempuan. Tapi untuk sementara dampak seksisme perempuan lebih negatif dari pada
laki-laki yang mempengaruhi perempuan secara individu dengan perbedaan derajat. Beberapa
perempuan menginternalisasi keyakinan seksis dan perilaku tunduk kepada tingkat yang lebih besar
daripada yang lain dan tidak/tidak dapat bisa merangkul feminisme .
Seksisme berdampak negatif terhadap orang dengan memaksa mereka menjadi hiper
maskulinitas yang terlibat perilaku berisiko tinggi dan membatasi ekspresi emosional
mereka sebagai manusia penuh. Namun, terlepas dari ini dan efek sekunder lainnya
seksisme, laki-laki masih mendapatkan keuntungan dari patriarki (sistem sosial
seksisme) bisa atau tidak mereka memilih untuk melawan seksisme pada orang lain
atau diri mereka sendiri . Perempuan, dan feminis khususnya, menghadapi efek utama
seksisme dan kemarahan masyarakat patriarkal setiap kali mereka menolak peran
sosial mereka yang tertindas dan seringkali bahkan ketika mereka tidak
melakukannya. Jadi, jika laki-laki tidak bisa menjadi feminis bagaimana kita dapat
menjadi bagian dari agen feminis? Apakah alamat feminisme hanya perempuan atau
tidak hanya itu,juga ditujukan pada laki-laki pada beberapa hal? :
o
Wacana feminis bahkan mungkin memiliki dampak yang lebih relevan pada lakilaki dibandingkan pada perempuan. Banyak perempuan tahu bahwa mereka
ditindas oleh patriarki . Mereka memiliki pengalaman hidup menjadi kelompok
tertindas dan memiliki kemungkinan besar berbagi kisah-kisah pribadi yang
mengungkapkan luka mereka dari sistem patriarki . Laki-laki , di sisi lain ,
cenderung untuk mengakui hak gender mereka dan mungkin belum berbagi
cerita dalam melukai perempuan melalui perilaku menindas mereka juga tidak
merasa sedih ataskerugian yang mereka sebabkan pada perempuan. rentan untuk
diserang, perilaku menyetujui secara diam-diam secara umum tidak dapat
diterima sebagai keberanian pada masyarakat saat ini. Namun demikian , saya
percaya bahwa feminisme nyata bukan hanya tentang mendengar cerita pribadi,
tetapi juga tentang mengubah struktur hubungan gender dan bertindak untuk
menghapuskan segala bentuk patriarki.
Sayangnya , beberapa segmen gerakan laki-laki, seperti kelompok dan pengikut
gerakan hak-hak laki-laki mythopoetic. Robert Bly , tampaknya kurang terfokus pada
pembongkaran patriarki dan lebih terfokus pada, dalam kata-kata Bell Hook (1992)
“produksi dari jenis maskulinitas yang dapat dengan aman dinyatakan dalam batasbatas patriarki.” Dia lebih lanjut menjelaskan bahwa aspek yang paling menakutkan
dari gerakan laki-laki kontemporer , khususnya seperti yang dinyatakan dalam budaya
populer, adalah depolitisasi perjuangan untuk mengakhiri seksisme dan penindasan
seksis dan menggantikan perjuangan itu dengan fokus pada aktualisasi diri pribadi.
Dia menunjukkan bahwa gerakan laki-laki tidak harus menjadi terpisah dari gerakan
perempuan melainkan menjadi segmen bawah gerakan feminis yang lebih besar.
dengan cara ini laki-laki tidak akan mengambil bagian sentral namun bagian lain dari
kehidupan perempuan yang memungkinkan bentuk untuk melanjutkan dominasi yang
sedikit lebih halus.
o
Paul Smith, yang ikut menulis buku laki-laki dalam feminisme baru-baru ini
menyarankan bahwa laki-laki tidak boleh masuk dalam feminisme tetapi di
dekatnya . Dia menantang orang untuk berpikir feminisme bekerja pada mereka.
Akan tetapi hal ini tidak bisa dilakukan tanpa mengubah , tidak hanya bagaimana
laki-laki berhubungan dengan laki-laki lain, tapi bagaimana kita juga berhubungan
dengan perempuan. Mungkin laki-laki harus “menists,” mendukung perempuan
dalam pekerjaan feminis mereka sementara memungkinkan feminisme untuk
bekerja pada mereka , menantang diri mereka sendiri dan laki-laki lainnya untuk
mengakhiri patriarki. Dengan cara ini teori dan praktek feminis bisa menjadi
katalis untuk membebaskan laki-laki dan perempuan dari peran gender restriktif
dan sistem patriarki.
Teori substantif untuk perubahan sosial harus memberikan sesuatu untuk paling tidak semua
anggota masyarakat . Teori yang menggunakan bahasa abstrak dan elitis tidak akan dapat
diakses oleh kelompok-kelompok tertindas yang paling membutuhkan keadilan sosial.
Sebuah teori yang baik. Maka, juga akan memiliki beberapa lapisan pesan untuk kelompok
sosial yang berbeda. Sementara beberapa feminis radikal dapat mengambil posisi esensialis
bahwa dalam kondisi tertentu konstruksi teori feminis hanya mungkin oleh perempuan
feminis lain yang bersikeras bahwa laki-laki dapat berpartisipasi dalam teori feminis. Alison
Jaggar (1988) menggambarkan kondisi ini sebagai berikut:
Laki-laki harus belajar masalah perempuan
Sebuah proses yang akan membutuhkan setidaknya banyak kerendahan hati dan
komitmen seperti yang dibutuhkan oleh perempuan kulit putih/Anglo untuk
memahami pengalaman perempuan warna.
Seperti yang disarankan oleh Alison Jaggar dan lain-lain , laki-laki harus terlebih dahulu
mempelajari naskah teori feminis. Pembelajaran ini tidak hanya harus melibatkan bacaan
tradisional karya yang mempunyai kemungkinan berkembang dimasa depan dalam teori
feminis oleh penulis feminis tetapi juga harus melibatkan pembelajaran pengalaman sosial
dan politik dari perspektif feminis. Laki-laki harus berkonsultasi dengan perempuan feminis
ketika menulis tentang teori feminis . Laki-laki juga harus lebih mendukung pengarangan
teori feminis oleh perempuan dan menantang orang lain untuk melihat teori feminis sebagai
praktik yang sah dan perlu menantang orang untuk mengakhiri patriarki. Di atas semua,
laki-laki harus terlibat dengan teori dan praktek feminis, membiarkannya bekerja pada
mereka, dalam rangka untuk membebaskan semua jenis gender dan membangun masyarakat
yang dibangun di atas keadilan dan dipelihara oleh cinta.
Feminisme (Feminist/Femina), berasal dari bahasa latin yang berarti perempuan. Menurut Kamla
Bhasin dan Nighat Said Khan, Feminisme adalah suatu kesadaran akan penindasan dan pemerasan
terhadap perempuan dalam masyarakat, di tempat kerja dan dalam keluarga, serta tindakan sadar
perempuan maupun lelaki untuk mengubah keadaan tersebut. Sedangkan menurut Yunahar Ilyas,
Feminisme adalah kesadaran akan ketidakadilan gender yang menimpa kaum perempuan, baik
dalam keluarga maupun masyarakat.Dalam teori-teori feminisme pusat perhatian tertuju pada
masalah-masalah mendasar tentang perempuan dengan isu utama keadilan gender. Dengan
demikian yang dimaksud dengan feminisme adalah paham atau teori tentang Keadilan Gender dan
yang dimaksud dengan feminis adalah orang-orang yang menyadari bahwa perempuan telah
diperlakukan tidak adil dan berusaha mengubah keadaan tersebut.
Feminisme diawali dengan suatu pergerakan sosial yang muncul di dunia Barat pada tahun
1800-an dengan tuntutan kesamaan hak dan keadilan bagi perempuan. Di sini tokoh yang muncul
Susan dan Elizabeth telah memperjuangkan hak-hak politik, yaitu hak untuk memilih. Diawali dengan
kelahiran era pencerahan yang terjadi di Eropa dimana Lady Mary Wortley Montagu dan Marquis de
Condoracet sebagai pelopornya. Menjelang abad 19 gerakan feminisme ini lahir di negara-negara
penjajahan Eropa dan memperjuangkan apa yang mereka sebut sebagai universal sisterhood.
a) Gelombang pertama atau lebih dikenal suara perempuan.
Kata feminisme sendiri pertama kali dikreasikan oleh aktivis sosialis utopis yaitu Charles
Fourier padatahun 1837. Kemudian pergerakan yang berpusat di Eropa ini pindah ke Amerika
dan berkembang pesat sejak adanya publikasi buku yang berjudul The Subjection of Women
(1869) karya John Stuart Mill, dan perjuangan ini menandai kelahiran gerakan feminisme
pada gelombang pertama.
Maka, dari latar belakang demikian, di Eropa berkembang gerakan untuk menaikkan derajat
kaum perempuan tetapi gaungnya kurang keras, baru setelah di Amerika Serikat terjadi
revolusi sosial dan Politik, perhatian terhadap hak-hak kaum perempuan mulai mencuat.
Tahun 1792 Mary Wolllstonecraf membuat karya tulis berjudul Vindication of theright of
Woman yang isinya dapat dikatakan meletakan dasar prinsip-prinsip feminisme dikemudian
hari. Pada tahun-tahun 1830-1840 sejalan terhadap pemberantasan praktek perbudakan,
hak –hak kaum perempuan mulai diperhatikan, jam kerja dan gaji kaum ini mulai diperbaiki
dan mereka memberi kesempatan ikut dalam pendidikan dan diberi hak pilih, sesuatu yang
selama ini dinikmati oleh kaum laki-laki. Secara umum pada gelombang pertama dan kedua
hal-hal berikut ini yang menjadi momentum perjuangannya adalah gender inequality, hakhak perempuan, hak reproduksi, hak berpolitik, peran gender, identitas gender dan
seksualita.
b) Gelombang kedua atau dikenal dengan Pribadi yang berpolitik
Setelah berakhirnya perang dunia kedua, yang ditandai dengan lahirnya Negara-negara baru
yang terbebas dari penjajahan negara-negara Eropa maka lahirlah gerakan Feminisme
gelombang kedua pada tahun 1960 dimana fenomena ini mencapai puncaknya dengan
diikutsertakannya kaum perempuan dan hak suara perempuan dalam hak suara parlemen.
Pada tahun ini merupakan awal bagi perempuan mendapatkan hak pilih dari selanjutnya ikut
mendiami ranah politik kenegaraan. Akhir 1960-an dan awal 1970-an menjadi saksi
meningkatnnya aktivisme kaum kiri yang bersemangat di seluruh dunia Barat. Inilah konteks
kemunculan Gerakan Pembebasan Perempuan, bersamaan dengan gerakan-gerakan lain
seperti Gay Liberation dan Black Power . Feminisme liberal gelombang kedua dipelopori
oleh para feminis Perancis seperti Helene Cixous (seorang yahudi kelahiran Algeria yang
kemudian menetap di Perancis) dan Julia Kristeva (seorang Bulgaria yang kemudian menetap
di Perancis) bersamaan dengan kelahiran dekontruksionis, Derrida. Dalam the laugh of the
Medusa, Cixous mengkritik logosentrisme yang banyak didominasi oleh nilai-nilai maskulin.
Sebagai bukan white-Anglo-American Feminist, dia menolak essensialisme yang sedang
marak di Amerika pada waktu itu. Julia Kristeva memiliki pengaruh kuat dalam wacana posstrukturalis yang sangat dipengaruhi oleh Foucault dan Derrida. Dengan keberhasilan
gelombang kedua ini, perempuan dunia pertama melihat bahwa mereka perlu
menyelamatkan perempuan-perempuan yang teropresi di dunia ketiga, dengan asumsi
bahwa semua perempuan adalah sama.
c) Gelombang Ketiga
Gelombang ketiga feminism sangat dipengaruhi oleh gelombang kedua. Gelombang ketiga ini
didorong oleh kebutuhan pengembangan teori dan politik aktivis feminis. Feminisme sebagai
kegiatan politik akar rumputnya tidak hilang. Kaum perempuan tetap aktif hingga sekarang
dalam kampanye-kampanye dengan isu tunggal seputar, misalnya pornografi, hak reproduksi,
kekerasaan terhadap perempuan dan hak-hak legal perempuan. Kaum feminisi juga terlibat
dan memberikan kontribusi yang khas terhadap gerakan gerakan sosial yang lebh luas,
seperti gerakan perdamaian dan kampanye menuntut hak-hak kaum lesbian dan gay.
Gagasan-gagasan feminis juga memiliki pengaruh dalam politik arus utama dan berbagai
perdebatan publik yang lebih luas
Pergerakan ini diilhami oleh pemikiran Mary Wollstenocraf dalam bukunya The vindication
Rights of Woman tahun 1972 yang menuding bahwa pembodohan terhadap perempuan disebabkan
oleh tradisi dan kebiasaan masyarakat yang membuat perempuan menjadi subordinasi laki-laki.
Pergerakan perempuan ini dimotori oleh sekelompok perempuan di dunia Barat ini kemudian
disambut secara global. Pergerakan perempuan merupakan pergerakan sosial yang paling lama
bertahan dan terus berkembang sampai kini, merambah ke berbagai lini kehidupan, bersifat
transnasional dan bergulir menjadi wacana akademik di perguruan tinggi. Ketika wacana-wacana
feminisme masuk ke dunia akademis dan menjadi kajian ilmiah, muncul berbagai teori feminisme.
Teori-teori feminisme merupakan teori emansipatoris membebaskan manusia dari kondisi
perbudakan dan fokusnya menyingkap dominasi laki-laki terhadap perempuan. Feminisme pada
awalnya adalah sebuah gerakan sosial yaitu pergerakan perempuan yang menyibukkan diri
dengan berbagai aktivitas untuk menuntut hak dan keadilan bagi perempuan. Gerakan ini muncul
karena pengaruh pemikir-pemikir perempuan yang berada dibalik lahirnya Deklarasi Konvensi Hakhak Perempuan di Seneca Falls yang menginginkan adanya rumusan hak asasi perempuan. Ketika
gerakan perempuan masuk ke dunia akademis lahir berbagai kajian perempuan dengan teori-teori
mengenai keadilan gender, penyebab ketidakadilan dan cara mengatasinya. Ketika feminisme
bersinggungan dengan pemikiran kontemporer seperti pemikiran paska-kolonial dan posmodern,
muncul konsep-konsep yang diterima secara universal, seperti perempuan universal, tubuh, gender
dan seksualitas. Konsep-konsep feminisme kontemporer ini memperlihatkan kebebasan perempuan
dalam menampilkan diri dan berkutat pada masalah alienasi perempuan secara seksual, psikologis
dan sastra dengan bertumpu pada bahasa sebagai sebuah sistem.
Secara umum teori feminisme dikelompokan dalam tabel di bawah ini :
TEORI FEMINISME
Gelombang Awal Feminisme
Feminisme Liberal
Feminisme Radikal
Feminisme sosialis-marxis
I.
Gelombang Kedua Feminisme
Gelombang Ketiga Feminisme
Feminisme postmoderen
Feminisme Eksistensialis
Feminisme Multikultural
Feminisme Gynosentris
Feminisme global
Ecofeminisme
Gelombang Awal Fenisme
a) Feminisme Liberal
Teori feminis liberal meyakini bahwa masyarakat telah melanggar nilai tentang hak-hak
kesetaraan terhadap wanita terutama dengan cara mendefinisikan wanita sebagai sebuah
kelompok ketimbang sebagai individu-individu. Mazhab ini mengusulkan agar wanita
memiliki hak yang sama dengan laki-laki. Para pendukung feminisme liberal sangat banyak,
antara lain : John Stuart Mill, Harriet Taylor, Josephine St. Pierre Ruffin, Anna Julia
Copper, Ida B. Wells, Frances E. W. Harper, Mary Church Terrel, dan Fannie Barrier
Williams. Gerakan utama feminisme liberal tidak mengusulkan perubahan struktur secara
fundamental, melainkan memasukan wanita ke dalam struktur yang ada berdasarkan
prinsip kesetaraan dengan laki-laki. Lebih kepada perjuangan yang harus menyentuh
kesetaraan politik antara wanita dan laki-laki melalui penguatan perwakilan wanita di
ruang-ruang publik. Para feminis liberal aktif memonitor pemilihan umum dan mendukung
laki-laki yang memperjuangankan kepentinga wanita. Berbeda dengan para pendahulunya,
feminis liberal saat ini cenderung lebih sejalan dengan model liberalisme kesejahteraan
atau egalitarian yang mendukung sistem kesejahteraan negara (welfare state), dan
meritokrasi.
b) Feminisme Radikal
Feminis radikal lahir dari aktivitas dan analis politik mengenai hak-hak sipil dan gerakangerakan perubahan sosial pada tahun 1950-an; serta gerakan-gerakan wanita yang semarak
pada tahun 1960-an dan 1970-an. Namun demikian, mazhab ini dapat dilacak pada para
pendukungnya yang lebih awal. Lewat karyanya, Vindication of the Rights of Women, Mary
Wollstonecraff pada tahun 1797 menganjurkan kemandirian wanita dalam bidang ekonomi.
Maria Stewart, salah satu feminis kulit hitam pertama, pada tahun 1830-an mengusulkan
penguatan relasi diantara wanita kulit hitam. Elizabeth Cuddy Stanton pada tahun 1880-an
menentang hak-hak seksual laki-laki terhadap wanita dan menyerang justifikasi keagamaan
yang menindas wanita. Feminis radikal juga dikembangkan dari gerakan-gerakan Kiri Baru
(New Lef) yang menyatakan bahwa perasaan-perasaan keterasingan dan ketidakberdayaan
pada dasarnya diciptakan secara politik dan karenanya transformasi personal melalui aksiaksi radikal merupakan cara dan tujuan yang paling baik. Mazhab ini secara fundamental
menolak agenda feminisme liberal mengenai kesamaan hak wanita;dan menolak strategi
kaum liberal yang bersifat tambal sulam, incremental, dan tidak menyeluruh.
Berseberangan dengan feminis liberal yang menekankan kesamaan antara wanita dan lakilaki. Misalnya, wanita dan laki-laki mengkonseptualisasikan kekuasaan secara berbeda. Bila
laki-laki berusaha untuk mendominasi dan mengontrol orang lain; wanita lebih tertarik
untuk berbagi dan merawat kekuasaan. Inti ajaran feminis radikal diantaranya, the persona
is politcal sebagai slogan yang kerap digunakan oleh feminis radikal. Maknannya : bahwa
pengalaman-pengalaman individual wanita mengenai ketidakadilan dan kesengsaraan
yang oleh para wanita dianggap sebagai masalah-masalah personal, pada hakikatnya
adalah isu-isu politik yang berakar pada ketidakseimbanga kekuasaan antara wanita dan
laki-laki. Memprotes eksploitasi wanita dan pelaksanaan peran sebagai istri, ibu dan
pasangan sex laki-laki, serta menganggap perkawinan sebagai bentuk formalisasi
pendiskriminasian terhadap wanita. Menolak sistem hierarkis yang berstrata berdasarkan
garis gender dan kelas, sebagaimana diterima oleh feminis liberal.
c)
Feminisme Marxis dan Sosialis
Feminis sosialis mulai dikenal sejak tahun 1970-an. Menurut Jagga, mazhab ini merupakan
sintesa dari pendekatan historis-materialis Marxisme dan Engels dengan wawasan the
personal is political dari kaum feminis radikal, meskipun banyak pendukung mazhab ini
kurang puas dengan analisis Marx dan Engels yang tidak menyapa penindasan dan
perbudakan terhadap wanita. Marx menyatakan kondisi material atau ekonomi merupakan
akar kebudayaan dan organisasi sosial. Cara-cara hidup manusia merupakan hasil dari apa
yang mereka produksi dan bagaimana mereka memproduksinya. Maka, semua sejarah
politik dan intelektual dapat difahami dengan mengetahui mode of econmic production
yang dilakukan oleh bangsa manusia. Kesadaran dan diri berubah mengikuti perubahan
lingkungan material. Marx berargumen, “it is not consciousness that determines life but life
that determines consciousness”. Menurut Engels, wanita dan laki-laki memiliki perananperanan penting dalam memelihara keluarga inti. Namun karena tugas-tugas tradisional
wanita mencakup pemeliharaan rumah dan penyiapan makanan, sedangkan tugas laki-laki
mencari makanan, memiliki dan memerintah budak, serta memiliki alat-alat yang
mendukung pelaksanaan tugas-tugas tersebut, laki-laki memiliki akumulasi kekayaan yang
lebih besar ketimbang wanita. Akumulasi kekayaan ini menyebabkan posisi laki-laki di
dalam keluarga menjadi lebih penting daripada wanita dan pada gilirannya mendorong lakilaki untuk mengeksploitasi posisinya dengan menguasai wanita dan menjamin warisan bagi
anak-anaknya. Feminis sosialis lebih menekankan wanita tidak dimasukan analisis kelas,
karena pandangan bahwa wanita tidak memiliki hubungan khusus dengan alat-alat
produksi. Karenanya, perubahan alat-alat produksi merupakan necessary condition,
meskipun bukan sufficient condition dalam mengubah faktor-faktor yang mempengaruhi
penindasan terhadap wanita. Teori feminis menjadi kian beragam dan cenderung
menitiberatkan perhatian pada persoalan-persoalan khusus ketimbang berusaha memotret
kondisi perempuan secara umum. Pengakuan akan adanya perbedaan antara kaum
perempuan itu sendiri menjadi isu teoritis utama.
d) Fenisme Anarkisme
Lebih bersifat sebagai suatu paham politik yang mencita-citakan masyarakat sosialis dan
menganggap negara dan laki-laki adalah sumber permasalahan yang sesegera mungkin
harus dihancurkan.
II.
Gelombang Kedua Feninsme
1. Fenisme Ekstensialis. Melihat ketertindasan perempuan dari beban reproduksi yang di
tanggung perempuan, sehingga tidak mempunyai posisi tawar dengan laki-laki.
2. Fenisme Genosentrisme. Melihat ketertindasan perempuan dari perbedaan fisik antara
laki-laki dan perempuan, yang menyebabkan perempuan lebih inferior dibandingkan lakilaki.
III.
Gelombang Ketiga Fenisme
a. Feminisme Postmoderen, menggali persoalan aliansi perempuan seksual, psikologis,
dan sastra dengan bertumpu pada bahasa sebagai sistem.
b. Feminisme Multikultural, melihat ketertindasan perempuan sebagai “satu definisi”
dan tidak melihat ketertindasan terjadi dari kelas dan ras, preferensi sosial, umur,
agama, pendidikan, kesehatan dan lain-lain.
c. Feminisme Global, lebih menekankan ketertindasannya dalam konteks perdebatan
antara feminisme di dunia yang sudah maju dan feminisme di dunia yang sedang
berkembang.
d. Ecofeminisme, berbicara tentang ketidakadilan perempuan dalam lingkungan,
berangkat dari adanya ketidakadilan yang dilakukan manusia terhadap non-manusia
atau alam. Feminisme ekofemonisme, melihat individu secara koprehensif yaitu
sebagai makhluk yang terikat dan berinteraksi. Ragam ini berupaya memberikan
kesadaran pada perempuan dan berhak untuk mengaktualisasikannya di mana pun ia
berada termasuk dalam dunia maskulin. Impelentasi teori feminisme ini bertujuan
untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender dalam berbagai aspek kehidupan.
Aplikasi teori feminisme dalam pembangunan adalah dengan dikembangkannya alat
analisis berpersfektif feminisme yang dikenal dengan “Teknik Analisis Gender TAG”.
Politik patriarki telah menekan suara perempuan dan mendominasi wacana sosial dan
aksi sosial untuk kepentingan laki-laki dan merugikan perempuan. Oleh karena itu
mungkin menjadi masalah bagi beberapa bahwa, sebagai laki-laki kulit putih dalam
masyarakat patriarkal ini, berjuang untuk mendefinisikan peran laki-laki dalam
feminisme, yang lahir dari gerakan perempuan dan kembali mempertanyakan
pertanyaan yang belum terjawab, apakah laki-laki dapat melakukan teori feminis ?
Pertanyaan ini hanya dapat dijawab dengan cara memahami teks dan jawaban atas pertanyaan
sosial di konteskan melalui mediasi simbolik yang tertanam dalam hubungan sosial
kekuasaan yang berbeda. Mungkin pertanyaan yang lebih penting daripada apakah atau tidak
orang bisa “melakukan” teori feminis adalah apakah orang dapat terlibat feminisme dan
bisakah mereka menjadi feminis?.
Menjadi bagian dari lembaga feminis merupakan hal penting bagi laki-laki. Jika feminisme
adalah untuk mencapai tujuannya yaitu membebaskan perempuan, laki-laki harus menjadi bagian
dari perjuangan. Memang, laki-laki mungkin menanggung lebih dari tanggung jawab untuk
mengakhiri penindasan terhadap perempuan karena laki-laki patriarkal telah menjadi pelaku utama
penindasan . Tapi bisakah orang melakukan hal ini dengan menjadi feminis ?. Meskipun percaya
bahwa laki-laki bisa pro – feminis dan anti – sexist , tidak percaya kita bisa menjadi feminis dalam
arti ketat dalam masyarakat saat ini . Laki-laki , di sistem patriarki ini , tidak dapat menghapus diri
dari kekuasaan dan hak istimewa mereka dalam kaitannya dengan perempuan. Untuk menjadi salah
satu feminis harus menjadi anggota dari kelompok sasaran ( yaitu perempuan ) tidak hanya sebagai
klasifikasi utama , tetapi memiliki satu pengalaman hidup yang langsung menginformasikan teori
dan praksis seseorang.
Sebuah analogi yang jelas dapat dibuat antara profeminism laki-laki dan anti-rasisme . Lakilaki tidak bisa benar-benar menjadi lebih feminis dibandingkan kulit putih yang bisa menjadi
nasionalis kulit hitam. Namun, laki-laki bisa pro feminis dan putih bisa menjadi nasionalis pro
hitam. Pada saat yang sama itu tidak cukup hanya menjadi anggota dari minoritas yang kehilangan
haknya untuk menjadi baik feminis atau nasionalis kulit hitam. Feminisme, seperti nasionalisme
hitam membutuhkan kesadaran politik dan bahkan aktivisme. Seksisme membatasi peran untuk lakilaki maupun perempuan. Tapi untuk sementara dampak seksisme perempuan lebih negatif dari pada
laki-laki yang mempengaruhi perempuan secara individu dengan perbedaan derajat. Beberapa
perempuan menginternalisasi keyakinan seksis dan perilaku tunduk kepada tingkat yang lebih besar
daripada yang lain dan tidak/tidak dapat bisa merangkul feminisme .
Seksisme berdampak negatif terhadap orang dengan memaksa mereka menjadi hiper
maskulinitas yang terlibat perilaku berisiko tinggi dan membatasi ekspresi emosional
mereka sebagai manusia penuh. Namun, terlepas dari ini dan efek sekunder lainnya
seksisme, laki-laki masih mendapatkan keuntungan dari patriarki (sistem sosial
seksisme) bisa atau tidak mereka memilih untuk melawan seksisme pada orang lain
atau diri mereka sendiri . Perempuan, dan feminis khususnya, menghadapi efek utama
seksisme dan kemarahan masyarakat patriarkal setiap kali mereka menolak peran
sosial mereka yang tertindas dan seringkali bahkan ketika mereka tidak
melakukannya. Jadi, jika laki-laki tidak bisa menjadi feminis bagaimana kita dapat
menjadi bagian dari agen feminis? Apakah alamat feminisme hanya perempuan atau
tidak hanya itu,juga ditujukan pada laki-laki pada beberapa hal? :
o
Wacana feminis bahkan mungkin memiliki dampak yang lebih relevan pada lakilaki dibandingkan pada perempuan. Banyak perempuan tahu bahwa mereka
ditindas oleh patriarki . Mereka memiliki pengalaman hidup menjadi kelompok
tertindas dan memiliki kemungkinan besar berbagi kisah-kisah pribadi yang
mengungkapkan luka mereka dari sistem patriarki . Laki-laki , di sisi lain ,
cenderung untuk mengakui hak gender mereka dan mungkin belum berbagi
cerita dalam melukai perempuan melalui perilaku menindas mereka juga tidak
merasa sedih ataskerugian yang mereka sebabkan pada perempuan. rentan untuk
diserang, perilaku menyetujui secara diam-diam secara umum tidak dapat
diterima sebagai keberanian pada masyarakat saat ini. Namun demikian , saya
percaya bahwa feminisme nyata bukan hanya tentang mendengar cerita pribadi,
tetapi juga tentang mengubah struktur hubungan gender dan bertindak untuk
menghapuskan segala bentuk patriarki.
Sayangnya , beberapa segmen gerakan laki-laki, seperti kelompok dan pengikut
gerakan hak-hak laki-laki mythopoetic. Robert Bly , tampaknya kurang terfokus pada
pembongkaran patriarki dan lebih terfokus pada, dalam kata-kata Bell Hook (1992)
“produksi dari jenis maskulinitas yang dapat dengan aman dinyatakan dalam batasbatas patriarki.” Dia lebih lanjut menjelaskan bahwa aspek yang paling menakutkan
dari gerakan laki-laki kontemporer , khususnya seperti yang dinyatakan dalam budaya
populer, adalah depolitisasi perjuangan untuk mengakhiri seksisme dan penindasan
seksis dan menggantikan perjuangan itu dengan fokus pada aktualisasi diri pribadi.
Dia menunjukkan bahwa gerakan laki-laki tidak harus menjadi terpisah dari gerakan
perempuan melainkan menjadi segmen bawah gerakan feminis yang lebih besar.
dengan cara ini laki-laki tidak akan mengambil bagian sentral namun bagian lain dari
kehidupan perempuan yang memungkinkan bentuk untuk melanjutkan dominasi yang
sedikit lebih halus.
o
Paul Smith, yang ikut menulis buku laki-laki dalam feminisme baru-baru ini
menyarankan bahwa laki-laki tidak boleh masuk dalam feminisme tetapi di
dekatnya . Dia menantang orang untuk berpikir feminisme bekerja pada mereka.
Akan tetapi hal ini tidak bisa dilakukan tanpa mengubah , tidak hanya bagaimana
laki-laki berhubungan dengan laki-laki lain, tapi bagaimana kita juga berhubungan
dengan perempuan. Mungkin laki-laki harus “menists,” mendukung perempuan
dalam pekerjaan feminis mereka sementara memungkinkan feminisme untuk
bekerja pada mereka , menantang diri mereka sendiri dan laki-laki lainnya untuk
mengakhiri patriarki. Dengan cara ini teori dan praktek feminis bisa menjadi
katalis untuk membebaskan laki-laki dan perempuan dari peran gender restriktif
dan sistem patriarki.
Teori substantif untuk perubahan sosial harus memberikan sesuatu untuk paling tidak semua
anggota masyarakat . Teori yang menggunakan bahasa abstrak dan elitis tidak akan dapat
diakses oleh kelompok-kelompok tertindas yang paling membutuhkan keadilan sosial.
Sebuah teori yang baik. Maka, juga akan memiliki beberapa lapisan pesan untuk kelompok
sosial yang berbeda. Sementara beberapa feminis radikal dapat mengambil posisi esensialis
bahwa dalam kondisi tertentu konstruksi teori feminis hanya mungkin oleh perempuan
feminis lain yang bersikeras bahwa laki-laki dapat berpartisipasi dalam teori feminis. Alison
Jaggar (1988) menggambarkan kondisi ini sebagai berikut:
Laki-laki harus belajar masalah perempuan
Sebuah proses yang akan membutuhkan setidaknya banyak kerendahan hati dan
komitmen seperti yang dibutuhkan oleh perempuan kulit putih/Anglo untuk
memahami pengalaman perempuan warna.
Seperti yang disarankan oleh Alison Jaggar dan lain-lain , laki-laki harus terlebih dahulu
mempelajari naskah teori feminis. Pembelajaran ini tidak hanya harus melibatkan bacaan
tradisional karya yang mempunyai kemungkinan berkembang dimasa depan dalam teori
feminis oleh penulis feminis tetapi juga harus melibatkan pembelajaran pengalaman sosial
dan politik dari perspektif feminis. Laki-laki harus berkonsultasi dengan perempuan feminis
ketika menulis tentang teori feminis . Laki-laki juga harus lebih mendukung pengarangan
teori feminis oleh perempuan dan menantang orang lain untuk melihat teori feminis sebagai
praktik yang sah dan perlu menantang orang untuk mengakhiri patriarki. Di atas semua,
laki-laki harus terlibat dengan teori dan praktek feminis, membiarkannya bekerja pada
mereka, dalam rangka untuk membebaskan semua jenis gender dan membangun masyarakat
yang dibangun di atas keadilan dan dipelihara oleh cinta.